Sudah Edit Panduan Apd.docx

  • Uploaded by: Julia Sandy Kelana
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Sudah Edit Panduan Apd.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 18,961
  • Pages: 145
PANDUAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

RUMAH SAKIT CITAMA PABUARAN NO 52 KABUPATEN BOGOR TAHUN2016

DAFTAR ISI

Halaman Judul………………………………………………………………………………………..

i

Daftar Isi ..................................................................................................................... ii Lembar Pengesahan .................................................................................................. iii I. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1 II. PERLENGKAPAN PERLINDUNGAN DIRI ......................................................

1

III. APA PERLENGKAPAN PELINDUNG DIRI ITU ? ............................................

2

IV. JENIS-JENIS ALAT PELINDUNG DIRI ............................................................. 3 1. Alat Pelindung kepala ..................................................................................... 3 2. Alat Pelindung Telinga ................................................................................... 3 3. Sarung tangan ............................................................................................... 4 4. Masker ........................................................................................................... 8 5. Alat Pelindung mata ....................................................................................... 11 6. Alat Pelindung Pernafasan............................................................................. 11 7. Topi................................................................................................................. 12 8. Gaun Pelindung .............................................................................................. 12 9. Apron .............................................................................................................. 13 10.Pelindung Kaki ................................................................................................ 13 Lampiran 1 .................................................................................................................. 14

ii

I. Latar Belakang Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan yang membahayakan. Kini, resiko pekerjaan yang umum dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak dengan darah dan duh tubuh sewaktu perawatan rutin pasien. Pemaparan terhadap patogen ini meningkatkan resiko mereka terhadap infeksi yang serius dan kemungkinan kematian. Petugas kesehatan yang bekerja di kamar bedah dan kamar bersalin dihadapkan kepada resiko pemaparan terhadap patogen yang lebih tinggi daripada bagian – bagian lainnya (Gershon dan Vlavov 1992). Karena resiko yang tinggi ini, panduan dan praktik perlindungan infeksi yang lebih baik diperlukan untuk melindungi staf yang bekerja di area ini. Lagi pula, anggota staf yang tahu cara melindungi diri mereka dari pemaparan darah dan duh tubuh dan secara konsisten menggunakan tindakan – tindakan ini akan membantu melindungi pasien–pasiennya juga. Sementara kesadaran terhadap keseriusan AIDS dan Hepatitis C meningkat, dan bagaimana mereka dapat tertular di tempat kerja, banyak petugas kesehatan tidak merasakan diri mereka dalam resiko. Terlebih lagi, mereka yang beresiko tidak secara teratur menggunakan perlengkapan pelindung, seperti sarung tangan, atau paraktik – praktik lain ( cuci tangan ) yang disediakan untuk mereka. II. Perlengkapan Perlindungan Diri Pelindung pembatas sekarang umumnya diacu sebagai Perlengkapan Perlindungan Diri (PPD), telah digunakan bertahun – tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan kesehatan. Akhir – akhir ini, dengan timbulnya AIDS dan HCV dan munculnya kembali Tuberkulosis di banyak Negara, penggunaan PPD manjadi sangat penting untuk melindungi petugas. PPD seperti sarung tangan pemeriksaan yang bersih dan tidak steril sangat penting dalam mengurangi resiko penularan, namun yang lainnya ( seperti pakaian, topi, dan sepatu tertutup ) terus dipakai tanpa bukti yang meyakinkan tentang efektivitasnya (Larson dkk 1995). Kenyataannya, beberapa praktik yang biasa, seperti semua petugas di ruang operasi, bukan hanya tim bedah saja, harus memakai masker, akan meningkatkan biaya, sedangkan perlindungan yang diberikan sangat minimal, kalaupun ada, perlindungan bagi pasien dan staf (Mitcell 1991 ). Tambahan lagi, demi efektivitasnya, PPD harus digunakan dengan tepat. Umpamanya, gaun bedah dan kain penutup telah menunjukkan dapat mencegah infeksi luka hanya kalau kering. Kalau basah, kain yang bersifat spons yang mengisap bakteri dari kulit atau peralatan dapat menembus kain yang kemudian dapat mengkontaminasi luka bedah.

1

Sebagai akibatnya, administrator rumah sakit, penyelia, dan petugas pelayanan kesehatan harus menyadari bukan hanya keuntungan dan keterbatasan PPD yang khusus, juga

peranan

PPD

dalam

mencegah

infeksi,

agar

melainkan

dapat digunakan secara efektif dan

efisien. III. Apa Perlengkapan Pelindung Diri Itu ? Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga kerja

dari

bahaya

di

tempat kerja. APD dipakai setelah usaha rekayasa ( engineering ) dari cara kerja yang aman. Kelemahan penggunaan APD : a. Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna b. Sarung APD tidak di pakai karena kurang nyaman Peralatan pelindung pribadi meliputi sarung tangan, masker / respirator, pelindung mata (perisai muka, kacamata), kap, gaun, apron, dan barang lainnya. Di banyak Negara kap, masker, gaun dan duk terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif, terbuat dari kain yang di olah atau bahan sintetis yang dapat menahan air atau caran lain (darah atau duh tubuh) untuk menembusnya. Bahan – bahan tahan cairan ini, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di banyak Negara, kain katun yang enteng ( dengan hitungan benang 140 / inci² ) adalah bahan yang sering dipakai untuk pakaian bedah (masker, kap dan gaun) dan duk. Sayangnya, katun enteng itu tidak memberikan tahanan efektif, karena basah dapat menembusnya dengan mudah, yang membuat kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk ditembus uap ( tidak dapat disterilkan ), sangat sukar di cuci dan makan waktu untuk dikeringkan. Kalau dipakai kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat. Kap, masker, dan tirai yang terbuat dari kertas tidak boleh dipakai ulang karena tidak ada cara untuk membersihkannya.

Kalau anda tidak dapat mencucinya, jangan dipakai ulang !

IV.

Jenis – jenis Alat Pelindung Diri 1. Alat Pelindung Kepala Berdasarkan fungsinya dapat di bagi 3 bagian : 1) Topi pengaman ( Safety Helmet ) Untuk melindungi kepala dari benturan atau pukulan benda – benda. 2) Topi / tudung Untuk melindungi kepala dari api, uap – uap korosif, debu, kondisi iklim yang buruk. 3) Tutup kepala Untuk menjaga kebersihan kepala dan rambut atau mencegah lilitan rambut dari mesin. Alat pelindung kepala ini dapat dilengkapi dengan alat pelindung diri yang lain, yaitu: a. Kaca Mata ( gogles ) b. Penutup muka c. Penutup telinga d. Respirator, dll 2. Alat Pelindung Telinga Alat pelindung telinga ada 2 jenis : 1) Sumbatan telinga ( ear plug ) Sumbat telinga yang baik adalah memakai frekuensi tertentu saja. Sedangkan frekuensi untuk bicara biasanya tidak terganggu. 2) Tutup telinga (ear muff ) Tutup telinga jenisnya sangat beragam. Tutup telinga mempunyai daya pelindung (Attenuasi) berkisar antara 25 – 30 DB. Untuk keadaan khusus dapat dikombinasikan antara tutup telinga dengan sumbat telinga, sehingga dapat mempunyai daya lindung yang lebih besar. 3. Alat Pelindung Tangan Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Umpamanya, sarung tangan pemeriksaan harus dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan eksresi ( kecuali keringat ), alat atau permukaan yang terkontaminasi dan kalau menyentuh kulit nonintak atau selaput lendir. INGAT ! Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan.

Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi ( Garner dan Favero 1986 ). Selain itu, pemahaman mengenai kapan sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan kapan sarung tangan tidak perlu digunakan, penting untuk diketahui agar dapat menghemat biaya dengan tetap menjaga keamanan pasien dan petugas.

Adapun 3 jenis sarung tangan antara lain: 1. Sarung Tangan Bedah Dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan 2. Sarung tangan pemeriksaan Dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin 3. Sarung tangan rumah tangga Dipakai sewaktu memproses peralatan, menangani bahan – bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi. Sarung tangan bedah yang baik terbuat dari bahan lateks, karena elastis, sensitive dan tahan lama, dan dapat disesuaikan dengan ukuran tangan. Karena meningkatnya masalah alergi lateks, sedang dikembangkan bahan serupa, yang disebut “ nitril “ yang merupakan bahan sintetik seperti lateks.Bahan ini tidak menimbulkan reaksi alergi. Di beberapa negara jenis sarung tangan pemeriksaan yang tersedia adalah dari vinil, suatu bahan sintetik yang lebih murah daripada lateks. Namun, vinil tidak elastis, sehingga kurang pas dan mudah robek. Sarung tangan pemeriksaan yang berkualitas baik yang terbuat dari kabel tebal, kurang fleksibel dan sensitive, dan dapat memberi perlindungan maksimum sebagai pelindung pembatas. Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah kontaminasi dari petugas kesehatan telah terbukti berulang kali ( Tenorio et al. 2001 ) tetapi pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik sekalipun, mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung tangan ( Bagg. Jenkins dan Barker 1990; Davis 2001 )

INGATLAH UNTUK : Mencuci tangan atau menggunakan antiseptik cair yang digosokkan di tangan sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan. Sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus digunakan oleh semua petugas ketika : i. Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang terlepas ii. Melakukan prosedur medis yang bersifat invasive misalnya menusukkan sesuatu ke dalam pembuluh darah, seperti memasang infus iii. Menangani bahan – bahan bekas pakai

yang telah

terkontaminasi atau

menyentuh permukaan yang tercemar iv. Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan Melalui Kontak (yang diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui atau dicurigai), yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien. Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan ruangan pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis alkohol.Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya menghindari kontaminasi silang ( CDC 1987 ). Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien yang lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman. (Doebbeling dan Colleagues 1988) menemukan bakteri dalam jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya. A. Hal yang harus dilakukan bila persediaan sarung tangan terbatas Bila sumber daya terbatas dan jumlah sarung tangan periksa tidak memadai, sarung tangan bedah sekali pakai ( disposable ) yang sudah digunakan dapat diproses ulang dengan cara : 1. Dekontaminasi dengan meredam dalam larutan klorin 0,5 % selam 10 menit 2. Dicuci dan bilas, serta dikeringkan 3. Sterilkan dengan menggunakan autoklaf atau disinfeksi tingkat tinggi ( dengan di kukus )

Dahulu perebusan telah direkomendasikan sebagai cara untuk disinfeksi tingkat tinggi sarung tangan bedah. Namun sulit untuk mengeringkan sarung tangan tanpa mengkontaminasinya. Karena pengukusan lebih mudah dilakukan dan sama – sama efektif, maka cara ini yang sekarang direkomendasikan untuk disinfeksi tingkat tinggi

sarung tangan bedah. Jangan memproses ulang sarung tangan yang retak, mengelupas atau memiliki lubang atau robekan dapat terdeteksi ( Bagg, Jenkins dan Barker ) sarung Bila sarung tangan yang rumah tangga tidak tersedia, gunakan dua1990 lapis tangan periksa atau sarung tangan bedah yang telah diproses untuk memberikan perlindungan yang cukup bagi petugas kebersihan, petugas laundry, pekarya serta petugas yang menangani dan membuang limbah medis. B. Hal yang harus diperhatikan pada pemakaian sarung tangan Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat mengganggu keterampilan dan mudah robek. 1. Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan resiko sarung tangan robek. 2. Tarik sarung tangan ke atas manset gaun ( jika anda memakainya ) untuk melindungi pergelangan tangan. 3. Gunakan pelembab yang larut dalam air ( tidak mengandung lemak ) untuk mencegah kulit tangan kering / berkerut. 4. Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks. 5. Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit. 6. Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung. C. Hal yang harus diperhatikan pada pemakaian sarung tangan 1. Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat mengganggu keterampilan dan mudah robek 2. Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan resiko sarung tangan robek. 3. Tarik sarung tangan ke atas manset gaun ( jika anda memakainya ) untuk melindungi pergelangan tangan. 4. Gunakan pelembab yang larut dalam air ( tidak mengandung lemak ) untuk mencegah kulit tangan kering / berkerut. 5. Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks. 6. Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit. 7. Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung.

D. Reaksi alergi terhadap sarung tangan Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh berbagai petugas di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas laboratorium dan dokter gigi. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks ( nitril ) atau sarung tangan lateks rendah allergen harus digunakan, jika dicurigai terjadi alergi (reaksi alergi terhadap nitril juga terjadi, tetapi lebih jarang). Selain itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak juga direkomendasikan. Sarung tangan dengan bedak dapat menyebabkan reaksi lebih banyak, karena bedak pada sarung tangan membawa partikel leteks ke udara. Jika hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil di bawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada membran mukosa mata dan hidung. ( Garner dan HICPAC 1996 ). Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada kulit, hidung berair dan gatal – gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian yang lebih lama, sekitar 3 – 5 tahun., bahkan sampai 15 tahun ( Baumann 1992 ), meskipun pada orang yang rentan. Belum ada terapi atau desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu – satunya pilihan adalah menghindari kontak. Udara. Jika hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil di bawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada membran mukosa mata dan hidung. ( Garner dan HICPAC 1996 ). Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada kulit, hidung berair dan gatal – gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian yang lebih lama, sekitar 3 – 5 tahun, bahkan sampai 15 tahun ( Baumann 1992 ), meskipun pada orang yang rentan. Belum ada terapi atau desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu – satunya pilihan adalah menghindari kontak. 4. Masker Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut pada wajah ( jenggot ). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut. Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kassa,

kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang di buat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar ( > 5 µm ) yang tersebar melalui batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat pasien ( kurang dari 1 meter ). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar – benar menutup pas secara erat ( menempel sepenuhnya pada wajah ) sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang dihisap ( Chen dan Welleke 1992 ) dan tidak dapat direkomendasikan untuk tujuan tersebut. Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi ( Rothrock, Mc. Ewen dan Smith 2003 ) Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan. a. Masker Dengan Evensiensi Tinggi Masker dengan efisiensi tinggi

merupakan

jenis

masker

khusus

yang

direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada perawatan seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu burung atau SARS. Masker dengan efisiensi tinggi misalnya N95 melindungi dari partikel dengan ukuran ≤ 5 mikron yang di bawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan bahan penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran. Dilain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu pernafasan dan lebih mahal daripada masker bedah. Sebelum petugas memakai masker N95 perlu diadakan fit test pada setiap pemakaiannya.Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui airborne maupun droplet, seperti misalnya flu burung atau SARS, petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi. Pelindung ini merupakan perangkat N-95 yang telah disertifikasi oleh US National Institute for Occupational Safety and Health ( NIOSH ), disetujui oleh European CE, atau standard nasional / regional yang sebanding dengan standar tersebut dari Negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinggi dengan tingkat efisiensi lebih tinggi dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti khususnya N95, harus di uji pengepasannya ( fit test ) untuk menjamin bahwa perangkat tersebut pas dengan benar pada wajah pemakainya. b. Pemakaian Masker efensiensi tinggi petugas harus : i. Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah lapisan utuh dan tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang masker tersebut. Selain itu, masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong atau

terlipat pada sisi dalam masker, juga tidak dapat digunakan ii. Memeriksa tali – tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. Tali harus menempel dengan baik di semua titik sambungan. iii. Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam ( jika ada ) berada pada tempatnya dan berfungsi dengan baik. c. Fit Untuk Masker Efisiensi Tinggi Fungsi masker akan terganggu / tidak efektif, jika masker tidak dapat melekat secara sempurna pada wajah, seperti pada keadaan di bawah ini : i. Adanya janggut, cambang atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah atau adanya gagang kacamata. ii. Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian wajah masker. iii. Apabila klip hidung dari

logam dipencet, dijepit, karena akan menyebabkan

kebocoran. Ratakan klip tersebut di atas hidung setelah anda memasang masker, menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas masker. iv. Jika mungkin, dianjurkan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai masker efisiensi tinggi.

d. Kewaspadaan Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh individu yang alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk menggunakan dan mengepaskan masker dengan baik sebelum bertemu dengan pasien. 5. Alat Pelindung Mata Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata ( goggles ) plastik bening, kaca mata pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pe lindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata biasa serta masker. Ada beberapa jenis alat pelindung mata diantaranya : a. Kaca Mata Biasa ( Spectacle Gogles ) Kaca mata terutama pelindung mata dapat dengan mudah atau tanpa pelindung samping. Kaca mata dengan pelindung samping lebih banyak memberikan perlindungan. b. Gogles Mirip kacamata, tetapi lebih protektif dan lebih kuat terikat karena memakai ikat kepala. Dipakai untuk pekerjaan yang amat membahayakan bagi mata.

