Upload presentasi
Presentasi berjudul: "1. PENGENALAN TEKNIK TEROWONGAN"— Transcript presentasi: 1 1. PENGENALAN TEKNIK TEROWONGAN 1.1. PENGERTIANSecara umum istilah terowongan didefenisikan sebagai lubang bukaan yang dibuat dengan dua lubang bukaan yang saling berhubungan langsung atau dengan kata lain bawah kedua lubang bukaan tersebut harus menembus bagian kerak bumi yakni ;- Perbukitan, sebagai media transportasi, drainase, penambangan dan lain-lain,- Penggalian bawah tanah sebagai media transportasi, drainase, penambangan dan lain sebagainya.Dengan pengertian terowongan di atas, maka terowongan dapat berguna sebagai ;1. Media lalu lintas ; untuk kereta api, jalan raya, pejalan kaki dan transportasi tambang bawah tanah,2. Media angkutan ; angkutan air untuk pembangkit tenaga listrik (PLTA), penyediaan air, saluran air kotor.
2 1.2. RUANG LINGKUP DAN APLIKASI Terowongan merupakan bentuk galian bawah tanah yang dirancang untuk maksud memenuhi transportasi. Ada dua hal penting yang diharus dimengerti dalam istilah transportasi ini. Pertama transportasi dalam pengertian untuk memenuhi kebutuhan dan tututan masyarakat modern. Dan yang kedua adalah transpotasi dalam operasi tambang bawah tanah.
3 Untuk masyarakat modern, terowongan merupakan akses lalu lintas untuk memenuhi kebutuhan lalu- lintas. Seperti pembuatan terowongan yang dilakukan pada daerah yang sulit di capai, misalnya melewati pergunungan (perbukitan) dan sungai (laut), atau membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang relatif mahal. Harapan masyarakat modern terutama di kota- kota besar dari negara-negara maju, kebutuhan akan lalu lintas untuk memenuhi jaringan pekerjaan sangat penting, misalnya terowongan untuk pejalan kaki dan penumpang. Untuk negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Prancis, Inggris dan Jepang terowongan merupakan layanan umum untuk mengembangkan dan memperluas pertumbuhan kehidupan dari populasi masyarakat yang berbeda
4 Dalam tambang bawah tanah, terowongan merupakan transportasi mineral-mineral bijih dari tempat penambangan ke tempat tumbukan bijih atau langsung ke penggalian bijih yang umum disebut sebagai penggalian lubang maju dalam tambang bawah tanah.Dari uraian di atas, jelaslah bahwa ruang lingkup terowongan adalah memberikan kemudahan transportasi langsung, efisiensi dan kontinuitas operasi. Baik untuk kebutuhan masyarakat modern maupun untuk tambang bawah tanah
5 Sehingga ruang lingkup Teknik Terowongan dapat dibuat sebagai berikut : - Pengenalan teknik terowongan - Klasifikasi terowongan - Penyelidikan lapangan untuk pembuatan terowongan Rancangan terowongan - Teknik penyanggaan dan penguatan terowongan. - Metoda dasar pembuatan terowongan.
6 1.3. PERKEMBANGAN TEROWONGAN DI INDONESI Salah satu pelaksanaan pekerjaan terowongan di Indonesia adalah PT. Brantas Abipraya, yang bermula dari pengalaman pelaksanaan pekerjaan pada proyek-prpyek yang ditangani oleh Proyek Induk Pengembangan Sungai Kali Brantas. Dimana hanpir semua bendungan besar yang dibangun oleh proyek Brantas terdapat pekerjaan terowongan, diantaranya :- Terowongan pengelak (Diversion tunnel)- Terowongan spill way (Incline tunnel)- Terowongan Kereta api (Rail way tunnel)- Terowongan penghubung (Conection tunnel)- Terowongan Inspeksi (Inspection tunnel)Terowongan pesat (Penctok tunnel)- Terowongan tekan (Pressure tunnel)
7 Pekerjaan terowongan yang dilaksanakan sebelum terbentuknya PT Pekerjaan terowongan yang dilaksanakan sebelum terbentuknya PT. Brantas Abipraya ini dengan total panjang sekitar 5500 meter dengan berbagai bentuk geometri terowongan (lingkaran, tapal kuda) dan berbagai diameter terowongan (1,8 – 12 m). Setelah PT. Brantaas Abipraya berdiri pada tahun 1980 pekerjaan terowongan yang dikerjakan sudah banyak diluar Proyek Brantas
8 diantaranya adalah : - Terowongan Pengelak Bendungan Kedung Ombo (Jawa Tengah) Terowongan Pengelak Bendungan Wadaslintang - Terowongan Pengelak Bendungan Palasari (Bali) - Terowongan Irigasi Proyek Irigasi Langkeme (Sulawesi Selatan) - Terowongan PLTA Kracak (Jawa Barat) - Terowongan Pengelak Bendungan Koto Panjang (Riau) Pelaksanaan pekerjaan terowongan yang masih dilakukan dalam tahap finishing pada tahun 2004 adalah terowongan PLTA Renun (Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara). pelaksanaan terowongan ini adalah proyek PLN yang berkerjasama dengan Jepang dan Korea.
9 Pembuatan terowongan PLTA di Renun, Sidikalang Sumut Tahun 2004 Pembuatan terowongan PLTA di Renun, Sidikalang Sumut Tahun Tujuan Intruksional Umum : Mengenal secara umum tentang Teknik Terowongan dalam dunia pertambangan. - Mengetahui pentingnya Teknik Terowongan dalam dunia pertambangan. Tujuan Intruksioanl khusus : Memahami pengertian dan fungsi serta aplikasi Teknik Terowongan. - Mengetahui sejarah Terowongan di Indonesia. - Mengetahui ruang lingkup Teknik Terowongan dalam dunia pertambangan.
10 Fungsi terowongan : 1.Sebagai jalan masuk dan keluar bagi karyawan dan jalan angkut. 2.Mengangkut material trava system telekomunikasi, pipa air dan pipa lumpur 3.Lubang khusus ventilasi 4.Untuk penirisan sumur dan open channel 5. Untuk keselamatan kerja (penyelamatan jika terjadi kecelakaan
11 Bentuk-bentuk terowongan 1. Bentuk lingkaran 2. Bentuk segi empat 3 Bentuk-bentuk terowongan 1. Bentuk lingkaran 2. Bentuk segi empat 3. Bentuk Travesium 4. Bentuk Tapal kuda 5. Bentuk Poligon Dalam bentuk terowongan dilihat dari : 1. Sifat fisik dari material itu sendiri 2. Struktur yang terjadi didaerah tersebut 3. Posisi Perbedaan terowongan tambang dengan terowongan sipil
12 1.Dari sifatnya, pada tambang sifatnya temporer sedang sipil . Posisi Perbedaan terowongan tambang dengan terowongan sipil :1.Dari sifatnya, pada tambang sifatnya temporer sedang sipil2. Dari penggunaan pada tambang untuk sarana penambangan, sedang sipil untuk sarana umum3. Lokasi untuk tambang dibuat dimana terdapat cadangan bijih, untuk sipil dipilih batuan baik.4. Kondisi batuan, untuk tambang kondisi dapat diketahui secara baik karena aktivitas bertahun-tahun, untuk sipil memerlukan eksplorasi secara rinci5. Kondisi, untuk tambang berubah-ubah karena sifatnya dinamis, untuk sipil karena sifatnya statis maka kondisinya tetap.
