BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaki adalah salah satu bagian anggota gerak tubuh yang sering digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Apabila fungsi kaki terjadi gangguan atau disfungsi yang menyebabkan terhambatnya aktivitas sehari-hari seperti dalam lingkup pekerjaan sehingga mampu menurunkan produktifitas seseorang. Salah satu kasus yang sering terjadi pada kaki yaitu, terkilir. Terkilir dapat terjadi oleh beberapa faktor seperti, jatuh tersandung atau gerakan yang terjadi secara tibatiba sehingga kaki belum siap untuk menerima tumpuan. Dan salah satu gangguan maupun penyakit pada kaki adalah Sprain Ankle. Sprain ankle adalah cedera pada ligamen kompleks lateral karena overstretch dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang terjadi secara tiba-tiba saat kaki tidak menumpu dengan sempurna (Muawanah, 2016) Tingkat prevalensi cedera cukup tinggi. Prevalensi cedera sebesar 86% pada olahragawan pada penelitian pendahuluan, dan 73,5% dari cedera tersebut tidak sembuh sempurna (Kushartanti, dkk., 2009). Di seluruh dunia, satu kasus sprain ankle terjadi pada 10.000 orang per hari. Hampir dari sebagian sprain ankle terjadi karena aktifitas olahraga. Olahraga basket 17 memiliki urutan pertama yang rentan terkena cedera sprain ankle, sedangkan sepak bola dan lari juga merupakan kegiatan atletik yang sering mengalami cedera sprain ankle. Gejala yang muncul setelah terjadinya sprain ankle pada 30 - 40% pasien dilaporkan bahwa terdapat nyeri kronis, kelemahan otot dan tidak stabil (Gulano & Vega, 2013). Pada bidang olahraga cedera ankle menghasilkan bermacam derajat kelemahan, termasuk
berkurangnya performa atlit, absen pada saat kompetisi dan merugikan secara aspek psiokolgis (Doherty et al., 2013). Dewasa ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi cedera pada pergelangan kaki (ankle) meliputi obat, fisioterapi, terapi manual, dan massase. Salah satu alternatif penanganan cedera ankle adalah theraband therapy. Theraband therapy merupakan salah satu bentuk terapi latihan berupa karet (strip elastis) yang berfungsi untuk pemulihan cedera dan membantu memperkuat fungsi kerja otot (Philip Page and Todd S. Ellenbecker, 2003: 3). Metode ini sering digunakan oleh para fisioterapis untuk memulihkan fungsi kerja otot, ligamen dan tendo yang mengalami penurunan kinerja saat terjadi cedera. Khusus pada theraband therapy belum banyak diteliti. Salah satunya adalah theraband therapy dalam pemulihan cedera ankle.
Maka peran Fisioterapi adalah sebagai bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis), pelatihan fungsi, dan komunikasi (Depkes RI, 2007). B. Rumusah Masalah 1. Apa definisi sprain ankle? 2. Bagaimana 3. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada sprain ankle? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui definisi sprain ankle 2. Untuk mengetahui 3. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada sprain ankle
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Sprain ankle adalah kondisi dimana terjadinya penguluran dan robekan pada ligamentum lateral compleks. Yang meliputi ligamentum calcaneofibularis, ligamentum talofibularis anterior dan ligamentum talofibularis posterior bahkan dapat mengenai ligamentum talocalcaneare interosseum. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi secara tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada tumpuan seperti lantai atau tanah, biasanya terjadi pada permukaan yang tidak rata. Menurut Calatayud (2014), sprain ankle terjadi karena adanya cedera berlebihan (overstreching dan hypermobility) atau trauma inversi dan plantar fleksi yang tiba - tiba, ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah yang tidak rata sehingga hal ini akan menyebabkan telapak kaki dalam posisi inversi, menyebabkan struktur ligamen yang akan teregang melampaui panjang fisiologis dan fungsional normal, terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamen kompleks lateral, hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada saat berkontraksi, adanya nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi penurunan kekuatan otot dan kerterbatasan gerak. Menurut Arovah (2011) macam-macam cedera yang mungkin terjadi pada olahragawan antara lain adalah :