6. Alat Pelindung Pernafasan Ada 3 jenis alat pelindung pernafasan : 1.) Respirator yang sifatnya memurnikan udara a. Respirator yang mengandung bahan kimia i. Topeng gas dengan kamister ii. Respirator dengan cartridge b. Respirator dengan filter mekanik i. Bentuk hampir sama dengan respirator cartridge kimia, tapi udara berupa saringan / filter ii. Biasanya di gunakan pada pencegahan debu c. Respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan kimia

2.) Respirator yang dihubungkan dengan supply udara bersih. Supply udara berasal dari: a. Saluran udara bersih atau kompresor b. Alat pernafasan yang mengandung udara ( SCBA ) Biasanya berupa tabung gas yang berisi: i. Udara yang dimampatkan ii. Oksigen yang dimampatkan iii. Oksigen yang dicairkan 3.) Respirator dengan supply oksigen Biasanya berupa “ Self Breathing” yang

harus diperhatikan pada respirator jenis

tersebut di atas : a. Pemilihan yang tepat sesuai dengan jenis bahaya b. Pemakaian yang tepat c. Pemeliharaan dan pencegahan terhadap penularan penyakit 7. Topi Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selam pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot. 8. Gaun Pelindung Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui droplet / airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun

pelindung setiap memasuki ruangan

untuk

merawat

pasien

karena

ada

kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal

sarung tangan harus menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien.Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organisme. Gaun pelindung harus dianggap sebagai alat pelindung diri.

Gaun pelindung khusus untuk pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya tertentu seperti : a. Terhadap Radiasi Panas Gaun pelindung untuk radiasi panas, radiasi harus dilapisi bahan yang bisa merefleksikan panas, biasanya Alumunium dan berkilau. Bahan – bahan pakaian lain yang bersifat isolasi terhadap panas adalah : 1000⁰ C, katun, asbes (kalau sampai 500 ⁰C ).

b. Terhadap Radiasi Mengion Gaun pelindung harus dilapisi dengan timbal biasanya berupa apron. Pakaian ini sering digunakan di bagian radiologi. c. Terhadap cairan dan bahan – bahan kimia. Biasanya terbuat dari bahan plastik atau karet 9. Apron Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan. 10. Pelindung Kaki Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal. “sandal jepit“ aau sepatu yang terbuat dari bahan lunak ( kain ) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan., tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan. kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran. (Summers et.al. 1992) 11. Duk A. Peran Duk Di banyak negara duk biasanya dibuat dari linen persegi yang dijahit dari berbagai ukuran. Dipakai untuk menciptakan medan operasi di seputar suatu sayatan, membungkus instrumen dan barang – barang lainnya untuk sterilisasi, penutup meja

di ruang operasi dan membuat hangat pasien selama prosedur bedah (OR Manager 1990a\). Jenis utama duk ialah: a.) DUK KECIL / LAP Dipakai untuk mengeringkan tangan, membuat medan operasi segi – empat ( untuk ini diperlukan beberapa duk kecil ), dan membungkus instrumen kecil serta semprit. Biasanya dibuat dari kain katun lebih tebal dari pada linen lainnya, yang menjadikannya lebih tahan air. b.) DUK SEPRAI Dipakai untuk membatasi medan operasi dan menciptakan ruang kerja, maupun untuk membungkus perangkat instrumen. Biasanya dibuat dari katun ringan dan hanya memberikan sedikit perlindungan. c.) DUK BOLONG Mempunyai lobang yang bundar di tengahnya yang ditempatkan pada medan operasi yang dipersiapkan. Duk ini terutama digunakan untuk prosedur – prosedur bedah minor ( sayatan kecil ). d.) DUK PEMBUNGKUS Duk luas yang menjadi penutup meja sewaktu bungkus instrumen dibuka. Duk penutup ini harus cukup luas untuk menampung isi suatu bungkusan sewaktu di buka, dan dapat menutupi seluruh permukaan meja. B. Pemakaian Duk Untuk Operasi Bedah Duk kecil yang steril terbuat dari kain dapat ditempatkan di sekeliling sayatan bedah yang ditempatkan di sekeliling sayatan bedah yang dipersiapkan, untuk menciptakan suatu area kerja. Walaupun area ini sering disebut “ medan steril “, sesungguhnya tidak steril. Sebagaimana dipertunjukkan pada gambar, duk kain membiarkan kebasahan merembes dan membantu menyebarkan organisme dari kulit ke dalam sayatan walau setelah pembersihan area bedah dengan antiseptik. Jadi, baik tangan

yang

bersarung

tangan

(

steril

atau

didisinfeksi

tingkat

tinggi

)

maupun instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi dan barang – barang lainnya hanya menyentuh duk setelah ia diletakkan di tempatnya. Karena duk kain

tidak

efektif sebagai pembatas, duk kecil yang kering dan bersih dapat

digunakan jika duk kecil steril tidak tersedia. Cara mempersiapkan medan operasi dan memasang duknya tergantung dari jenis tindakan yang akan dilakukan.

Berikut ini panduan cara memasang duk untuk menghindari pemborosan duk steril dan penggunaan yang tidak perlu : a.) Semua duk harus ditempatkan di sekeliling area yang kering sama sekali, dan dipreparasi secara luas. b.) Kalau dipakai duk yang steril, sarung tangan steril atau didisinfeksi tingkat tinggi harus dipakai sewaktu menempatkan duk di tempatnya, ( hati – hati jangan sampai menyentuh tubuh pasien dengan tangan yang bersarung tangan ) c.) Duk harus ditangani sesedikit mungkin dan jangan sekali – sekali digosok atau dilipat. Selalu memegang duk di atas area yang harus dipasang duk, dan buang duk itu kalau jatuh ke bawah. C. Prosedur Bedah Minor (Insersi Implan Norplant atau Pengangkatannya atau Laporotomi – Mini) a.) Pakailah duk bolong sehingga sekurang – kurangnya 5 cm dari kulit terbuka disekeliling sayatan. (Kalau tidak ada duk steril, bagaimanapun, duk yang bersih dan kering dapat dipakai). b.)Tempatkan lubang duk di atas bidang insisi yang telah disiapkan dan jangan pindahkan duk steril, setelah menyentuh kulit. c.) Jika

duk

bolong

tidak

steril,

pakai

sarung

tangan

steril

atau

DTT

setelah menempatkan duk pada pasien untuk menghindari sarung tangan terkontaminasi. D. Prosedur Bedah Mayor ( Laporotomi atau Seksio Sasarea) a.) Pakai lembaran duk yang luas untuk menutupi tubuh pasien kalau diperlukan untuk membuat tubuhnya panas. Duk itu tidak perlu steril karena tidak akan dekat tempat insisi ( Belkin 1992 ). Tapi harus bersih dan kering. b.) Setelah

membersihkan

kulit

dengan

antiseptik,

tempatkan

duk

kecil

untuk mempersegikan tempat insisi ( biarkan sekurang – kurangnya 5 cm dari kulit terbuka di sekeliling sayatan). c.) Mulai dengan menempatkan duk kecil yang terdekat dengan anda untuk mengurangi kontaminasi. Dengan memegang satu sisi dari duk, biarkan sisi yang lain menyentuh kulit abdomen kira – kira 5 cm di luar tempat sayatan. Perlahan – lahan letakkan sisa duk pada abdomen. Setelah terletak pada tempatnya, jangan sekali – kali memindahkannya mendeteksi insisi. Boleh, kalau ditarik menjauhi insisi. d.) Pasang tiga duk lainnya untuk menjadikan area kerja menjadi persegi empat. e.) Pakai duk klip untuk menguatkan sudut – sudut duk kecil

E. Sewaktu Melakukan Prosedur Jangan memakai tubuh pasien atau area yang memakai duk untuk menempatkan instrumen. Menempatkan instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi di atas duk, sekalipun semula steril, akan terkontaminasi. Dengan meletakkan instrumen di atas duk, akan sukar ditemukan dan bisa menyebabkan jatuhnya instrumen dari meja operasi kalau pasien bergerak. Kalau meja instrumen ( Mayo ) tidak ada, baki plastik atau metal yang steril atau didisinfeksi tingkat tinggi dapat ditempatkan di atas duk yang menutupi pasien dan digunakan untuk menempatkan instrumen selama prosedur / tindakan. Kalau duk robek atau terpotong sewaktu prosedur / tindakan, harus ditutup dengan duk yang baru. Jangan, menempatkan duk baru di atas duk yang sudah basah. Cara ini tidak terbukti efektif untuk menciptakan pembatas ( OR Manager 1990 ) Kalau duk menjadi using dan diperlukan duk baru, usahakan duk pengganti yang memiliki benang yang rapat.

F.

Membuat Tempat Kerja Lebih Aman Di samping terbatasnya kesuksesan program pendidikan yang ditujukan kepada perubahan perilaku petugas pelayanan kesehatan dalam menggunakan PPD lainnya, perlindungan utama harus terus berlanjut menjadi focus kegiatan di masa depan. Untuk lebih sukses, usaha untuk membuat lingkungan kerja lebih aman harus diarahkan kepada semua kader petugas pelayanan kesehatan bukan hanya dokter dan perawat. Umpamanya di beberapa negara, kecuali petugas ruang operasi, petugas rumah tangga mengalami perlukaan tusukan jarum paling tinggi, disebabkan kesalahan membuang jarum bekas ke tempat sampah. Memperbaiki kepatuhan setelah usaha pendidikan dan perubahan perilaku dapat ditingkatkan kalau : a.) Ada dukungan konsisten dari administrator rumah sakit dalam usaha – usaha keamanan yang dianjurkan ( umpamanya, kekurangan yang ditemukan segera diperbaiki, praktik – praktik yang berbahaya segera dilenyapkan, dan para petugas secara aktif didorong untuk mencari solusi – solusi yang mudah dan murah. b.)Para penyelia

secara teratur

memberikan umpan balik

dan menghargai

perilaku yang tepat ( umpamanya, cuci tangan jika kontak di antara pasien ke pasien ) c.) Contoh teladan, khususnya dokter dan staf senior dan staf fakultas lainnya, secara aktif mendukung pencegahan infeksi yang dianjurkan dan menjadi contoh /

model perilaku yang tepat. ( Lipscomb dan Rosenstock 1997 ). Lagi pula, dengan membuat rekomendasi yang tepat, mudah digunakan dan dipantau akan meningkatkan kepatuhan petugas dan keamanan kerja petugas kesehatan lebih baik. Akhirnya, karena perawatan kesehatan merupakan profesi yang penting dan berguna, merupakan tanggung jawab dari semua profesi perawatan kesehatan untuk membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman untuk pasien dan para pekerjanya. V.

PEMAKAIAN APD DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN ( CARA MENGENAKAN, MENGGUNAKAN DAN MELEPAS APD) 1. Faktor – faktor Penting Yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian APD: A. Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan B. Gunakan dengan hati – hati jangan menyebarkan kontaminasi C. Lepas dan buang secara hati – hati ke tempat sampah infeksius yang telah disediakan di ruang ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan D. Segera lakukan pencucian tangan dengan 7 langkah higiene tangan 2. Penggunaan APD A. Urutan Penggunaan APD a.) Pelindung kaki b.) Apron, gaun pelindung dan topi c.) Masker d.) Kacamata atau pelindung wajah e.) Sarung tangan B. Gaun Pelindung a.) Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung. b.) Ikat di bagian belakang leher dan pinggang. C. Masker a.) Eratkan tali atau karet elastic pada bagian tengah kepala dan leher. b.) Pastikan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung. c.) Pastikan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan baik. d.) Periksa ulang pengepasan masker.

D. Kacamata Pelindung Wajah Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas. E. Sarung Tangan Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi. 3. Cara Melepas APD Kecuali masker, lepaskan APD di pintu atau di anteroom. Masker dilepaskan setelah meninggalkan ruangan pasien dan menutup pintunya. A. Urutan Melepaskan APD a.) Sarung tangan b.) Kacamata atau pelindung wajah c.) Apron, gaun pelindung dan topi d.) Masker e.) Pelindung kaki B. Sarung Tangan a.) Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi b.) Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan c.) Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang masih memakai sarung tangan d.) Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung tangan yang belum di lepas di pergelangan tangan e.) Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama f.) Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius C. Kacamata Pelindung Wajah a.) Ingatlah bahwa bagian luar kaca mata atau pelindung wajah telah terkontaminasi b.) Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kaca mata c.) Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat sampah infeksius D. Gaun Pelindung a.) Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi b.) Lepas tali c.) Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja d.) Balik gaun pelindung e.) Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau buang di tempat sampah infeksius

E. Masker a.) Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi – JANGAN SENTUH ! b.) Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas c.) Buang ke tempat sampah infeksius Semua alat pelindung diri harus di rawat sedemikian rupa sehingga alat itu tetap memberikan perlindungan yang berhasil guna. Terhadap faktor – faktor yang berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa prosedur yang cocok untuk melaporkan kerusakan pemeriksaan rutin, pembangunan perbaikan dan pembersihan harus dilaksanakan. Alat pelindung diri harus di lokasi dimana alat – alat itu kemungkinan besok akan di pakai dan di simpan baik – baik supaya tidak memburuk dan rusak. Perawatan dan kontrol terhadap alat pelindung diri penting agar fungsi alat pelindung diri tetap baik. Alat pelindung diri harus tetap dipelihara agar selalu dalam kondisi yan g baik, tetap bersih dan terawat. Pada saat tidak dipakai harus di simpan baik untuk mencegah kerusakan dan hilang. Penggunaan Alat Pelindung Diri merupakan usaha untuk mengurangi resiko secara maksimal, namun apabila pemakaian tidak tepat dapat membahayakan atau menyebabkan kecelakaan kerja. Perawatan Alat Pelindung Diri ( APD ) dilakukan dengan maksud agar semua pelindung diri tetap memberikan perlindungan yang efektif terhadap faktor – faktor yang berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk mencegah kerusakan dan hilang, sarana pelindung diri harus di simpan dengan baik sesuai dengan ketentuan.

Lampiran 1 : MANFAAT ALAT PELINDUNG DIRI (APD) ALAT PELINDUNG DIRI (APD

TERHADAP PASIEN

TERHADAP PETUGAS KESEHATAN

JAS DAN CELEMEK )

Mencegah kontak mikroorganisme dari tangan, Mencegah badan/kulit

PLASTIK

tubuh

petugas kesehatan

kontak

dan pakaian petugas kesehatan kepada pasien. Mengurangi kemungkinan terbawanya mikroorganisme dari ruang lain atau luar ruangan SEPATU PELINDUNG

dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita. Mencegah perlukaan kaki oleh benda tajam yang terkonta mi nasi atau terjepit benda berat (misalnya mencegah luka karena menginjak benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan) dan mencegah kontak dengan

Mencegah kontak

mikroorganisme pada

tangan SARUNG TANGAN

petugas kesehatan kepada pasien

Mencegah kontaktubuh tangan petugas dengan darah darah atau cairan lainnya. dan cairan tubuh penderita lainnya, selaput lendir, kulit yang tidak utuh atau alat kesehatan dan permukaan yang telah terkontaminasi. Mencegah membran mukosa petugas kesehatan

KACA MATA PELINDUNG

kontak dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita.

Mencegah

kontak

droplet

dari

mulut

dan Mencegah membran

hidung MASKER

petugas

mukosa petugas

kesehatan Kesehatan

yang

mengandung (hidung dan mulut) kontak dengan percikan darah

mikroorganisme dan terpercik saat bernapas, atau cairan tubuh penderita. bicara atau batuk kepada pasien. ALAT PELINDUNG DIRI (APD

TERHADAP PASIEN

TERHADAP PETUGAS KESEHATAN

JAS DAN CELEMEK )

Mencegah kontak mikroorganisme dari tangan, Mencegah badan/kulit

PLASTIK

tubuh

petugas kesehatan

kontak

dan pakaian petugas kesehatan kepada pasien. Mengurangi kemungkinan terbawanya mikroorganisme dari ruang lain atau luar ruangan SEPATU PELINDUNG

dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita. Mencegah perlukaan kaki oleh benda tajam yang terkonta mi nasi atau terjepit benda berat (misalnya mencegah luka karena menginjak benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan) dan mencegah kontak dengan

Mencegah kontak

mikroorganisme pada

tangan SARUNG TANGAN

petugas kesehatan kepada pasien

Mencegah kontaktubuh tangan petugas dengan darah darah atau cairan lainnya. dan cairan tubuh penderita lainnya, selaput lendir, kulit yang tidak utuh atau alat kesehatan dan permukaan yang telah terkontaminasi. Mencegah membran mukosa petugas kesehatan

KACA MATA PELINDUNG

kontak dengan percikan darah atau cairan tubuh penderita.

Mencegah

kontak

droplet

hidung MASKER

petugas

dari

mulut

dan Mencegah membran

mukosa petugas

kesehatan Kesehatan

yang

mengandung (hidung dan mulut) kontak dengan percikan darah

mikroorganisme dan terpercik saat bernapas, atau cairan tubuh penderita. bicara atau batuk kepada pasien.

BAB II

A. PENGERTIAN INFEKSI NOSOKOMIAL I.

DEFINISI Infeksi adalah adanya organisme dalam jaringan tubuh atau cairan tubuh yang disertai efek samping klinik (baik lokal atau sistemik) pada host. Infeksi harus dibedakan dengan kolonisasi, dimana adanya organisme pada kulit, dalam jaringan tubuh atau dalam cairan tubuh tetapi tanpa disertai efek samping klinik, dan peradangan, kondisi tersebut akibat dari respon jaringan terhadap injuri atau rangsangan oleh agen noninfeksius. Infeksi yang terjadi selama hospitalisasi tetapi pasien tidak infeksi atau tidak pada masa inkubasi ketika masuk rumah sakit didefinisikan sebagai nosocomial Prinsip-prinsip penting dalam mendefinisikan infeksi nosokomial adalah 1.

