Ssi Besok.docx

  • Uploaded by: Dewwy
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ssi Besok.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,658
  • Pages: 21
MelakukanTapa Brata Wanita mempunyai kesetaraan dengan laki-laki dalam hal melakukan tapa brata. Hal tersebut sesuai dengan kutipan dalam SWP pupuh III pada 8, 9, dan 10 yang selanjutnya dicontohkan pada 8 pada kutipan di bawah ini. Tapa brata puja montra/ déné kang dipunwastani/ iya nini tapa brata/ limang prakara sayêkti/ jugaa ngingirangi/ ing bukti sarananipun/ narima nadyan nyêgah/ dhahar manawa sirèku/ tan narima apa hing saananira/ Terjemahan: Mati raga dan memuja mantra/ sedangkan yang dinamakan/ mati raga/ lima perkara benar-benar/ bisalah mengurangi/ dalam makan syaratnya/ narima wupun menahan/ makan/ jika engkau/ tidak narima apa saja dalam seadanya/ Dalam teks tersebut nampak bahwa para wanita juga dituntut untuk melakukan tapa brata agar menjadi wanita utama. Tapa brata yang dimaksud adalah mengurangi makan dan bersifat narima dalam menghadapi makanan. Artinya seorang wanita harus bisa menahan untuk tidak 126 LITERA, Volume 13, Nomor 1, April 2014 makan dengan menuruti nafsunya dan memakan makanan seadanya. Dalam hal mengurangi makanan beberapa orang menginterpretasikan sebagai melakukan

puasa. Selanjutnya, para wanita juga harus mengurangi tidur. Artinya, mereka harus prihatin, banyak berjaga di malam hari. Beberapa orang dalam konstruk agama Islam mengartikan hal ini dengan berjaga di malam hari untuk melakukan shalat malam dan wirid. Tapa brata selanjutnya adalah mengurangi senggama. Artinya bahwa wanita tersebut harus bisa mengendalikan nafsu seksual, sehingga kesetiaan tetap dapat dipertahankan. Laku selanjutnya adalah mengendalikan pembicaraan/ perkataan yang tidak perlu. Hal itu karena dalam kehidupan wanita diciptakan sebagai makhluk yang banyak menggunakan bahasa lisan untuk melakukan aktifitasnya. Oleh karena itu pembicaraan yang tidak sesuai dan tidak penting harus dihindarkan. Hal tersebut ditujukan agar tidak menimbulkan permasalahan. Laku selanjutnya adalah menahan perasaan marah yang dapat terlihat dari cahaya mata. Seorang wanita utama dituntut agar dapat memperlihatkan wajah cerah apapun perasaan yang sedang ditanggung/ dihadapinya. Laku yang demikian merupakan pengendalian yang sangat berat bagi manusia, karena manusia tersebut harus dapat mengolah budi dan rasa dalam perasaannya. Berilmu, Terampil, Pemberani, Keagungan dan Kekayaan

Dalam teks Wulang Putri terdapat bait yang menyatakan bahwa seorang wanita yang utama akan mengalami keberuntungan bila mempunyai sifat-sifat dan laku untuk belajar ilmu pengetahuan, memiliki keterampilan, memiliki sifat yang pemberani, mempunyai sifat agung, dan memiliki kekayaan. Hal tersebut sesuai dengan kutipan SWP pupuh II pada 9 dan 10 yang dicontohkan pada 9 dibawah ini. Gungagungé ing bêgja puniku nini/ mung kawan prakara/ gunawan ingkang sawiji/ kasantikan têgêsira/ Terjemahan: Besarnya keberuntungan itu, nini/ hanya empat perkara/ benarbenar kaya akan ilmu pengetahuan/ maksudku kekuatan/ Teks tersebut mempunyai relasi gender yang berbeda antara SSR dengan SWP. Kemerdekaan wanita untuk belajar ilmu pengetahuan, serta menunjang kehidupan dan eksistensinya sebagai wanita cukup menonjol. Di samping itu, wanita harus mempunyai sifat percaya diri yang tinggi yang dijabarkan sebagai sifat pemberani. Sifat-sifat seperti ini akan menuntun wanita di dalam mencapai kehidupan sosial yang lebih baik. Hal tersebut disebabkan wanita telah mampu bersikap mandiri. Di sisi lain, wanita dituntut untuk memiliki keluhuran budi dan pada akhirnya mempunyai kekayaan.

