Tb Paru.docx

  • Uploaded by: Zent
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tb Paru.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,248
  • Pages: 48
1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan tuberculosis paru merupakan bakteri pembunuh masal, karena kuman mycobacterium ini telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Menurut WHO sekitar delapan juta penduduk dunia diserang tubercolusis dengan kematian 3 juta orang / tahun (WHO,1993). WHO memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya,antara tahun 2002-2020 diperkirakan 1 milyar manusia akan terinfeksi dengan kata lain penambahan jumlah infeksi lebih dari 86 juta tiap tahunnya. Biasanya 5-10% Diantaranya infeksi akan berkembang menjadi penyakit dan berakhir dengan kematian, jika dihitung pertambahan jumlah pasien tuberculosis paru akan bertambah sekitar 2,8-5,8 juta setiap tahunnya. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus ini terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus di dunia. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB, setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Di Kalimantan Tengah selama tahun 2006 diketahui penderita tuberkulosis paru dengan BTA + berjumlah 1.623 dan pasien yang sembuh berjumlah 1.244 jiwa (profil DinKes kab/kota, 2006). Sedangkan pada tahun 2009 penderita tuberkulosis paru dengan BTA + berjumlah 1.126 jiwa dengan jumlah pasien sembuh 1.047 jiwa (profil DinKes kab/kota 2009). Pada tahun 2011, penderita dengan BTA + berjumlah 1.479 jiwa dengan jumlah pasien sembuh 1.287 jiwa (profil DinKes kab/kota 2011). Sehingga bila dihitung pada tahun 2006, jumlah penderita tuberkulosis paru yang belum sembuh berjumlah 379 jiwa, pada tahun 2009 jumlah penderita tuberkulosis paru yang belum sembuh mengalami penurunan yaitu berjumlah 79 jiwa. Namun pada tahun 2011 kembali terjadi peningkatan kasus pasien tuberkulosis paru yang belum sembuh, yaitu berjumlah 192 jiwa.

2

Semakin bertambahnya orang yang menderita TB maka semakin banyak pula penderita TB yang diharuskan mengkonsumsi obat anti tuberklosis apabila obat tidak dikonsumsi sesuai dengan program yang disarankan maka penderita akan bertambah parah penyakitnya, resistensi terhadap basil, dan harus memulai dari awal lagi program tersebut. Dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul pada klien dengan TB Paru, perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan diantaranya sebagai Care Giver, Advocat, vasilitator, koordinator, edukator. Oleh karena itu perawat mempunyai upaya sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan dengan TB paru, diantaranya dalam segi promotif yaitu peran perawat memberikan penyuluhan agar masyarakat mengenal tentang penyakit TB Paru dan melakukan pola hidup sehat, dari segi preventif dengan cara mendeteksi dini penyakit TB Paru atau menghindari faktor penyebab TB Paru (merokok atau minum alkohol), dari segi kuratif perawat langsung membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan, sedangkan dari segi rehabilitatif dengan memberikan penyuluhan (menjemur kasur seminggu 1 kali dan membuka jendela pada pagi hari). Untuk mengurangi resiko timbulnya komplikasi pada pasien dengan tuberkulosis paru, perawat berperan untuk memberikan asuhan keperawatan seperti memberi pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga, merawat keluhan fisik pasien. Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis tertarik untuk melakukan pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada keluarga Tn. S dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik di wilayah kerja UPTD Puskesmas Menteng Kota Palangka Raya. 1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada studi kasus ini adalah bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien Tn. S dengan Tuberculosis

Paru

(TB

Paru)

mulai

dari

pengkajian

sampai

dengan

pendokumentasiannya ? 1.3

Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum Melaksanakan asuhan keperawatan pada keluarga Tn. S di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Menteng Palangka Raya.

3

1.3.2 Tujuan Khusus 1)

Melakukan pengkajian keperawatan pada keluarga Tn. S

2)

Merumuskan diagnosa keperawatan pada keluarga Tn. S

3)

Menyusun intervensi keperawatan pada keluarga Tn. S

4)

Melaksanakan implementasi keperawatan pada keluarga Tn. S

5)

Melaksanakan evaluasi keperawatan pada keluarga Tn. S

1.4

Manfaat

1.4.1 Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan Sebagai masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan khususnya tentang asuhan keperawatan keluarga pada penyakit TB Paru serta sebagai referensi di perpustakaan yang dapat digunakan pada studi kasus lain di bidang keperawatan. 1.4.2 Bagi Wahana Praktik Hasil studi kasus ini bisa menjadi informasi dan acuan dalam menangani dan menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan TB Paru khususnya di wilayah kerja UPTD Puskesmas Menteng Kota Palangka Raya. 1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan kepustakaan dalam penelitian selanjutnya dan dapat digunakan sebagai bahan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang asuhan keperawatan keluarga TB Paru yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Menteng Kota Palangka Raya.

4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Konsep Dasar Keperawatan Keluarga

2.1.1 Pengertian Keluarga Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. (Salvicion G Bailon dan Aracelis Maglaya 1989). Alasan keluarga sebagai unit pelayanan perawatan (Freeman) adalah keluarga sebagai unit utama dari masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut

kehidupan

masyarakat,

keluarga

sebagai

kelompok

dapat

menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya sendiri, masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, penyakit pada salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh keluarga tersebut, keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai untuk berbagai usaha-usaha kesehatan masyarakat, perawat dapat menjangkau masyarakat hanya melalui keluarga, dalam memelihara pasien sebagai individu keluarga tetap berperan dalam pengambil keputusan dalam pemeliharaannya,

keluarga

merupakan

lingkungan

yang

serasi

untuk

mengembangkan potensi tiap individu dalam keluarga. Sedangkan tujuan perawatan kesehatan keluarga adalah memungkinkan keluarga untuk mengelola masalah kesehatan dan mempertahankan fungsi keluarga dan melindungi serta memperkuat pelayanan masyarakat tentang perawatan kesehatan. 2.1.2 Tipe keluarga Tipe tipe keluarga adalah sebagai berikut: 1)

Keluarga inti (Nuclear family) yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.

5

2)

Keluarga besar (Exstended family) yaitu keluarga inti ditambah

dengan sanak

saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya. 3)

Keluarga berantai (serial family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

4)

Keluarga duda/janda (single family) yaitu keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.

5)

Keluarga berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.

6)

Keluarga kabitas (Cahabitation) yaitu dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga. 2.1.3 Tugas dan perkembangan Keluarga (Duvall) Tugas dan perkembangan keluarga menurut Duvall antara lain:

1)

Keluarga baru (Beginning Family) Pasangan

yang

belum

mempunyai

anak

yang

mempunyai

tugas

perkembangan antara lain: membina hubungan dan kepuasan bersama, menetapkan tujuan bersama, membina hubungan dengan keluarga lain, merencanakan jumlah anak dan mempersiapkan diri menjadi orang tua. 2)

Keluarga dengan anak I < 30 bln ( Child bearing). Tugas perkembangannya adalah membagi peran dan tanggung jawab melakukan penataan ruangan bagi anak, bertanggung jawab merawat anak, melakukan kebiasaan spiritual, menyediakan biaya bagi anak dan memfasilitasi role learning bagi anggota keluarga.

3)

Keluarga dengan anak pra sekolah Tugas perkembangannya adalah menyesuaikan pada kebutuhan pada anak pra sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan kontak sosial) dan merencanakan kelahiran berikutnya.

4)

Keluarga dengan anak usia sekolah (6-13 th) Tugas keluarga adalah mendorong mencapai pengembangan daya intelektual, menyediakan peralatan untuk aktivitas anak

5)

Keluarga dengan anak remaja (13-20 th)

6

Tugas perkembangan keluarga memelihara komunikasi tetap terbuka dan pengembangan terhadap anak remaja. 6)

Keluarga dengan anak dewasa (anak I meninggalkan rumah) Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang ada dalam keluarga, berperan sebagai suami istri, kakek nenek.