Informasi

yang

digunakan

untuk

menentukan

adanya

infeksi

dan

klasifikasinya

sebaiknya merupakan kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan hasil test laboratorium atau tes-tes lainnya a. Bukti klinis adanya infeksi didapat dari observasi langsung infeksi pada pasien atau dari sumber-sumber data yang lain, seperti status pasien b. Bukti laboratorium berupa hasil biakan, test deteksi antigen atau antibodi, atau visualisasi mikroskopik c. Data pendukung diambil dari pemeriksaan diagnostik yang lain seperti : sinar X d. Infeksi pada neonatus dan anak kecil, dimana manifestasi kliniknya berbeda dengan dewasa, diberlakukan kriteria khusus. 2.

Diagnosa infeksi oleh dokter yang merawat atau

dokter bedah, yang didapat dari

observasi langsung waktu pembedahan, pemeriksaan endoskopi dan prosedur diagnosa lainnya, atau juga dari pemeriksaan klinis merupakan kriteria yang dapat diterima, kecuali terdapat bukti kuat yang tidak mendukung. 3.

Tidak ada bukti atau tanda-tanda tentang infeksi atau masa inkubasi ketika masuk rumah sakit.

II.

JENIS-JENIS INFEKSI NOSOKOMIAL Berikut ini adalah infeksi-infeksi nosokomial yang dimonitor oleh tim pengendalian infeksi dengan cara surveylance.

1.

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) a.

Infeksi saluran kemih simptomatik

22

Letak infeksi

:

Saluran kemih simptomatik

Kode

: UTI-SUTI

Definisi

: ISK simptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria

2. INF

berikut ini. Kriteria 1

: Didapatkan

I

paling

sedikit

satu

dari

tanda-tanda

gejala- gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :

LU

KA

(IL

a. b. c. d. e.

Demam (>38°C) Nikuria (anyang-anyangan) Polakisuria Disuria Atau nyeri suprapubik

a.

f.

Atau biakan urin porsi tengah (midstream) > 10

OP ASI

ER O) 5

kuman

per ml urin dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies.

Sup cial

Ditemukan

inci al

EKS

dan

Kriteria 2

Kode Definisi

dua

dari

tanda-tanda

dan

gejala-

Infeksi luka operasi superfisial Salah satu dari hal-hal berikut: : SSI-(SKIN) Surgical Site Infection Superficial Incisional Site a. supra pubik demam (>38°C) b. nikuria (anyang-anyangan) : Infeksi luka operasi superfisial harus memenuhi paling c. polakuria disuria d. sedikit satu kriteria berikut ini : e. atau nyeri supra pubik

Kriteria 1 Kriteria 3

sedikit

gejala berikut tanpa adanya penyebab lain :

:

Letak infeksi :

paling

erfi

: :

dan Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 salah satu dari hal-hal sebagai berikut: hari paska bedah 1. Tes carik celup (dipstik) positif untuk lekosit esterase dan atau nitrit dan 2. Piuria (terdapat ≥ 10 leukosit per ml atau terdapat ≥ 3 leukosit per LPB dari urin yang tidak dipusing meliputikuman kulit, subkutan atau jaringan laindari diatas 3.hanya Ditemukan dengan pewarnaan gram urinfascia yang tidak dipusing 4.dan Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut menunjukkan jenis

kuman

yang

sama

(kuman

gram

negatif

atau

S.saphrophyticus) jumlah berikut > 100 :koloni kuman per ml terdapat paling sedikitdengan satu keadaan urin yang diambil dengan kateter. 5. Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen (kuman gram 1) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang 5 negatif atau S.Saphrophyticus) dengan jumlah > 10 per ml dipasang diatas fascia penderita mendapatkan pengobatan 2)padaBiakan kuman yang positif telah dari cairan yang keluar dari antimikroba yang sesuai luka atau jaringan yang diambil secara aseptik 6. Didiagnosis ISK oleh dokter yang merawat 3) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat 7. Telah mendapatkan pengobatan antimikroba yang sesuai oleh tanda peradangan kecuali jika hasil biakan dokter yang merawat. negatif (paling sedikit terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut : nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal) 4)

Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.

b. Operasi profunda/ Deep incisional Kriteria 4 : Catatan : Letak infeksi : Infeksi luka operasi profunda 1. Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium Kode : SSI-(ST) yang bisa diterima untuk ISK 2. Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi clean SSI-ST (soft tissue) diluar prosedur pembedahan NNIS cath atau kateterisasi. 3. Pada anak kecil berikut, biakan urine diambilartery dengan kateterisasi buli-buli atau CBGBharus (Coronary bypass graft termasuk aspirasi suprapubik; biakan kuman positif dari spesimen dari kantung urine tidak dapat diandalkan dan harus dipastikan dengan spesimen yang diambil secara aseptik dengan kateterisasi atau aspirasi suprapubik

sion

irisan dada dan kaki) Definisi

:

Infeksi luka operasi profunda harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini :

Kriteria

:

Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska bedah atau sampai satu tahun paska bedah (bila ada implant berupa non human derived implant yang dipasang permanen)

dan meliputi jaringan lunak yang dalam (mis lapisan fascia dan otot) dari insisi dan terdapat paling sedikit satu keadaan berikut : 1. Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan beasal dari komponen organ/rongga dari daerah pembedahan. 2. Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu dari tanda-tanda atau gejala-gejala berikut : demam (>38°C) atau nyeri lokal, terkecuali biakan insisi negatif. 3. Ditemukan abses atau bukti alain adanya infeksi yang mengenai insisi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis 4. Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi. c.

Organ / rongga

Letak infeksi :

Infeksi luka operasi organ/rongga

Kode

:

SSI- (Letak spesifik pada organ/rongga)

Definisi

:

Infeksi luka operasi organ/rongga mengenai bagian badan manapun kecuali insisi kulit, fascia, atau lapisan-lapisan otot, yang dibuka atau dimanipulasi selama pembedahan. Tempat- tempat spesifik dinyatakan pada ILO organ/rongga untuk menentukan lokasi infeksi lebih lanjut. Pada daftar dibawah

terdapat

tempat-tempat

spesifik

yang

harus

digunakan untuk membedakan ILO organ/rongga. Sebagai contoh : appensictomi yang diikuti dengan abses subdiafragmatika, yang harus dilaporkan sebagai organ ILO organ/rongga pada tempat spesifik intraabdomen (SSI-IAB)

Suatu ILO organ/rongga harus memenuhi paling kriteria berikut ini : Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan, bila tidak dipasang

implant atau

dalam

waktu satu tahun bila dipasang implant dan infeksi tampaknya

ada

hubungannya

dengan

prosedur

pembedahan. dan Kriteria

: infeksi mengenai bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit, fascia, atau lapisan-lapisan otot, yang dibuka atau dimanipulasi selama prosedur pembedahan dan terdapat paling sed ikit satu keadaan berikut : 5)

Drainage Purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk ke dalam organ/rongga

6)

Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptik dari cairan atau jaringan dari dalam organ atau ruangan

7)

Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai organ/rongga yang ditemukan pada pemeriksaan langsung waktu pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis.

8) 3.

Dokter menyatakan sebagai ILO organ/rongga.

PNEUMONIA

Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah (ISPB) Letak infeksi : pneumonia Kode : Definisi

PNEU-PNEU :

Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini : Pada pemeriksaan fisik terdapat ronkhi basah atau pekak (dullness) pada perkusi,

Kriteria 1

:

dan salah satu diantara keadaan berikut : 1)

Timbul

perubahan

baru

berupa sputum

purulen

atau terjadi perubahan sifat sputum 2)

Isolasi kuman positif pada biakan darah

3)

Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes, sikatan/cucian bronkhus atau biopsi

Foto

thorax

menunjukkan

adanya infiltrat,

kavitas, efusi pleura baru atau progresif. Kriteria 2

:

dan

konsolidasi,

salah satu diantara keadaan berikut: 1. Timbul

perubahan

baru

berupa sputum

atau terjadi perubahan sifat sputum 2. Isolasi kuman positif pada biakan darah 3. Isolasi kuman patogen positif dari

purulen

aspirasi trakes,

sikatan/cucian bronkhus atau biopsy 4. Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas, 5. Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 X lipat dalam 2 kali pemeriksaan 6. Terdapat tanda-tanda

pneumonia

pada

pemeriksaan

histopatologis Pasien berumur ≤ 1 tahun didapatkan dua diantara keadaan berikut : i. apnea ii. takipnea iii. bradikardaia iv. mengi (wheezing) v. ronkhi basah vi. atau batuk dan paling sedikit satu diantara keadaan berikut : 1. Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat, 2. Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum 3. Isolasi kuman positif pada biakan darah 4. Isolasi kuman patogen positif dari Kriteria 3

:

aspirasi trakes,

sikatan/cucian bronkhus atau biopsy 5. Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas 6. Terdapat tanda-tanda

pneumonia

pada

pemeriksaan

histopatologis Gambaran radiologi torak serial pada penderita umur ≥ 1 tahun menunjukkan infiltrat baru atau progresif, konolidasi, kavitasi atau efusi pleura, dan paling sedikit satu diantara keadaan berikut : 1. Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat, 2. Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum 3. Isolasi kuman positif pada biakan darah 4. Isolasi kuman patogen positif dari

aspirasi

trakes, sikatan/cucian bronkhus atau biopsi 5. Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen Kriteria 4

:

virus dalam sekresi saluran nafas 6. Terdapat tanda-tanda pneumonia pemeriksaan histopatologis

pada

Catatan : a. Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis pneumonia tetapi mungkin membantu mengidentifikasi kuman etiologik dan memberikan data seseptabilitas antimikrobial. b. Penemuan dari pemeriksaan sinar x dada serial mungkin lebih membantu dari pada pemeriksaan tunggal. 4. INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) Letak infeksi : Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) atau Laboratory Confirmed Bloodstream

Infection

Kode

:

(LCBI) BSI – LCBI

Definisi

:

Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Terdapat kuman pathogen yang dikenal dari satu kali atau lebih biakan darah

Kriteria 1

: dan biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi di tempat lain. Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :

Kriteria 2

:

-

demam

-

menggigil

-

hipotensi

dan paling sedikit satu dari berikut : 1)

Kontaminasi kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus sp., porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci atau micrococci) ditemukan dari dua kali lebih biakan darah yang diambil dari waktu yang berbeda

2)

Kontaminan kulit biasa (mis. DiptheroidsBacillus sp., porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci atau micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari pasien dengan saluran intravaskuler, dan dokter memberikan terapi antimikrobial yang sesuai.

3)

Tes antigen positif pada darah (mis. H. Influenza, S. Pneumoniae, N. Meningiditis atau group B Streptococcus)

dan tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif yang tidak berhubungan dengan suatu infeksi di

tempat lain. Pasien berumur ≥ 1 tahun dengan paling sedikit satu tanda-tanda dan gejala-gejala sebagai berikut : i. ii. iii. iv.

demam (> 38 ° C) hipotermi (< 37 ° C) apnea atau bradicardi

dan 1. Kontaminasi kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus sp., porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci atau micrococci) ditemukan dari dua kali lebih biakan darah yang diambil dari waktu yang berbeda 2. Kontaminan kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus sp., porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci atau micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari pasien dengan saluran intravaskuler, dan dokter memberikan terapi antimikrobial yang sesuai. 3. Tes antigen positif pada darah (mis. H. Influenza, S. Pneumoniae, N. Meningiditis atau group B Streptococcus) dan tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang Kriteria 3

5.

:

positif tidak berhubungan dengan satu infeksi di tempat lain.

SEPSIS KLINIS (CLINICAL SEPSIS)

Letak infeksi : Kode :

Sepsis klinis BSI-CSEP

Definisi

Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu dari

:

kriteria berikut : Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain

Kriteria 1

1. Suhu > 38° C, bertahan minimal 24 jam dengan atau

:

tanpa pemeberian antipiretika 2. Hipotensi (sistolik ≥ 90 mmHg) 3. Oliguri dengan jumlah urin (< 20 ml/jam atau < 4. 0,5 cc/kgBB/jam) dan semua gejala/tanda yang disebutkan dibawah ini : 1) Biakan darah tidak dilakukan atau tidak ditemukan kuman atau antigen dalam darah. 2) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi ditempat lain 3) Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis. Ditemukan sedikit

pada

pasien

berumur

1

tahun

paling

satu gejala/tanda berikut tanpa diketahui ada

penyebab yang lain: i. ii. iii. iv.

demam (>38° C) Hipotermia (<37° C) Apnea Atau bradikardia < 100 X/menit

dan

Kriteria 2 :

semua gejala/tanda di bawah ini : 1) biakan darah tidak dilakukan

atau

tidak

diketemukan kuman atau antigen dalam darah 2) tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain 3) diberikan terapi antimikroba sesuai dengan sepsis.

6.

INFEKSI ARTERIAL ATAU VENOUS

Letak infeksi

:

Kode

:

Arterial atau venous CVS-VASC Infeksi arterial atau venous harus memenuhi paling sedikit

Definisi

:

satu kriteria berikut: Biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan

Kriteria 1

:

kuman dari biakan darah.

Pasien menderita paling sedikit satu dari tanda-tanda dan Kriteria 2

:

gejala- gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya : i. ii. iii. iv.

demam (>38° C) nyeri eritema atau hangat pada daerah yang terkena

dan Kriteria 3

:

lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula

intravaskuler

dengan

menggunakan

metode

pembiakan semikuantitatif

dan Kriteria 4

:

biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari biakan darah. Pasien menderita drainase purulen pada daerah vaskuler yang terkena dan

Kriteria 5

:

biakan darah tidak dilakukan atau didapatkan kuman dari biakan darah.

Pasien berumur ≥ 1 tahun menderita paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya : -

demam (>38° C)

-

Hipotermia (<37° C)

-

Apnea

-

Atau bradikardia < 100 X/menit

-

Letargi

-

Atau nyeri pada daerah vaskuler yang terkena

dan lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan semikuantitatif

dan

biakan darah tidak dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari biakan darah.

7.

GASTROENTRITIS

Letak infeksi : Kode : Definisi

Kriteria 1

:

:

Gastroentritis

GI-GE

Gastroentritis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :

Pasien mendapat serangan akut diare (berak cair selama lebih dari 12 jam) dengan atau tanpa muntah atau demam (>38° C) dan tampaknya penyebab bukan noninfeksius (mis. Tes diagnostik, regimen terapeutik, eksaserbasi akut dari keadaan kronis, atau stres psikologis).

Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab yang lainnya :

Kriteria 2

:

dan -

nausea (mual)

-

muntah

-

nyeri perut

-

atau sakit kepala

paling sedikit satu dari berikut : 1)

Terdapat kuman patogenik enterik pada biakan kotoran (stool) atau hapusan rektum

2)

Kuman patogen enterik diketemukan pada mikroskop rutin atau elektron

3)

Kuman patogen enterik dideteksi dengan nassay antigen atau antibodi dari darah atau feses.

4)

Terdapat

bukti

adanya

kuman

enterik

patogen

yang

dideteksi dari perubahan sitopatik pada biakan jaringan (toxin assay) 5)

Kenaikan titer diagnostik single antibody (IgM0 sebanyak empat kali pada paired sera (IgG) untuk kuman patogen

Untuk neonatus Dikatakan menderita gastroentritis apabila : 1)

Hipertermi suhu > 38 °C, rektal atau hipotermi suhu < 37 ° , rektal

2)

Kembung

3)

Bising usus meningkat atau menurun

4)

Muntah

5)

Pemeriksaan

tinja

mikroskopis

ditemukan

pandang, eritrosit > 2 per lapang pandang besar.

>

5

perlapang

8.

EPISIOTOMI

Letak infeksi : Kode : Definisi

Kriteria 1

:

Kriteria 2

:

:

Episiotomi

REPR-EPIS

Infeksi episiotomi harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :

Pasien paska partus per vaginam mengalami drainase purulen dari episiotomi

Pasien paska partus per vaginam mengalami abses pada episiotomi

9.

VAGINAL CUFF

Letak infeksi : Kode : Definisi

Kriteria 1

:

Kriteria 2

: Kriteria 3

:

:

Vaginal cuff

REPR-VCUF

Infeksi vaginal cuff harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :

Pasien paska hysterectomy mengalami drainase purulen dari vaginal cuff

Pasien paska histerektomi mengalami abses pada episiotomi

Ditemukan kuman patogen pada biakan yang diambil dari cairan atau jaringan dari vaginal cuff

10. ULCUS DECUBITUS

Letak infeksi : Kode : Definisi

Kriteria

:

:

Decubitus ulcer, termasuk superfisial dan profunda (dalam) DECU Infeksi decubitus harus memenuhiharus memenuhi kriteria berikut :

Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa diketahui ada penyebab lain :

dan -

kemerahan

-

nyeri tekan

-

atau bengkak pada pinggir luka dekubitus

paling sedikit satu dari berikut : 1)

Kuman dari biakan cairan atau jaringan yang diambil secara benar (lihat bawah)

2)

Kuman dari biakan darah

11. LUKA BAKAR

Letak infeksi : Kode : Definisi

Kriteria 1

:

:

Luka bakar (burn) SST-BURN Infeksi luka bakar harus memenuhi

harus memenuhi paling

sedikit satu dari kriteria berikut :

Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter luka bakar, seperti pemisahan eschar yang cepat, atau eschar menjadi coklat gelap atau hitam atau perubahan warna (discolorisation) yang hebat atau edema pada perbatasan luka

dan pemeriksaan histologis dari biopsi luka bakar menunjukkan invasi kuman ke dalam jaringan berdekatan yang sehat

Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter luka bakar, seperti pemisahan eschar yang cepat, atau eschar menjadi coklat gelap atau hitam atau perubahan warna (discolorisation) yang hebat atau edema pada perbatasan luka

dan paling sedikit satu dari berikut ini : 1)

Terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat infeksi lain.