13 Secara filosofis Tujuan dasar setiap rancangan untuk penggalian dibawah tanah harus menggunakan massa batuan itu sendiri sebagai massa utamanya. Selama penggalian harus menghasilkan gangguan kemantapan yang sekecil mungkin dan sedikit mungkin menggunakan beton dan penyangga Dalam keadaan asli dan buatan mengalami tegangan tekan dimana batuan keras itu lebih kuat daripada beton. Geometri terowongan. Ukuran kecil Menengah 3000 meter Besar diameter > 6 meter Metode penggalian lubang bukaan Metode penggalian bebas dilakukan dengan cara sederhana dengan menggunakan alat yang sederhana seperti ganco, linggis, dan sekop. Metode mekanis sudah lebih canggih dengan menggunakan tunnel boring machine, koadheader, drum seader. Metode pemboran dan peledakan.
14 terowongan terbagi atas beberapa bagian Distribusi tegangan sebelum dibuat terowongan terbagi atas 3 yaitu : - Tegangan grafitasi yaitu tegangan yang terjadi karena berat dari tanah/ batuan yang berada diatasnya. - Tegangan tektonik, terjadi akibat geseran-geseran pada kulit bumi yang trjadi pada waktu lampau maupun saat ini. - Tegangan sisa adalah tegangan yang masih tersisa walaupun penyebab tegangan tersebut sudah hilang yang berupa panas ataupun pembengkakan pada kulit bumi.
15 H = Kedalaman/ tinggi (m) Secara teoritis tegangan mula-mula dirumuskan dengan :λo = λ.H KET : λ = Density (ton/m2 ) H = Kedalaman/ tinggi (m) λo = Tegangan mula-mula (ton/m2 ) Distribusi tegangan disekitar pada terowongan untuk keadaan paling deal Geometri dari terowongan adalah yang diperhatikan terowongan adalah sebuah lingkaran dengan jari-jari r.
16 terowongan berada pd bidang horizontal, terowongan terletak pada kedalaman H > r, dengan syarat reaksinya H>20 r, terowongan sangat panjang sehingga dapat digunakan hipotesa tegangan bidang (plain strain). -Keadaan batuan adalah kontinu, homogeny dan isotrop.
17 Kesdaan tegangan mula-mula atau inisial stress hidroblastik atau diasumsikan ^o = 0 λo = = λo = λ . H λθ = λo + λo . R2 / r2 yang bekerja tegangan radial dan tegangan tangensial Distribusi tegangan terowongan mula-mula tegangan hidrostatik, dimana tegangan vertical ≠ 0 dan tegangan horizontal = 0, dimana tegangan horizontal = k tegangan vertical Λh = k. λv dimana λv = ^. H KET. K = - R2 x tegangan mula-mula λo R= Dinotasikan dengan jari-jari linkaran r = jarak antar permukaan. Distribusi tegangan disekitar terowongan untuk batuan yang tidak isotrop.
18 Dalam hal elastic ortotrop dimana ada dua modus yang tegak lurus untuk system pembongkaran yang aksial. Distribusi tidak dipengaruhi hanya devormasinya, jadi distribusi tegangan yang didapat dari perhitungan sebelumnya tetap diberlakukan. Contoh batuan yang tidak isotrop yaitu : batuan yang berlapis seperti sekis yang berfungsi bagaimana perkuatan batuan dan arah perlapisan. Distribusi tegangan disekitar terowongan untuk batuan yang mempunyai perilaku plastic sempurna.
19 Distribusi tegangan disekitar terowongan yang dibentuk tidak bulat untuk keadaan yang paling ideal ini berdasrkan tegangan garis-garis terowongan dengan berbagai bentuk penampang dan berbagai tegangan mula-mula untuk keadaan paling ideal. Ritasinya λH = tegangan horizontal λv = tegangan verikal sebelum penggalian terowongan, λ Q = tegangan tangensial untuk tiap garis terowongan. Lingkaran mor untuk mengetahui tegangan yang terjadi pada dinding.
21 Ahli Teknik Terowongan Muda Uraian Tugas Dan Tanggung Jawab Tenaga Ahli Teknik Terowongan Muda adalah sebagai berikut :Menerapkan SMM, SMK3L dan peraturan terkait jalan, jembatan, dan terowonganMelakukan komunikasi di tempat kerjaMelakukan pengumpulan data geologi dan geoteknik pada rencana trase terowonganMelakukan survey dan pemetan permukaan dan bawah permukaan tanah pada rencana trase terowonganMembuat gambar rencana dan gambar detail terowongan serta pelengkap dan fasilitas pada terowonganMelakukan pekerjaan persiapan dan mobilisasiMelakukan pekerjaan setting out pada trase terowonganMelaksanakan pekerjaan penggalian dan perkuatan dinding terowonganMelaksanakan pengangkutan material hasil penggalianMelaksanakan pengendalian koordinat permukaan dan koordinat bawah permukaanMelaksanakan pekerjaan instalasi system penghawaan, penerangan dan fasilitas lainnyaMelaksanakan pekerjaan pembuatan marka dan rambu-rambu lalu lintasMembuat laporan pekerjaan
22 Ahli Teknik Terowongan Madya Uraian Tugas Dan Tanggung Jawab Tenaga Ahli Teknik Terowongan Madya adalah sebagai berikut
:Menerapkan SMM, SMK3L, dan peraturan terkait jalan, jembatan, dan terowonganMelakukan komunikasi di tempat kerjaMenyusun alternative rencana trase terowonganMelakukan pemeriksaan data geologi dan geoteknik pada rencana trase terowonganMelakukan pengawasan pada pekerjaan survey dan pemetaan permukaan dan bawah permukaan tanah pada rencana trase terowonganMembuat rencana terowongan sesuai koordinat dan trase yang ditentukanMembuat gambar rencana dan gambar detail terowongan, perkuatan dinding, dan subbase serta bangunan pelengkap dan fasilitas pada terowonganMenyiapkan data penyusunan spesifikasi teknis pekerjaan terowonganMelakukan pekerjaan persiapan dan mobilisasiMengendalikan pekerjaan setting out pada trase terowonganMengendalikan pekerjaan penggalian, perkuatan dinding, pekerjaan subbase dan lapisan permukaan jalan pada terowonganMelaksanakan pengendalian koordinat permukaan dan koordinat bawah permukaan
23 Ahli Teknik Terowongan Utama Uraian Tugas Dan Tanggung Jawab Tenaga Ahli Teknik Terowongan Utama adalah sebagai berikut :Menerapkan SMM, SMK3L, dan Peraturan terkait jalan, jembatan, dan terowonganMelakukan koordinasi di tempat kerjaMenetapkan rencana trase terowonganMelakukan kajian data geologi dan geoteknik pada rencana trase terowonganMelakukan pemeriksaan hasil survey dan pemetaan permukaan dan bawah permukaan tanah pada rencana trase terowonganMelakukan kajian teknis dan perhitungan pekerjaan terowonganMembuat rencana terowongan sesuai koordinat dan trse yang ditentukanMenyusun spesifikasi teknis pekerjaan terowonganMelakukan kajian teknis metoda konstruksi, peralatan penggalian/bor, transportasi material hasil galian, dan pekerjaan
24 1.4 TAHAP- TAHAP MENDESAIN SUATU TEROWONGAN 25 Pengumpulan Data Awal 26 1.4 teknik penyanggaan terowongan 27 KURVA BEBAN – DEFORMASI Tujuan utama merancang penyangga pada lubang bukaan di bawa tanah adalah untuk membantu massa batuan menyangga dirinya sendiri. Gambar 9.2. adalah contoh suatu terowongan yang digali dengan seluruh permukaan kerja (full face) dengan pemboran dan peledakan, menggunakan penangga besi baja (stell set support) yang dipasang sesudah pembersihan dan pengeluaran asap (mucking) dari terowongan. Tegangan in-situ horizontal dan vertikal dianggap sama = Po.
