Tegar:Sebuah Dunia Oleh
Nas
Suara-suara tampak mengabur,cahaya meredup terserap oleh lubang –lubang hitam yang muncul dengan tiba-tiba.Waktu seolah menjadi dimensi yang mengabur dan menari-nari,tak pernah tercengkeram begini hebatnya lompatan lompatan waktu itu.Tekanan yang menohok leher ini mematikan semua jalur antara kenyataan dan baying-bayang.Namun terlintas senyum disana,senyum yang aneh,tak pernah terlihat sebelumnya. Hentakan disertai teriakan yang tak senonoh menjadi pertanda,surya pagi telah menyapa diufuk timur sana,ntah sudah berapa tingginya.Tak ada yang perlu dilawan.Dengan sisa energi antara tulang dan daging,sesosok makhluk kecil patuh dan menurut terhadap setiap perintah yang keluar dari mulut sangar seorang lelaki pucat bertato hamper diseluruh badannya.Hari ini berawal dari sini. Tak perlu berganti baju,karena itu adalah tradisi yang sudah lama terlupakan,mungkin insidensial jika ada sebuah keajaiban dipagi hari.Tapi itu bukanlah sebuah harapan yang ditunggu.Ini masalah hidup bung.Sarapan yang menyambut dipagi hari adalah dongeng dongeng yang hanya dia dapatkan ketika dia berbaur dengan manusia laennya,manusia dengan nasib hidup yang lebih mujur.Tak ada doa,atau sekedar sungkem,sebagaimana para orang tua memberi tauladan bagi anak anaknya.Hanya sebuah gerutuan lirih,yang dia geram diantara gigi dan lidahnya. Tegar,begitu panggilan yang diberikan komunitasnya untuknya.Tak pernah dia mengerti apa makna dari semua itu.Pernah ketika seorang tua yang mencoba menghabiskan sisa sisa waktunya memberikan penjelasan tentang makna dari kata tersebut.Tapi burung burung yang terbang kesana kemari jauh lebih menyita perhatiannya.Percakapan yang lucu,antara orang tua dengan petuah kebijakannya yang ia sampaikan pada angin,dan bocah ringkih yang sibuk memandang burung burung.Tak ada pertemuan disana.Tak ada istimewa dari anak kecil ini kecuali dia dan dunianya yang tersembunyi diantara sudut tersempit tergembok oleh dirinya.Dia mungkin satu satunya manusia yang bisa membuka gembok gembok itu.Tubuhnya yang ringkih bercerita banyak akan kerasnya hidup yang dia jalani.Kulit legam dan rambut kemerah merahanya bukti bahwa dunia ini sudah tua,tak mampu menahan lagi partikel pertikel electron yang menerjang lantang sekujur tubuhnya.Bau badannya yang tak karuan hanyalah implikasi kecil dari sebuah kondisi yang tak diinginkan oleh siapapun.
Perempatan rambu rambu lalu lintas adalah panggungnya.Panggung sandiwara untuk kehidupan yang bukan lagi miliknya.Milik preman preman bertato,yang mencoba lari dari semua kenyataan dengan segala kegilaan.Dengan senyum senyum liar yang dia tebarkan bersamaan bau minuman keras yang menyebar kesekitarnya.Merekalah ayah,merekalah ibu,merekalah kakak,merekalah teman,merekalah saudara,merekalah tokoh tokoh dalam kehidupan Tegar.Merekalah yang mengambil raga raganya.Namun tidak untuk satu dunia lain yang tersembunyi itu,Dunianya. Hari itupun sama,tidak ada yang berubah,hampir mendekati hari yang kemarin,sebelumnya dan sebelumnya lagi.Selalu sama.Dia disana,dipanggungnya bersama partner partnernya,kawan kawannya,saudara saudaranya beraksi,untuk kepingan kepingan rupiah.Kepingan yang tak terlalu berharga untuk para penontonnya.Dia terus beraksi,tapi dia tak disana.Dia sedang didunianya. Dia tak pernah cerita tentang dunianya,bahkan kepada dirinya sendiri.Kadang,untuk saat tertentu yang tak pasti,dia tersenyum.Sebuah senyuman yang jujur,senyuman yang menandakan dia sedang tidak disana.Dia mungkin sedang berada dalam padang rumput bermandikan sinar mentari sore yang hangat.Menari nari bersama angin dan burung burung yang selalu dia pandangi setiap hari.Tarian akan kepasrahan,sebuah tarian yang sangat indah yang berasal dari dunia yang tak terjamah.Tak ada beban didalamnya. Dia menari berteriak dan tertawa lepas.Tak ada hukum fisika disana,tak ada ketidakstabilan ekonomi,tak ada perang dan segala cek cok politik atau hal hal laen.Ilmu ilmu itu tak terjamah oleh Tegar,hingga saat ini.atau mungkin semua pengetahuan itu tak mampu mendobrak masuk kedunia itu.Tak ada yang tau. Semua kelam,dan berlangsung cepat.Tak ada cerita antara itu.Hanya sebuah senyuman yang terkulum tak ada henti dari Tegar,semua berjalan begitu cepat.Kursi,tali yang dia buat dari sobekan gombal yang dia sambung tergantung menjulang dengan sebuah ikatan bundar dipangkalnya.Sebuah ikatan bundar yang biasa kita kenal dalam pramuka atau dalam mengikat ternak.Sangat cepat.Bahkan untuk sang abang penjual rokok eceran sahabatnya yang beberapa hari lalu mengajarinya cara tali temali,untuk nenek tua yang dengan ikhlas meminjamkan kursi tuany dia pinjam,untuk Eko sang pemulung yang sering menganggu ketika dia bercengkerama dalam dunianya yang dengan rela memberikan sebuah pakaian compang camping yang tak mungkin tertambal lagi.Untuk dirinya sendiri,untuk kesadarannya yang benar benar tak berkutik. Semua bergerak cepat,hingga lubang lubang hitam itu menyerap sisa sisa cahaya yang ada,sama sekali tak bersisa.Menyisakan pertanyaan bagi dirinya :”apakah aku tersenyum atau tidak”,hanya mereka yang tau.
Bandung,19 Oktober 2008