2)

Dapat diisolasi virus herples simplex, identifikasi histologis dari

inclusions

microscopy)

dengan

atau

tempat

cara

mikroskopi

partikel-partikel

cahaya virus

(light

dengan

mikroskop elektron dari biopsi kerokan lesi.

Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa diketahui ada penyebab lainnya: -

demam (>38° C)

-

Hipotermia (<36° C)

-

Hipotensi

-

Oliguria (< 20 ml /jam)

-

Hiperglikemia

dengan

diet

karbohidrat

pada

level

yang

sebelumnya dapat ditolerir dengan mental confusion

dan paling sedikit satu dari berikut ini : 1)

terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat infeksi lain

2) 3)

kuman dari biakan darah dapat diisolasi virus herpes simplex, identifikasi histologis dari inclusions dengan cara mikroskopi cahaya (light microscopy)

atau

tempat

partikel-partikel

mikroskop elektron dari biopsi kerokan lesi.

virus

dengan

Referensi : DepKes RI DirJen Pelayanan medik, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial. Jakarta

B. SURVEILANS

I.

PENDAHULUAN Kegiatan surveilans merupakan komponen penunjang penting dalam program pengendalian infeksi nosokomial. Hasil dari surveilans dapat menjadi dasar dalam membuat perencanaan dan merupakan tolak ukur keefektifan program pengendalian infeksi nosokomial. Kegiatan surveilans akan dilaksanakan oleh Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial untuk mengukur insiden infeksi nosokomial dan melakukan tindakan untuk mengurangi angka insiden tersebut jika memungkinkan. Pengumpulan data akan dilakukan oleh seorang IPCN (surveyor) yang telah ditunjuk untuk melakukan pengamatan terhadap kejadian infeksi nosokomial pada periode-periode tertentu. Adapun kegiatan surveylans yang akan dilakukan adalah 1. Infeksi Luka Operasi 2. Infeksi Luka Infus atau phlebitis 3. Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine 4. Pneumonia akibat pemasangan ventilator 5. Pola Kuman

II.

TUJUAN 1. Memperoleh data dasar yaitu tingkat endemisitas infeksi nosokomial 2. Sebagai system kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa (KLB) 3.

Memenuhi standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis yang dapat dipakai sebagai sarana meningkatkan mutu pelayanan

4. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi nosokomial

III.

DEFINISI OPERASIONAL

1.

Infeksi luka operasi superficial incisional (ILO Superficial incisional) untuk operasi bersih

Definisi

:

Kriteria 1

:

Infeksi luka operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini :

Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska bedah

dan hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia

dan terdapat paling sedikit satu keadaan berikut : 5)

Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia

6)

Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang diambil secara aseptik

7)

Sengaja

dibuka

oleh

dokter

karena

terdapat

tanda peradangan kecuali jika hasil

biakan negatif (paling sedikit terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut : nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal) 8)

Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.

2. Infeksi Luka Infus atau phlebitis Kolonisasi pada kateter – intra venous: Ditemukan  15 koloni (semikuantitatif kultur) atau  10.000 (kuantitatif kultur) dari proximal atau distal kateter, dengan tidak ditemukan gejala-gejala klinik. Infeksi tempat penusukan infus: Eritema, bengkak, keras, atau pus diantara 2 cm dari lokasi penusukan. Infeksi berkantong : Eritema dan nekrosis kulit sepanjang cateter (vasofix) atau ada exudates purulen dari subkutan. Infeksi tunnel : Eritema, keras dan bengkak diatas kateter dan > 2 cm dari lokasi penusukan

3. Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine Definisi

:

Kriteria 1

:

ISK asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini

Pasien pernah memakai kateter urin dalam waktu 7 hari sebelum biakan urin Dan Ditemukan bakteri dari pemeriksaan Urine Lengkap (Sebelum bisa

dilakukan kultur)

ditemukan dalam biakan urin > 10

5

kuman per ml urin dengan jenis kuman

maksimal 2 spesies Dan tidak terdapat gejala-gejala atau keluhan demam, suhu

(>38°C), nikuria

(anyang-anyangan), polakisuria, disuria, dan nyeri suprapubik

4. Pneumonia akibat pemasangan ventilator Definisi

:

Kriteria 1

:

Kriteria 2

:

Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini :

Pada pemeriksaan fisik terdapat ronkhi basah atau pekak (dullness) pada perkusi, dan salah satu diantara keadaan berikut : 4)

Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum

5)

Isolasi kuman positif pada biakan darah

6)

Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes, sikatan/cucian bronkhus atau biopsi

Foto thorax menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitas, efusi pleura baru atau progresif. dan salah satu diantara keadaan berikut: 1)

Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum

2)

Isolasi kuman positif pada biakan darah

3)

Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes, sikatan/cucian bronkhus atau biopsi

4)

Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas,

5)

Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 X lipat dalam 2 kali pemeriksaan

6)

Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologis

(Sebelum bisa dilakukan kultur diagnosis pneumonia berdasarkan perub sputum, foto thorax dan tanda klinis infeksi)

Pasien berumur ≤ 1 tahun didapatkan dua diantara keadaan berikut : -

apnea

-

takipnea

-

bradikardaia

-

mengi (wheezing)

-

ronkhi basah

Kriteria 3

:

Kriteria 4 -

:

atau batuk

dan paling sedikit satu diantara keadaan berikut : 7) 8) 9)

Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat, Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum Isolasi kuman positif pada biakan darah

10) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes, sikatan/cucian bronkhus atau biopsi 11)

Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas

12) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologis

Gambaran radiologi torak serial pada penderita umur ≥ 1 tahun menunjukkan infiltrat baru atau progresif, konolidasi, kavitasi atau efusi pleura, dan paling sedikit satu diantara keadaan berikut : 7)

Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,

8)

Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi

perubahan sifat sputum 9)

Isolasi kuman positif pada biakan darah

10) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes, sikatan/cucian bronkhus atau biopsi 11)

Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran nafas

12) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi (Sebelum bisa dilakukan kultur diagnosis pneumonia berdasarkan perub sputum, foto thorax dan tanda klinis infeksi)

5. Pola kuman & resistensinya dan Antibiotik 6. Rekapitulasi pemeriksaan hasil kultur positif dari laboratorium

IV.

METODE Metode surveilans yang akan dilaksanakan adalah surveilans infeksi nosokomial periodic dan surveilans komprehensif. Surveilans Infeksi Luka Operasi, Infeksi Luka Infus atau phlebitis, Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine dan Pneumonia akibat pemasangan ventilator merupakan surveilans

terbatas & periodic sedangkan surveilans

pola kuman & resistensinya dan antibiotik merupakan surveilans komprehensif. Surveilans periodik & komperhensif akan dilaksanakan setiap bulan selama 1 tahun

V.

PROSEDUR PELAKSANAAN SURVEILANS 1. Surveilans terbatas dan periodic 1) Menentukan perawat yang akan melakukan surveilans berdasarkan kesepakatan bersama 2) Melatih perawat yang akan melakukan surveilans jika perawat tersebut belum mendapatkan pelatihan 3) Perawat yang telah dilatih melakukan surveilans di setiap unit IRNA selama empat minggu 4) IPCN memasukkan data-data, mengolah data dan menganalisa data yang telah terkumpul dengan lengkap 5) IPCN membuat laporan hasil surveilans yang akan diberikan kepada ketua Komite PPI dan unit yang terkait 2. Surveilans komprehensif 1)

Analis bagian mikrobiologi membuat laporan rekapitulasi pola kuman dan resistensinya setiap 6 bulan sekali

2) Ketua Tim Dalin mengolah data dan menganalisa tentang pola kuman dan penggunaan antibiotik setiap akhir tahun 3) Ketua Tim Dalin membuat laporan tentang Peta Pola kuman yang akan diberikan kepada Direktur Referensi :

DepKes RI DirJen Pelayanan Medik, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Jakarta.

C. CUCI TANGAN

Cuci tangan merupakan prosedur yang paling penting dalam pengendalian infeksi nosokomial. Setiap petugas kesehatan Rumah Sakit Baptis Batu wajib mencuci tangan sesuai dengan kebijakan pengendalian infeksi nosokomial yang berlaku dan petunjuk dibawah ini untuk

mencegah penyebaran infeksi ke pasien dan petugas . I.

PERHATIAN 1)

Frekuensi dan metode cuci tangan yang digunakan sangat bervariasi sesuai dengan unit kerja dan tugas-tugas yang dilakukan.

2)

Sabun non antimikroba atau sabun dengan antimikroba kosentrasi kecil cukup untuk cuci tangan biasa.

3)

Sabun antiseptik diperlukan untuk cuci tangan sebelum melakukan prosedur invasive,

ketika tangan terkontaminasi dan selama terjadi kejadian luar biasa.

4)

Cincin, jam tangan harus dilepas ketika akan cuci tangan

5)

Kedua tangan harus dibilas dan dikeringkan setelah dicuci.

6)

Alcohol hand gel atau alcohol hand rub tersedia diseluruh ruangan dan dapat digunakan sebagai pengganti cuci tangan. Tekan pompa dispenser satu kali (2-3ml) Alcohol hand gel atau alcohol hand rub dan gosokkan merata keseluruh bagian tangan. Alcohol hand gel atau alcohol hand rub tidak dapat digunakan jika tangan terlihat kotor.

7)

Dispenser sabun cair

yang telah kosong tidak diperbolehkan langsung ditambahkan

sabun cair kedalamnya tanpa dicuci bersih dispenser tersebut. 8)

II.

Kutek dan kuku imitasi tidak diijinkan untuk dipergunakan.

JENIS-JENIS CUCI TANGAN 1) CUCI TANGAN BIASA (15 DETIK ) a. Cuci tangan dengan menggunakan sabun non antimikroba atau mengandung antimikroba dengan kosentrasi sangat rendah. b. Cuci tangan biasa dilakukan jika : tangan terlihat kotor atau terkontaminasi cairan tubuh, sebelum makan dan setelah dari kamar mandi/toilet, terpapar bacillus anthracis (suspect maupun confirm) c. Cara mencuci tangan biasa dapat dilihat pada SOP cuci tangan biasa.

2) CUCI TANGAN ANTISEPTIK Sabun antiseptik atau alcohol hand rub dapat digunakan untuk mencuci tangan pada kondisi kondisi dibawah ini : a. Sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien b.

Sebelum menggunakan sarung tangan steril untuk melakukan pemasangan CVC (Central

Venus Catheter) c. Sebelum melakukan pemasangan kateter urine, kanulasi intravena (pasang infus), atau tindakan invasive lainnya yang tidak memerlukan tindakan bedah. d.

Setelah kontak dengan kulit pasien yang utuh seperti mengukur tekanan darah, nadi, suhu, membantu pasien mobilisasi, membantu memiringkan pasien.

e.

Setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit tak utuh (luka), perawatan luka.

f.

Jika akan pindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh yang bersih.

g. Setelah kontak dengan peralatan yang dipergunakan pasien. h. i.

Setelah melepas sarung tangan.

Sebelum makan dan setelah dari toilet

3) CUCI TANGAN BEDAH (2-6 menit) a. Menggunakan sabun antiseptik b.

Jika menggunakan alcohol based surgical hand scrub dengan produk persistent activity maka harus mengikuti petunjuk pabrik. Sebelum menggunakannya harus cuci tangan dengan sabun non antiseptik dan air .

Referensi :

CDC- MMWR, October 25 DC.

th

2002. Guidelines for Hand Hygiene in Health Care Setting. Washington

D. PENCEGAHAN INFEKSI PADA

INTRAVENA

KATETER

PERIFER

I.

LATAR BELAKANG Intravaskular kateter merupakan tindakan pengobatan yang tidak dapat dipisahkan dalam praktek kedokteran di jaman modern ini, khususnya di ruangan Intensive Care Unit (ICU). Meskipun banyak kateter telah dibuat khusus untuk akses vaskuler, tetapi pasienpasien yang menggunakannya tetap mempunyai resiko terkena infeksi baik lokal maupun sistemik. Kondisi ini disebabkan oleh telah rusaknya

barier atau pertahanan tubuh akibat

pemasangan kateter intravena tersebut sehingga mudah sekali mikroorganisme masuk kedalam tubuh. Di Rumah Sakit Baptis Batu sebagai pemberi pelayanan, > 90 % pasien/hari menggunakan kateter intravena, dan masih ditemukan ILI pada pasien yang terpasang kateter IV Perifer.

II. PENCEGAHAN 1) Petugas Pemasangan infus merupakan salah satu tindakan invasive yang merusak pertahanan tubuh manusia sehingga pemasangan infus ini dapat menjadi salah satu pintu masuknya kuman dan pasien beresiko terkena infeksi nosokomial. Oleh karena itu setiap petugas kesehatan yang

akan

memasang

infus

mempunyai

tanggung

jawab

melaksanakan kebijakan-

kebijakan dibawah ini untuk mencegah infeksi luka infuse dan petugas harus terlatih/sudah mengikuti pelatihan pemasangan intravena kateter. 2) Survey 1.

Daerah penusukan harus dimonitor baik visual maupun palpasi secara rutin dengan form (PIVAS/perifer intravenous Assessment Score) setiap shift.

2.

Setiap

pemasangan

kanul

intravena

dengan

skor

PIVAS

2

atau

lebih

harus

didokumentasikan atau di dicatat pada catatan klinik pasien : a. Formulir Lembar Pengumpul Data Pemakaian alat Kesehatan pada bagian Pemakian Intravena Kateter Perifer b.

Tindakan yang dilakukan seperti melepas dan mengganti lokasi, menginformasikan ke dokter, melakukan treatment.

3. Beri tanggal dan waktu pemasangan pada penutup (cover) daerah insersi. 4.

Infection Prevention Control Link Nurse (IPCLN) dan penanggung jawab pasien yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan audit PIVAS pasien tiap shift

5. Tidak perlu dilakukan kultur kanul dari intravena secara rutin 6.

Survey angka infeksi luka infus harus dilakukan untuk menentukan rata-rata infeksi memonitor angka standar dan untuk membantu mengidentifikasi penyebab dari infeksi ini

3) Cuci tangan Cuci tangan sebelum dan setelah : melakukan penusukan, palpasi daerah penusukan, memperbaiki posisi, mengganti balutan atau penutup. 4) Teknik aseptik 1. Aseptik teknik harus digunakan saat memasang atau merawat infus 2. Tidak diperkenankan melakukan palpasi daerah penusukkan setelah didesinfeksi 3.

Gunakan sarung tangan bersih saat memasang infus pada vena perifer atau mengganti balutan atau penutup insersi.

5) Lokasi penusukan Antiseptik kulit 1. Desinfeksi kulit atau lokasi penusukan dengan alcohol swab 70% atau betadine solution 10

%

sebelum

melakukan

penusukan.

Penusukkan

dilakukan

jika

alcohol

sudah

mengering dengan sendirinya 2. Jika menggunakan betadin maka penusukkan dilakukan setelah 2 menit Penutup/fiksasi kateter intravena 1. Penutup yang digunakan harus steril, transparan dan semipermeabble 2.

Jika pasien diaporesis, atau daerah penusukan terjadi perdarahan maka kasa steril dapat dipergunakan sebelum penutup transparan.

3.

Jika penutup tampak kotor, basah atau terdapat rembesan cairan tubuh atau darah maka penutup harus diganti baik kasa (jika digunakan) maupun transparan tip.

4. Tidak diperkenankan menggunakan salep antibotik topical atau salep antiseptik pada daerah penusukan karena dapat mendorong timbulnya jamur dan resistensi antibiotik. 5. Daerah penusukan tidak boleh kena air. Mandi di shower diperbolehkan jika yakin bahwa penutup yang dipakai dapat melindungi dari masuknya air kedaerah penusukan. Penggantian dan pemilihan lokasi 1.

Pada orang dewasa, gunakan extremitas atas dari pada ekstremitas bawah. Ekstremitas bawah merupakan pilihan yang terakhir

2. Pada bayi : punggung tangan, bagian dorsal kaki, atau scalp. 3. Gunakan vena besar pada pemasangan infus dengan cairan Hypertonik ( Hypertonic memiliki osmilaritas diatas 375 Osm/liter ). 4. Pada penggunaan cairan infus Hypertonis yang lama sebaiknya di berikan melalui Central lines. 5. Gunakan Ukuran nomer IV kateter perifer yang lebih kecil dari ukuran lumen vena.

