STAINLESS STEEL
Disusun Oleh : Aqmarina Indra
(F14070051)
Siska Febriana
(F14070052)
Taubing Desmarlianto(F14070053) Ratna Aprilynda M
(F14070055)
Fadlullah Abdurrachman
(F14070057)
Okta Danik Nugraheni
(F14070058)
Muhammad Syaefuddin
(F14070059)
Denis Andreas
(F14070061)
Mila Sophia
(F14070062)
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
DAFTAR ISI Bab I Pendahuluan
3
1.1 Pengertian dan Sejarah
3
1.2 Tujuan
3
Bab II Isi
4
2.1 KANDUNGAN ATOM/UNSUR DAN IKATANNYA
4
2.2 KLASIFIKASI STAINLESS STEEL
5
2.3 BENTUK STRUKTUR MIKRO
7
2.4 PROSES PEMBUATAN STAINLESS STEEL 2.5 SIFAT-SIFAT TEKNIS BAHAN
10 14
2.6 CONTOH PENGGUNAAN/APLIKASI
16
2.7 STANDARISASI DAN PENGKODEAN
18
2.8 BENTUK, UKURAN, DAN HARGA STAINLESS STEEL YANG TERSEDIA DI PASAR INDONESIA BAB III PENUTUP
29
DAFTAR PUSTAKA
32
BAB I PENDAHULUAN
1.1 PENGERTIAN DAN SEJARAH Awalnya, beberapa besi tahan karat pertama berasal dari beberapa artefak yang dapat bertahan dari zaman purbakala. Pada artefak ini tidak ditemukan danya kandungan krom, namun diketahui, bahwa yang membuat artefak logam ini tahan karat adalah banyaknbya zat fosfor yang dikandungnya yang mana bersama dengan kondisi cuaca lokal membentuk sebuah lapisan basi oksida dan fosfat. Sedangkan, paduan besi dan krom sebagai bahan tahan karat pertama kali ditemukan oleh ahlimetal asal Prancis, Pierre Berthier pada tahun 1821, yang kemudian diaplikasikan untuk alat-alat pemotong, seperti pisau. Kemudian pada akhir 1890-an, Hans Goldschmidt dari Jerman, mengembangkan proses aluminothermic untuk menghasilkan kromium bebas karbon. Pada tahun 1904-1911, Leon Guillet
berhasil melakukan paduan dalam beberapa
penelitiannya yang kini dikenal sebagai Stainless Steel. Baja tahan karat atau stainless steel sendiri adalah paduan besi dengan minimal 12% kromium. Komposisi ini membentuk protective layer (lapisan pelindung anti korosi) yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap krom yang terjadi secara spontan. Tentunya harus dibedakan mekanisme protective layer ini dibandingkan baja yang dilindungi dengan coating (misal seng dan cadmium) ataupun cat. 1.2 TUJUAN Untuk melengkapi tugas Pengetahuan Bahan Teknik. Menjelaskan tentnag hal – hal yang berhubungan dengan Stainless Steel.
BAB II ISI 2.1 KANDUNGAN ATOM/UNSUR DAN IKATANNYA Baja stainless merupakan baja paduan yang mengandung minimal 10,5% Cr. Sedikit baja stainless mengandung lebih dari 30% Cr atau kurang dari 50% Fe.Daya tahan Stainless Steel terhadap oksidasi yang tinggi di udara dalam suhu lingkungan biasanya dicapai karena adanya
tambahan minimal 13% (dari berat) krom. Krom
membentuk sebuah lapisan tidak aktif Kromium(III) Oksida (Cr2O3) ketika bertemu oksigen. Lapisan ini terlalu tipis untuk dilihat, sehingga logamnya akan tetap berkilau. Logam ini menjadi tahan air dan udara, melindungi logam yang ada di bawah lapisan tersebut. Fenomena ini disebut Passivation dan dapat dilihat pada logam yang lain, seperti pada alumunium dan titanium. Pada dasarnya untuk membuat besi yang tahan terhadap karat, krom merupakan salah satu bahan paduan yang paling penting. Untuk mendapatkan besi yang lebih baik lagi, dintaranya dilakukan penambahan beberapa zatzat berikut, Penambahan Molibdenum (Mo) bertujuan untuk memperbaiki ketahanan korosi pitting dan korosi celah Unsur karbon rendah dan penambahan unsur penstabil karbida (titanium atau niobium) bertujuan menekan korosi batas butir pada material yang mengalami proses sensitasi.Penambahan kromium (Cr) bertujuan meningkatkan ketahanan korosi dengan membentuk lapisan oksida (Cr2O3) dan ketahanan terhadap oksidasi temperatur tinggi. Penambahan nikel (Ni) bertujuan untuk meningkatkan ketahanan korosi dalam media pengkorosi netral atau lemah. Nikel juga meningkatkan keuletan dan mampu bentuk logam. Penambahan nikel meningkatkan ketahanan korosi tegangan. Penambahan unsur molybdenum (Mo) untuk meningkatkan ketahanan korosi pitting di lingkungan klorida. Unsur aluminium (Al) meningkatkan pembentukan lapisan oksida pada temperature tinggi.