     

PiekaHome Materi Kuliah Pieka Sastra Pieka Skripsi Pieka Twitter Pieka Wordpres

ANALISIS GAYA BAHASA PUISI TERATAI KARYA SANUSI PANE

ANALISIS GAYA BAHASA PUISI TERATAI KARYA SANUSI PANE Disusun sebagai salah satu tugas dalam Mata kuliah Apresiasi Puisi Dosen : Anjar setianingsih, M.Pd.

Disusun oleh : Nama

:

PANJI PRADANA Nim :092110144 Semester

: IVD

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo 2011

ANALISIS GAYA BAHASA PUISI TERATAI KARYA SANUSI PANE Karya sastra sebagai bahan analisis diambil salah satu puisi Sanusi Pane berjudul “Teratai” berikut ini. Kepada Ki Hajar Dewantara Dalam kebun di tanah airku Tumbuh sekuntum bunga teratai Tersembunyi kembang indah permai Tiada terlihat orang yang lalu. Akarnya tumbuh di hati dunia Daun berseri, laksmi mengarang Biarpun dia diabaikan orang Seroja kembang gemilang mulia. Teruslah , o, Teratai bahagia Berseri di kebun Indonesia Biarkan sedikit penjaga taman. Biarpun engkau tidak dilihat, Biarpun engkau tidak diminat Engkau turut menjaga jaman Sanusi Pane, 1957.

A. PEMBAHASAN a. Pembahasan Heuristik Dalam pembacaan ini karya sastra dibaca secara linier, sesuai dengan struktur bahas sebagai system tanda semiatik tingkat pertama. Untuk menjelaskan arti bahasa bilamana perlu susunan kalimat dibalik seperti susunan bahasa secara normative, diberi tambahan kata sambung (dalam kurung), kata-kata dikembalikan ke dalam bentuk morfologinya yang normative. Bilamana perlu, kalimat karya sastra diberi sisipan-sisipan kata dan kata sinonimnya, ditaruh dalam tanda kurung supaya artinya menjadi jelas, seperti pembacaan puisi “Teratai” sebaqgai berikut. Kepada Ki Hajar Dewantara. (di) Dalam kebun di tanah airku (yang tercinta ini). (telah) Tumbuh sekuntum bunga teratai (yang indah). (dan) Tersembunyi (sekuntum) kembang (yang) indah (nan) permai. Tiada terlihat orang yang (ber) lalu (lalang melintas). Akarnya (pun) tumbuh di hati dunia. (di) Daun (yang telah) berseri, (lalu) laksmi mengarang. Biarpun (karangan) dia diabaikan orang (lain). Saroja (tetap) kembang gemilang mulia.