28 Pada tahap I, permukaan kerja terowongan belum mencapai potongan x – x Pada tahap I, permukaan kerja terowongan belum mencapai potongan x – x. Massa batuan yang berada pada bagian dimana terowongan akan dibuat dalam keadaan seimbang dengan massa batuan disekelilingnya. Tekanan yang diberikan oleh penyangga P1 pada profil yang akan digali sama dengan tegangan in-situ Po (titik A Gambar 9.2) Pada tahap 2, permukaan kerja terowongan sudah melewati potongan x-x dan tekanan penyangga P1 , yang sebelumnya diberikan oleh batuan yang berada didalam terowongan turun menjadi 0. Bagaimanapun juga, terowongan tidak akan runtuh karena reformasi radial u dibatasi oleh ujung permukaan kerja terowongan dengan pengendalian yang cukup baik. Jika pengendalian u oleh permukaan kerja tidak ada, tekanan penyangga P1 yang diberikan oleh titik B dan C pada Gambar 9.2. yang dibutuhkan untuk membatasi u adalah sama. Tekanan penyangga P1 yang dibutuhkan untuk membatasi u pada atap (roof) adalah lebi besar dari yang dibutuhkan untuk membatasi u pada dinding (side wall) karena berat dari daerah yang tidak stabil (zone of loosened rock) diatas atap terowongan harus ditambahkan untuk penghitung tekanan penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi tegangan yang menyebabkan perpindahan (displacement) pada atap
29 Pada tahap 3, terowongan sudah mulai selesai di “mucking” dan steel set sudah dipasang dekat dengan permukaan kerja. Pada tahap ini, penyangga belum terbebani seperti ditunjukkan oleh titik D pada Gambar 9.2, karena tidak ada deformasi yang terjadi pada terowongan. Jika batuan mempunyai sifat deformasi yang tidak tergantung pada waktu, maka deformasi radial terowongan masih ditunjukkan oleh titik B dan C.Pada tahap 4, permukaan kerja terowongan maju kira-kira 1,5 x diameter dari potongan x- x dan pengendalian deformasi didekat permukaan kerja sudah berkurang sekali. Oleh karena itu regangan radial selanjutnya dari dinding dan atap dinyatakan oleh kurva C E G dan B B H pada Gambar 9.2. Deformasi radial atau konvergen dari terowongan menyebabkan penyangga terbebani. Tekanan penyangga P1 yang tersedia dari steel set bertambah dengan deformasi radial terowongan seperti digambarkan oleh garis D E F.
30 Pada tahap 5, permukaan kerja terowongan maju jauh dari potongan x – x sehingga tidak ada lagi pengendalian untuk massa batuan pada potongan x – x. jika tidak ada penyangga – penyangga yang dipasang maka deformasi radial pada terowongan bertambah seperti digambarkan oleh kurva E G dan F H tekanan yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi turun menjadi 0 pada titik D dan dalam hal ini dinding akan stabil jika tidak ada lagi gaya yang dapat menyebabkan regangan.Di pihak lain, penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi pada atap turun sampai minimum dan akan mulai lagi bergerak naik. Ini karena perpindahan kebawah atap dari daerah batuan lepas ini diatap terowongan menyebabkan tambahan batuan yang menajdi tidak stabil dan berat dari tambahan batuan yang tidak stabil, ini ditambahkan untuk tekanan penyangga yang dibutuhkan. Pada contoh diatas, atap akan runtuh jika tidak ada penyangga yang dipasang dalam terowongan
31 1.5 Analisis intaneraksi penyangga batu Analisis interaksi antara penyangga – batuan dengan menggunakan kurva beban – deformasi merupakan problem yang harus dibahas secara teroritis dengan baik, karena banyak faktor yang dimasukkan kedalamnya untuk dapat memecahkan masalah.
32 ASUMSI DASAR ANALISISUntuk menyederhanakan perhitungan agar dapat dipecahkan secara matematis, maka dilakukan beberapa asumsi sebagai berikut ;1)Geometri terowongan ; dalam menganalisis penampang terowongan diasumsikan berbentuk lingkaran dengan jari-jari ri (Gambar 9.3). Panjang terowongan sedemikian rupa sehingga masalah dapat dipecahkan dalam dua dimensi atau dengan kondisi plane strain.2)Tegangan In-situ ; Tegangan in-situ horisontal dan vertikal diasumsikan sama, yang besarnya sama dengan Po.3)Tekanan Penyangga ; Penyangga yang dipasang diasumsikan menimbulkan tekanan radial yang uniform sebesar Pi di dinding terowongan.