7)

Keluarga usia pertengahan (Midle age family) Tugas keluarga adalah mempersiapkan masa tua atau pensiun dan mempersiapkan aktivitas guna mengisi waktu luang yang lebih banyak.

8)

Keluarga lanjut usia. Tugas perkembangan keluarga menyesuaikan terhadap masa pensiun dengan merubah cara hidup serta menerima kematian pasangan, kawan dan mempersiapkan kematian.

2.1.4 Struktur Peran dalam Keluarga Struktur dalam keluarga antara lain: 1)

Pola dan struktur komunikasi dapat dikatakan berfungsi apabila jujur, terbuka, melibatkan emosi, dapat menyelesaikan konflik keluarga serta adanya hierarki kekuatan.

2)

Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi social yang diberikan baik peran secara formal maupun informal.

3)

Struktur kekuatan

adalah kemampuan individu

untuk

mengontrol

dan

mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain yang terdiri dari legitimate power (hak), referen power (ditiru), expert power (keahlian), rewart power (hadiah), coercive power (paksaan) dan affektif power. 4)

Nilai keluarga dan norma adalah sistem ide-ide, sikap dan keyakinan yang mengikat anggota keluarga dalam budaya tertentu sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima dalam lingkungan sosial tertentu. Peran dalam keluarga antara lain:

1)

Peran ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, berperan dari pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga, anggota dari kelompok sosial serta dari anggota masyarakat dari lingkungannya.

7

2)

Peran ibu adalah sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peran mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu ibu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga.

3)

Peran anak adalah melaksanakan peran psikososial sesuai tingkat perkembangan fisik, mental, sosial, dan spiritual.

2.1.5 Fungsi keluarga 1)

Fungsi efektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

2)

Fungsi sosialisai yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya.

3)

Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

4)

Fungsi ekonomi yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5)

Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan adalah untuk mempertahankan kaeadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.

2.1.6 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan pendekatan sistematik untuk bekerjasama dengan keluarga dan individu sebagai anggota keluarga. 2.1.6.1Tahap pengkajian Pengkajian adalah tahapan dimana seorang perawat mengambil informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya. Hal-hal yang dikaji dalam keluarga adalah : 1)

Data umum Meliputi nama kepala keluarga, alamat, pekerjaan dan pendidikan kepala keluarga, komposisi keluarga yang terdiri dari nama, jenis kelamin, hubungan

8

dengan KK, umur, pendidikan, dan status imunisasi dari masing-masing anggota keluarga serta genogram. Type keluarga menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut. Pada suku bangsa mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan. Pada agama, dikaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan. Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga. Aktivitas rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersamasama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun dengan menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi. 2)

Riwayat dan tahap perkembangan keluarga Tahap perkembangan keluarga saat ini ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi menjelaskan bagaimana tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendalanya. Riwayat keluarga inti menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota dan sumber pelayanan yang digunakan keluarga.

3)

Pengkajian lingkungan Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaat ruangan, peletakan perabotan rumah, dan denah rumah. Karakteristik tetangga menjelaskan mengenai karakteristik tetangga dan komunitas setempat yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau kesepakatan penduduk setempat, budaya yang mempengaruhi kesehatan. Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah tempat. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluaarga yang ada. Sistem pendukung keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang

9

kesehatan yang meliputi fasilitas fisik, psikologis, atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas social atau dukungan masyarakat setempat.

4)

Struktur keluarga Pola komunikasi keluarga menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota keluarga. Struktur kekuatan keluarga menilai kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku. Struktur peran menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal maupun informal. Nilai atau norma keluarga menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut keluarga, yang berhubungan dengan kesehatna.

5)

Fungsi keluarga Fungsi afektif mengkaji gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, kehangatan pada keluarga dan keluarga mengembangkan sikap saling menghargai. Fungsi sosialisasi menilai bagaimanaa interaksi atau huubungan dalam keluarga dan sejauhmana anggota keluarga belajar disiplin, norma atau budaya dan perilaku. Fungsi perawatan kesehatan melihat sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian dan perlindungan terhadap anggota yang sakit. Pengetahuan keluarga mengenai sehat-sakit, kesanggupan keluarga melakukan pemenuhan tugas perawatan keluarga yaitu :

(1)

Mengenal masalah kesehatan : sejauhmana keluarga mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan meliputi pengertian, tanda dan gejala, penyebab dan yang mempengaruhi serta persepsi keluarga terhadap masalah.

(2)

Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat: sejauhmana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, apakah masalah dirasakan, menyerah terhadap masalah yang dialami, takut akan akibat dari tindakan penyakit, mempunyai sikap negative terhadap masalah kesehatan, dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada, kurang percaya terhadap tenaga kesehatan dan mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam mengatasi masalah.

10

(3)

Merawat anggota keluarga yang sakit: sejauhmana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya, mengetahu tentang sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan, mengetahui sumber – sumber yang ada dalamn keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, keuangan, fasilitas fisik, psikososial), mengetahui keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan dan sikap keluarga terhadap yang sakit.

(4)

Memelihara lingkungan rumah yang sehat : sejauhmana mengetahui sumbersumber keluarga yang dimiliki, keuntungan/manfaat pemeliharaan lingkungan, mengetahui pentingnya hygiene sanitasi dan kekompakan antar anggota keluarga.

(5)

Menggunakan fasilitas atau pelayanan kesehatan di masyarakat : apakah keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan, memahami keuntungan yang diperoleh dari fasilitas kesehatan, tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan tersebut terjangkau oleh keluarga.

(6)

Fungsi reproduksi mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah anggota keluarga, metode apa yang digunakan keluarga dalam mengendalikan jumlah anggota keluarga. Fungsi ekonomi mengkaji sejauhmana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan, dan memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya meningkatkan status kesehatan keluarga.

(7)

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluargaa. Metode yang digunakan pada pemeriksaan, tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik di klinik.

(8)

Harapan keluarga Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada. 2.1.6.2 Perumusan diagnosis keperawatan keluarga. Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkana pada pengkajian. Tipologi dari diagnosis keperawatan :

1)

Aktual (terjadi deficit atau gangguan kesehatan). Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan gejala dari gangguan kesehatan.

2)

Resiko (ancaman kesehatan) Sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan.

11

3)

Potensial (keadaan sejahtera atau “wellness”) Suatu keadaan dimana keluarga dalam keadaan sejahtera sehingga kesehatan keluarga dapat ditingkatkan. Dalam satu keluarga perawat dapat menemukan lebih dari satu diagnosa keperawatan. Untuk menentukan prioritas terhadap diagnosa keperawatan keluarga yang ditemukan dihitung dengan menggunakan skala prioritas. 2.1.6.3 Perencanaan keperawatan keluarga. Perencanaan keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan yang mencakup tujuan umum dan tujuan khusus serta dilengkap dengan kriteria dan standar. Kriteria dan standar merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang diharapkan dari setiap tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus yang ditetapkan. 2.1.6.4 Tahapan tindakan keperawatan keluarga. Tindakan keperawatan keluarga mencakup hal-hal dibawah ini :

1)

Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara memberika informasi, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan, dan mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.

2)

Menstimulais keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara mengidentifikasi konsekwensi tidak melakukan tindakan, mengidentfikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga dan mendiskusikan tentang konsukensi tiap tindakan.

3)

Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakait dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan, menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah dan mengawasi keluarga melakukan perawatan.

4)

Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat dengan cara menemukan sumber – sumber yang dapat digunakan keluarga dan melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.