Teruslah, o, Teratai (yang ber) bahagia. (tetap) Berseri di kebun Indonesia. Biarkan (hanya) sedikit (para) penjaga taman. Biarpun engkau tidak (bisa) dilihat. Biarpun engkau tidak (bisa) diminta. Engakau (telah) turut menjaga jaman. b. Pembacaan Retoriktif atau Hermeneutik Pembacaan heuristik itu baru memperjelas arti kebahasaan tetapi makna karya sastra atau sajak itu belum tertangkap. Oleh karena itu, pembacaan heuristic harus diulang lagi dengan pembacaan retroaktf dan diberi tafsiran (dibaca secara hermeneutik) sesuai dengan konvensi sastra sebagai system sematik tingkat kedua, sebagai berikut. Judul “Teratai” bukan sebagi tanda sebagai bunga, namun sebagai lambang untuk tokoh yang dikagumi oleh penyair, yakni: Ki Hajar Dewanrtara. Kerendahan hatinya (terpancar) seperi bunga teratai yang tumbuh di kolam, tidak dikenal oleh banyak orang, diabaikan dan tidak diminati (tidak terlalu banyak orang yang tahu dan orang tidak menginginkan hal itu ), namun (biarpun seperti itu) gagasannya diterima secara umum bahkan menjadi dasar pemikiran tingkat dunia (peninggalannya bermanfaat bagi orang di seluruh dunia). (segenap keinginan) Mengisyaratkan agar Ki Hajar Dewantara (selalu) Meneruskan gagasannya dan cita-citanya demi kemajuan bangsa Indonesia, sekalipun Ki Hajar Dewantara tidak dikenal dan tidak diminati orang (walaupun dalam kennyataannya tidak sebanding dengan apa yang diberikannya). Dengan cara itu Ki Hajar Dewantara (tetaplah menjadi) dan dapat turut menjaga jaman. Proses pemaknaan dengan pembacaan retroaktif atau hermeneurik itu lebih lanjut akan tampak dalam analisis gaya bahasa berikut. c. Analisis Gaya Bahasa Untuk dapat menangkap makna karya sastra secara keseluruhan, lebih dahulu harap diterangkan gaya bahasa dalam wujud kalimat atau sintaksisnya, kemudian diikuti analisis gaya kata, dan yang terakhir analisis gaya bunyi. d. Gaya kalimat atau Sintaksis Puisi memerlukan kepadatan dean ekspresivitas karena puisi itu hannya mengemukakan inti masalah atau inti pengalaman. Oleh karena itu , terjadi pemadatan, hanya yang perlu-perlu saja dinyatakan, maka hubungan kalimat-kalimatnya implisit, hanya tersirat saja. Hal ini tampak dalam baris-baris atau kalimat-kalimat dalam bait pertama (dan bait lainnya). Jadi, gaya kalimat demikian dapat disebut gaya implisit, seperti tampak dalam baris ke-1 dan ke-2 dalam bait ke dua. Di antaranya dapat disisipkan kata penghubung memperjelas. Dalam kebun di tanah airku (Telah) Tumbuh sekuntum bunga teratai Begitu juga hubungan antara baris ke-1,2 dengan baris ke-3 dan ke-4 dalam bait ke satu dan dua. Daun (yang telah) berseri, laksana mengarang Biarpun dia diabaikan orang Begitu juga, hubungan implisit antara baris ke-2 dan ke-3 bait ketiga, dapat dijelaskan dengan sisipan ungkapan “Tetap” dan “hanya, para” sebagai berikut. (Tetap) Berseri di kebun Indonesia Biarkan (hanya) sedikit (para) penjaga taman. Baris ke- 1, 2, 5 bait keempat dapat juga dipandang sebagi sarana retorika klimaks, yaitu pernyataan yang menanjak. “Biarpun engkau tidak dilihat, Biarpun engkau tidak diminat Engkau turut menjaga jaman”