33 4) Sifat massa batuan ; massa batuan diasumsikan mempunyai perilaku elastis linier dan dikaraterisasikan oleh Modulus Young (E) dan niisbah Poisson . 5) Sifat massa batuan hancuran ; massa batuan hancuran disekeliling terowongan diasumsikan mempunyai perilaku plastik sempurna dan memenuhi kriteria failure 6) Regangan volumetrik ; pada daerah elastis, regangan volumetrik dikendalikan oleh konstanta Modulus Young dan nisbah Poisson. Pada saat failure batuan akan mengembang dan volume akan bertambah dan regangan dihitung dengan menggunakan teori plastisitas
34 7) Perilaku “time-dependent” ; diasumsikan bahwa massa batuan dan hancuran tidak memperlihatkan perilaku time- dependent. 8) Perluasan daerah plastis ; diasumsikan bahwa daerah plastis bertambah besar sampai mencapai jari-jari re yang tergantung pada tegangan in-situ Po, tekanan penyangga Pi dan karkteristik material baik elastis maupun massa batuan hancuran. 9) Simetris radial ; masalah dianalisis secara rinci dalam simetris disekitar terowongan. Jika berat batuan didalam daerah hancuran diperhitungkan didalam analisis, penyederhanaan simetris akan
hilang. Jika berat batuan hancuran sangat penting didalam rancangan penyangga, kelonggaran untuk berat ini ditambahkan sesudah dasar analisis selesai.
35 TAHAPAN ANALISIS Input data yang dibutuhkan : σc = kuat tekan uniaksial dari batuan contoh batuan intact. M,s = konstanta material untuk massa batuan (Tabel 9.1). E, v = Modulus elastisitas dan nisbah poisson massa batuan mr, sr = konstanta material untuk massa batuan hancuran (Tabel 9.1) γr = berat persatuan volume dari massa batuan hancuran Po = besarnya tegangan in-situ ri = jari-jari terowonagan
36 PENENTUAN TINGGI DAN MUATAN BEBAN Suatu alternatif pada pendekatan teoritik untuk penyanggaan batuan adalah memanfaatkan pengalaman sebelumnya, sebagai suatu dasar untuk memperkirakan penyanggaan yang diperlukan untuk penggalian bawah tanah. Pendekatan ini terus berkembang tanpa arah yang jelas sebelum munculnya penggunaan klasifikasi batuan.
37 JENIS-JENIS PENYANGGAAN Secara mekanik dalam pembuatan terowongan dan pembukaan tambang bawah tanah, jenis-jenis penyangga dapat dikelompokkan kedalam dua bagian :1. Penyangga Alamiah (Natural Support)Natural Support dapat digolongkan kedalam penyangga sementara dikarenakan dalam penyanggaan, penyangga yang dipakai berupa ore, low grade ore, atau barren rock yang ditinggalkan dalam bentuk pillar.Sistem penyangga sementara yang direncanakan dapat menahan seluruh massa batuan sampai penyangga permanen dipasang, atau pillar-pillar (ore) yang digunakan sebagai penyangga itu sendiri akan ditambang dan tidak perlu dipasang penyangga permanen.
38 2. Penyangga Buatan (Artificial Support) Artificial Support merupakan penyangga buatan dimana material untuk penyangga dibuat sesuai dengan bentuk, susunan dan cara pemasangan tergantung dari kebutuhan. Beberapa jenis artificial support yang sering dijumpai didalam suatu sistem penyanggaan, yaitu : 1. Penyangga kayu 2. Baut batuan (rock bolt) 3. Penyangga beton 4. Penyangga baja 5. Penyangga khusus
39 Jenis Teknik Penambangan Bahan Galian Penambangan merupakan salah satu bentuk eksploitasi sumberdaya alam yang dilakukan manusia. Dalam dunia pertambangan bahan galian, dikenal 4 teknik yang sering digunakan dalam mengambil bahan galian tersebut diantaranya:1. Shaft Mining (Penambangan Dalam)2. Slope Mining (Penambangan Jauh)3. Drift Mining (Penambangan Atas)4. Open Cast Mining (Penambangan Terbuka
41 Shaft Mining yaitu penambangan yang dilakukan dengan cara membuat terowongan tegak sampai ke lapisan bahan galian setelah itu membuat terowongan mendatar. Slope Mining yaitu penambangan yang dilakukan dengan cara membuat terowongan miring hingga mencapai lapisan bahan galian. Penambangan ini dilakukan jika bahan galian terletak jauh dibawah bukit.
42 Drift Mining yaitu penambangan yang dilakukan diatas permukaan tanah karena bukit yang mengandung bahan galian hampir sejajar dengan lapisan permukaan tanah.Open Cast Mining yaitu penambangan yang dilakukan dengan cara menggali permukaan tanah hingga endapan bahan galian muncul.
43 Tambang preffot papua 44 Klasifikasi Terowongan berdasarkan Fungsinya 1) Terowongan Lalu Lintas (Traffic)
45 Beberapa penggunaan terowongan untuk lalu- lintas diantaranya : • Terowongan Kereta api• Terowongan jalan raya• Terowongan navigasi• Terowongan tambang
46 2) Terowongan Angkutan 47 • Terowongan pembangkit Tenaga Listrik (Hidro Power) • Terowongan Water Supply • Terowongan Sewerage water • Terowongan untuk utilitas umum Terowongan yang dimaksud di sini adalah sebuah struktur bawah tanah sehingga dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan tanpa boleh mengganggu aktifitas/ kondisi di permukaan tanah atau dapat pula dilakukan secara gali dan timbun (cut and cover).
48 Klasifikasi Terowongan berdasar Cara Pelaksanaannya 1) Micro Tunnel 49 Penggunaannya mayoritas untuk penempatan jalur pipa, kabel, dan jaringan air. Ukuran dari terowongan ini berkisar antara 60 cm s/d 100 cm dan dikerjakan secara modern dengan cara otomatis dengan peralatan robot.
50 2) Terowongan Dongkrak (Jacking) Teknik pelaksanaan ini dipilih sebagai alternative karena pengggalian biasa terlalu mahal karena panjang yang terbatas, misalnya pembuatan underpass dan sejenisnya. Secara umum pelaksanaannya dilakukan dengan mendongkrak secara horizontal sebuah segmen beton precast atau baja memotong tanah dan membuang keluar secara manual bagian volume tanah yang terpotong segmen yang didongkrak tersebut.
51 3) Terowongan Batuan (Rock) Terowongan ini dibuat menembus batuan masif yang relative keras dan dapat dilakukan langsung dengan metode penggalian menggunakan peralatan manual, mekanis maupun blasting. Masalah yang mungkin dihadapai adalah yang berkaitan dengan air tanah, dan struktur penopang pada zona patahan.
52 4) Terowongan melalui tanah lunak (soft ground) Termasuk dalam kategoro ini adalah terowongan yang di buat melalui tanah lempung, pasir dan batuan lunak (soft rock). Karena mudah runtuh maka untuk pelaksanaan penggalian digunakan pelindung (shield). Sedangkan lining tunnel harus segera dipasang bersamaan dengan kemajuan gerakan Tunnel Boring Machine (TBM).
53 5) Terowongan Gali dan Timbun (Cut and Cover) Terowongan ini dilaksanakan dengan menggali sebuah alur yang cukup sampai kedalaman yang diinginkan, kemudian pengecoran lining tunnel atau pemesangan lining precast dan melakukan penimbunan kembali (covering). Metode ini cocok dilaksanakan jika tersedia areal yang cukup, tidak mengganggu aktifitas dipermukaan dan letak jalur terowongan cukup dekat dengan permukaan.