5)

Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara mengenakan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan keluarga dan membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada. 2.1.6.5 Tahap evaluasi

12

Sesuai rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Untuk itu dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga. Tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir. 2.2

Konsep Dasar Tuberculosis Paru (TB Paru) 2.2.1 Definisi Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru dapat juga ditularkan kebagian tubuh lain termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe, agen infeksius terutama adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet (Brunnner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis (Silvia, 2006). Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis, penyakit ini dapat juga menyebar kebagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Tuberkulosis pada manusia ditemukan dalam dua bentuk yaitu:

1) Tuberkulosis primer, jika terjadi pada infeksi yang pertama kali. 2) Tubekulosis sekunder, kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. Mayoritas terjadi karena adanya penurunan imunitas, misalnya karena malnutrisi, penggunaan alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal (somantri, 2009). 2.2.2 Etiologi Tuberkulosis disebabkan oleh kuman yaitu mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang dan tahan asam, serta banyak mengandung lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan kuman ini tahan asam dan pertumbuhannya sangat lambat, kuman ini tidak tahan terhadap sinar

13

ultraviolet karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari. Ukuran dari kuman tuberkulosis ini kurang lebih 0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari pada ukuran sel darah merah (Somantri, 2008). 2.2.4 Patofisiologi Penularan TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis, dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari– hari sampai berbulan–bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan menempel pada jalan nafas atau paru–paru. Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila kuman menetap di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang ghon (fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru, bila menjalar sampai ke pleura maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke dalam saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh bagian paru dan menjadi TB milier. Sarang

primer

akan

timbul

peradangan

getah

bening

menuju

hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional). Sarang primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer (range). Proses sarang paru ini memakan waktu 3–8 minggu.

14

Bagan 2.1 Patofisiologi Tuberculosis Paru (TB Paru)

15

16

2.2.5

Manifestasi Klinis

2.2.1.1 Gejala Umum seperti batuk terus menerus dan berdahak 3 (tiga) minggu atau lebih merupakan proses infeksi yang dilakukan Mycobacterium Tuberkulosis yang menyebabkan lesi pada jaringan parenkim paru. 2.2.1.2 Gejala lain yang sering dijumpai: 1) Dahak bercampur darah Darah berasal dari perdarahan dari saluran napas bawah, sedangkan dahak adalah hasil dari membran submukosa yang terus memproduksi sputum untuk berusaha mengeluarkan benda saing. 2) Batuk darah Terjadi akibat perdarahan dari saluran napas bawah, akibat iritasi karena proses batuk dan infeksi Mycobacterium Tuberkulosis. 3) Sesak napas dan nyeri dada Sesak napas diakibatkan karena berkurangnya luas lapang paru akibat terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis, serta akibat terakumulasinya sekret pada saluran pernapasan. Nyeri dada timbul akibat lesi yang diakibatkan oleh infeksi bakteri, serta nyeri dada juga dapat mengakibatkan sesak napas. 4) Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan merupakan gejala yang berurutan terjadi, akibat batuk yang terus menerus mengakibatkan kelemahan, serta nafsu makan berkurang, sehingga berat badan juga menurun. Karena kelelahan serta infeksi mengakibatkan kurang enak badan dan demam meriang (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). 2.2.7 Komplikasi TB Paru Menurut Depkes RI (2006), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu: 1) Hemoptisis

berat

(perdarahan dari saluran

napas

bawah)

yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas. 2) Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.

17

3) Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. 4) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal. 2.2.8 Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan yang diberiakan bisa berupa metode preventif dan kuratif yang meliputi cara-cara sebagai berikut: 1) Penyuluhan 2) Pencegahan 3) Pemberian obat-obat, seperti: OAT (obat anti tuberculosis), bronkodilator, OBH,Vitamin. 4) Fisioterapi dan rehabilitasi 5) Konsultasi secara teratur. 6) Panduan OAT dan peruntukannya: a. Kategori -1(2 HRZE / 4H3R3) Diberikan untuk pasien baru a) pasien barui TB paru BTA positif b) Pasien TB paru BTA negatif thorak positif c) Pasien TB ekstra paru b. Kategori – 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3) Diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnyaq a) Pasien kambuh b) Pasien gagal c) Pasien dengan pengobatan 3 tahun terputus (Default) c. OAT sisipan (HRZE) d. Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk taha kategori -1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Jenis dan dosis obat OAT, yaitu: a) Isoniasid (H) Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X semingggu diberikan dengan dosis 10 mg / kg BB. b) Rifamisin (R)

18

Dapat membunuh kuman semi dormanf yang tidak dapat dibunuh isoniasid. Dosis 10 mg / kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 X seminggu. c) Pirasinamid (Z) Dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian dianjurkan 25 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X seminggu. d) Streptomisin (S) Dosis harian dianjurkan 15 mg / kg BB, sedeangkan untuk pengobatan intermiten 3 X seminggu diberikan dengaqn dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/ hari. Sedangkan untuk berumur 60 th atau lebih diberikan 0,50 gr/ hari. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). 2.3

Konsep Manajemen Keperawatan

2.3.1 Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumner untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2008 hal. 29). 2.3.1.1 Aktivitas/Istirahat Orang yang terkena tuberculosis paru memiliki gejala seperti, kelelahan umum dan kelemahan,nafas pendek karena bekerja,sulit tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat mimpi buruk, dengan Tanda Takhikardi, tachipnoe/dispnoe pada kerja, Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut). 2.3.1.2

Auskultasi Orang dengan TB Paru tandanya yaitu, sering didapatkan adanya suara

nafas wheezing. (Muttaqin. 2008) 2.3.1.3

Integritas Ego Gejalanya adanya faktor stres lama,Masalah keuanagan, rumah, perasaan

tak berdaya / tak ada harapan, populasi budaya. Dengan tanda Menyangkal, (khususnya selama tahap dini),Ancietas, ketakutan, mudah tersinggung.

19

2.3.1.4

Makanan/cairan Gejalanya anorexia,tidak dapat mencerna makanan,penurunan berat badan.

Dengan tanda turgor kulit buruk, kehilangan lemak subkutan pada otot. 2.3.1.5 Nyeri/kenyamanan Gejalanya akan timbul nyeri dada meningkat karena batuk berulang, dengan tanda nyeri berhati-hati pada area yang sakit,perilaku distraksi, gelisah. 2.3.1.6

Pernapasan Gejala pada sistem pernapasan batuk produktif atau tidak produktif,nafas

pendek, riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi dengan tanda peningkatan frekuensi nafas, pengembangan pernafasan tak simetris, perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral (effusi pleura / pneomothorax) bunyi nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels posttusic). Karakteristik sputum: hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut). 2.3.1.7

Keamanan Gejalanya adalah adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes

HIV positif (+) dengan tanda demam rendah atau sakit panas akut. 2.3.1.8

Penyuluhan atau pembelajar Gejala riwayat keluarga tuberculosis paru ,ketidakmampuan umum / status

kesehatan buruk, gagal untuk membaik / kambuhnya tuberkulosis, tidak berpartisipasi dalam therapy. 2.3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan ini dapat memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi tanggung gugat perawatan. (Hidayat, 2008) 2.2.2.1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah; kelemahan; upaya batuk buruk; edema trakea atau faringeal.

20

2.2.2.2 Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial. 2.2.2.3 Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman. 2.2.2.4 Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler, sekret kental, edema bronkhial. 2.2.2.5

Kurang

pengetahuan

tentang

kondisi,

pengobatan,

pencegahan

berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif . 2.3.3 Intervensi Keperawatan Intervensi merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan (Hidayat, 2008). Diagnosa 1: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah; kelemahan; upaya batuk buruk; edema trakea atau faringeal. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas bersih dan efektif Kriteria Hasil :Mempertahankan jalan nafas klien, mengeluarkan sekret tampa bantuan, menunjukkan prilaku untuk memperbaiki/mempertahankan kebersihan jalan nafas, berpartisipasi dalam program pengobatan, sesuai tingkat kemampuan atau sanitasi,menidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat. Intervensi 1. Kaji fungsi pernafasan, bunyi nafas,1. Penurunan

Rasional bunyi

nafas

dapat

kecepatan, irama dan kedalaman menunjukkan atelektasis. Ronkhi dan

21

serta penggunaan otot aksesori.

mengi

menunjukkan

akumulasi

sekret/ketidakmampuan

untuk

membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan

penggunaan

atot

aksesori pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.