e. Gaya Bahasa dalam Kata Untuk menghidupkan lukisan dan memberikan gambaran yang jelas, dalam puisi ini banyak dipergunakan bahasa kiasan. Bahasa kiasan ini menyatakan suatu hal secara tidak langsung. Ekspresi secara tidak langsung ini merupakan konvensi sastra, khususnya puisi seperti dikemukakan oleh Riffaterre (1978:1). Ucapan tidak langsung itu menurut Riffaterree (1978:2) disebabkan oleh tiga hal: pemindahan atau penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan atau penggantian arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning). Pemindahan arti ini berupa penggunaan metafora dan metonimi. Istilah metafora itu sering kali untuk menyebut arti kiasan pada umumnya meskipun, metafora itu sesungguhnya merupakan salah satu ragam bahasa kiasan. Penyimpangan atau pemoncongan arti disebabkan oleh ambiguitas, koatradiksi, dan nonsense. Penciptaan arti disebabkan oleh penggunaan bentuk visual: pembaitan, enjabement, persajakan, homologues (persejajaran bentuk), dan bentuk visual lainnya. Ungkapan tak langsung dalam puisi ini yang sangat penting terutama bahasa kiasan (penggantian arti: metafora dan metonimi dan ambiguitas (arti ganda). Demikian juga, untuk menghidupkan likisan dalam puisi ini digunakan ucapan tak langsung dengan citraan (imagery) Bait ke- 1 “Bunga taratai” adalah metafora untuk mengungkapkan kesan terhadap Ki Hajar Dewantara dengan kerendahan hatinnya, “indah permai” walaupun tidak dikenal oleh orang bannyak dan orang lain tidak ingin mengenalnnya (sosok yang sebenarnya dalam didri Ki Hajar) Bait ke- 2 “Akarnya tumbuh” merupakan metafora untuk menunjukan gagasannya di pakai diseluruh dunia atau “hasil pemikiran yang mendunia” (untuk mennyangatkan) “Laksmi” ini merupakan ambiguitas berarti nma dewi atau molek, atau cantik. “gemilang mulia” adalah gagasan yang terpakai walaupun si penggagas tidak dikenali oleh orang bannyak (karya yang penuh ke ikhlasan) Bait ke- 3 “penjaga taman” adalah orang yang yang tiak mengenalinya dan tak ingin mengenali. Bait ke- 4 “ menjaga jaman” adalah Ki Hajar telah meneruskan gagasan dan cita-citanya demi kemajuan jaman. f. Gaya Bahasa dalam Bunyi Bunyi berfungsi untuk mendukung atau memperkeras arti kata ataupun kalimat. Gaya bunyi untuk memperdalam makna kata dan kalimat. Dalam puisi ini tampak sebagai berikut. Keseluruhan puisi menampakan berupa kesan dan kekaguman. Suasana itu di tampilkan, disamping oleh arti kata-kata dan kalimatnya, juga oleh bunyinya yang berat dan dominan, yaitu asonansi a dikombinasi i sajak akhir. Akan tetapi, efekrifitasnya ditunjang oleh variasi dan kombinasi bunyi yang menyebabkan berirama dan kagum. Bait ke-1 Kombinasi bunyi a-i yang kuat tampak pada baris ke-1 , 3. Dalam kebun di….airku Tersembunyi kemban indah permai Sajak akhir baris ke- 2 dan ke- 3: teratai-permai, bunyi i memberikan suasana kagum yang merdu.

Variasi bunyi ai dalm baris ke-1, 2 dan 3 menyiratkan makna kekaguman: kebun di tanah airku/ teratai/……indah permai. Bait ke- 2 Asonansi a yang dominan dikombinasikan bunyi n, m dan ng pada ke tiga barisnya memperkuat situasi dan suasana kagum. Daun berseri, Laksmi mengarang Biarpun dia diabaikan orang Seroja kembang gemilang mulia Bait ke- 3 Asonansi a dan sajak i memperkuat suasana kagum divariasi dengan bunyi e membuat berirama dan liris. Pola bunyi vocal tersebut sebagai berikut. Baris ke- 1: a-ai-ai Baris ke- 2:e-ia Baris ke- 3:ia-a-a-a Sajak akhir: bahagia – Indonesia – taman memperkeras makna kesan atau kagum Bait ke- 4 Asonansi a yang dominan dikombinasikan bunyi n, m dan ng pada ke tiga barisnya memperkuat situasi dan suasana kagum. Biarpun engkau tidak dilihat, Biarpun engkau tidak diminat Engkau turut menjaga jaman Sajak akhir baris ke- 1 dan ke-2 : dilihat – diminat membuat suasana sedikit muram. Bait di atas juga tampak bunyi sengau sebagai variasi membuat merdu.