54 6) Terowongan Bawah air (Underwater) Terowongan ini biasanya melewati jalur batuan atau tanah lunak. Hal yang membedakan dengan terowongan tanah lunak adalah adanya tekanan air yang sangat tingggi, sehingga diperlukan metode untuk membuat terowongan menjadi kedap air. Salah satu metodenya yaitu dengan membuat trench di dasar sungai atau laut lalu menempatkan precast tube lining dan menerapkan teknik sambungan kedap air.
55 Terowongan Sipil dan Terowongan Tambang Perbedaan mendasar antara terowongan Sipil dan terowongan tambang adalah sebagai berikut : 1) Kebanyakan terowongan Sipil adalah permanen, sedangkan terowongan tambang kebanyakan bersifat sementara (temporary). Beberapa terowongan tambang ada yang dirancang untuk dapat digunakan beberapa puluh tahun. 2)
Terowongan Sipil digunakan untuk melayani kepentingan umum (transportasi, dll) sedangkan terowongan tambang digunakan untuk kepentingan khusus (pekerja atau aktifitas tambang).
56 3) Panjang terowongan tambang biasanya cukup besar karena digunakan untuk terowongan produksi tambang sedangkan terowongan Sipil kebanyakan dibuat sependek mungkin dan dilaksanakan dengan standart yang sangat ketat. 4) Jalur di mana terowongan tambang dibuat umumnya secara geologi telah diketahui cukup rinci karena adanya survey yang mendalam bersamaan dengan penyelidikan potensi material tambangnya. Sedangkan terowongan Sipil biasanya dibangun pada lokasi yang baru sehingga memerlukan penyelidikan geoteknik yang baru dan terperinci. 5) Kegiatan penambangan merupakan proses dinamis sehingga dapat mengakibatkan perubahan kondisi (rock reinforcement). 6) Biaya penyelidikan terowongan Sipil jauh lebih besar karena tuntutan masalah keamanan.
57 Akses Terowongan dan Manajemen Material 1) Konstruksi Portal Akses masuk ke areal bawah tanah secara umum disebut portal. Akses ini dapat berupa sebuah shaft yang dikontruksi secara vertikal sampai kedalaman tertentu sesuai elevasi rencana terowongan utama (horisontal), atau berupa face terowongan yang bisa disiapkan secara horizontal karena kondisi lahan memungkinkan. 2) Manajemen Material Yang dimaksud dengan manajemen material yang memerlukan pengaturan disini adalah: • Material hasil galian yang harus dibawa keluar terowongan. • Material supporting system dan elemen lining precast atau formwork dan beton cair yang harus dibawa masuk dalam terowongan dan geraka alat keluar masuk terowongan. • Air hasil dewatering di dalam terowongan yang harus dibuang keluar terowongan.
58 Penyelidikan Geoteknik Penyelidikan geoteknik adalah elemen yang sangat penting dalam perencanaan dan pelaksanaan sebuah terowongan. Dengan data geologi yang memadai dapat ditentukan desain terowongan yang sesuai, metode pelaksanaan yang paling optimal, biaya pelaksanaan yang rasional serta persiapan yang sebaik- baiknya direncanakan aspek keamanan pelaksanaan. Biaya pelaksaan akan sangat berpotensi membengkak karena kurangnya tersedianya data geologi.
59 Secara spesifik tujuan penyelidikan tersebut adalah untuk : 1) Menentukan stratifikasi tanah atau batuan pada jalur terowongan. 2) Menentukan sifat fisik batuan. 3) Menentukan parameter desain untuk batuan dan tanah. 4) Memberikan kepastian setinggi- tingginya bagi suatu proyek dan member wawasan kepada engineer menegenai kondisi yang mungkin terjadi saat pelaksanaan. 5) Mengurangi unsure ketidak pastian bagi kontraktor. 6) Meningkatkan keselamatan kerja. 7) Member pengalaman bekerja sehingga dapat memperbaiki kualitas- kualitas keputusan di lapangan.
60 Pemboran teknik untuk pengambilan sampel batuan adalah cara yang paling umum dipakai untuk pekerjaan terowongan. Dengan pengambilan sampel (core) dapat diketahui sifat fisik batuan, variasi pelapisan tanah, satuan batuan, dan informasi penting lainnya. Lokasi- lokasi yang memerlukan pengeboran secara detail adalah : 1) Daerah portal. 2) Daerah yang secara topografi dekat as terowongan, karena biasanya secara struktur lemah (overburden tipis). 3) Lokasi yang berpotensi mengalami pelapukan berat. 4) Daerah yang berpotensi air tanah tinggi dan adanya batuan porous. 5) Zona geser/ patahan.
61 Thank tou
TEKNIK PENYANGGA TEROWONGAN
9. TEKNIK PENYANGGAAN TEROWONGAN
9.1. DEFORMASI TEROWONGAN TANPA PENYANGGA Untuk memahami bagaimana tekanan penyangga bekerja dan respons massa batuan di sekitar penggalian terowongan dapat dijelaskan pada Gambar 9.1. di bawah ini.
Gambar 9.1. Respons massa batuan di sekitar terowongan yang sedang digali. Misalkan titik pengukuran ditempatkan di ujung terowongan yang sedang digali dan penyangga belum dipasang. Perpindahan yang dapat diukur dimulai pada jarak 0,5D di depan face (D= diameter terowongan). Selanjutnya, di face perpindahan radial mencapai 0,33 harga perpindahan maksimum (0,33 Umax). Perpindahan radial mencapai harga final kira-kira pada jaraj 1,5 D di belakang face, dimana fungsi face sebagai penyangga sudah tidak efektif lagi (Gambar 9.1). Bila massa batuan cukup kuat menahan runtuhan, maka yang terjadi adalah perpindahan elastis. Terjadinya perpindahan elastis yang menyusul perpindahan plastis tidak berarti serta merta terowongan akan runtuh. Massa batuan masih mempunyai kekuatan yang cukup, karena tebal zona plastis relatif kecil dibandingkan dengan radius terowongan. Yang akan terjadi hanyalah retakanretakan baru dan sejumlah kecil batuan di dinding yang lepas dan jatuh (spalling). Runtuhan yang sebenarnya akan terjadi jika zona plastis yang tebal dan terjadi perpindahan ke arah dinding, massa batuan yang terlepas dan berjatuhan akan semakin bertambah dan terowongan tanpa penyangga akan runtuh.