6. Tidak diperkenankan melakukan pemasangan vena kanulasi jika sudah 2 X tak berhasil. 7. Cabut infus secepat mungkin setelah tidak digunakan lagi atau jika score PIVAS 2. 8. Bagi pasien dewasa, kanul intravena harus diganti maksimal 48 jam dan pada anak-anak setiap 72 jam setelah insersi untuk mencegah phlebitis tetapi jika akses vena sulit & terbatas (seperti pada bayi & anak-anak atau lansia) penggantian lokasi tidak perlu dilakukan. Namun harus dimonitor PIVAS secara ketat dan jika score  2 harus dicabut segera.

9.

Pada kondisi emergency, dimana kemungkinan teknik aseptic tidak diterapkan dengan baik maka kanul intravena harus diganti secepat mungkin setelah kondisi pasien stabil dan tidak lebih dari 48 jam.

10. Tidak dianjurkan untuk mengganti kanul intravena secara rutin pada pasien-pasien dengan bakterimia atau fungemic jika yakin bahwa infeksi bukan berasal dari kanul. 6) Infus set dan cairan parenteral 1.

Set infus, three way atau peralatan disposible lainnya harus diganti tiap 3 hari sekali,atau bila dicurigai terinfeksi.

2.

Blood set, dan infus set untuk pemberian lipid (yang dikombinasikan dengan asam amino dan glucose atau terpisah) harus diganti setiap 24 jam dari awal pemakaian.

3. Usahakan

pemberian

lipid

(parenteral

nutrisi)

maksimal

habis

dalam

24

jam/plabot/botol 4. Usahakan pemberian darah atau produk darah maksimal habis dalam 4 jam/kantong. 5.

Pertahankan sistem tertutup,tidak melakukan tindakan melepas dan atau memasang slang Infus ataupun stopper/plug setiap saat.

6. Bila slang infus atau stopper/plug dilepas dari IV kateter maka ganti dengan yang baru bila akan dipasang ke pasien kembali. 7.

Gunakan slang infus sesuai dengan jenis cairan parenteral yang diberikan kepada pasien, Blood set infusion digunakan pada pasien yang akan mendapatkan transfusi darah sedangkan untuk jenis cairan parenteral biasa gunakan set infusion .

8.

Hindari penggunaan jarum pembebas udara yang tidak steril untuk botol infus tertentu yang membutuhkan pembebas udara, sebaiknya gunakan infusion set yang memiliki fasilitas pembebas udara.

7) Port injeksi 1. Port injeksi harus didisenfeksi dengan alcohol 70% sebelum dipergunakan. 2. Penutup port injeksi harus dalam keadaan tertutup

III.

Pencampuran cairan intravena 1.

Usahakan menggunakan single dose vial untuk pemberian terapi intravena, jika tidak memungkinkan ikuti petunjuk dari pabrik obat tersebut.

2.

Pada penggunaan jenis Antibiotik yang memiliki pH 5 sampai 10 dilarutkan dalam 100 cc cairan aquadest atau normal saline , sedangkan pH 3.5 sampai 6 dilarutkan dalam 150 cc cairan aquadest atau normal saline. Lihat table pencampuran pada penggunaan antibiotik

3. Tidak diperkenankan menggunakan kembali sisa cairan dari single use vial. 4. Ketika melakukan pencampuran, prinsip kesterilan harus diperhatikan 5. Jika multidose vial yang dipergunakan : a.

Masukkan kedalam frizer sisa obat dari multidose vial jika direkomendasikan oleh

pabrik obat tersebut b. Desinfeksi dengan alcohol 70% multidose vial yang akan dipergunakan kembali.

Tabel 1.1 PELARUTAN PADA PEMBERIAN OBAT IV

Obat

pH Range

Amikacin (Amikin)

Min imallarutan(mL)

4.5

150

Amphotericin B (Fungizole)

5-7

100

Cimetidine (Tagamet) Doxycycline (Vibramycin)

3.8-6 2.6

150 200

Dopamine (Dopast)

3.0-4.5

Cefazolin (Ancef)

200

4.5-5.5

Gentamicin (Garamycin)

150

3.0-5.5

Morphine

3.-6.0

Nafcillin (Unipen)

6.0-6.5

Norepinephrine (Levophed)

150 150 100

3.0-4.5

200

Sumber : Harrigan,C.A (1984).A cost-effective guide for prevention of chemical phlebitis caused by the pH of pharmaceutical agents. Journal if Intravenous Nursing,7,478-482.

Tabel 2.1 PEMILIHAN UKURAN VENA DAN LOKASI SESUAI DENGAN APLIKASINYA

Ukuran

No IV

2.0

14 G

1.7

16 G1.7

Lokasi pemasangan

Aplikasi

Transfusi cepat seluruh darah hanya

Cephalica atas

Transfusi

cepat

seluruh

darah

komponen darah dalam situasi darurat

atau

Cephalica

Pasien yang dioperasi dan pasien lain yang mendapatkan componen darah atau cairan

Assesori Cephalica

dalam volume besar serta pasien yang mendapat infus epidural

Basilica 1.2

18 G Median

1.0

20 G

Digital

Pasien yang mendapat 2-3 liter cairan per

Metacarpal

hari dan

Cephalica Digital

lewat intravena yang dapat menyebabkan

mendapat

pengobatan

sering

Metacarpal Cephalica

Pasien yang mendapatkan hidrasi intravena

Basilica

atau pengobatan intravena ; pasien onkologi

Assesori cephalica

; dewasa

Median Dengan vena kecil

antebrachial 0.8

22 G

Median

basilio

Median Cubital 0.6

24 G

Pasien

pediatrik

;

bayi

atau

manula

terutama dengan kondisi vena yang rapuh Table.2.3 PEMILIHAN POSISI PEMASANGAN IV KATETER PADA VENA SUPERFICIAL PADA DORSUM TANGAN

Ukuran IV Vena

Lokas 20-22 kanula

Pertimbanga Gunakan spalk dari spatel lidah untuk fiksasi untuk cairan isotonik tanpa tambahan obat

Lateral Digital

dan

lain karena resiko inflitrasi

dorsal pada jari tangan Dorsum

Baik untuk awal therapy,biasanya mudah terlihat

Metacar pada tangan pal

20-22 kanula punggung tangan

Hindari penggunaan infus antibiotik,potassium chloride atau agen khemotherapy

Tabel 2.4 PEMILIHAN POSISI PEMASANGAN IV KATETER PADA VENA SUPERFICIAL LENGAN

Vena

Lokas

Ukuran

Pertimbanga

i

IV

n

kanula

Vena

besar,mudah

untuk

akses,pertama

gunakan Radial Cephalica

lengan bawah

dari

bagian ujung dan bagian atas untuk 20 - 22

therapy jangka panjang.

mudah mengiritasi

Ulnar pada

lokasi yang sulit untuk pemasangan

lengan bawah vena Basilic

dan

sampai

18-22 kanula

besar,palpasi

mudah,tapi

mudah

bergerak

pada tulang

cabang

dari

distabilkan, kemungkinan sulit palpasi krn jumlah jaringan lemak.

Radial

pada

aspek lengan atas bawah siku

16 - 20 kanula Sulit terlihat,sangat bait untuk (psn cenderung menarik Infus)pasien gelisah

Cephalic a lengan bawah Median

bagian dalam

antebrachia l

Median basilic

18-22 kanula

Banyak syarafterjadi dan harus dihindari inflitrasi terdapat sering mudah

18-22 kanula

tempat yang baik untuk IV Therapy

18-22 kanula

tempat yang baik untuk IV Therapy

Ulnar pada lengan Radial dari lengan;melewat i diatas arteri brachial

Median

pada

Cubital

lokasi daerah lekukan antecubital

semua ukuran Untuk pengambilan pemeriksaan darah ,dan

siku

khusus

khusus kasus

16-18 digunaka n pada

emergensi.Tepat

midline

bidai.Bila digunakan untuk emergency segera difiksasi dengan

catheters dan

lepas

pheripherally Antecubital

inserted selama 24 jam. central

tidk

nyaman,sulit

untuk

catheter Refference : Manual of IV Therapeutics,second edition, Lynn Dianne Phillips,1997

PENCEGAHAN

DAN

PAPARAN

PENANGANAN

PADA

TENAGA

KESEHATAN

I.

Definisi : 1.

Staf atau tenaga kesehatan adalah : Seseorang (seperti POS, Perawat, dokter, petugas laboratorium, phisiotherapis) yang bekerja sebagai pemberi pelayanan kesehatan langsung kepada pasien (kontak dengan pasien , darah dan cairan tubuh pasien) di Rumah Sakit Baptis Batu

2.

Paparan adalah : Suatu kondisi dimana staff mempunyai resiko terkena infeksi akibat kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien saat staff sedang bekerja sehingga memerlukan tindak lanjut untuk profilaxis paska paparan ( jenis paparan yang beresiko terinfeksi misalnya adalah tertusuk atau terpotong benda tajam, membran mucosa ata kulit yang terluka )

II.

Tujuan : 1.

Mengurangi terjadinya kecelakaan tertusuk jarum dan mencegah

terjadinya penularan penyakit. 2.

Memastikan

bahwa

staff

Rumah

Sakit

mengetahui

cara

penatalaksanaan bila terjadi kecelakaan tertutuk jarum/terkena darah dan cairan tubuh

III.

Tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi kecekaan : 1.

Jangan menutup kembali jarum suntik yang sudah dipakai sebelum dibuang.

2.

Jangan melepas jarum dari spuitnya.

3.

Selalu membawa benda tajam dalam tempat yang aman seperti bengkok.

4.

Buang semua benda tajam dalam yang telah dipakai keda;lam kontainer khusus.

5.

Jika tangan terluka atau lecet, maka harus ditutup dengan plester kedap air dan kenakan sarung tangan jika akan menangani darah/cairan tubuh.

6.

Kenakan alat pelindung, jika melakukan tindakan dimana kemungkinan terpecik darah atau cairan tubuh.

7.

Tangani semua peralatan yang telah terkontaminasi oleh darah/cairan tubuh dengan baik sesuai SOP.

8. 9.

Cucilah selalu tangan anda setiap selesai kontak dengan darah/cairan tubuh. Selalu

menggunakan

sarung

tangan

saat

anda

melakukan

tindakan

yang

kemungkinan tersentuh dengan cairan tubuh seperti : pasang IV line, ukur urine,ganti balutan, dll.

IV.

Yang harus dilakukan bila mengalami bila mengalami kecelakaan 1.

Bagi petugas yang terkena 1) Pertolongan pertama

:

a.

Cuci permukaan/bagian yang terkena dengan air dan sabun kemudian

beri

cairan antiseptik (seperti povidone iodine) jika luka perkutaneus. Apabila mengenai mata atau selaput lendir, gutur dengan Nacl 0.9% atau aqua steril. b.

Jika kecelakaan terjadi pada waktu melakukan operasi

(tertusuk/tergores),maka

benda tajam tersebut harus disingkirkan dari daerah steril secepatnya, petugas yang mengalami kecelakaan tersebut harus secepatnya mendapat pertolongan. 2)

Beritahu atasan langsung dan perawat pengendalian infeksi secepatnya diluar jam

kerja ditangani supervisor 3) Lengkapi formulir Laporan Kejadian Rumah Sakit ( lihat lampiran ).

2.

Yang harus dilakukan oleh perawat pengendali infeksi/dokter poliklinik/Petugas yang

ditunjuk : 1) Kaki luka (besar dan kedalaman luka,jenis dan jumlah cairan,bahan dan beratnya paparan tersebut ) 2)

Catat apakah jarum atau benda tajam tersebut terlihat terkontaminasi darah atau cairan tubuh.

3) Tentukan apakah darah yng terkena pada staff berasal dari pasien yang terinfeksi (status Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV) Jika Belum ada data tersebut, maka harus segera dilakukan pemeriksaan atau nilai tingkat resiko dari sumber. 4)

Lakukan tes (status Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV) untuk staff yang mengalami kecelakaan

: a.

HIV pada saat kejadian, kemudian 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan

b.

Hepatitis C pada saat kejadian, kemudian 3 bulan dan 6 bulan

c.

Hepatitis B pada saat kejadian, 3 bulan dan 6 bulan.

5) Penanganan yang disarankan adalah sebagai berikut : a. Penatalaksanaan Paska Paparan HIV :

SUMBER Positif HIV STAF

(PASIEN) Negatif HIV

Tidak di test / tidak diketahui

HIV

1.

Negatif

Setelah diketahui

kejadian

dari

pasien

HIV positif, staff harus segera

dikonsulkan

kepada Dokter penyakit dalam (internis). 2. Jika diperlukan dirujuk ke RS yang mengani HIV. 3.

Staf yang terkena wajib melaporkan hasil dan pengobatan

yang

dilakukan oleh dokter spesialis ke tim PPI

Tidak

ada

pengobatan.

Jika pasien beresiko tinggi untuk HIV, maka harus dikonsultasikan Dokter penyakit dalam (internis).

b. Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis B STAF

Pengobatan / Tindakan Sumber (pasien)

BHSAg Positif Belum divaksin HBIG 2X dan

Sumber (pasien)

Sumber (pasien) tidak di test /

BHSAg Negatif Segera Berikan

tidak diketahui Segera berikan serial vaksin HB.

segera diberi serial serial vaksin HB. vaksin HB Tidak ada

Pernah divaksin

Tidak ada

dan pengobatan

Tidak ada pengobatan

pengobatan

diketahui titernya cukup. Pernah

HBIG 2X dan

divaksin tetapi segera

diberi

Tidak ada

Jika sumber (pasien) merupakan

pengobatan

orang yang mempunyai resiko

tidak 3 series vaksinasi ulang (*)

tinggi, maka pengobatan seperti

dan

(*).

diketahui

titernya

tidak

cukup. Pernah

HBIG 2X (**)

divaksin lengkap

Tidak ada

Sumber merupakan orang yang

pengobatan

resiko tinggi, maka pengobatan

3

seperti (**)

series, tetapi titernya tidak cukup. Pernah

Tes anti HBs bagi

divaksin tetapi staf yang terpapar:

Tidak ada

Tes anti HBs bagi staf yang

pengobatan

terpapar :

respon antibody

 Bila titer cukup,

belum

tak

diketahui

pengobatan.

1.

perlu

 Bila titer tidak

Bila titer cukup, tak perlu pangobatan.

2.

Bila titer tidak cukup berikan vaksin

booster

dan

cek

kembali titernya dalam waktu cukup

berikan

1-2 bulan.

HBIG 1X dan

(*) HBIG (hepatitis B Immunoglobulin) dosis dewasa 400 unit. (**) Titer (antidody) yang sudah cukup berada pada level 10 ml U/mml, sama dengan 10 sample ratio unit (RSU) dengan ratio-immuno-assay (RIA) atau positif dengan enzym-immuno assay (EIA). Departemen of Human Services-Victoria. 1996.

c. Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis C

SUMBER STAF Anti HCV

Anti HCV Positif 1. Periksa anti HCV

Negatif

dan LFT (Lifer

(PASIEN) Anti HCV Negatif

Tidak ditest / Tidak diketahui

Tidak perlu

Jika pasien beresiko tinggi untuk

pengobatan.

Hepatitis C, maka dikonsultasikan kepada Dokter Spesialis Penyakit

Function Test). 2.

Dalam.

Pemeriksaan lanjutan anti

HCV

untuk dan

LFT

Referensi : 1.

CDC Recommendation and report, Updated U.S. Public Health Service Guidelines for the Management of Occupational Exposures to HBV, HCV and HIV and Recommendations for Posttexposure Prophylaxis, 2001.

2. Infection Control Manual in Fremantle Hospital Australia, Needlestick injury and exposure to blood and fluid, MIP 019, Reveiwed version 3 : 23/05/2002.

Lampira n1 Penatalaksanaan

Paska

Paparan

Hepatitis B PENGOBATAN/TINDAKAN PETUGAS HBSAg Positif 1x dan segera

divaksin

BSAg Negatif berikan serial

tidak ditest/ tidak diketahui berikan serial vaksin HB

diberi divaksin , diketahui

HB ada pengobatan

serial vaksin HB ada pengobatan

ada pengobatan

titernya cukup divaksin tetapi tidak

1x

dan

segera ada pengobatan

lengkap 3 series dan diberikan diketahui

titernya

tidak cukup divaksin lengkap

mber (pasien) merupakan orang yang

vaksinasi ulang (*)

mempunyai risiko tinggi, maka

3 2 X (**)

ada pengobatan

sepertiyang (*) risiko r pengobatan merupakan orang

series,

tinggi, maka pengobatan seperti

tetapi titernya divaksin tetapi respon ti HBs bagi staf yang antibody

ada pengobatan

(**) ti HBs bagi staf yang terpapar:

belum terpapar:

diketahui

 Bila titer cukup, tak 

Bila

titer

perlu

pengobatan

cukup, tak perlu pengobatan

 Bila titer tidak cukup berikan vaksin



Bila

Tidak

titer

booster

dan

kembali titernya dalam waktu1-

cukup

2 bulan

berikan HBIG 1 a. HBIG ( Hepatitis B Immunoglobulin) dosis dewasa 400 unit b.

b.Titer (antibody) yang sudah cukup berada pada level 10mlU/mml, sama dengan 10 sample ratio unit (SRU) dengan pemeriksaan ratio-immuno-assay (RIA) atau positif dengan enzyme-immuno assay (EIA). Department of Human services-Victoria, 1996

Lampira n2 Penatalaksanaan Paska Paparan HIV SUMBER (PASIEN) Positif HIV ETUGAS

cek

egatif HIV

k Ditest/tdk diketahui

egatif

1.