2. Catat

kemampuan

untuk2. pengeluaran sulit jika sekret sangat

mengeluarkan mukus/batuk efektif; tebal. Sputum berdarah kental atau catat

karakter,

jumlah

adanya hemoptisis.

sputum, darah

cerah

diakibatkan

oleh

kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronkhial dan dapat memerlukan evaluasi/ intervensi lanjut.

3. Berikan klien posisi semi fowler.3.Posisi

membentu

memaksimalkan

Bantu pasien untuk batuk dan latihan ekspansi paru dan menurunkan upaya nafas dalam.

pernafasan. membuka

Ventilasi area

meningkatkan

maksimal

atelektasis gerakan

dan sekret

kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.

4. Bersihkan sekret dari mulut dan4. mencegah trakea;

penghisapan

keperluan.

obstruksi/

aspirasi.

sesuai Penghisapan dapat diperlukan bila pasien tak mampu mengeluarkan sekret.

5. Pertahankan sedikitnya

masukan 2500

kontra indikasi.

ml/hari

cairan5. Pemasukan tinggi cairan membantu kecuali untuk

mengencerkan

sekret,

membuatnya mudah dikeluarkan

6. Lembabkan udara/oksigen inspirasi. 6. Mencegah pengeringan membran

22

mukosa, membantu mengencerkan sekret

7. Berikan obat-obat sesuai indikasi; 7. Agen agen

mukolitik,

mukolitik

menurunkan

bronkodilator, kekentalan dan perlengketan sekret,

kortikosteroid.

bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkheal, kortikosteroid berguna pada adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia. Tabel 2.1 Intervensi Dan Rasional Diagnosa Pertama

Diagnosa 2: Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat. kriteria hasil: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi, melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi

Rasional

1. Catat status nutrisi paasien: turgor1. Berguna

dalam

mendefinisikan

kulit, timbang berat badan, integritas derajat masalah dan intervensi yang mukosa mulut, kemampuan menelan, tepat. adanya

bising

usus,

riwayat

mual/rnuntah atau diare. 2. Kaji ulang pola diet pasien yang2. Membantu disukai/tidak disukai.

intervensi

kebutuhan

yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.

3. Monitor intake dan output secara3. Mengukur keefektifan nutrisi dan periodik.

cairan.

23

4. Catat

adanya

muntah,

dan

hubungannya

anoreksia,

mual,4. Dapat menentukan jenis diet dan

tetapkan

jika

ada mengidentifikasi pemecahan masalah

dengan

medikasi. untuk meningkatkan intake nutrisi.

Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). 5. Anjurkan istirahat yang cukup.

5. Membantu menghemat energi khusus saat

demam

terjadi

peningkatan

metabolik. 6. Lakukan perawatan mulut sebelum6. Mengurangi rasa tidak enak dari dan sesudah tindakan pernapasan.

sputum

atau

obat-obat

yang

digunakan yang dapat merangsang muntah. 7. Anjurkan makan sedikit dan sering7. Memaksimalkan intake nutrisi dan dengan makanan tinggi protein dan menurunkan iritasi gaster. karbohidrat. 8. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan8. Memberikan komposisi diet.

perencaaan

bantuan diet

dalarn

dengan

nutrisi

adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet. 9. Awasi

pemeriksaan

laboratorium.9. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi

(BUN, protein serum, dan albumin).

dan perubahan program terapi.

Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional Diagnosa Kedua Diagnosa 3: Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret,

kerusakan

jaringan

akibat

infeksi

yang

menyebar,

malnutrisi,

terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi. kriteria hasil: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi, menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

24

Intervensi

Rasional

1. Review patologi dari penyakit fase1. untuk mengetahui kondisi nyata dari aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi masalah klien walaupun fase inaktif, melalui

bronkus

pada

jaringan tidak berarti tubuh klien sudah

sekitarnya atau aliran darah atau terbebas dari kuman tuberculosis. sistem limfe dan resiko infeksi melalui

batuk,

bersin,

meludah,

tertawa,ciuman atau menyanyi.

2. Identifikasi

orang-orang

beresiko

terkena

anggota

keluarga,

infeksi teman,

yang2. Rasional seperti anggota

:

mengurangi

keluarga

untuk

resiko tertular

orang dengan penyakit yang sama dengan

dalam satu perkumpulan.

klien.

3. Anjurkan pasien menutup mulut dan3. penyimpangan sputum pada wadah membuang

dahak

penampungan yang

di

tempat yang terdesinfeksi akan mengurangi

tertutup jika penyebaran, sedangkan penggunaan

batuk.

masker

dapat

meminimalilisasi

penyebaran infeksi melalui droplet. 4. Monitor temperatur.

4. peningkatan menandakan

suhu

tubuh

terjadinya

infeksi

sekunder. 5. Anjurkan untuk tidak menghentikan5. penghentian terapi mengakibatkan terapi yang dijalani.

pengobatan berulang dari awal dan mengakibatkan resistensi bakteri.

6. Pemberian terapi INH, etambutol,6. untuk Rifampisin. Pyrazinamid

Pemberian

menonaktifkan/mematikan

terapi virulensi

(PZA)/Aldinamide,

para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin. 2.3 Intervensi dan Rasional Diagnosa Ketiga

25

Diagnosa 4: Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolarkapiler, sekret kental, edema bronkhial. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas tidak terjadi, adanya perbaikan ventilasi. Kriteria

hasil:

Resiko

terhadap

pertukaran

gas

dapat

dihindari,menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang norma, bebas dari gejala distress pernafasan. Intervensi

Rasional

1. Kaji dispnea, takipnea, tak normal1. Memantau ada tidaknya penyakit atau

menurunnya

meningkatkan

bunyi

upaya

nafas, yang berlanjut.

pernafasan,

terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan. 2. Evaluasi perubahan pada tingkat2. Akumulasi kesadaran.

Catat

sianosis

perubahan

pada

warna

termasuk

membran

dan nafas

sekret/pengaruh dapat

jalan

mengganggu

kulit, oksigenisasi organ vital dan jaringan.

mukosa

dan

kuku. 3. Tunjukkan atau dorong bernafas3. Membuat tahanan melawan udara selama ekshalasi, khususnya untuk luar, pasien

dengan

fibrosis

untuk

mencegah

kolaps/

atau penyempitan jalan nafas.

kerusakan parenkim. 4. Tingkatkan aktifitas

tirah dan

baring/batasi4. Menurunkan konsumsi oksigen atau

bantu

aktivitas kebutuhan selama periode penurunan

perawatan diri sesuai keperluan.

penafasan

dapat

menurunkan

beratnya gejala. 5. Berikan oksigen tambahan yang 5.Alat dalam memperbaiki hipoksemia sesuai.

yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar paru. Table 2.4 Intervensi dan Rasional Diagnosa Keempat

26

Diagnosa 5: Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi

yang

didapat

tidak

lengkap/tidak

akurat,

terbatasnya

pengetahuan/kognitif . Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan. Kriteria

hasil:

Melakukan

perilaku/perubahan

pola

hidup

untuk

memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan risiko pengaktifan ulang tuberkulosis, mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi/intervensi, menggambarkan rencana untuk menerima perawatan kesehatan adekuat. Intervensi 1. Kaji

kemampuan

belajar,

contoh

masalah,

Rasional

pasien

untuk1. belajar tegantung pada emosi dan

tingkat

takut, kesiapan fisik dan ditingkatkan pada

kelemahan,

partisipasi, dimana

tingkat tahapan individu.