1. Contusion (Memar) Memar adalah keadaan cedera yang terjadi pada jaringan ikat dibawah kulit diakibatkan oleh benturan atau pukulan pada kulit. 2. Cedera pada otot, tendon dan ligamen Cedera pada ligamen dikenal dengan istilah sprain, yaitu cedera yang terjadi karena cedera spontan atau penggunaan berlebihan yang berulang di sendi. Sedangkan cedera yang terjadi otot atau tendo adalah strain, yaitu kerusakan yang terjadi pada tendon atau otot oleh karena penggunaan yang berlebihan atau stress berlebih. 3. Dislokasi adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempat yang seharusnya. Dislokasi sering terjadi pada bahu, pergelangan kaki, lutut dan panggul. Faktor yang meningkatkan resiko terjadinya dislokasi adalah ligamen yang kendor dan kekuatan otot yang menurun. 4. Fraktur atau patah tulang adalah suatu keadaan yang mengalami keretakan, pecah atau patah, baik pada tulang maupun tulang rawan. Sedangkan berdasarkan jenisnya, patah tulang terbagi menjadi patah tulang terbuka dan patah tulang tertutup. 5. Kram otot adalah kontraksi terus menerus yang dialami oleh otot atau sekelompok otot dan mengakibatkan rasa nyeri. Penyebabnya adalah otot yang terlalu lelah, kurang dalam melakukan pemanasan, adanya gangguan sirkulasi darah yang menyebabkan kram. Menurut Rizal (2014), hal-hal yang menimbulkan resiko dalam berolahraga antara lain adalah :
1. Usia Proses degenerasi tubuh akan dialami oleh semua orang, pada umumnya proses degenerasi mulai terjadi saat usia 30 tahun. Fungsi tubuh akan berkurang sekitar 1% per tahun. Hal ini membuat tubuh akan menurun sesuai proses degenerasi yang semakin rentan dengan kerusakan akibat trauma. 2. Jenis Kelamin Perbedaan anatomi pada pria dan wanita menimbulkan masalah pada olahraga jenis tertentu,terutama berkaitan dengan anatomi organ reproduksi. Hal ini berkaitan dengan pemberian proteksi pada alat kelamin untuk mencegah terjadinya cedera. Perbedaan kapasitas sistem muskuloskeletal antara pria dan wanita akan berpengaruh terhadap tingkat keparahan cedera yang terjadi. 3. Jenis Olahraga Olahraga tertentu akan menimbulkan cedera yang lebih besar. Olahraga kontak yang dengan sengaja menimbulkan cedera terhadap lawan tanding untuk mendapat nilai sudah pasti akan menimbulkan risiko cedera paling besar. Olahraga kontak kemungkinan akan menimbulkan luka robek, sedangkan pada atlit tenis atau bulu tangkis lebih sering terjadi sprain atau strain. 4. Pengalaman Melakukan Teknik Olahraga Penguasaan terhadap teknik yang digunakan akan berpengaruh terhadap risiko cedera. Gerakan yang berlebihan dengan frekuensi
yang berlebihan akan menyebabkan cedera overuse pada ekstremitas yang dominan digunakan. 5. Sarana Olahraga dan Peralatan Olahraga Lingkungan olahraga yang kondusif akan menunjang kenyamanan dalam berolahraga dan meminimalkan risiko terjadinya cedera. Olahraga yang dilakukan 16 dilingkungan ekstrim akan meningkatkan faktor risiko. Penggunaan alat olahraga yang tepat juga diperlukan untuk mencegah terjadinya cedera. 6. Faktor Gizi Faktor gizi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kapasitas jaringan dan ketahanan fisik. Pengaturan kalori, protein serta zat gizi lainnya yang tepat akan sangat menjaga kebugaran dan ketahanan atlit. Pada prinsipnya cedera yang terjadi pada kegiatan olahraga sama dengan cedera yang terjadi pada trauma lainnya.beberapa jenis cedera yang sering terjadi pada kegiatan olahraga antara lain adalah kontusio dan hematoma (benturan), strain (cedera pada otot atau tendon yang menggerakkan suatu sendi atau tulang), sprain (cedera pada ligamen yang menopang sendi), subluksasi dan dislokasi (geser dan keluarnya sendi dari tempatnya), fraktur (patah tulang). Penatalaksanaan semua cedera tersebut tetap menggunakan prinsip penanganan cedera musculoskeletal (Rizal, 2014) B. Tanda dan Gejala Gejala pergelangan kaki terkilir (sprain ankle) diantaranya adalah:
1. Timbulnya rasa nyeri terutama saat kaki terkilir menopang berat badan 2. Terjadi pembengkakan dan terkadang memar 3. Pergerakan yang terbatas 4. Terbentuknya nodul (benjolan) kecil pada ligament di pergelangan kaki yang menyebabkan gesekan menetap di dalam sendi, sehingga terjadi peradangan kronis dan lama-lama bisa menyebabkan kerusakan menetap 5. Spasme di pembuluh darah di daerah pergelangan kaki, sehingga tulang dan aringan lainnya bisa mengalami kerusakan akibat kekurangan darah 6. Peradangan sendi 7. Ketidakstabila sendi di pergelangan kaki C. Etiologi Pergelangan kaki dapat terkilir apabila ligament-ligamen di pergelangan kaki dapat tekanan untuk bergerak melampaui posisi normalnya atau teregang melampaui batas. 1. Beberapa situasi yang merupakan penyebab pergelangan kaki terkilir (sprain ankle) adalah: a.