Setelah

kejadian

diketahui

da da pengobatan asien berisiko tinggi untuk

pasien a HIVpositif,

HIV, staff segera

harus dikonsulkan

kepada dokter SpPD 2. Jika diperlukan dirujuk ke RS yang menangani pasien HIV

maka

harus

dikonsulkan ke dokter spesialis

penyakit

dalam (Internis) .

Lampiran 3 Penatalaksanaan

Paska

Paparan

Hepatitis C

Anti HCV Positif

CV Negatif

SUMBER (PASIEN) i HCV Negatif

dk Ditest/Tdk diketahui

1. Periksa anti HCV dan LFT (Liver erlu pengobatan sien berisiko tinggi untuk Fuction Test)

Hepatitis C, maka dikonsultasikan kepada dokter

2. Pemeriksaan lanjutan untuk anti Lampiran 4

HCV dan LFT 3 dan

SpPD

6 bulan

FORMULIR LAPORAN PAPARAN BENDA TAJAM DAN SUBSTANSI TUBUH

BAGIAN A (Diisi oleh petugas/staff yang terpapar) Tanggal laporan :……………….Jam :……………

Tgl Paparan :………… Tmpt kejadian:…..……

Dari unit kerja :

Jam :

Atasan langsung :

Bagian tubuh yang terpajan (sebut dengan jelas) …………………………………….

IDENTITAS TERPAJAN Nama

:

Jelaskan urutan kejadian :

Alamat

:

………………………………………………..….. …………………………………………………….

Memakai alat pelindung :

Ya

Tidak

…………………………………………………….

Alat pelindung yang dipakai : Sarung tangan Masker

Baju

pelindung/Apron

Kaca mata/goggle/pelindung wajah

Lain-lain………………………………………. BAGIAN B (Diisi oleh IPCN/Supervisor) Tanggal periksa :……………… Diperiksa

Jam :………… Jenis paparan :

oleh:…………………………...................

Jarum suntik

Pisau bedah

Gigitan

Lain-lain sebutkan.

Kondisi luka (besarnya luka/dalamnya luka) …………………………………………………… ……………………………………………………

………………………….

…………………………………………………… Materi dan jumlah paparan : Darah,……………….cc

Hasil Pemeriksaan Laboratorium ; HBSAg Resiko paparan

Resiko paparan rendah

:………..

Anti HIV :………….. Resiko paparan tinggi

SUMBER (PASIEN) Nama pasien :…………………… No MR :………………………. Ruang rawat :…………………… Status infeksius :

Hepatitis B

Hepatitis C HIV PENATALAKSANAAN …………………………………………………… …………………………………………………… ……………………………………………………

……………………………………………………

……………………………………………………

…………………………………………………… HIV

FOLLOW:UP 6 Bulan

3 Bulan HBSAg SARAN

:

IPCN ( ……………………….)

HBSAg :

Rujuk ke RSUD…………………

Lampiran 5 ALUR

LAPORAN

PAPARAN

BENDA

TAJAM

INFEKSIUS

PETUGAS)

Tertusuk benda tajam infeksius

Cuci di bawah air mengalir dengan cairan antiseptik

Tutup luka dengan alcohol swab dan plester

Lapor

Ke

IPCN

dalam

kerja/supervisor diluar jam kerja 62

jam

(UNTUK

Lengkapi form laporan paparan di ruang PPI/KP

Ikuti advis IPCN/Supervisor

63

Lampiran 6 ALUR PENANGANAN PAPARAN BENDA TAJAM INFEKSIUS (UNTUK IPCN/SUPERVISOR) 1. Resiko tinggi

Laporan incident tertusuk benda tajam infeksius

Pengisian form paparan oleh petugas yang tertusuk benda tajam infeksius Tentukan resiko paparaan

Resiko paparan rendah

Resiko paparan tinggi

Tentukan status pasien Paparan darah, cairan tubuh dan jaringan pada kulit tidak utuh (kulit yang pecah- pecah, terkelupas, atau menderita dermatitis) Paparan benda tajam yang pernah kontak dengan darah/ jaringan/ cairan tubuh pasien. 2. Tidak ada resiko Paparan darah, cairan tubuh dan jaringan pada kulit normal / HbSAg/HCV/HIV Positif

Cek darah petugas HbSAg/HCV/HIV HbSAg/HCV/HIV Negatif utuh Paparan benda tajam

HbSAg +

HCV +

HbSAg HCV -

HIV -

HIV +

Konseling petugas Rujuk ke RSSA Imunisasi HBV 0-1-6

Konseling petugas

Cek anti HbSAg 3 & 6 bln kemudian

Cek anti HCV, LFT 3& 6 bln kemudian

Rujuk ke RSSA

F. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH SAKIT

I.

LATAR BELAKANG Sampah

dari

rumah

sakit

terdiri

dari

sampah

terkontaminasi

(secara

potensial

berbahaya) atau sampah tidak terkontaminasi . Sekitar 85% sampah yang dihasilkan rumah sakit adalah sampah tidak terkontaminasi yang tidak berbahaya bagi petugas yang menangani dan 15% sampah yang terkontaminasi dapat membahayakan petugas yang menangani ataupun terhadap lingkungan sekitar rumah sakit. Sampah yang tidak terkontaminasi misalnya kertas, kotak, botol, wadah, plastik dan makanan dapat dibuang di tempat pembuangan sampah umum ( CDC 1985, Rutala 1993) Sampah terkontaminasi bila tidak dikelola dengan benar, dapat membawa mikroorganisme dapat menular pada petugas yang kontak dengan sampah tersebut termasuk masyarakat pada umumnya. Sampah terkontaminasi meliputi darah,nanah,urin,tinja dan cairan tubuh lain serta bahan-bahan yang kontak dengan darah atau cairan tubuh.

II.

DEFINISI 1.

Benda berbahaya :

Setiap unsur.peralatan,bahan,atau proses yang mampu atau

berpotensi menyebabkan kerusakan 2.

Benda-benda tajam : Jarum suntik jarum jahit, Bedah pisau skalpel,gunting,benang kawat,pecahan kaca dan benda lain yang dapat menusuk atau melukai.

3.

Insinerasi : Pembakaran sampah padat,cair atau gas mudah dibakar yang terkontrol untuk menghasilkan gas atau sisa yang tidak atau tinggal sedikit mengandung bahan bakar mudah dibakar. (Tietjen,2004) pembakaran yang aman untuk dibuang ke TPA sampah.

4.

Kontaminasi : Keadaan secara potensial atau telah terjadi kontak dengan mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi atau penyakit.

5.

Sampah Infeksius : Bagaian dari sampah medis yang dapat menyebabkan penyakit infeksi

6.

Pengelolaan sampah

;

Semua

kegiatan,baik

administratif

maupun

oprasional,

termasuk kegiatan transportasi ,melibatkan penanganan,perawatan,dan pembuangan sampah (Tietjen,2004)

III.

KLASIFIKASI SAMPAH MEDIS (Health and Safety Commission Services Advisory Committee/HSAC,1992) 1.

Kelompok A. Semua jaringan tubuh manusia (potongan tubuh,placenta dan lain-lain ) termasuk darah (infeksius atau tidak),laboratorium,kassa atau kapas atau swab bekas terkontaminasi darah dan cairan tubuh pasien.

2.

Kelompok B. Jarum suntik, ampul kaca, pisau bedah,jarum jahit dan benda-benda tajam lainnya.

3.

Kelompok C. Kultur mikrobiologi dan sampah-sampah dari bagian patologi yang beresiko infeksius

4.

Kelompok D. Sampah-sampah dari produk farmasi dan kimia lainnya.

5.

Kelompok E. Feses,urine atau sekresi atau ekskresi tubuh lainnya yang belum termasuk dalam kelompok A : underpad, stoma bags, kantong urine dan popok termasuk dalam kelompok ini. SAMPAH

PENAMPUNGAN

PENGANGKUTAN

PENGUMPULAN

TPA UMUM

IV.

INCENERATOR

STÁNDAR 1.

Petugas kesehatan dan petugas CSO (Cleaning Service Outsourcing) yang bekerja dirumah sakit harus sudah mendapatkan pelatihan tentang manegemen sampah,serta kebijakannya

2.

Syarat tempat sampah : bahan tidak mudah berkarat, kedap air, tertutup, mudah dibersihkan, mudah diangkat & dipindahkan.

3.

Syarat kontainer benda tajam adalah antibocor dan aman.

4.

Tempat sampah medik dan rumah tangga harus diletakkan dekat lokasi terjadinya sampah dan mudah dicapai si pemakai.

V.

KEBIJAKAN 1.

PENAMPUNGAN a.

Sampah umum/rumah tangga 1) Buang sampah rumah tangga ditempat sampah dengan plastik warna hitam 2) Isi penampungan sampah tidak diperkenankan melebihi kapasitas atau ¾ bagian. 3) Plastik sampah yang telah penuh dikumpulkan dalam tempat sampah besar sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau pemusnahan.

b. Sampah Medis 1)

Buang darah atau cairan tubuh lainnya ke saluran air di ruang spoel hoek dan gunakan APD untuk mencegah terkena percikan.

2)

Buang kelompok A,C,D dan kelompok E barang disposible yang terkontaminasi seperti underpad,popok, kantong urine, kantong drain dan lain-lain ketempat sampah dengan plastik warna kuning.

3)

Buang kelompok B kedalam kontainer khusus (sharp container) yang anti bocor dan benda tajam segera setelah dipergunakan.

4) Plastik sampah dan kontainer yang telah ¾ penuh dikumpulkan dalam tempat sampah besar sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau

pemusnahan.

2.

PENGANGKUTAN Pengangkutan sampah dimulai dari pengambilan sampah dari setiap ruangan sampai dibawa ketempat pembuangan akhir di rumah sakit. 1) Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan sampah. 2) Petugas CS harus menggunakan APD saat mengambil sampah disetiap ruangan.

3) Trolley pengangkut sampah harus tertutup rapat dan anti bocor 4)

Trolley/tempat

pengangkut

sampah

harus

dibersihkan

dengan

lap

basah,detergen dan air setelah habis pakai. 5)

Tempat sampah atau kontainer benda tajam yang telah terisi ¾ bagian harus dibuang dan diganti dengan plastik atau kontainer yang baru.

6) Tidak diperkenankan memanipulasi kantong sampah yang akan diangkut (seperti menginjak-injak sampah, mengorek sampah). 7) Sampah disetiap ruangan diangkut ketempat pembuangan akhir ruang sakit minimal 2 kali sehari.

3.

PENGUMPULAN AKHIR ATAU PEMUSNAHAN a.

Pengumpulan akhir 1) Jenis sampah yang dikumpulkan sebelum diambil oleh TPA umum (Tempat Pembuangan Akhir) adalah yang ditampung dalam kantong plastic warna hitam 2) Frekuensi pengambilan sampah sebanyak 2x/hari. 3) Petugas TPA harus menggunakan APD. Tempat pengumpulan sampah harus dibersihkan menggunakan air dan detergen setelah sampah diambil oleh petugas TPA

b. Pemusnahan ( Incenerator ) 1) petugas pemeliharaan sarana rumah sakit pada pukul 14.00 – 15.30 ( Senin – Sabtu Petugas yang menangani pemusnahan sampah medik harus menggunakan APD ( Sepatu tebal, masker dan sarung tangan rumah tangga ) 2) Jenis sampah yang dimusnakan menggunakan incenerator dengan suhu 1000˚C 1200˚C adalah sampah medik ( kantong plastik kuning ) dan kontainer benda

tajam. 3) Pembakaran dilakukan oleh petugas BPS

REFERENSI Ayliffe et al. (2001). Third edition. Hospital Acquired Infection. London :Arnold CDC (2003), Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta : U.S. Departement of Health and Human services.

Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI LAUNDRY

I.

LATAR BELAKANG Pada linen kotor banyak terdapat mikroorganisme, hanya sedikit resiko terjadi kontaminasi silang selama proses pencucian linen. Infeksi yang mungkin sering terjadi adalah yang berhubungan dengan pekerja, karena pekerja seringkali tidak mempergunakan alat perlindungan diri seperti sarung tangan, apron pelastik ataupun masker. Untuk mengurangi resiko terkontaminasi, semua petugas harus melaksanakan pengendalian infeksi pada saat penanganan linen.

II.

DEFINISI 1. Deterjen : bahan pembersih yang menghilangkan mikroba 2. Linen

:

bahan-bahan

dari

kain

yang

digunakan

dalam

fasilitas

perawatan

kesehatan. 3. Linen kotor

: Linen dari berbagai sumber di rumah sakit yang dikumpulkan dan dibawa

ke laundry untuk diproses. 4. Pemilihan

III.

: proses pemeriksaan dan pengeluaran benda-benda asing atau non linen

PENGELOLAAN

LINEN

Kebijakan umum Semua orang yang dalam bekerja selalu kontak dengan linen yang kotor atau terkontaminasi

akan mempunyai resiko terpapar darah atau cairan tubuh infeksius. Maka Kewaspadaan baku (Standar precaution) harus diterapkan dalam bekerja untuk mencegah paparan.

1. Mengganti linen di kamar pasien a.

Sarung tangan harus digunakan ketika menangani linen yang kotor dan terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien.

b. Saat mengganti linen tempat tidur pasien harus hati-hati tidak diperkenankan membuat penyebaran mikroorganisme via aerosol. c. Masukkan linen kotor ke dalam kantong plastic bening atau kantong yang tak tembus air, dan dicatat jumlah dan jenisnya. d. Benda-benda yang bukan linen (seperti sarung tangan, penutup infuse, tissue, underpad dll) terutama benda tajam tidak diperkenankan dimasukkan kedalam kantong linen kotor. e.

Linen kotor tidak diperkenankan dihitung ulang di ruang perawatan sebelum dikirim ke Laundry

f. Linen kotor infeksius (salmonella, disentri, hep. A, B atau C, TB, HIV, MRSA, dan penyakit infeksi lain yang telah didiagnosa oleh dokter yang merawat) atau linen yang berasal dari ruang isolasi menggunakan kantong plastic berwarna kuning.

2. Tempat pengumpulan linen kotor (trolley linen) a.

Petugas Rawat Inap & Rawat Jalan 1)

Petugas rawat inap

harus meletakkan trolley linen kotor diruang yang jauh dari

pasien/kontaminan lain (dirty utility) 2)

Petugas rawat jalan

harus meletakkan wadah/tempat linen kotor didekat ruang

pemeriksaan atau ruang tindakan. 3)

Kantong linen kotor tidak diperkenankan dibuka kembali untuk menghitung jumlah linen atau menyortir linen, mencari barang yang hilang ataupun dengan maksud lainnya.

4)

Saat mengirimkan linen kotor ke Laundry, isi kantong linen kotor tidak boleh melebihi kapasistas. Hal ini untuk mencegah kecelakaan paparan terhadap petugas laundry saat mengambil linen dari kantong.

5) Trolley linen kotor harus dalam keadaan tertutup dan bersih saat transportasi ke laundry. 6)

Petugas linen harus membawa linen kotor sesering mungkin untuk mencegah kelebihan muatan trolley.

b. Petugas Laundry 1)

Petugas

Laundry

harus

menggunakan

Alat

Perlindungan

Diri

(APD)

seperti sarung tangan rumah tangga , apron plastik, masker bedah dan sepatu boot ketika menangani linen kotor atau saat melakukan pemilahan linen 2)

Petugas Laundry akan mengambil kantong linen kotor di rawat inap dan rawat jalan, pemilahan dan penghitungan linen dilakukan di laundry

3) Tidak diperkenankan menimbulkan aerosol (dikibaskan) pada saat melakukan pemilahan linen. 4)

Trolley untuk menampung linen kotor harus mempunyai bentuk atau warna yang berbeda dengan trolley linen bersih.

5)

Petugas Laundry tidak diperkenankan menghilangkan noda pada linen yang kotor.

6) Perhatikan linen kotor yang infeksius dan tangani dengan hati-hati secara khusus.

IV.

PROSEDUR DI LAUNDRY 1.

Pakaian karyawan yang telah terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien atau bahan infeksius lainnya tidak diperkenankan dicuci di rumah. Ikuti prosedur dibawah ini: a. Masukkan pakaian yang terkontaminasi ke dalam kantong plastik kuning b.

Beri label nama pemilik dan unit kerjanya, kemudian beritahu petugas Laundry c. Kirim kantong tersebut ke Laundry.

d.

Petugas Laundry akan mencuci pakaian tersebut dan dikembalikan kepada pemilik atau penanggung jawab ruangan

2.

Fasilitas dan peralatan Laundry a. Alur linen kotor dan linen bersih dibuat untuk menghindari kontaminasi b.

Ruang Laundry harus mempunyai sarana cuci tangan (wastafel, sabun antiseptic, dan handtowel) dan tersedia sarana perlindungan diri (seperti: sarung tangan disposable non steril, apron dan masker)

c. Gunakan dan pelihara peralatan Laundry sesuai petunjuk dari pabrik. d.