B. KESIMPULAN Gaya bahasa sangat penting untuk pemaknaan karya sastra karena merupakan sarana satra yang turut menyumbangkan makna karya sastra dan untuk mencapai nilai seninya. Akan tetapi, sampai sekarang dalam kesusastraan Indonesia belumada penelitian gaya bahasa sastra, belum ada buku sitilistika yang khusus untuk sastra. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian gaya bahasa dalam kesusastraan Indonesia dan penulisan stilistika yang khusus untuk kesusastraan. Gaya bahasa, yang merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu, ada beberapa jenis, yaitu gaya bahasa individu, gaya bahasa golongan sastrawan, aliran tertentu, dan gaya bahasa periode. Karena itu, penelitian gaya bahasa dapat dilakukan dalam bidang-bidang 6tersebut, sesuai dengan keperluan. Akan tetapi, dalam penulisan stilistika perlu diperhatikan gaya bahasa yang bersifat umum dan tidak hanya yang bersifat khusus. Untuk penulisan ini yang tepat adalah penelitian stilistika deskriptif. Pengertian gaya bahasa meliputi gaya dalam semua aspek bahasa: bunyi,kata, dan kalimat. Oleh karena itu, penelitian gaya bahasa meliputi gaya kalimat, gaya kata, dan gaya bunyi bahasa. Gaya bahasa merupakan unsure struktur karya sastra. Oleh karena itu, makna gaya bahasa tidak dapat terlepas dari unsur-unsur lainnya dan keseluruhannya. Dengan demikian, penelitian gaya bahasa dilakukan dalam kerangka teori dan metode strukturalisme-semiotik. Hal ini mengingat pula bahwa gaya bahasa itu merupakan system tanda yang bermakna a’au semiotik. Untuk memahami makna gaya bahasa diperlukan pembacaan karya sastra secara semitik, yaitu pembacaan heuristik dan retoraktif atau hermeneuutik. Penelitian gaya bahasa itu dapat dienal pada karya sastra jenis prosa atau jenis puisi sesuai dengan keperluan atau kepentingannya.

Share this article : 2

Poskan Komentar « Prev Post Next Post » Beranda   

Beranda Tentang Kami Kontak Kami

Pieka Popular 

SINOPSIS NOVEL CINTA SUCI ZAHRANA Nama Zahrana mendunia karena karya tulisnya dimuat di jurnal ilmiah RMIT Melbourne. Dari karya tulis itu, Zahrana meraih penghargaan d...



Dampak Penggunaan Bahasa Alay pada Remaja Indonesia MAKALAH Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah seminar bahasa Dosen pengampu : Hj. Kadaryati, M.Hum ...



CONTOH PARAGRAF PERSUASIF PARAGFAR PERSUASIF Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan Obat Berbahaya. Selain “Narkoba”, istilah lain yang di...



Cara Membuat Grafik pada Ms. Word 1. Buka Window Microsoft Office - Microsoft Word 2. dan pilih chart/grafik yang diinginkan, ...



Pilih Insert - Chart

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA 1. ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA 1. Pengertian bahasa pada dasarnya adalah proses mempelajari bahasa. D...

situs info

Followers

Pembelajaran

Blog Archive 

► 2014 (2)



► 2013 (23)