9.2. KURVA BEBAN – DEFORMASI
Tujuan utama merancang penyangga pada lubang bukaan di bawa tanah adalah untuk membantu massa batuan menyangga dirinya sendiri. Gambar 9.2. adalah contoh suatu terowongan yang digali dengan seluruh permukaan kerja (full face) dengan pemboran dan peledakan, menggunakan penangga besi baja (stell set support) yang dipasang sesudah pembersihan dan pengeluaran asap (mucking) dari terowongan. Tegangan in-situ horizontal dan vertikal dianggap sama = Po. -
Pada tahap I, permukaan kerja terowongan belum mencapai potongan x – x. Massa batuan yang berada pada bagian dimana terowongan akan dibuat dalam keadaan seimbang dengan massa batuan disekelilingnya. Tekanan yang diberikan oleh penyangga P1 pada profil yang akan digali sama dengan tegangan in-situ Po (titik A Gambar 9.2)
-
Pada tahap 2, permukaan kerja terowongan sudah melewati potongan x-x dan tekanan penyangga P1 , yang sebelumnya diberikan oleh batuan yang berada didalam terowongan turun menjadi 0. Bagaimanapun juga, terowongan tidak akan runtuh karena reformasi radial u dibatasi oleh ujung permukaan kerja terowongan dengan pengendalian yang cukup baik. Jika pengendalian u oleh permukaan kerja tidak ada, tekanan penyangga P1 yang diberikan oleh titik B dan C pada Gambar 9.2. yang dibutuhkan untuk membatasi u adalah sama. Tekanan penyangga P1 yang dibutuhkan untuk membatasi u pada atap (roof) adalah lebi besar dari yang dibutuhkan untuk membatasi u pada dinding (side wall) karena berat dari daerah yang tidak stabil (zone of loosened rock) diatas atap terowongan harus ditambahkan untuk penghitung tekanan penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi tegangan yang menyebabkan perpindahan (displacement) pada atap.
-
Pada tahap 3, terowongan sudah mulai selesai di “mucking” dan steel set sudah dipasang dekat dengan permukaan kerja. Pada tahap ini, penyangga belum terbebani seperti ditunjukkan oleh titik D pada Gambar 9.2, karena tidak ada deformasi yang terjadi pada terowongan. Jika batuan mempunyai sifat deformasi yang tidak tergantung pada waktu, maka deformasi radial terowongan masih ditunjukkan oleh titik B dan C.
-
Pada tahap 4, permukaan kerja terowongan maju kira-kira 1,5 x diameter dari potongan x- x dan pengendalian deformasi didekat permukaan kerja sudah berkurang sekali. Oleh karena itu regangan radial selanjutnya dari dinding dan atap dinyatakan oleh kurva C E G dan B B H pada Gambar 9.2. Deformasi radial atau konvergen dari terowongan menyebabkan penyangga terbebani. Tekanan penyangga P1 yang tersedia dari steel set bertambah dengan deformasi radial terowongan seperti digambarkan oleh garis D E F.
-
Pada tahap 5, permukaan kerja terowongan maju jauh dari potongan x – x sehingga tidak ada lagi pengendalian untuk massa batuan pada potongan x – x. jika tidak ada penyangga – penyangga yang dipasang maka deformasi radial pada terowongan bertambah seperti digambarkan oleh kurva E G dan F H pada Gambar 9.2. Untuk dinding, tekanan yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi turun menjadi 0 pada titik D dan dalam hal ini dinding akan stabil jika tidak ada lagi gaya yang dapat menyebabkan regangan.
Di pihak lain, penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi pada atap turun sampai minimum dan akan mulai lagi bergerak naik. Ini karena perpindahan kebawah atap dari daerah batuan lepas ini diatap terowongan menyebabkan tambahan batuan yang menajdi tidak stabil dan berat dari tambahan batuan yang tidak stabil, ini ditambahkan untuk tekanan penyangga yang dibutuhkan. Pada contoh diatas, atap akan runtuh jika tidak ada penyangga yang dipasang dalam terowongan. Pada Gambar 9.2. bagian bawah, kurva reaksi penyangga untuk steel set berpotongan dengan kurva beban deformasi untuk dinding dan atap terowongan pada titik E dan F. Pada titik-titik ini, tekanan penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi pada dinding dan atap adalah tepat seimbang dengan tekanan penyangga yang tersedia dari steel set dan terowongan dan sistem penyangga adalah dalam keseimbangan stabil.
Gambar 9.2.Kurva Beban Deformasi Massa Batuan dan Sistem Penyangga (Menurut Daeman)
9.3. ANALISIS INTERAKSI PENYANGGA - BATUAN Analisis interaksi antara penyangga – batuan dengan menggunakan kurva beban – deformasi merupakan problem yang harus dibahas secara teroritis dengan baik, karena banyak faktor yang dimasukkan kedalamnya untuk dapat memecahkan masalah. 9.3.1. ASUMSI DASAR ANALISIS Untuk menyederhanakan perhitungan agar dapat dipecahkan secara matematis, maka dilakukan beberapa asumsi sebagai berikut ; 1) Geometri terowongan ; dalam menganalisis penampang terowongan diasumsikan berbentuk lingkaran dengan jari-jari ri (Gambar 9.3). Panjang terowongan sedemikian rupa sehingga masalah dapat dipecahkan dalam dua dimensi atau dengan kondisi plane strain. 2) Tegangan In-situ ; Tegangan in-situ horisontal dan vertikal diasumsikan sama, yang besarnya sama dengan Po. 3) Tekanan Penyangga ; Penyangga yang dipasang diasumsikan menimbulkan tekanan radial yang uniform sebesar Pi di dinding terowongan. 4) Sifat massa batuan ; massa batuan
diasumsikan
mempunyai
perilaku
elastis
linier
dan
dikaraterisasikan oleh Modulus Young (E) dan niisbah Poisson (v). Karakteristik failure material ini ditentukan persamaan 9.1 ........................................................................ (9.1) 5) Sifat massa batuan hancuran ; massa batuan hancuran disekeliling terowongan diasumsikan mempunyai perilaku plastik sempurna dan memenuhi kriteria failure sebagai berikut (Gambar 9.2) ..................................................................... (9.2)
Sebagai catatan, untuk kepentingan penyederhanaan, diasumsikan bahwa pengurangan kekuatan secara tiba-tiba dari persamaan (9.1) ke persamaan (9.2). 6) Regangan volumetrik ; pada daerah elastis, regangan volumetrik dikendalikan oleh konstanta Modulus Young dan nisbah Poisson. Pada saat failure batuan akan mengembang dan volume akan bertambah dan regangan dihitung dengan menggunakan teori plastisitas. 7) Perilaku “time-dependent” ; diasumsikan bahwa massa batuan dan hancuran tidak memperlihatkan perilaku time-dependent. 8) Perluasan daerah plastis ; diasumsikan bahwa daerah plastis bertambah besar sampai mencapai jarijari re yang tergantung pada tegangan in-situ Po, tekanan penyangga Pi dan karkteristik material baik elastis maupun massa batuan hancuran. 9) Simetris radial ; masalah dianalisis secara rinci dalam simetris disekitar terowongan. Jika berat batuan didalam daerah hancuran diperhitungkan didalam analisis, penyederhanaan simetris akan hilang. Jika berat batuan hancuran sangat penting didalam rancangan penyangga, kelonggaran untuk berat ini ditambahkan sesudah dasar analisis selesai.