Tidak diperkenankan meninggalkan linen basah pada mesin laundry semalaman.

e.

Mesin cuci atau pengering tidak perlu didesinfeksi sepanjang kotoran yang tampak dibersihkan sebelum melakukan pencucian atau pengeringan.

f.

3.

APD yang reusable harus dibersihkan dan didesinfeksi setelah pemakaian.

Proses Laundry a. Linen kotor yang infeksius dimasukkan langsung ke dalam mesin cuci. b.

Proses pencucian menggunakan air panas ≥ 71°C dengan detergen selama ≥ 25 mnt

c. Ikuti petunjuk dari pabrik pada setiap proses pencucian dan pengeringan d.

Pilih kosentrasi bahan kimia yang sesuai pada pencucian dengan suhu rendah (< 71°C )

e. Pertahankan keutuhan dari matras atau bantal pada proses pencucian dan pengeringan, jika terjadi kerusakan segera diperbaiki

4.

Menyimpan, membawa dan mendistribusikan linen bersih

Menyimpan a. Simpan linen bersih pada area penyimpanan tertutup yang bersih b.

Gunakan penghalang fisik untuk memisahkan kamar melipat dan penyimpanan dari area kotor

c. Rak harus bersih dan dalam kondisi terawat

Membawa

a. Linen bersih dan linen kotor harus dibawa terpisah b. Trolley linen bersih dan kotor harus berbeda c. Linen

bersih

harus

dibungkus

atau

ditutupi

selama

dibawa

untuk

mencegah

kontaminasi . d. Tidak diperkenankan membawa linen bersih dengan trolley linen kotor atau menggunakan trolley terbuka atau dengan ditenteng sehingga bersentuhan dengan pakaian pembawa

Tabel 1. Peralatan Perlindungan Diri yang harus digunakan saat pemrosesan linen.

Jenis APD Sarung

Waktu penggunaan tangan

(lebih

baik  Menangani larutan desinfektan

sarung  Mengumpulkan dan menangani linen kotor tangan rumah tangga) dan sepatu tertutup yang melindungi kaki dari  Memilih linen kotor (jika terpaksa) kejatuhan benda tajam, terpecik Apron plastik darah dan cairanatau tubuh.karet dan  Memilih linen kotor kacamata pelindung

 Mencuci linen kotor dengan tangan

REFERENSI Ayliffe et al. (2001). Third edition. Hospital Acquired Infection. London :Arnold

CDC (2003), Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta : U.S. Departement of Health and Human services.

Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

H. PEMBERSIHAN-DESINFEKSI LINGKUNGAN

I.

LATAR BELAKANG Penumpukkan debu, tanah atau kontaminasi mikroba lain pada permukaan secara estetika tidak menyenangkan sekaligus merupakan merupakan sumber infeksi nosokomial. Metode dan rencana pembersihan yang efektif dan efisien sangat penting untuk mempertahankan lingkungan pelayanan

kesehatan

yang

bersih

dan

sehat

(chou

(2002) dalam Tietjen L (2004)).

Pembersihan lingkungan merupakan framework dan basis untuk semua praktek aseptic serta juga merupakan fase persiapan yang tidak boleh terlewatkan (Gruendemann & Mangum, 2001). Rumah sakit mempunyai ruangan-ruangan yang tergolong resiko rendah (seperti ruang tunggu, kantor administrasi) dan resiko tinggi terinfeksi (seperti OK, dirty utility, toilet). Pembersihan ruangan resiko rendah hanya menggunakan lap, sabun dan air, tetapi untuk pembersihan ruangan resiko tinggi memerlukan desinfektan seperti chlorine 0,5%. Mc Farland dkk (1989) yang dikutip dari Tietjen L (2004) menemukan bahwa ketika pasien- pasien yang tidak mempunyai klostridium difisil masuk ruangan yang sebelumnya dipakai oleh pasien dengan klostridium diffisil, resiko untuk pasien tersebut meningkat beberapa kali walaupun staf dengan benar menggunakan kewaspadaan baku untuk mencegah kontaminasi silang. Oleh karena itu penting bagi pemberi pelayanan kesehatan untuk menjaga kebersihan lingkungan. Rumah Sakit Baptis Batu yang merupakan pemberi pelayanan kesehatan bertaraf internasional harus menjaga lingkungan agar tetap mendukung pelayanan kesehatan. Beberapa pendapat pengunjung tentang kebersihan rumah sakit ini kurang , Oleh karena itu pada bulan Okt s/d Nov 2011 telah dilakukan pengamatan terhadap tehnik membersihkan area kamar pasien dan kamar mandi pasien dan pembersihan di area lainnya . Berdasarkan hasil survey tehnik membersihkan yang dlakukan oleh petugas Cleaning service Rumah Sakit Baptis Batu sebanyak 25% yang melakukan pembersihan dari area kurang kotor ke kotor sedangkan 75% tehnik membersihkan dari kotor ke kurang kotor

II.

DEFINISI 1. Cleaning

:

Suatu

aktivitas

untuk

menghilangkan

secara

fisik

microorganisme dan material organik pada benda.

2. Desinfeksi :

suatu proses penghancuran dan penghilangan mikroorganisme yang hidup termasuk spora bakteri

3. Deterjen

:

Bahan pembersih yang membantu menghilangkan kotoran, debu atau mikroorganisme dari tangan atau benda.

4. Desinfektan

III.

:

Bahan kimia yang membunuh atau menginaktivasi mikroorganisme

STANDAR 1. Petugas melakukan pembersihan-desinfeksi harus mempunyai kompetensi dan sudah dilatih tentang pengendalian infeksi 2.

Proses pembersihan dilakukan sebelum proses desinfeksi ruangan

3.

Pembersihan mulai dari yang kurang kotor ke arah yang kotor

4.

Metode pembersihan adalah mesin scrub basah dan kain lap basah (dust attracting mop manual)

5.

Peralatan pembersih (cleaning) harus disediakan dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan

IV.

PELAKSANAAN PEMBERSIHAN (CLEANING) 1. Pembersihan (Cleaning) ruangan di area pasien

1) Petugas CS harus mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan cleaning 2) Petugas CS menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD)saat melakukan cleaning. 3) Cairan pembersih harus disiapkan ketika akan melakukan tugas (fresh cleaning) dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. 4)

Ganti cairan pembersih sesering mungkin untuk menghindari penumpukan kotoran, mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi permukaan benda yang akan dibersihkan.

5) Botol atau kontainer yang dipergunakan sebagai tempat cairan pembersih harus bersih dan kering, gunakan botol yang tidak menimbulkan aerosol saat menuangkan cairan pembersih. 6) Lap atau sikat yang akan dipergunakan untuk membersihkan harus bersih dan kering. 7)

Penyimpanan peralatan cleaning harus dipisahkan antara yang bersih dan kotor serta memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian infeksi.

8) Berikan waktu cairan pembersih mempenetrasi kotoran pada permukaan benda, tetapi ingat bahwa acid dan alkaline yang kuat dapat merusak permukaan jika terlalu lama dibiarkan kemudian bilas dengan air bersih. 9) Buang cairan pembersih yang sudah tak digunakan di ruang spoel hook. Dilarang membuangnya di wastafel untuk cuci tangan. 10) Peralatan cleaning harus dipindahkan segera dari area pasien setelah dipergunakan. 11) Lepaskan alat pelindung termasuk sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien. 12) Ganti sarung tangan sebelum melakukan prosedur lainnya atau kamar lainnya.

METODE CLEANING

 Menyapu dengan Sapu ijuk

 Dust attracting mop

 Mesin scrub basah

 Vakum JUMLAH BAKTERI DI UDARA

700% meningkat

30% meningkat

3%meningkat

20% menurun

* Dikutip dari Ayliffe (2001) : The Hospital Infection Research Laboratory, City Hospital, Birmingham. PEDOMAN CLEANING LINGKUNGAN

JADUAL BENDA ATAU AREA Bersihkan sesegera mungkin. Lihat SOP Tumpahan

darah

atau cairan tubuh

pembersihan percikan darah atau cairan tubuh

Dinding,

Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap

pintu,

jendela, termasuk

hari.

pegangan pintu Ceilings

Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air sekurang- kurangnya satu minggu sekali (atau lebih sering, jika diperlukan).

Kursi, lampu-lampu, meja Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap pasien, pinggiran konter

tempat

tidur, hari.

tempat

tidur,

perawat,

alat

monitor tiang infus

Lantai

Bersihkan dengan mop basah, detergen dan air minimal 2 X seharu (atau lebih sering jika dibutuhkan) serta air yang dipergunakan untuk mengepel harus sering diganti.

Wastafel, tempat cuci

Bersihkan dengan sikat atau alat khusus dan cairan pembersih desinfektan dan bilas dengan air bersih minimal 2X sehari (atau sesering mungkin, jika dibutuhkan).

Stetoskop

dan

pengukur

tekanan

Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap hari. (oleh perawat)

darah

Trolley (GV, EKG, linen, Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan chlorin dll)

0,5 % atau lap alcohol disposible setelah satu kali

Pispot dan urinal

pemakaian. Cuci dengan detergen sewaktu-waktu Bersihkan langsung setelah pemakaian

Matras

Dilap dengan kain yang telah dilembabkan dengan larutan detergen.

Bantal (inner slyp)

Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan larutan detergen jika tampak kotor dicuci di Laundry

Kain pel

Gunakan

kain

pel

yang

dapat

dilepaskan

tangkainya dan kirim ke laundry untuk dibersihkan. Gantung di ruangan yang mempunyai system ventilasi baik. Ganti dan cuci tirai sesuai jadual atau jika tampak Tirai gorden

kotor atau terpercik cairan tubuh Menggunakan lap bersih lembab

Rel gordin Kamar mandi

Bersihkan minimal 2X sehari atau sesering mungkin dengan pel & sikat khusus dan gunakan larutan

pembersih desinfektan. Dapur

Bersihkan menggunakan air dan detergen minimal 2X

Tempat sampah

Bersihkan kontainer sampah yang terkontaminasi atau

ganti

plastik

penampungan

sesudah

dikosongkan. Bersihkan kontainer sampah dengan menggunakan pembersih desinfektan dan sikat untuk menghilangkan material organis dan kotoran lainnya. Sampah

Setiap shift (atau lebih sering, jika dibutuhkan). Bersihkan setiap hari dan sewaktu pasien

Kamar pasien

pulang. Minimal 30 menit setelah pembersihan selesai kamar dapat diisi oleh pasien lainnya. Bersihkan dengan larutan pembersih desinfektan

Kamar tindakan

setiap

permukaan

benda-benda

dan

alat-alat

setelah setiap prosedur.. Bersihkan dengan larutan pembersih desinfektan Kamar periksa

setiap

permukaan

benda-benda

dan

alat-alat

setelah setiap selesai prosedur. Bersihkan semua perlengkapan dan peralatan yang Kamar isolasi

ada di ruang isolasi sesuai dengan jenis benda yang akan dibersihkan. Lihat SOP membersihkan Isolasi Bersihkan meja atau konter periksa dengan

Laboratorium

larutan pembersih desinfektan.

* Sumber : Tietjen Linda et.al (2004) & CDC (2003).

2. Cleaning ruang isolasi dan ruang khusus atau area berisiko tinggi (ICU, OK, ISOLASI) 1)

Perhatian tanda-tanda khusus pada papan daftar pasien, sebelum masuk ke kamar pasien.

2) Peralatan cleaning: a. Ikuti pedoman cleaning lingkungan b. Mop, kain lap harus dipisahkan dari ruangan atau kamar lain, jika tidak memungkinkan dekontaminasi atau kirim ke laundry sebagai linen infeksius setelah satu kali pemakaian atau gunakan disposible. c. Hindari menggunakan mesin untuk cleaning ruangan ini, jika tetap menggunakan mesin maka sikat atau alat yang dipergunakan harus disterilisasi dengan desinfeksi termal atau autoclave sebelum digunakan di tempat lain d.

Bagian luar dari mesin harus dibersihkan dengan lap yang telah direndam dengan desinfektan seperti clhorine setelah digunakan.

e.

Scrubbing mesin dengan tangki dilarang digunakan untuk membersihkan area yang beresiko tinggi karena sulit untuk didekontaminasi.

3)

Petugas CS harus melepaskan semua PPD sebelum keluar dari ruang isolasi dan ruang khusus atau area berisiko tinggi.

V.

DESINFEKSI 1.

Setiap deterjen dan desinfektan yang dipergunakan untuk cleaning ruangan harus diketahui komposisi dan dilakukan kultur mikrobiologis.

2.

Pilih desinfektan memenuhi standar untuk rumah sakit (seperti chlorine/ sodium hypochlorite)

3.

Tidak diperkenankan menggunakan desinfektan tingkat tinggi untuk membersihkan permukaan-permukaan benda non kritikal atau peralatan non kritikal.

4.

Ikuti petunjuk pemeliharaan dan cleaning peralatan medik nonkritikal yang diberikan oleh pabrik

5.

Jika tak ada petunjuk dari pabrik, ikuti prosedur dibawah ini: a. Bersihkan desinfektan.

permukaan

peralatan

medik

nonkritikal

dengan

detergen

atau

b.

Tidak diperkenankan menggunakan alcohol untuk mendesinfeksi permukaan benda yang luas atau besar

c. Gunakan Alat perlindungan diri (APD) saat membersihkan permukaan bendabenda yang: 1)

sering

tersentuh

tangan

(dengan

sarung

tangan)

selama

memberikan

perawatan pada pasien seperti tombol-tombol monitor pasien, tiang infus, bed side table, bed side rail, dan lain-lain. 2) terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien 3) sulit untuk dibersihkan seperti keyboard komputer. 6. Tidak diperkenankan menggunakan disinfectant fogging (spray) di area perawatan pasien 7.

Tidak diperkenankan menggunakan UV light untuk mendesinfeksi ruangan pasien kecuali setelah digunakan oleh pasien dengan penyakit infeksi melalui udara (Ayliffe/2001, Gruendemann & Mangum/2001)

8.

Saat menggunakan desinfektan untuk membersihkan permukaan-permukaan benda di ruang bayi, hindari terpaparnya bayi terhadap residu desinfektan.

REFERENSI

1.

CDC (2003). Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta : U.S. Departement of Health and Human services.

2.

Gruendemann & Mangum (2001). Infection Prevention in Surgical Setting.

USA : W.B.

Saunders Company. 3. Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

I. STERILISASI DAN DESINFEKSI

I.

PENDAHULUAN Cleaning, desinfeksi dan sterilisasi merupakan proses yang merusak (membunuh) micro organisme yang terdapat pada alat-alat, permukaan lingkungan dan kulit. Dimana proses tersebut tergantung dari risiko yang berkaitan dengan penggunaanya masing- masing, target micro organismenya dan kemampuan untuk bertahan terhadap proses dekontaminasi.

II.

DEFINISI 1.

Sterilisasi

: Suatu proses fisikal dan kemikal yang menghilangkan dan membunuh

semua bentuk mikro organisme,termasuk bakteri endospora. 2. Disinfeksi

:

Suatu

pathogen pada benda

proses

menghilangkan

dan

membunuh

mikroorganisme

benda mati yang tidak bergerak,termasuk spora.Metoda disinfeksi

dibagi menjadi 3 : a.

pembersihan

b.

dipanaskan c. kimiawi

III.

KEBIJAKAN Sterilisasi harus dilakukan untuk semua instrumen/alat/bahan yang kontak langsung dengan aliran darah atau jaringan normal steril. Disinfeksi digunakan bila alat/bahan/instrumen yang digunakan tidak dapat dilakukan sterilisasi dengan alat karena akan merubah bentuk dan fungsi dari alat/bahan/instrumen tersebut 1.

Sterilisasi a. Panas

Digunakan untuk peralatan tahan panas :  Sterilisasi Steam seperti autoclave  Sterilisasi panas kering (lihat lampiran 1)

b.

Kemikal : Ethylene Oxide Sterilisasi Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas. Ikuti petunjuk dari pabrik pembuatnya tentang Kelembaban,tekanan dan temperatur

2.. Disinfeksi a. Panas Merebus

dengan

suhu

100ºC

selama

20

menit

hanya

digunakan

pada

instrumen/alat yang tahan panas dan tidak digunakan pada prosedur invansive. b. Kimia  Aldehyde ( 2 % Glutaraldehyde ) Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas seperti gastroscopes dan bronchoscopes. - Cuci dan bilas instrumen bebas dari material organik. - Aliri dengan air yang banyak. - Rendam selama 20 menit. - Angkat dan bilas dengan air steril. - Keringkan dengan handuk steril dan gantung dalam kondisi kering  Sodium Hypochlorite (tidak digunakan pada stainless steel karena korosive) Sodium Hypochlorite tidak efektif dan harus disimpan jauh dari cahaya dan panas. Efektivitas dari chlorine tergantung dari jumlah organik yang ada seperti darah.