lingkungan pasien

terbaik

dapat

belajar,

seberapa banyak isi, media terbaik, siapa yang terlibat. 2. Indentifikasi

gejala

yang

dilaporkan

ke

perawat,

hemoptisis,

nyeri

kesulitan

bernafas,

dada,

harus2 dapat menunjkkan kemajuan atau contoh pengaktifan ulang penyakit atau efek demam, obat

yang

memerlukan

evaluasi

kehilangan lanjut.

pendengaran, vertigo. 3. Tekankan

pentingnya3 .memenuhi

kebutuhan

metabolik

mempertahankan protein tinggi dan membantu meminimalkan kelemahan diet

karbohidratdan

pemasukan dan meingkatkan penyembuhan.

cairan adekuat. 4. Cairan

dapat4.informasi tertulis dapat menurunkan

mengencerkan/mengeluarkan secret. hambatan pasien untuk mengingat Berikan

instruksi

dan

informasi sejumlah

besar

tertulis khusus pada pasien untuk informasi. Pengulangan menguatkan rujukan contoh jadwal obat.

belajar.

27

5. Jelaskan

dosis

obat,

frekuensi5. meningkatkan kerja sama dalam

pemberian, kerja yang diharapkan, program pengobatan dan mencegah dan alasan pengobatan lama. Kaji penghentian obat sesuai perbaikan potensi interaksi dengan obat / kondisi pasien. subtansi lain.

6. Kaji

potensial

efek

samping 6.

mencegah

pengobatan (contoh mulut kering, ketidaknyamanan

/menurunkan sehubungan

konstipasi, gangguan penglihatan, dengan terapi dan meninggkatkan sakit kepala, hipertensi ortostatik) kerja sama dalam program. dan pemecahan masalah.

Table 2.5 Intervensi dan Rasional Diagnosa Kelima

28

2.3.3 Implementasi Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatankegiatan :Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul,menentukan mempersiapkan

dan

lingkungan

mempersiapkan yang

konduktif

peralatan sesuai

yang dengan

diperlukan, yang

akan

dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan. 2.3.4 Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai. Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat kempuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini biasa dilaksanakan dengan menggandakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. (Nursalam, 2008 hal. 135). Evaluasi juga adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk

memonitor “kealpaan” yang terjadi selam tahap pengkajian, analisa,

perencanaan, dan pelaksaan tindakan.

29

BAB 3 TINJAUAN KASUS

3.1 DATA UMUM KELUARGA 3.1.1 Kepala Keluarga Nama Kepala Keluarga

: Tn. S

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 52 tahun

Alamat

: Jl. Panenga Raya 7 No. 15

Pekerjaan

: Swasta

Pendidikan

: SD

Agama

: Islam

Suku/Bangsa

: Dayak/Indonesia

3.1.2 Daftar Anggota Keluarga Jenis

Hub

Kelamin

KK

Ny. D

P

2.

Nn. De

3. 4.

NO.

Nama

1.

dg

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

Istri

47 tahun

SMP

Swasta

P

Anak

22 tahun

S1

Swasta

Nn. Dw

P

Anak

15 tahun

SMP

Pelajar

An. Db

P

Anak

12 tahun

SD

Pelajar

3.1.3 Genogram

+ = +

Keterangan : : Pasien : Laki-laki : Perempuan :Hubungan Keluarga : Tinggal serumah : Meninggal

: serumah

30

3.1.4 Tipe Keluarga Keluarga Tn. S ini merupakan tipe keluarga inti, dimana dalam keluarga ini tinggal ayah, ibu dan anak-anaknya. 3.1.5 Latar Belakang Keluarga 1. Latar Belakang Budaya Keluarga Dan Anggota Keluarga Latar belakang budaya keluarga Tn. S adalah bahasa Dayak. 2. Bahasa Yang Digunakan Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Dayak dan Indonesia. 3. Pengaruh Budaya Terhadap Kesehatan Keluarga Dalam keluarga Tn. S tidak ada budaya yang bertentangan dengan kesehatan keluarga. 3.1.6 Identifikasi Agama Keluarga menganut agama Islam dan menjalankan ibadah setiap hari, semua aktivitas yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama Islam. 3.1.7 Status Kelas Sosial Status kelas social keluarga Tn. S cukup baik, Tn. S mengatakan penghasilan mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. 3.1.8 Rekreasi Keluarga dan Pemanfaatan Waktu Luang Kegiatan yang dilakukan keluarga adalah kadang berkumpul dengan tetngga dekat dan teman-teman. 3.2

Tahap Perkembangan Dan Sejarah Keluarga

3.2.1 Tahap Perkembangan dan Tugas Perkembangan Keluarga Saat Ini Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan). 3.2.2 Tugas Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi Tidak ada tugas perkembangan dalam keluarga yang belum terpenuhi oleh keluarga Tn. S. Sedangkan tugas keluarga yang belum optimal dicapai sampai saat ini adalah mengenal masalah kesehatan. 3.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga Inti Tn. S mengalami penyakit TB paru sudah 1 bulan lalu, Tn. S juga mengalami riwayat DM sejak ± 1 tahun lalu.

31

3.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga Sebelumnya Tn. S tidak mengetahui pakah diantara keluarga yang lain ada yang menderita penyakit yang sama. 3.3

Data Lingkungan

3.3.1 Karakteristik Rumah : Letak rumah yang ditempati terdiri dari, 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 dapur dan 1 kamar mandi. Tipe bangunan rumah permanen, keadaan rumah bersih. 3.3.2 Karakteristik Tetangga dan Komunitas Tetangga Tn S kebanyakan berprofesi sebagai PNS dan Mahasiswa. 3.3.3 Mobilitas Geografis Keluarga Keluarga Tn S sudah berdomisili di Palangka Raya sejak 10 tahun yang lalu, dan sudah menempati rumah sejak lama. Letak rumah dipinggir jalan perumahan. Mobilitas keluarga menggunakan sepeda motor. 3.3.4 Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat Keluarga Tn. S tergolong masyarakat yang cukup aktif dalam kegiatan masayrakat, antara lain gotong royong warga dan pengajian. 3.3.5 Sistem pendukung keluarga Tn S dan anaknya memiliki kartu BPJS. Tn F dibantu istri dan anaknya apabila berobat. 3.4

Struktur Keluarga

3.4.1 Pola komunikasi keluarga Komuikasi keluarga dalam Tn. S cukup terbuka dalam menyelesaikan masalah atau pendapat, bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa Dayak dan Indonesia. 3.4.2 Struktur kekuatan keluarga Yang menjadi pengambil keputusan dalam keluarga adalah Tn S. 3.4.3 Struktur peran Tn. S sebagai kepala keluarga, tidak bekerja karena menderita penyakit TB Paru. Dalam pelaksanaan peran, istri Tn. F menggantikan Tn. S untuk mencari nafkah.

32

3.4.4 Nilai-nilai Keluarga Keluarga Tn. S merasa kesehatan keluarganya sangat mempengaruhi kehidupannya sehingga tidak dapat fokus bekerja. 3.5

Fungsi Keluarga

3.5.1 Fungsi efektif Interaksi dan hubungan yang tercipta dalam keluarga baik, saling menghargai dan menghormati posisi masing-masing. 3.5.2 Fungsi sosialisasi Keluarga mengajarkan lewat perilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianggapnya dalam kehidupan sehari-hari. 3.5.3 Fungsi perawatan kesehatan Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit dengan baik. 3.5.4 Fungsi Reproduksi Tn. S mengatakan tidak ingin mempunyai anak lagi. Mereka bersyukur sudah mempunyai 3 orang anak. 3.6

Pemeriksaan Fisik

3.6.1 Penampilan Umum Keadaan umum compos mentis, penampilan kurang rapi, cara berbicara lancer, tampak lemah. 3.6.2 Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital TD : 110/80 mmHg N :84x/menit S : 36,7oC RR : 28x/menit 3.6.3 Keluhan yang dirasakan saat ini Batuk, sesak napas, anoreksia. 3.6.4 Pemeriksaan fisik 1)

Sistem kardiovaskuler: tidak terdapat takikardi, TD : 110/80 mmHg, N : 84x/menit. Capillary refill < 2 detik, suara jantung pasien lup-dup.