▼ 2012 (100) o ► Desember (18) o ▼ November (31)  menulis cerpen dengan media online ( sebuah pengaa...  KRITIK SASTRA OBJEKTIF NOVEL Ayah, Mengapa Aku Be...  PEMBELAJARAN MEMAHAMI JENIS-JENIS PARAGRAF PADA SI...  PEMBELAJARAN MENULIS PUISI PADA SISWA KELAS X SMA ...  BIDANG ILMU SOSIOLOGI KAITANNYA DALAM NOVEL AYAH,...  TRANSFORMASI MEDIA NOVEL DALAM MIHRAB CINTA KARYA...  program tahunan  MACAM-MACAM TEKANAN  ANALISIS GAYA BAHASA PUISI TERATAI KARYA SANUSI PA...  PENTINGNYA SEX EDUCATION  ANALISIS SAJAK PALSU  MAKALAH TENTANG SISTEM EKONOMI KERAKYATAN DALAM MA...  DRAMA PENDEK  sifat dan fungsi kritik sastra  MORFOGI  PERUBAHAN BENTUK MAKNA  ANALISIS LAGU SURGAMU - UNGU  KAJIAN INTERTEKSTUAL DALAM NOVEL NAMAKU HIROKO KAR...  CERPEN MALIN KUNDANG 2000 DAN CERITA MALIN KUNDANG...  CONTOH PROPOSAL PPL (SMK MUH. SAMPANG, CILACAP)  ANALISIS PUISI AMIR HAMZAH YANG BERJUDUL SAJAK BER...  ARTIKEL TENTANG PUISI AMIR HAMZAH “ PADAMU JUA”  penyusunan buku teks  KAJIAN Kajian sosial Novel Sang Pemimpi Unsur sosi...  PENGKAJIAN STRUKTUR NOVEL “KARENA ANGIN CINTA” K...  PELATIHAN JURNALISTIK  TENTANG SASTRA LAMA  TENTANG PUJANGGA BARU  ANALISIS PERBANDINGAN STRUKTURAL CERPEN  PENINGKATAN KETRAMPILAN MENULIS PUISI SD KELAS III...



o o o o o o o o o 

► ► ► ► ► ► ► ► ►

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERPEN DENGAN MED... Oktober (11) September (4) Agustus (2) Juli (6) Juni (4) Mei (11) April (6) Maret (1) Januari (6)

► 2011 (1) Diberdayakan oleh Blogger.

Labels   

Materi Kuliah (4) Sastra (5) skripsi (5)

Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template Copyright © 2011. Pieka - All Rights Reserved Template Created by Creating Website Published by Mas Template Proudly powered by Blogger

Blue Dreams 

Beranda

Kamis, 08 November 2012 ANALISIS PUISI DIBAWA GELOMBANG

DIBAWA GELOMBANG

Karya: Sanusi Pane Alun membawa bidukku perlahan,

Dalam kesunyian malam waktu, Tidak berpawang, tidak berkawan, Entah kemana aku tak tahu.

Jatuh di atas bintang kemilau, Seperti sudah berabad-abad, Dengan damai mereka meninjau, Kehidupan bumi, yang kecil amat.

Aku bernyanyi dengan suara, Seperti bisikan angin di daun; Suaraku hilang dalam udara, Dalam laut yang beralun-alun.

Alun membawa hidupku perlahan, Dalam kesunyian malam waktu,

Tidak berpawang, tidak berkawan, Entah kemana aku tak tahu.

ANALISIS PUISI

A. Struktur Batin

1) Tema Tema adalah pokok persoalan (subyek matter) yang dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh pengarang baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus menebak atau mencari-cari, menafsirkan). Tema puisi Dibawa Gelombang di atas dikemukakan oleh pengarang secara tidak langsung. Temanya adalah kepasrahan seseorang dalam hidupnya. Hidup itu bagai biduk yang ada di lautan. Biduk diibaratkan seperti manusia, sedangkan lautan bagai kehidupan dunia. Serta arus laut merupakan gambaran arah tujuan hidup. Penyair tidak punya tujuan dalam menghadapi lika-liku kehidupan. Ia hanya pasrah terhadap nasib, bagai biduk yang terbawa arus yang tak tentu arahnya. Hal tersebut seperti pada syair : Alun membawa bidukku perlahan, .... Entah kemana aku tak tahu.