Pencampuran

harus

disiapkan

pada

saat

pus,

akan digunakan seperti

dibawah ini : (lihat lampiran 2)  Sodium Dischloroisocyanurate (Na DCC) seperti Presept Pengenceran harus baru dan digunakan tidak lebih dari 24 jam. Presept diencerkan sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang membuatnya, bentuk tablet. (lihat lampiran 3)

 Alkohol 70 % (ethanol atau isopropyl) Dapat digunakan dengan atau tanpa antiseptik ( seperti chlorhexidine). Karena penetrasi dalam materialorganik kurang baik, maka dapat digunakan hanya untuk membersihkan permukaan. Rendam selama 10 – 30 menit.  Phenolics

Aktif agen yang memiliki tingkat yang luas pada bakteri termasuk bacilii dan beberapa

virus.

Biasanya

digunakan

untuk

membersihkan

lingkungan

sebagai disinfeksi karena sediannnya dicampur dengan detergen. Hindari kontak langsung dengan kulit.

LAMPIRAN 1

STERILISA

TEMPERATUR

TEKANAN WAKTU

SI Steam Autoclave (item Steam

tidak

Autoclave (item Steam

dikemas

autoclave

Panas kering Panas

kering

cepat)

(item

121ºC

15 psi

15 mnt

132ºC

30 psi

3 min

121ºC

15 psi

20 mnt

132ºC

30 psi

8 mnt

121ºC

15 psi

20 mnt

132ºC

30 psi

10 mnt

170ºC

60 mnt

160ºC

120 mnt

150ºC

150 mnt

140ºC

180 mnt

121ºC

12 jam

190ºC

6 mnt

190ºC

12 mnt

(aliran tidak

dikemas) Panas

kering

cepat)

(aliran (item

dikemas)

LAMPIRAN 2

Chlorine yang tersedia

Part Larutan

dari

cairan

%

Per

Million

Digunakan Untuk sodium 100 ml/liter

5

(ppm) 50,000

1:'5

1

10,000

Linen terkontaminasi

1:10

0,5

5000

Lingkungan

1:50

0,1

1,000

darah

atau

excres terpercik

LAMPIRAN 3 Penggunaan PRESEPT TABLET Konsentrasi Chlorine yang Tujuan Disinfeksi

Darah

0,5 gr

2,5 gr

5,0 gr

tablet 18 tablet

tablet 7 tablet

tablet 9 tablet

0,5 liter air

1 liter air

2,5 liter air

9 tablet

9 tablet

9 tablet

1 liter air

5 liter air

10 liter air

4 tablet

4 tablet

3,5 tablet

1 liter air

5 liter air

10 liter air

1 tablet

1 tablet

1 tablet 20

dibutuhkan

10.000 ppm

Tempat pipet

Laboratorium/

Derajat pengenceran

lingkungannya

botol/dot

2.500 ppm

1.000 ppm

140 ppm

bayi,perlengkapan stainless (alat)

liter air

steel,porselin,

2 liter air

10 liter air

1 tablet

1 tablet

1 tablet

2 liter air

10 liter air

20 liter air

1 tablet

1 tablet

1 tablet

2 liter air

10 liter air

20 liter air

1 tablet

1 tablet

1 tablet

2 liter air

10 liter air

20 liter air

gelas,karet&selang

plastik Alat makan&pecah belah

Linen

140 ppm

bekas pakai/linen

140 ppm

terinfeksi

Area perawatan/lemari,lantai,temp at

140 ppm

tidur

Lap,sikat,pel lantai

IV.

1 tablet

1 tablet

1 tablet

4,6 liter air

23 liter air

46 liter air

60 ppm

PELAKSANAAN STERILISASI DAN DESINFEKSI 1.

Memastikan semua peralatan sebelum dilakukan disinfeksi dan sterilisasi harus dibersihkan dari kotoran darah,cairan tubuh,lemak,protein dll

2.

Gunakan perlengkapan perlindungan diri untuk mencegah kontak langsung dengan kulit dan membran mukosa dengan cairan tubuh/cairan kimia.

3.

Penggunaan detergen dan disinfeksi yang tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku

4.

Prosedur sterilisasi dan didinfeksi dilakukan sesuai dengan katagorinya yaitu : a.

critical area b.

semi

critical c. non critical 5.

Metoda pembersihan dan disinfeksi dilakukan sesuai dengan jenis alat /instrument

6.

Penggunaan alat /instrument yang dapat diproses ulang dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku

7.

Pengemasan alat/instrument dan benda lainnya dikemas dalam kemasan tertutup yang dapat dilakukan proses sterilisasi.

8.

Monitoring sterilisasi dilakukan setiap akan melakukan proses sterilisasi dengan menggunakan a.

indikator kimia (eksternal dan internal)

b.

indikator biologi

c. indikator Mekanik d. Dick test

Bowie

9. Penyimpanan alat/instrument atau benda lainnya yang sudah di lakukan proses sterilisasi disimpan dalam ruang tertutup dengan suhu 18º C –22 ºC dengan kelembaban 35 % - 68 %. 10. Penyimpanan alat instrumen steril berjarak 19-24 cm dari lantai dan 43 cm dari langit-langit serta 5 cm dari dinding

V.

METODE STERILISASI

Klasifikasi

Contoh peralatan

Jenis penanganan

Contoh jenis

Alat-alat bedah,

Sterilisasi (waktu

penanganan Untuk alat tahan

laparascope,

sesuai

panas:

arthroscope,

petunjuk

peralatan Kritikal

Peralatan

yang

menembus

catheter

jaringan

tubuh

atau

system

vaskuler

jantung, pabrik)

implants, alat-alat

jarum, gigi,

Autoclave

dan

(steam

aksessori endoskopi

under

pressure)

(termasuk instrumen gigi)

Cairan

High

Untuk

alat

level

Tidak

tahan

desinfectant

panas: Ethylene

Semi kritikal

Fleksibel endoscope, Cairan kimia laryngoscope,

Kontak

langsung untuk

dengan

membran gangguan

mukosa, tubuh

alat

pengobatan

cairan pernafasan dan alat atau

kulit anestesi.

desinfektan

oxide

(ETO) gas, Ethylene (ETO) Hydrogenoxide peroxide high gas,

level (dipaparkan ke peroxide

Hydrogen plasma

alat selama  20 sterrad, menit)

Glutaraldehyde %, peracetic acid,

2

sodium hypochlorite.

Thermometer oral atau rectal Cairan

Ethyl or isopropyl

desinfektan

alcohol

intermediet (dipaparkan

level

(70%-

90%)

ke

alat selama  10 Stethoscope, sendok Cairan desinfektan

Ethyl or isopropyl

Kontak langsung

makan,

alcohol (70%-90%)

dengan

pispot,

furniture,

(dipaparkan ke alat

yang

Trolley,

meja

selama  10 menit)

utuh

operasi,

Detergen phenolic

wastafel dan lain-lain

germicidal

Non

kritikal kulit

lantai,

low

level

detergen (diencerkan sesuai label) Sodium hypoclorite

Persiapan dan penggunaan desinfektan kimia untuk sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi (High Level Desinfection /HLD)

Jenis desinfektan (yang biasa digunakan) Jumlah Kosentrasi yang efektif

Cara mengencerkan Waktu yang dibutuhkan untuk HLD Waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi Lamanya penggunaan

Chlorine

0,1%

Sesuai petunjuk pabrik

20 menit

&

Tidak dapat Ganti tiap 14 digunakan

prosedur yang akan Glutaraldehyd Bemacam- Tambahkan dilakukan

hari segera

20 menit

10 jam

atau jika

tampak kotor Ganti tiap 14-

e

macam

Activator

pada suhu

untuk Cidex 28

25C (Cidex)

(2-4%)

segera kotor

hari, jika atau

hasil test strip ALAT-ALAT DAN PERLENGKAPAN BEDAH Tubing anestesi

1.

Menggunakan filter untuk mencegah kontaminasi.

Botol susu bayi

2. 1.

Menggunakan tubing sirquit disposible. Setelah digunakan, bilas segera dengan air mengalir, sikat

botol dan dotnya menggunakan detergent dan air hangat. Bilas botol dan dotnya kedalam air bersih. Dan yang sangat penting bahwa botol dan dotnya harus benar-benar bebas dari susu. Catheter tertutup Incubator bayi

Urinal

2. Masukan botol kedalam air mendidih selama 15 menit Tidak dianjurkan menggunakan disinfektan kedalam kantong catheter. 1.

Cuci menggunakan detergent dan keringkan.

2.

Humidifier harus dalam keadaan kering. Bila diperlukan dapat

Harus selalu berada di bersihkan segera selesai dipergunakan baik secara

Alat-alat dari logam

Proses pembersihan dan sterilisasi kirim ke CSSD.

Nebuliser (volume

1. Harus menggunakan corrugator dan masker disposible (satu corrugator/pasien).

kecil)

2. Kosongkan dan keringkan mangkok obat nebuliser setelah

Tubing respirator

dipergunakan. Gunakan tubing ventilator disposible

Alat cukur

Penggunaanya disposable. Alat cukur elektrik dengan mata pisau yang

Botol suction

dapat diganti, setelah dipergunakan harus dibersihkan dan dilap Kosongkan dan bersihkan di pan sanitiser kirim ke CSSD untuk dibersihkan

Suction bungs

Cuci dalam air sabun hangat dan bilas dengan air bersih setiap habis dipergunakan.

Thermometer kaca Harus dibersihkan menggunakan air sabun dan dikeringkan. Trolley

Lap dengan cairan detergen, cuci menggunakan detergent bila terlihat

Circuit ventilator

kotor. Bila terdapat percikan darah bersihkan dengan cairan presept Circuit harus disterilisasi, dan frekuensi penggantiannya tidak boleh lebih

Referensi : The Association for Professional in Infection Control and Epidemiology (APIC), 1996. Disinfection and Sterilization Principles. Washington, DC. CDC- MMWR, 19 Desember 2003. Recommendation and reports: appendix C methods for sterilizing and disinfecting patient-care items and environmental surfaces, Washington DC. http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5217a4.htm Direktorat Jendral Pelayanan Medik,Pedoman Pelayanan Pusat Sterilisasi di Rumah Sakit,2001,Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Social RI

J. PANDUAN PENGENDALIAN INFEKSI

DI INSTALASI GIZI

I.

PENGERTIAN Infeksi Nosokomial tidak hanya dijumpai pada pasien yang dirawat di area perawatan tapi juga dapat ditemui di sarana pendukung yang terdapat di rumah sakit contohnya seperti makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Pasien yang dirawat di rumah sakit memiliki kekebalan tubuh yang menurun dibandingkan dengan orang sehat oleh karena itu penularan yang disebabkan oleh makanan yang tidak dikelola atau

ditangani dengan benar dapat

mengakibatkan penyakit tambahan bagi pasien yang disebut juga infeksi nosokomial . Dalam hal ini pengendalian infeksi di dapur rumah sakit juga harus diperhatikan. Pedoman pengendalian infeksi membuat standar pencegahan berdasarkan hasil audit yang telah dilakukan oleh Infection Control Nurse dan ditemukan bahwa masih banyak kegiatan/aktivitas di dapur yang dilakukan oleh staff dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi terhadap makanan. Untuk itu dibuat standar penerapan pengendalian infeksi di dapur seperti yang tertulis dibawah ini

II.

STANDAR Makanan harus disiapakan dan disajikan dalam aturan yang benar

III.

KEBERSIHAN 1.

Cuci tangan Fasilitas cuci tangan seperti wastafel harus tersedia di area pengolahan dan penyajian makanan dan wastafel cuci tangan harus dibersihkan setiap waktu. Staff harus cuci tangan

pada saat : a.

sebelum menyiapkan makanan

b.

setelah menangani makanan /bahan makanan mentah c. setelah menangani makanan sisa

d.

setelah dari toilet atau pada kebersihan diri seperti bersin

2. Pemakaian Alat Perlindungan Diri

a.

Penutup kepala Digunakan pada saat mengelola makanan dari bahan mentah sampai siap saji alasannya untuk mencegah rambut atau ketombe rontok dan jatuh kedalam makanan yang akan disajikan ke pasien. Penutup kepala dilepas setelah selesai melakukan aktivitas pengolahan dan penyajian makanan. Penutup kepala dicuci setiap kali digunakan.

b.

Sarung tangan Digunakan pada saat menyiapkan makanan siap santap dalam tempat makan pasien dan pada saat membersihkan peralatan makan.

c.

Apron Digunakan pada saat melakukan aktivitas membersihkan peralatan makan dan mengolah makanan dari bahan mentah ke makanan siap saji. Apron harus dilepas dan ganti setiap selesai aktivitas. Apron dicuci setiap kali setelah digunakan

IV..Pembersihan dan disinfeksi 1. Kebersihan Dapur Dapur

dibersihkan

setiap

selesai

melakukan aktivitas

memasak

dan

menyajikan

makanan secara rutin dilakukan 2x sehari. Pembersihan tidak boleh dilakukan pada saat ada aktivitas mengelola atau menyiapkan

makanan. Lantai dapur harus selalu dalam

kondisi kering dan bersih

2. Peralatan makan dan minum Peralatan makan dicuci dengan sabun detergen dan didisenfeksi dengan air panas dengan suhu 82°C sampai 88°C selama 1 menit. Peralatan dikeringkan dengan mesin pengering

,jika menggunakan lap/kain untuk mengeringkan pastikan lap yersebut dalam kondisi bersih dan kering. Peralatan yang sudah dibersihkan disimpan dalam keadaan kering pada tempat

yang

tidak

binatang/serangga.

lembab,tertutup/terlindung

dari

pencemaran

dan

gangguan

3. Meja persiapan makan mentah dan makanan matang/siap saji Permukaan meja dibersihkan setiap kali tampak kotor dan basah. Meja persiapan makanan mentah dan makanan Siap saji harus selalu dalam kondisi bersih dan kering . 4. Pest Control Penanggulangan

terhadap

serangga

atau

hama

yang

menyebabkan kontaminsai

terhadap makanan seperti tikus , lalat , kecoa, dan serangga lainnya harus dilakukan secara rutin .

V.

Peyimpanan bahan makanan dan makanan jadi Tempat penyimpanan bahan makanan harus

selalu terpelihara dan dalam keadaan

bersih,terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dll. Bahan makanan dan makanan jadi disimpan pada tempat terpisah.

Suhu penyimpanan makanan yang baik untuk mencegah pertumbuhan bakteri adalah pada suhu dibawah 5°C atau 8°C dan diatas 63°C. Makanan yang mudah membusukdisimpan dalam suhu panas > 56.5°C atau dalam suhu dingin < 4°C. Untuk makanan yang disajikan dalam 6 jam disimpan dalam suhu -5°C s/d -1°C.

VI.

Bahan makanan dan makanan jadi

Bahan makanan dan makanan jadi harus diperiksa secara phisik dan secara periodic ( sebulan sekali),diambil sampelnya untuk pemeriksaan laboratorium.

Apabila

menggunakan bahan

makanan tambahan

(bahan

pengawet,pewarna,pemanis

buatan,dll) harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

VII.

Penyajian /distribusi makanan

Makanan jadi dibawa dari dapur keruang perawatan pasien dengan menggunakan kereta dorong khusus agar terhindar dari sumber pencemaran. Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien.

VIII.

Edukasi staff Edukasi dilakukan terhadap seluruh staff dapur mengenai kebersihan dapur dan prinsip pengendalian infeksi di unit dapur secara rutin yang dikoordinir oleh kepala instalasi, PPI dan diklat

IX.

Pasien Isolasi/dengan penyakit menular Penggunaan disposable peralatan makanan

untuk pasien dengan penyakit menular atau

pasien isolasi tidak diperlukan . Alat makan dan peralatan mencuci disendirikan. Hubungi Unit Pengendlian Infeksi bila diperlukan persyaratan khusus untuk pasien .

X.

KESEHATAN STAFF Untuk peneriman karyawan /staff dapur yang baru harus ditanyakan riwayat kesehatan bila pernah terkena demam typhoid atau paratyphoid, diare yang terus menerus, bisul ,penyakit kulit dan infeksi kulit lainnya.

Staff dapur terkena penyakit kulit,bisul,muntah ,diare pada saat bertugas segera lapor kepada koordinator dapur dan berobat ke dokter perusahaan. Pemeriksaan fecal screening rutin dilakukan terhadap staff setiap 1 tahun sekali.

Referensi :

1.

Pencegahan Infeksi Nosokomial seri 11

2.

Hospital-acquired Infection Principle and prevention Third Edition, GAJ AYLIFFE,JR BABB, LYNDA J TAYLOR,2001

BAB III PENUTUP

Petunjuk Penysunan Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di rumah sakit, merupakan pokokpokok pemikiran dasar berbagai upaya pencegahan terjadinya infeksi nosokomial yang masih perlu dijabarkan kedalam bentuk program maupun petunjuk-petunjuk tehnis bagi semua pihak yang berkepentingan. Pada hakekatnya, Upaya Pengendalian Infeksi Nosokomial di rumah sakit baru akan terselenggara bila pimpinan dan staf rumah sakit yang terkait mempunyai motivasi dan keinginan pengembangan serta penuh kesadaran dan tanggung jawab. Dengan adanya buku pedoman di setiap unit perawatan pasien dan unit penunjang diharapkan Upaya pengendalian Infeksi akan berhasil dan dampak yang dihasilkan adalah mutu pelayanan rumah sakit akan meningkat.

Related Documents


More Documents from ""