2.2 KLASIFIKASI STAINLESS STEEL Meskipun seluruh kategori Stainless Steel didasarkan pada kandungan krom (Cr), namun unsur paduan lainnya ditambahkan untuk memperbaiki sifat-sifat Stainless Steel sesuai aplikasi-nya. Kategori Stainless Steel tidak halnya seperti baja lain yang didasarkan pada persentase karbon tetapi didasarkan pada struktur metalurginya. Lima golongan utama Stainless Steel adalah Austenitic, Ferritic, Martensitic, Duplex dan Precipitation Hardening Stainless Steel. 1
Austenitic Stainless Steel
Austenitic Stainless Steel mengandung sedikitnya 16% Chrom dan 6% Nickel (grade standar untuk 304), sampai ke grade Super Autenitic Stainless Steel seperti 904L (dengan kadar Chrom dan Nickel lebih tinggi serta unsur tambahan Mo sampai 6%). Molybdenum (Mo), Titanium (Ti) atau Copper (Co) berfungsi untuk meningkatkan ketahanan terhadap temperatur serta korosi. Austenitic cocok juga untuk aplikasi temperature rendah disebabkan unsur Nickel membuat Stainless Steel tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah.
2. Ferritic Stainless Steel Kadar Chrom bervariasi antara 10,5 – 18 % seperti grade 430 dan 409. Ketahanan korosi tidak begitu istimewa dan relatif lebih sulit di fabrikasi / machining. Tetapi kekurangan ini telah diperbaiki pada grade 434 dan 444 dan secara khusus pada grade 3Cr12. 3. Martensitic Stainless Steel Stainless Steel jenis ini memiliki unsur utama Chrom (masih lebih sedikit jika dibanding Ferritic Stainless Steel) dan kadar karbon relatif tinggi misal grade 410 dan 416. Grade 431 memiliki Chrom sampai 16% tetapi mikrostrukturnya masih martensitic disebabkan hanya memiliki Nickel 2%.Grade Stainless Steel lain misalnya 17-4PH/ 630 memiliki tensile strength tertinggi dibanding Stainless Steel lainnya. Kelebihan dari grade ini, jika dibutuhkan kekuatan yang lebih tinggi maka dapat di hardening. 4. Duplex Stainless Steel Duplex Stainless Steel seperti 2304 dan 2205 (dua angka pertama menyatakan persentase Chrom dan dua angka terakhir menyatakan persentase Nickel) memiliki bentuk mikrostruktur campuran austenitic dan Ferritic. Duplex ferritic-austenitic memiliki kombinasi sifat tahan korosi dan temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan terhadap Stress Corrosion Cracking. Meskipun kemampuan Stress Corrosion Crackingnya tidak sebaik ferritic Stainless Steel tetapi ketangguhannya jauh lebih baik (superior) dibanding ferritic Stainless Steel dan lebih buruk dibanding Austenitic Stainless Steel. Sementara kekuatannya lebih baik dibanding Austenitic Stainless Steel (yang di annealing) kira-kira 2 kali lipat. Sebagai tambahan, Duplex Stainless Steel ketahanan korosinya sedikit lebih baik dibanding 304 dan 316 tetapi ketahanan terhadap pitting coorrosion jauh lebih baik (superior) dubanding 316. Ketangguhannya Duplex Stainless Steel akan menurun pada temperatur dibawah – 50 oC dan diatas 300 oC.
5. Precipitation Hardening Steel Precipitation hardening Stainless Steel adalah Stainless Steel yang keras dan kuat akibat dari dibentuknya suatu presipitat (endapan) dalam struktur mikro logam. Sehingga gerakan deformasi menjadi terhambat dan memperkuat material Stainless Steel. Pembentukan ini disebabkan oleh penambahan unsur tembaga (Cu), Titanium (Ti), Niobium (Nb) dan alumunium. Proses penguatan umumnya terjadi pada saat dilakukan pengerjaan
dingin
(cold
work).
2.3 BENTUK STRUKTUR MIKRO Berikut beberapa gambar yang menunjukkan struktur mikro dari Stainless Steel dan beberapa paduan besi lain yang bersifat tahan karat dengan sifat mekanis yang berbeda. Perbedaan-perbedaan yang dapat dilihat dengan jelas diantaranya adalah pemisahan-pemisahanpecahan-pecahan yang terjadi akibat pengerjaan logam yang menggunakan suhu yang berbeda, terlalu rendah atau terlalu tinggi suhunya.
Figure 1. Micro-structure of same steel showing part of ferrite network, Widmanstätten and
feathery
structure.
Pearlite-dark ( x 80)
Ferrite-white.
Figure 2. Macro-structure of cast steel revea-ling large prirmary austenite crystals due to presence of impurities (x 4)
Figure 3. Same steel imperfectly annealed ferrite formed in masses outlining original cast structure (x80)
Figure 4. Same steel properly annealed: ferrite and perlite uniform and fine (x80)
Figure 5. As cast: cementite network and Figure 6. Heated to 1050°C and quenched plates in pearlite (x 100)
in water. Large grains (x 100)
Figure 7. Cementite globules in properly hot- Figure 8. Cementite globules in martensite,
worked steel (x 200)
in hardened steel (x 200)