2)

Sistem pernapasan: Suara napas wheezing +/+, terdapat retraksi otot dada.

3)

Sistem integumen: turgor kulit < 2 detik, berkeringat, Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat, pasien tidak mempunyai riwayat alergi makanan, pasien tidak

33

mempunyai riwayat alergi kosmetik, suhu kulit pasien hangat, warna kulit coklat tua, tekstur halus. 4)

Persyarafan(Brain): Nilai GCS pasien E: 4 pasien membuka mata sepontan saat dipanggil, V: 5 pasien dapat berorentasi baik, M: 6 pasien dapat mengikuti perintah. Tingkat kesadaran pasien Compos Menthis, pupil isokor, refleks cahaya kanan dan kiri positif. Pada nervus kranial I normal, pasien dapat mencium bau minyak kayu putih, nervus kranial II normal, pasien dapat membaca tulisan pada botol aqua, nervus kranial III normal, pasien dapat menutup matanya saat menerima cahaya, nervus kranial IV normal, pasien dapat menggerakkan bola mata keatas dan kebawah, nervus kranial V normal, pasien dapat menekuk rahang dan mulut, nervus kranial VI normal, pasien dapat menggerakkan bola mata ke kiri danke kanan, nervus kranial VII normal, pasien dapat tersenyum, nervus kranial VIII normal, pasien dapat mendengar perkataan perawat, nervus kranial IX normal, pasien dapat membedakan rasa manis dan pahit, nervus kranial X normal, pasien dapat berbicara dengan suara yang jelas, nervus kranial XI normal, pasien dapat menggerakkan kepala, nervus kranial XII normal, pasien dapat menggerakkan lidahnya. Pada uji koordinasi ekstremitas atas pasien jari ke jari positif, jari ke hidung positif, pada ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki positif, uji kestabilan tubuh positif.

5) EliminasiUrin (Bladder): Produksi urine 1500 ml 4-5 kali perhari, warna kuning dan bau amoniak. 6) EliminasiAlvi (Bowel): Untuk mulut dan faring yaitu bibir pucat, tidak ada caries gigi, gusi tidak ada peradangan, tidak ada lesi dan tampak bersih, mukosa kering, tidak ada peradangan pada tonsil, tidak ada benjolan pada rectum dan tidak ada haemoroid, pasien BAB 1x sehari, berwarna kuning, konsistensi lunak tidak ada masalah. Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan tidak ada keluhan lainnya. 7) Tulang-Otot–Integumen (Bone): Kemampuan pergerakan sendi pasien bebas, ukuran otot simetris dan uji kekuatan otot, tidak ada masalah, bentuk tulang belakang normal. 8) Sistem Penginderaan: Gerakan bola mata pasien bergerak normal, selera normal putih, kornea bening. Bentuk hidung simetris.

34

9) Leher dan Kelenjar Limfe: Tidak terdapat massa dan jaringan parut, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tyroid tidak teraba dan mobilitas leher bebas. 10)

Sistem pengecapan: dapat merasakan sensasi dan rasa makanan seperti rasa asin, manis, dan asam.

11)

Sistem penciuman: dapat mencium jenis bau-bauan seperti minyak angin, minyak harum

3.7 Harapan Keluarga Tn. S mengharapkan cehat sembuh dan sehat seperti sedia kala. Tn. S mengharapkan anaknya tidak menderita penyakit yang sama seperti dirinya. Tn. S mengharapkan pelayanan kesehatan yang baik. 3.8 Analisa Data No

Data

Masalah

Etiologi

1

DS:

Defisit pengetahuan

Ketidaktahuan

-

Tn S mengatakan masih batuk.

penyakit tentang TB

keluarga

-

Tn. S mengatakan penyakitnya sejak ± 1 bulan

Paru

mengenal

-

-

yang lalu.

masalah

Tn. S mengatakan masih kurang mengerti

kesehatan

tentang penyakit TB Paru.

keluarga.

Tn. S menanyakan efek samping dari obat TB Paru. DO:

-

Keadaan umum compos mentis.

-

TTV: TD: 110/80 mmHg N: 84x/ menit RR: 28x/menit S: 36,7o C

-

Terdapat retraksi otot dada

-

Suara napas Wheezing +/+

3.9 Masalah Keperawatan Keluarga 1. Defisit pengetahuan penyakit tentang TB Paru b/d Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga. No

Kriteria

1

Sifat masalah :

Perhitungan

Total

Pembenaran

1

Tn. S mengatakan sakit yang

35

-

Aktual

3/3x1

dirasakannya sudah lama, apabila dibiarkan akan berakibat buruk.

2

Kemungkin masalahuntuk Di ubah: -

3

Sebagian

1/2x2

1

Potensi masalah untuk di cegah: -

4

Tn. S mengatakan menderita

1/3x1

1/3

Menonjolnya masalah :

di tangani TOTAL

bulan yang lalu. Tn. S tidak mengetehui

Rendah

- Masalah berat harus segera

penyakit TB Paru sejak ± 1

tentang penyebab TB Paru dan cara pencegahannya. Tn. Smengatakan setiap

2/2x1

1

merasa sakit segera ke pelayanan kesehatan.

3 1/3

36

RENCANA TINDAKAN

Diagnosa No.

Evaluasi

Keperawatan

Tujuan Umum

Tujuan Khusus

Keluarga 1.

Defisit

Setelah

pengetahuan penyakit TB

tentang

Paru

b/d

Pengertian TB

tindakan keperawatan

penkes selama 1x20

Paru adalah suatu

tentang TB paru.

keluarga,

menit keluarga

penyakit infeksius2.

Berikan penjelasan tentang

mampu:

yang menyerang

pengertian, penyebab, dan tanda

parenkim paru.

gejala TB paru.

keluarga mengatasi

Ketidaktahuan

ketidakefektifan

keluarga mengenal

tentang penyakit TB

kesehatan tentang

masalah kesehatan

Paru.

TB Paru

keluarga.

Intervensi

Standar

Setelah dilakukan

dapat

dilakukan

Kriteria

1. Mengenal masalah

Respon verbal

1.

3.

Kaji pengetahuan keluarga

Berikan kesempatan keluarga

Penyebab TB Paru

untuk mengungkapkan kembali

: oleh kuman yaitu

apa yang sudah dijelaskan.

menyebutkan

mycobacterium 4.

Diskusikan dengan keluarga

pengertian penyebab,

tuberculosis..

tentang akibat TB paru.

- Tn S mampu

tanda, gejala TB

5.

Paru. 2. Mengambil keputusan:

komplikasi 3. Merawat anggota

Tanda dan gejala :

tentang pencegahan penularan TB

batuk terus

paru.

menerus dan

- Menyebutkan

Diskusikan dengan keluarga

6.

Beri kesempatan keluarga untuk

berdahak 3 (tiga)

mengungkapkan yang sudah

Respon

minggu, mengi,

dijelaskan.

verbal

Sesak napas.

7.

Diskusikan dengan keluarga

37

keluarga yang sakit:

manfaat fasilitas kesehatan yang

- Menyebutkan

Komplikasi pada

perawatan TB Paru 4. Memodifikasi lingkungan:

TB Paru

8.

perdarahan dari

memanfaatkan fasilitas kesehatan

verbal

saluran napas

apabila ada yang sakit.

bawah, Atelektasis,

pencegahan

Bronkiektasis,

penularan TB Paru.