2)

Amanat Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penyair terhadap pembaca melalui karyanya.

Amanat puisi diatas, diantaranya adalah : 

Hidup itu harus punya tujuan. Tergambar pada syair : Entah kemana aku tak tahu. Syair tersebut menunjukan bahwa penyair tidak tahu tujuan hidupnya.



Dalam mengahapi masalah kita tidak boleh berputus asa dan harus selalu ingat kepada Tuhan. Tergambar pada syair : Tidak berpawang, tidak berkawan, Pawang di sini dapat diibaratkan Tuhan.



Jangan merasa rendah diri dan pesimis, seperti yang tergambarkan dalam syair : Suaraku hilang dalam udara, Dalam laut yang beralun-alun. Dalam kehidupan yang luas ini penyair merasa dirinya kecil dan tak bisa apa-apa.

3)

Nada Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa bersikap rendah hati, angkuh, persuatif, sugestif. Nada yang digunakan pada puisi diatas adalah penyair bersikap pasrah, karena isi dari puisi tersebut adalah sikap pasrah penyair terhadap permasalahan yang ia alami.

4) Suasana Suasana adalah perasaan penyair ketika penyair membuat puisi tersebut. Suasana puisi Dibawa Gelombang adalah sunyi dan tenang. Hal itu terbukti pada syair puisi tersebut, diantaranya pada syair: Dalam kesunyian malam waktu, ... Seperti bisikan angin di daun;

B.

Struktur Fisik

1) Tipografi Tipografi adalah bentuk atau perwajahan puisi. DIBAWA GELOMBANG Karya : Sanusi Pane Alun membawa bidukku perlahan, Dalam kesunyian malam waktu, Tidak berpawang, tidak berkawan, Entah kemana aku tak tahu.

Jatuh di atas bintang kemilau, Seperti sudah berabad-abad, Dengan damai mereka meninjau, Kehidupan bumi, yang kecil amat.

Aku bernyanyi dengan suara, Seperti bisikan angin di daun; Suaraku hilang dalam udara, Dalam laut yang beralun-alun.

Alun membawa hidupku perlahan, Dalam kesunyian malam waktu, Tidak berpawang, tidak berkawan, Entah kemana aku tak tahu.

Tipografi dari puisi di atas adalah rata kiri dan teratur. Pada puisi Dibawa Gelombang terdiri dari empat bait, dan dari setiap bait terdiri dari empat baris. Jumlah kata dalam satu baris antara empat sampai lima kata, sedangkan jumlah suku kata dalam satu baris antara sepuluh sampai sebelas suku kata. 2) Diksi Diksi adalah pemilihan kata pada puisi. Pemilihan kata terdapat dalam puisi Dibawa Gelombang yaitu pada kata alun yang artinya gelombang yang memanjang dan bergulung-gulung, yang biasanya lebih kecil daripada ombak, tetapi lebih besar daripada riak. Pada masa sekarang kata alun jarang digunakan lagi dalam bahasa percakapan sehari-hari. Selain alun juga ada kata biduk yang artinya perahu kecil yang dipakai untuk menangkap ikan atau menangkap barang -barang di sungai. Pada puisi Dibawa Gelombang, juga disusun oleh kata dasar dan kata berimbuhan. Contoh kata dasar : alun, malam, waktu, aku, entah, jatuh, angin, udara, dan lain-lain. Contoh kata dasar berimbuhan : membawa, perlahan, kesunyian, berkawan, berkawang, berkawan, meninjau, kehidupan, dan lain-lain. 3) Rima dan Irama Rima adalah pengulan bunyi diakhir baris.