Gambar 9.3. Asumsi geometri terowongan.
Gambar 9.4. Asumsi kriteria failure massa batuan elastis dan massa batuan hancuran 9.3.2. TAHAPAN ANALISIS Input data yang dibutuhkan : σc
= kuat tekan uniaksial dari batuan contoh batuan intact.
M,s
= konstanta material untuk massa batuan (Tabel 9.1).
E, v
= Modulus elastisitas dan nisbah poisson massa batuan
mr, sr
= konstanta material untuk massa batuan hancuran (Tabel 9.1)
γr
= berat persatuan volume dari massa batuan hancuran
Po
= besarnya tegangan in-situ
ri
= jari-jari terowonagan
Urut-urutan Perhitungan
1.
2.
3.
Input Pi : 4. untuk Pi > Po – Mσc, deformasi di sekeliling terowongan adalah elastik.
5. untuk Pi < Po – Mσc, runtuhan plastis terjadi di sekeliling terowongan.
6. 7. untuk re/ri < √3 = R 2 D ln re/ri 8. untuk re/ri > √3 = R = 1,1D
9.
10.
11.
12. untuk atap terowongan, plot
terhadap
13. untuk dinding terowongan, plot
14. untuk lantai terowongan, plot
terhadap
terhadap
Gambar 9.5. Kebutuhan penyangga untuk batuan di sekeliling terowongan.
9.4. PENENTUAN TINGGI DAN MUATAN BEBAN Suatu alternatif pada pendekatan teoritik untuk penyanggaan batuan adalah memanfaatkan pengalaman sebelumnya, sebagai suatu dasar untuk memperkirakan penyanggaan yang diperlukan untuk penggalian bawah tanah. Pendekatan ini terus berkembang tanpa arah yang jelas sebelum munculnya penggunaan klasifikasi batuan. Pada bagian ini diberikan prinsip-prinsip dari klasifikasi massa batuan. Sebagian dari klasifikasi ini adalah suatu pekerjaan deskripsi murni dan klasifikasi ini patut dihargai dengan mendefenisikan beberapa parameter yahng tampak mampu mendefenisikan secara benar massa batuan. Kemudian akan digunakan untuk pemilihan jenis penyangga yang akan digunakan untuk lubang bukaan atau terowongan. Untuk pemilihan jenis penyanggaan yang akan digunakan, ada hal yang sangat mendasar dan perlu untuk
diperhitungkan
ialah
perhitungan
tinggi
beban
yang
akan
disangga.
K.
Terzaghi (1946) menyatakan bahwa sejumlah batuan atau tanah tinggi beban (Hp) menyerupai suatu topi di atas terowongan (lihat Gambar 9.6).
Gambar 9.6. Daerah yang tidak stabil menurut Terzaghi Dari Gambar 9.6 kemudian dibuat pengklasifikasian muatan batuan terhadap kondisi batuan dan tinggi muatan batuan (Tabel 9.1 dan Tabel 9.2). Kemudian untuk rekomendasi kebutuhan penyanggaan seperti penyangga baja, baut batuan dan beton diberikan oleh Deere dkk (Tabel 9.3.). Perubahan konsep rekomendasi penyanggaan yang berdasarkan kualitas massa batuan dan RQD ini terus berkembang hingga muncul klasifikasi massa batuan oleh para ahli seperti RMR yang telah dibahas pada modul sebelumnya (modul 6). Tinggi beban (ht) dan tekanan batuan terhadap penyangga (P) ditentukan berdasarkan rumus yang diusulkan oleh Unal (1983) dengan memakai nilai RMR dari klasifikasi Geomekanika sebagai berikut.
B ……………………………………………………………………(9.4)
Ht = Keterangan : Ht
= tinggi beban batuan (m)
RMR = Rock Mass Rating (bobot nilai batuan) B
= lebar lubang bukaan atau lebar terowongan
Dari persamaan diatas terlihat bahwa tinggi beban (ht) merupakan fungsi dari lebar bukaan dan bobot nilai batuan. Tekanan batuan yang diterima penyangga tergantung pada tinggi beban dan bobot isi batuannya.
Tabel 9.1. Klasifikasi muatan batuan (Terzaghi, 1946) KONDIS BATUAN
TINGGI MUATAN BATUAN, Hp (m) 0
CATATAN
1.
Keras dan kompak
Lapisan ringan saja, walaupun ada hanya terjadi spalling ringan.
2.
Perlapisan keras atau skistosa
0 – 0,50 B
Lapisan ringan terutama untuk perlindungan dari jatuhan blok.
3.
Masif, diskontinuitas yang sedang jumlahnya.
0 – 0,25 B
Perubahan tak menentu dari beban.
4.
Terbagi-bagi dalam blok dalam jumlah yang sedang dengan rekahan yang cukup banyak
0,25 B – 0,35 (B + Ht)
Tidak ada tekanan lateral
5.
Sangat terbagi dalam blok-blok dengan rekahan yang banyak dan berkembang
0,35 B – 1,10 (B + Ht)
Sedikit atau tidak ada tekanan lateral
6.
Terpecah keseluruhan tetapi masih bersatu secara kimia
1,10 (B + Ht)
Tekanan lateral yang amat besar. Akibat dari hilangnya kekuatan yang disebabkan oleh infiltrasi.
7.
Batuan yang berperan dalam pemampatan pada kondisi kedalaman yang sedang
(1,10 – 2,10) (B + Ht)
Tekanan lateral yang besar, penyangga besi baja sirkuler (rib) direkomendasikan.
8.
Batuan yang berperan dalam pemampatan pada kondisi kedalaman yang besar
9.
Batuan yang mengembang
(2,10 – 4,50 ) (B + Ht)
Sampai 90 m tidak tergantung dari (B + Ht)
(swelling rock)
Penyangga besi baja sirkuler (rib) diperlukan. Dalam keadaan ektrim gunakan perhitungan tekanan keruntuhan penyanggaan (yielding support)
Tabel 9.2. Klasifikasi tinggi muatan batuan (Hp) pada kedalaman lebih dari 1,5 (B + Ht) KONDIS BATUAN
RQD
TINGGI MUATAN BATUAN, Hp (ft)
CATATAN
Lapisan ringan saja, walaupun ada hanya terjadi spalling ringan.
1.
Keras dan kompak
95 - 100
0
2.
Perlapisan keras atau skistosa
90 – 99
0 – 0,50 B
Lapisan ringan terutama untuk perlindungan dari jatuhan blok.
3.
Masif, diskontinuitas yang sedang jumlahnya.
85 – 95
0 – 0,25 B
Perubahan tak menentu dari beban.
4.