Penyebaran infeksi

Memanfaatkan

ke organ lain.

fasilitas kesehatan yang ada: - Menyebutkan

Motivasi keluarga untuk

Respon

- Menyebutkan cara

5.

ada

Respon

Cara perawatan TB

verbal

Paru : Pengobatan

manfaat fasilitas

penyakit TB,

kesehatan yang ada.

Makan makanan yang bergizi, Periksa kesehatan secara teratur.

Respon

Cara pencegahan

verbal

peularan pasien TB Paru: Minum obat secara teratur,

38

Menutup mulut waktu bersin, Tidak meludah di sembarang tempat, Makan makanan yang bergizi, Berhenti merokok,

Fasilitas kesehatan : jenisnya (RS, puskesmas, dan pustu) manfaatnya (tempat konsultasi, pemeriksaan kesehatan dan tempat pengobatan)

39

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

No. 1.

Hari/Tanggal/Jam Minggu, 2014

7

Implementasi

Desember 1. 2.

Evaluasi

Mengkaji pengetahuan keluarga tentang TB paru.

S :

Memberikan penjelasan tentang pengertian, penyebab, tanda - Tn. S sudah sedikit mengetahui tentang TB paru. gejala TB paru.

3.

- Keluarga mengerti setelah dijelaaskan komplikasi dari TB paru.

Memberikan kesempatan keluarga untuk mengungkapkan - Keluarga mengerti apa saja perawatan TB paru. kembali apa yang sudah dijelaskan.

4.

5.

- Keluarga mengatakan agar pelayanan tetap dapat dirasakan oleh

Mendiskusikan dengan keluarga tentang komplikasi TB

mereka dengan keadaan kurang mampu.

paru.

O :

Memberikan kesempatan keluarga untuk mengungkapkan - Keluarga mendengarkan dengan penuh perhatian komplikasi yang sudah dijelaskan

- Keluarga mampu menjelaskan jenis dan manfaat pelayanan

6.

Mendiskusikan cara perawatan TB paru.

7.

Mendiskusikan

dengan

penularan TB paru. 8.

keluargaa

tentang

kesehatan. pencegahan

P : Jelaskan kembali hal-hal yang masih belum dimengerti keluarga

Mendiskusikan dengan keluargaa manfaat fasilitas kesehatan yang ada

9.

Memotifasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan apabila ada yang sakit.

A : Masalah teratasi sebagian

40

BAB 4 PEMBAHASAN

Setelah melakukan penerapan asuhan keperawatan keluarga Tn. S dengan anggota keluarga menderita TB Paru tanggal 7 Desember 2014 s/d 11 Desember 2014, penulis akan menguraikan kesenjangan antara tinjauan teoritis dengan kasus yang ada. Untuk memudahkan pembahasan, penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu mulai dari proses pengkajian, intervensi keperawatan, implementasi sskeperawatan dan evaluasi. 4.1

Pengkajian Hasil pengkajian yang didapatkan pada keluarga Tn. S dengan kasus TB Paru meliputi: 1) Tn. S mengalami penyakit TB paru sudah 1 bulan lalu, Tn. S juga mengalami riwayat DM sejak ± 1 tahun lalu; dan 2) tugas keluarga yang belum optimal dicapai sampai saat ini adalah mengenal masalah kesehatan dan modifikasi lingkungan. Menurut teori Suprajitno (2004: 34) tujuan pengkajian yang berkaitan dengan tugas keluarga di bidang kesehatan yaitu: 1) kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan; 2) kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat; 3) kemampun keluarga merawat anggota keluarga yang sakit; 4) kemampuan keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan rumah yang sehat; dan 5) kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat. Sesuai dengan pengkajian keluarga yang dikemukakan pada teori dan praktik pada kasus terjadi kesenjangan yaitu pada kasus ditemukan bahwa keluarga Tn. S mampu dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat, keluarga mampu

merawat

anggota

keluarga

yang

sakit,

keluarga

mampu

memelihara/memodifikasi lingkungan rumah yang sehat dan keluarga mampu menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat. Sedangkan yang masih belum tercapai dalam tugas keluarga pada Tn S yaitu kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan keluarga tentang mengenal masalah kesehatan. Hasil pengkajian yang didapatkan tanda dan gejala pada Tn. S dengan kasus TB paru yaitu: Batuk, kadang dada terasa sesak, anoreksia, Suara napas wheezing

40

41

+/+, dan malaise. Sedangkan menurut teori Brunner &Suddarth (2005) tanda dan gejala pada pasien TB Paru meliputi: batuk selama 3 minggu, dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), Suara napas wheezing. Sesuai dari teori dan praktik yang telah dikemukakan ditemukan bahwa ada kesenjangan antara teori dan praktik yaitu pada praktik tidak didapatkan tanda dan gejala, dahak bercampur darah, batuk darah, nyeri dada, berat badan menurun. Hal tersebut disebabkan karena Tn. S rutin minum obat dan melakukan kontrol ke Puskesmas untuk memeriksakan penyakitnya. 4.2

Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya (Potter & Perry. 2005: 166). Hasil pengakajian yang dilakukan pada keluarga Tn. S didapatkan 1 diagnosa dari 5 tugas keluarga, yaitu ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga Sedangkan menurut teori dari Suprajitno (2004: 17) dikemukakan bahwa ada 5 tugas keluarga di bidang kesehatan, meliputi: 1) mengenal masalah kesehatan keluarga: 2) memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga: 3) merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan: 4) memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga; dan 5) memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga. Sesuai dari teori dan praktik yang telah dikemukakan didapatkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dan praktik. Hal ini disebabkan karena keluarga Tn. S sudah mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan selalu kontrol ke Puskesmas, mampu merawat anggota keluarga yang sakit serta mampu memutuskan tindakan kesehaan yang tepat bagi keluarga yaitu keluarganya dengan membawa Tn. S ke pelayanan kesehatan dan mampu memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga. Hasil pengakajian yang dilakukan pada keluarga Tn. S didapatkan 1 diagnosa dari defisit pengetahuan penyakit tentang TB Paru. Sedangkan menurut Suprajitno (2004: 44) yang diambil dari NANDA yang dapat digunakan adalah: gangguan proses keluarga, gangguan pemeliharaan kesehatan, gangguan pola

42

eliminasi, ketidakmampuan antisipasi duka berkepanjangan, koping keluarga tidak efektif. Sesuai dengan teori dan praktik ada 1 diagnosa yang terdapat pada NANDA yaitu defisit pengetahuan tentang penyakit TB Paru. 4.3

Intervensi Keperawatan Penentuan prioritas masalah dalam kasus pada keluarga Tn.F disesuaikan menurut kebutuhan dasar dan keadaan yang mengancam keselamatan pasien. Jika dilihat dari studi kasus dan teori yang ada, maka diagnosa utama pada kasus keluara Tn. S adalah: Defisit pengetahuan penyakit tentang TB Paru b/d Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga. Intervensi dari diagnosa tersebut adalah: kaji pengetahuan keluarga tentang TB Paru, berikan penjelasan tentang pengertian, penyebab, dan tanda gejala TB paru, berikan kesempatan keluarga untuk mengungkapkan kembali apa yang sudah dijelaskan, diskusikan dengan keluarga tentang akibat TB Paru, diskusikan dengan keluarga tentang

cara

pencegahan

TB

paru,

beri

kesempatan

keluarga

untuk

mengungkapkan yang sudah dijelaskan, diskusikan dengan keluarga manfaat fasilitas kesehatan yang ada, motivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan apabila ada yang sakit.Berdasarkan diagnosa pada teori (Potter & Perry. 2005:203) yang muncul dan yang menjadi prioritas pada kasus keluarga Tn. Syaitu: Kaji kemampuan pasien untuk belajar, Indentifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat, Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat, Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh jadwal obat, Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan pengobatan lama. Hasil dari teori dan praktik yang dikemukakan di temukan bahwa ada kesenjangan antara teori dan fakta karena menurut teori asuhan keperawatan di berikan oleh individu sendiri, sedangkan pada fakta asuhan keperawatan diberikan pada keluarga. 4.4

Implementasi Keperawatan Pada implementasi yang dilaksanakan oleh penulis selalu mengacu pada semua perencanaan yang telah disusun dan dalam hal ini penulis telah memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang pengertian, penyebab, gejala, perawatan di rumah, pengobatan dan cara pencegahan guna membantu memecahkan masalah yang ada pada keluarga Tn. S.