Pada semua bait yaitu dari bait pertama sampai bait ke empat rima yang digunakan adalah rima abab. Pemakaian kata yang digunakan dalam puisi untuk mendapatkan pola bunyi yang indah. Pola bunyi dapat terjadi karena adanya asonansi dan aliterasi. Asonansi yang muncul dalam puisi Dibawa Gelombang adalah : 1. Pengulangan fonem /a/ Contoh : Dalam kesunyian malam waktu 2. Pengulangan fonem /e/ Contoh : Seperti sudah berabad-abad 3. Pengulangan fonem /u/ Contoh : Suaraku hilang dalam udara 4. Pengulangan fonem /i/ Contoh : Seperti bisikan angin di daun Aliterasi yang muncul dalm puisi Dibawa Gelombang adalah : 1. Pengulangan fonem /w/ Contoh : Tidak berpawang, tidak berkawan. 2. Pengulangn fonem /t/ Contoh : Entah kemana aku tak tahu 3. Pengulangan fonem /n/ Contoh : Dengan damai mereka meninjau

Irama ialah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembutnya ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Irama dibedakan menjadi dua: a. Metrum, yaitu irama yang tetap, menurut pola tertentu. b. Ritme, yaitu irama yang disebabkan pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur. Irama puisi Dibawa Gelombang termasuk irama metrum, karena iramanya tetap (tidak mengalami pergantian bunyi tinggi rendah), menurut pola tertentu. Irama menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tidak terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup. Irama diwujudkan dalam bentuk tekanan-tekanan pada kata. Tekanan tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu: a. Dinamik, yaitu tyekanan keras lembutnya ucapan pada kata tertentu. b. Nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. c. Tempo, yaitu tekanan cepat lambatnya pengucapan kata. Tekanan puisi Dibawa Gelombang adalah dinamik lembut, nada rendah, dan dengan tempo lambat. 4) Pencitraan Pencitraan adalah gambaran-gambaran angan (pikiran) untuk menimbulkan suasana khusus, membuat puisi lebih hidup, dan lebih menarik perhatian. Pencitraan yang digunakan pada puisi tersebut adalah : a) Citraan pendengaran Bukti: Bait ke-3 Aku bernyanyi dengan suara, Seperti bisikan angin di daun; Suaraku hilang dalam udara,

b) Citraan perasaan Bukti: Bait ke-1 Dalam kesunyian malam waktu, Bait ke-2 Dengan damai mereka meninjau, 5) Majas Majas-majas dalam puisi Dibawa Gelombang: 1. Personifikasi atau prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda benda mati atau barang –barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Pada contoh : Alun membawa bidukku perlahan 2. Persamaan /Simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu menyatakan sesuatu dengan hal lain. Pada contoh : Seperti sudah beradab-adab Seperti bisikan anging di daun 3. Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Pada contoh : Kehidupan bumi, yang kecil amat.

Diposkan oleh Latifah Nur Fitriawati di 04.15 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

0 komentar:

Poskan Komentar « Posting Lebih Baru Posting Lama » Beranda

The Climb

Free Music at divine-music.info

My Calender Free Calendar

Blog Archive 

▼ 2012 (4) o ▼ November (4)  ► Nov 12 (1)  ▼ Nov 08 (2)  PUISI "MALAIKAT TANPA SAYAP"  ANALISIS PUISI DIBAWA GELOMBANG  ► Nov 07 (1)

Blog Archive 

▼ 12 (4) o ▼ November (4)  ► Nov 12 (1)  ▼ Nov 08 (2)  PUISI "MALAIKAT TANPA SAYAP"  ANALISIS PUISI DIBAWA GELOMBANG  ► Nov 07 (1)

About Me

Latifah Nur Fitriawati Lihat profil lengkapku

My Time Diberdayakan oleh Blogger.

Copyright (c) 2010 Blue Dreams. Design by WPThemes Creator

Blogger Templates And Web Design Company.

Related Documents

Ssi
April 2020 23
Ssi
May 2020 10
Ssi
June 2020 6
Ssi-form
November 2019 23
Ssi Project
June 2020 5
Ssi 2003
May 2020 2

More Documents from ""