Terbagi-bagi dalam blok dalam jumlah yang sedang dengan rekahan yang cukup banyak
75 – 85
0,25 B – 0,20 (B + Ht)
Kondisi 4,5 dan 6 di kurangi 50 % dari nilai Terzaghi, karena muka air mempunyai akibat kecil terhadap Hp (Brekke, 1968 dan Terzaghi, 1946)
5.
Sangat terbagi dalam blok-blok dengan rekahan yang banyak dan berkembang
30 – 75
(0,20 – 0,60) (B + Ht)
6.
Terpecah keseluruhan tetapi masih bersatu secara kimia
3 - 30
(0,60 - 1,10) (B + Ht)
6.a
Pasir dan kerikil
0–3
(1,10 - 2,40) (B + Ht)
7.
Batuan yang berperan dalam pemampatan pada kondisi kedalaman yang sedang
Tidak dapat diaplikasikan
(1,10 – 2,10) (B + Ht)
8.
Batuan yang berperan dalam pemampatan pada kondisi kedalaman yang besar
Tidak dapat diaplikasikan
(2,10 – 4,50 ) (B + Ht)
9.
Batuan yang mengembang
Tidak dapat diaplikasikan
Lebih besar dari 250 tidak tergantung dari
(swelling rock)
(B + Ht)
Tekanan lateral yang besar, penyangga besi baja sirkular set direkomendasikan.
Penyangga besi baja sirkular set diperlukan. Dalam keadaan ektrim gunakan perhitungan tekanan keruntuhan penyanggaan (yielding support)
Catatan : Nilai B dan Ht dalam satuan feet (ft).
Tabel 9.3. Rekomendasi penyanggaan terowongan (dengan diameter = 20 – 40 ft) pada batuan oleh Deere dkk (1967).
Kualitas Batuan
Metoda penerowongan
Sangat baik a
Tunnel bor machine
RQD > 90 (TBM)
Tinggi Muatan Batuan, hp(ft)
0.0 – 0.2Bc
Sistem penyangga Baja c
Baut Batuan d
Beton
Tidak dibutuhkan, kalaupun dibutuhkan hanya set ringan
Tidak dibutuhkan
Tidak dibutuhkan, hanya pada aplikasi lokal
0.0 – 0.3 B
Tidak dibutuhkan, kalaupun dibutuhkan hanya set ringan
Tidak dibutuhkan
Tidak dibutuhkan, hanya pada aplikasi lokal 2 – 3 in.
0.0 – 0.4 B
Kadang kala dibutuhkan set ringan dengan pola 5 – 6 ft
Kadang kala dibutuhkan dengan pola 5 – 6 ft
Tidak dibutuhkan, hanya pada aplikasi lokal 2 – 3 in.
(0.3 – 0.6) B
dibutuhkan set ringan dengan pola 5 – 6 ft
dibutuhkan dengan pola 5 – 6 ft
4 in atau lebih pada atap dan dinding
Tunnel bor machine (TBM)
(0.4 – 1.0) B
Set ringan – sedang
dibutuhkan dengan pola 4 – 6 ft
2 – 4 in pada atap
Pemboran dan
(0.6 – 1.3) B
dibutuhkan dengan pola 3 – 5 ft
4 in atau lebih pada atap dan dinding
dibutuhkan dengan pola 3 – 5 ft
4 – 6 in pada atap dan dinding dan dikombinasikan dgn baut batuan.
dibutuhkan dengan pola 2 – 4 ft
6 in atau lebih pada atap dan dinding dan dikombinasikan dgn baut batuan.
Pemboran dan Peledakan Baik a RQD = 75 90
Tunnel bor machine (TBM) Pemboran dan Peledakan
Sedang RQD = 50 – 75
5 – 6 ft
4 – 5 ft
Peledakan Buruk b RQD = 25 50
Tunnel bor machine
(1.0 – 1.6) B
Sirkular Set sedang 3 – 4 ft
(TBM) Pemboran dan
(1.3 – 2.0) B
Tunnel bor machine
Set sedang – kuat 2 – 4 ft.
Peledakan Sangat buruk
Set ringan – sedang
(1.6 – 2.2) B
Sirkular set sedang – kuat 2 ft
dibutuhkan dengan pola 2 – 4 ft
6 in atau lebih pada semua bagian dan dikombinasikan dgn set kuat.
(2.0 – 2.8) B
Sirkular set kuat 2 ft
dibutuhkan dengan pola 3 ft
6 in atau lebih pada semua bagian dan dikombinasikan dgn set sedang.
Diatas 250 ft
Sirkular set sangat kuat
dibutuhkan dengan pola 2 – 3 ft
6 in atau lebih pada semua bagian dan dikombinasikan dgn set kuat.
dibutuhkan dengan pola 2 – 3 ft
6 in atau lebih pada semua bagian dan dikombinasikan dgn set kuat.
RQD < 25 (TBM) (Diluar pengaruh kondisi pemanpatan dan pengembangan batuan)
Sangat buruk (dengan kondisi pemampatan dan pengembangan batuan)
Pemboran dan Peledakan Tunnel bor machine
2 ft
(TBM) Pemboran dan Peledakan
Diatas 250 ft
Sirkular set sangat kuat 2 ft
a kualitas batuan baik – sangat baik, kebutuhan penyangga secara umum tidak ada, kecuali tergantung dari, set kekar, diameter terowongan dan orientasi bidang lemah terhadap arah umum terowongan.
b lagging tidak dibutuhan pada batuan kualitas sangat kuat, 25% batuan kualitas baik – sangat buruk 100%
c B = lebar terowongan
d mesh tidak dibutuhkan pada batuan kualitas sangat baik, kadang kala dibutuhkan pada batuan kualitas baik – sangat buruk hingga 100%
9.5. JENIS-JENIS PENYANGGAAN Secara mekanik dalam pembuatan terowongan dan pembukaan tambang bawah tanah, jenis-jenis penyangga dapat dikelompokkan kedalam dua bagian : 1. Penyangga Alamiah (Natural Support) Natural
Support dapat
digolongkan
kedalam
penyangga
sementara
dikarenakan
dalam
penyanggaan, penyangga yang dipakai berupa ore, low grade ore, atau barren rock yang ditinggalkan dalam bentuk pillar. Sistem penyangga sementara yang direncanakan dapat menahan seluruh massa batuan sampai penyangga permanen dipasang, atau pillar-pillar (ore) yang digunakan sebagai penyangga itu sendiri akan ditambang dan tidak perlu dipasang penyangga permanen. 2. Penyangga Buatan (Artificial Support) Artificial Support merupakan penyangga buatan dimana material untuk penyangga dibuat sesuai dengan bentuk, susunan dan cara pemasangan tergantung dari kebutuhan. Beberapa jenis artificial support yang sering dijumpai didalam suatu sistem penyanggaan, yaitu : 1. Penyangga kayu 2. Baut batuan (rock bolt) 3. Penyangga beton 4. Penyangga baja 5. Penyangga khusus