43

Pada implementasi yang dilaksanakan oleh penulis selalu mengacu pada semua perencanaan yang telah disusun dan dalam hal ini penulis telah memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang lingkungan rumah yang memenuhi syarat kesehatan, manfaat pemeliharaan kesehatan lingkungan dan dampak lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Semua rencana dapat dilaksanakan oleh karena keluarga bersikap terbuka dan menerima terhadap tindakan dan penjelasan yang diberikan oleh penulis. 4.5

Evaluasi Setelah penulis mengadakan pembinaan pada keluarga Tn. S maka penulis mendapatkan hasil sebagai berikut :

1) Keluarga sudah dapat mengenal masalah kesehatan mengenai penyakit TB Paru dibuktikan dengan keluarga mengatakan sudah mengerti tentang penyakit TB Paru. 2) Keluarga sudah mengetahui cara perawatan anggota keluarga yang sakit dibuktikan dengan ungkapan keluarga mengatakan sudah tahu cara perawatan TB Paru. Sebagian masalah tersebut diatas dapat diatasi setelah perawat memberikan pendidikan kesehatan serta motivasi kepada keluarga Tn. S sesuai dengan masalah keperawatan yang dihadapi.terjadinya perubahan ini didukung oleh adanya partisipasi keluarga untuk turut serta dalam penerapan asuhan keperawatan.

44

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan Berdasarkan dari hasil pembahasan diatas tentang Asuhan Keperawatan pada Keluarga Tn. S dengan Penyakit TB Paru Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Menteng Kota Palangka Raya maka kelompok menarik kesimpulan sebagai berikut:

5.1.1 Pengkajian Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan pada keluarga Tn. S dengan kasus TB Paru dapat disimpulkan bahwa pengkajian keluarga yang dikemukakan pada teori dan praktik pada kasus terjadi kesenjangan yaitu pada kasus ditemukan bahwa keluarga Tn. S mampu dalam mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat, keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit dan keluarga mampu menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat, dan kemampuan keluarga memelihara/memodifikasi lingkungan rumah yang sehat. Sedangkan yang masih belum tercapai dalam tugas keluarga pada Tn F yaitu kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan keluarga tentang mengenal masalah kesehatan. Sesuai dari teori dan praktik yang telah dikemukakan ditemukan bahwa ada kesenjangan antara teori dan praktik yaitu pada praktik tidak didapatkan tanda dan gejala, dahak bercampur darah, batuk darah, nyeri dada, berat badan menurun. Hal tersebut disebabkan karena Tn. S rutin minum obat dan melakukan kontrol ke Puskesmas untuk memeriksakan penyakitnya. 5.1.2 Diagnosa Hasil pengakajian yang dilakukan pada keluarga Tn. F didapatkan 2 diagnosa dari 5 tugas keluarga, yaitu ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga. Sesuai dari teori dan praktik yang telah dikemukakan didapatkan bahwa terdapat kesenjangan antara teori dan praktik.Hal ini disebabkan karena keluarga Tn. S sudah mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan selalu kontrol ke poli paru, mampu merawat anggota keluarga yang sakit serta mampu memutuskan tindakan kesehaan yang tepat bagi keluarga dengan

45

membawa Tn. S ke pelayanan kesehatan dan keluarga mampu dalam memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga. Hasil pengakajian yang dilakukan pada keluarga Tn. S didapatkan 1 diagnosa dari defisit pengetahuan penyakit tentang TB Paru. Sedangkan menurut Suprajitno (2004: 44) yang diambil dari NANDA yang dapat digunakan adalah: gangguan proses keluarga, gangguan pemeliharaan kesehatan, gangguan pola eliminasi, ketidakmampuan antisipasi duka berkepanjangan, koping keluarga tidak efektif. 5.1.3 Intervensi Intervensi dari diagnosa tersebut adalah: kaji pengetahuan keluarga tentang TB Paru, berikan penjelasan tentang pengertian, penyebab, dan tanda gejala TB Paru, berikan kesempatan keluarga untuk mengungkapkan kembali apa yang sudah dijelaskan, diskusikan dengan keluarga tentang akibat TB Paru, diskusikan dengan keluarga tentang pencegahan penularan TB Paru, beri kesempatan keluarga untuk mengungkapkan yang sudah dijelaskan, diskusikan dengan keluarga manfaat fasilitas kesehatan yang ada, motivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan apabila ada yang sakit. Hasil dari teori dan praktik yang dikemukakan di temukan bahwa ada kesenjangan antara teori dan fakta karena menurut teori asuhan keperawatan di berikan oleh individu sendiri, sedangkan pada fakta asuhan keperawatan diberikan pada keluarga. 5.1.4 Implementasi Semua rencana dapat dilaksanakan oleh karena keluarga bersikap terbuka dan menerima terhadap tindakan dan penjelasan yang diberikan oleh penulis. 5.1.5 Evaluasi Sebagian masalah tersebut diatas dapat diatasi setelah perawat memberikan pendidikan kesehatan serta motivasi kepada keluarga Tn. S sesuai dengan masalah keperawatan yang dihadapi terjadinya perubahan ini didukung oleh adanya partisipasi keluarga untuk turut serta dalam penerapan asuhan keperawatan. Sedangkan untuk beberapa masalah yang belum teratasi, hal ini disebabkan karena kurangnya sumber daya dan dana yang dimiliki oleh keluarga namun pada prinsipnya telah mengalami kemajuan yang sangat berarti karena keluarga sudah memahami tentang masalah yang ada dan akibatnya jika tidak diatasi.

46

5.2

Saran

5.2.1 Bagi pengembangan ilmu keperawatan Diharapkan hasil Studi kasus ini dapat membantu dan menambah ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan keluarga dengan. 5.2.2 Bagi wahana praktik Bagi wahana praktik dapat menjadi informasi sebagai bahan menentukan intervensi, peningkatan mutu keperawatan, khususnya

dengan klien yang

mengalami penyakit TB Paru. 5.2.3 Bagi institusi pendidikan Bagi institusi pendidikan pembuatan Studi kasus ini dapat menjadi perbandingan sejauh mana mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan keluarga dengan penyakit TB Paru.

47

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Sudarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penanggulangan Tuberkulosis: Jakarta.

2006.

Pedoman

Nasional

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC. Friedman, Marilyn. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, & Praktik. Ed 5. Jakarta: EGC. Hidayat, Alimul. 2008. Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gannguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika. Prince, Syilvia Anderson. 2005. Patofisisologi: Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Jakarta: EGC. Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. Staf Pengajar Departemen Farmakologi. 2008 . Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta : EGC

48

Related Documents

Tb
May 2020 39
Tb
May 2020 40
Tb
November 2019 68
Tb
October 2019 66
Tb
November 2019 57
Tb
April 2020 38

More Documents from "Peoples' Vigilance Committee on Human rights"

Tb Paru.docx
May 2020 5
Sap7.docx
May 2020 5
11.pdf
May 2020 6
First Annoment 2.docx
June 2020 6
Sap Cuci Tngn.docx
May 2020 8
Sap Tb Paru.docx
May 2020 12