BAB II TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi Sprain ankle merupakan salah satu cidera akut yang sering di alami para atlet. Ankle joint
rentan mengalami cidera karena kurang mampu melawan kekuatan
medial,lateral,tekanan dan rotasi. Pada kasus sprain ankle tidak sama seperti cidera lainnya yang disebabkan oleh tekanan tingkat rendah yang berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Cidera akut ini ditimbulkan oleh karena adanya penekanan dan melakukan gerakan membelok secara tiba-tiba. Sprain ankle tidak hanya terjadi pada bagian sisi pergelangan kaki tetapi biasanya dapat juga merusak bagian luar (lateral) ligament. Hal ini terjadi pada saat kaki melakukan gerakan memutar pada tungkai kaki, meregangkan pergelangan pada titik dimana akan dapat merobek. Cedera sprain ankle dapat terjadi karena overstretch pada ligamen complex lateral ankle dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba terjadi saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah, di mana umumnya terjadi pada permukaan lantai/ tanah yang tidak rata. Sedangkan ligamen pada lateral ankle antara lain: ligamen talofibular anterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi. Ligamen talofibular posterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi. Ligamen calcaneocuboideum yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi. Ligamen talocalcaneus yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi dan ligamen calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi. Menurut Calatayud (2014), sprain ankle terjadi karena adanya cedera berlebihan (overstreching dan hypermobility) atau trauma inversi dan plantar fleksi yang tiba - tiba, ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah yang tidak rata sehingga hal ini akan menyebabkan telapak kaki dalam posisi inversi, menyebabkan struktur ligamen yang akan teregang melampaui panjang fisiologis
dan fungsional normal, terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamen kompleks lateral, hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada saat berkontraksi, adanya nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi penurunan kekuatan otot dan kerterbatasan gerak. b. Klasifikasi, Tanda dan gejala Menurut Ali Satia Graha (2009:12), cedera ligament pada sendi ankle itu sendiri dapat dikelompokkan berdasarkan berat ringannya tingkat cedera yang terjadi, yaitu: 1. Cedera Tingkat I (Cedera Ringan) Biasanya hanya terjadi pada ligament talofibula anterior, yang dapat mengakibatkan retak pada tulang tertentu. merupakan cedera yang tidak diikuti oleh kerusakan dari jaringan tubuh, misalnya kekuatan dari otot dan kelelahan. Pada cedera ini biasanya tidak diperlukan pengobatan apapun, dan akan sembuh dengan sendirinya setelah istirahat beberapa waktu. 2. Cidera tingkat II (cidera sedang) Merupakan cedera dengan tingkatan kerusakan jaringan lebih nyata, terjadi pada talofibula anterior dan calcaneo fibula ligament, dapat memperparah terjadinya kerusakan pada struktur ligament dan berpengaruh pada reformance. Keluhan biasanya berupa nyeri, bengkak, dan gangguan fungsi tanda-tanda inflamasi atau robeknya ligament. 3. Cidera tingkat III (cidera berat) Merupakan cedera yang serius, meliputi kedua ligament seperti pada posterior talo fibula ligament
yang ditandai akan adanya kerusakan pada jaringan tubuh,
seperti robek otot, ligament maupun fraktur. Tanda & gejala 1. Adanya bengkak (oedem) Dikarenakan benturan, pada kondisi ini biasa juga terdapat pendarahan dalam jaringan (hematom) dalam waktu singkat, range of moption terbatas, nyeri gerak, inflamasi dan spasme otot. 2. Strain
Dikarenakan overstretch tendon atau otot,pada kondisi ini biasa terdapat nyeri, bengkak, keterbatasan range of motion. 3. Dislokasi Dikarenakan trauma yang mengakibatkan salah satu komponen pembentuk sendi berpindah tempat atau tidak berada di posisi yang seharusnya.pada kondisi ini biasanya terdapat nyeri, robekan, deformitas sendiri, keterbatasan ROM. Penurunan fungsi,spasme otot. 4. Fraktur Dikarenakan karena trauma yang mengakibatkan hilangnya kontinuitas jaringan tulang, dimana besarnya trauma /beban melebihi kekuatan kekuatan tulang untuk menahannya. Pada kondisi ini biasanya terdapat nyeri, penurunan fungsi, pembengkakan dan deformitas. c. Mekanisme injuri Sprain ankle iasanya disebakan karena gerakan medadak pada sisi lateral atau medial. Cidea yang sering kali ditemukan biasanya karena gerakan mendadak pada posisi inverse yaitu kaki berbelok atau membengkok ke dalam dan juga sebaliknya yang mengakibakan tekananpada kaki terbalik. Jika kekuatan/beban tesebut cukup besar, pembengkokan dari pergelangan kaki terjadi sampai medial malleolus kehilangan stabilitasnya da menciptakan titik tumpu untuk mengembalian posisi pergeangan kaki. Ketika serabut otot ligament eversi
tidak cukup kuat untuk menahan atau
melawan kekuatan inverse maka akan terjadi robekan pada ligament calcanae fibular. Pada posisi inversi dengan tekanan kuat pada calcaneus sangant besar beresiko untuk terkena cidera sprain ankle bagian lateral. Sebaliknya pada posisi pronasi dengan penekanan berlebihan dari sisi medial (eversi) secara longitudinal lebih memungkinkan ntuk terjadi sprain ankle.akan tetapi biasanya cidera sprain ankle dengan posisi eversi lebih jaang terjadi di bandinkan dengan posisiinversi. Mekansme yang biasa terjadi yaitu pada olahragawan yang tiba-tiba menapakkan kakinya di lapangan dengan permukaan yang tidak rata atau berlubang sehingga menyebakan kaki tergerak eksternal dengan paksa atau penekanan pada kaki secara tibatiba sehingga menyebabkan robeknya ligament anterior tibiofibular, ligamentum
interosseus dan ligamentum deltoid. Robeknya ligament tersebut mengakibatkan talus bererak ke arah lateral dan juga degenerasi pada persendian yang menyebabkan adanya celah abnormal antara medial malleolus dan talus. Gerakan inversi secara tiba-tiba dapat meyebakan berbagai cidera seperti fraktur pada kaki bagian bawah, perputaran yang tidak diinginkan pada ligament bagian lateral dan juga dapat menebabkan bagian tulang menjadi avulse dari mallelus. Satu situasi yang khusus adalah ketika lateral malleolus teravulsi oleh tulag cacaneo fibula, dan talus melawan mallelus medial sehigga mengakibatkan fraktur berulang (bimalleolar fraktur).
d. Pemeriksaan Foot and ankle disability dapat diketahui dengan pengukuran prosedur tetap pemeriksaan fisioterapi pada ankle and foot, dan untuk mengukur intensitas disabilitas dengan FADI (Foot/Ankle Disability index). FADI merupakan kuesioner yang berisi aktivitas pasien yang terdiri dari 26 item yang terdiri dari 4 intensitas nyeri dan 24 aktivitas sehari – hari. Tes spesifik 1. Ankle anterior drawer test
Satu tangan memfiksasi tungkai bawah pasien pada lateral distal
Tangan lainnya menyaggah tumit dengan posisi sedikit plantar fleksi dan sedikit inverse
Lalu secara pasif tarik calcaneus dan talus pasien ke anterior
2. Inversion talar tilt test
Satu tangan menggenggam calcaneus pada sisi lateral
Tangan satunya stabilisasi tungkai bawah pada sisi medial distal
Secara pasif geakkan calaneus ke arah varus stress