Jatuh dengan pergelangan kaki terputar
b.
Posisi mendarat dengan posisi kaki tidak baik setelah melompat atau salah tumpuan
c.
Berjalan atau berlari pada tanah dengan permukaan yang tidak rata, terutama di bebatuan
2. Beberapa kondisi berikut dianggap sebagai faktor risiko pergelangan kaki terkilir (sprain ankle) adalah: a. Longgarnya ligament di pergelangan kaki akibat riwayat terkilir sebelumnya hal ini menyebabkan ketidakstabilan posisi kaki b. Jenis sepatu tertentu (hells/sepatu tumit tinggi) akan meningkatkan resiko untuk jatuh c. Pola jalan tertentu yang cenderung memungkinkan kaki untuk berputar atau ada kelainan pada postur tumit yang mengarah ke dalam d. Bentuk aktivitas dan olahraga yang mnandalkan gerakan pada kaki
Sumber: doktersehat.com
D. Klasifikasi Ankle merupakan persendian yang menghubungkan antara tungkai bawah dengan kaki, sehingga sendi ankle sering mengalami cedera oleh karena sendi ankle menjadi bagian pertama dari rantai gerak tubuh untuk menahan dampak berjalan, berlari, memutar, mendorong. Menurut Ali Satia Graha (2009), cedera ligament pada sendi ankle itu sendiri dapat dikelompokkan berdasarkan berat ringannya tingkat cedera yang terjadi, yaitu: 1. Cedera Tingkat I (Cedera Ringan) merupakan cedera yang tidak diikuti oleh kerusakan dari jaringan tubuh, misalnya kekuatan dari otot dan kelelahan. Pada cedera ini biasanya tidak diperlukan pengobatan apapun, dan akan sembuh dengan sendirinya setelah istirahat beberapa waktu. 2. Cedera Tingkat II (Cedera Sedang) Merupakan cedera dengan tingkatan kerusakan jaringan lebih nyata, dan berpengaruh pada reformance. Keluhan biasanya berupa nyeri, bengkak, dan gangguan fungsi tanda-tanda inflamasi atau robeknya ligament. 3. Cedera Tingkat III (Cedera Berat) Merupakan cedera yang serius, yang ditandai akan adanya kerusakan pada jaringan tubuh, seperti robek otot, ligament maupun fraktur atau bahkan patah tulang
Sumber: wikihow treat a sprined E. Patologi Menurut Dutton (2012) proses penyembuhan ligamen sama dengan jaringan tubuh lainnya. Ligamen tidak dapat pulih dengan cepat karena darah yang tersuplai sedikit, berikut merupakan fase penyembuhan ligamen : 1. Fase I Hemoragik Setelah terjadinya kerusakan jaringan, celah yang ada di area kerusakan akan diisi oleh gumpalan darah (hematoma). Leukosit dan limfosit akan muncul yang dipicu oleh lepasnya sitokinin pada gumpalan darah. Kemudian leukosit dan limfosit merespon sinyal autrokin dan parakrin untuk diterjemahkan sebagai respon inflamasi karena adanya luka. 2. Fase II Inflamasi Makrofag akan muncul 24-48 jam dan menjadi sel utama dalam beberapa hari. Makrofag akan memfagositosis jaringan yang nekrosis dan menyebabkan neovaskularisasi. Setelah hari ketiga area yang rusak akan mengandung makrofag, PMN leukosit, limfosit dan sel mesensimal, faktor pertumbuhan dan platelet. Faktor pertumbuhan
akan menstimulasi fibroblas untuk berpoliferasi dan sintesis kolagen tipe I, III dan V sebagai protein non kolagen. 3. Fase III Proliferasi Sel terakhir yang terdapat pada jaringan yang rusak adalah fibroblast. Fibroblas memiliki reticulum endoplasma yang berlimpah dan memproduksi kolagen dan protein lain dalam satu minggu masa cedera. Setelah minggu kedua baru terbentuk jaringan baru dan serabut kapiler pembulu darah. 4. Fase IV Remodelling dan Maturasi Merupakan fase yang ditandai dengan penurunan bertahap di dalam seluler pada jaringan yang mengalami proses penyembuhan. Ligamen sudah mengalami remodeling, jaringan menjadi kuat tapi tidak seperti morfologi normalnya. Cedera ligamen dapat pulih kembali selama tiga tahun untuk mengembalikan kekuatannya. Biasanya ligamen dapat pulih 50% selama 6 bulan pasca cedera, 80% setelah 1 tahun dan 100% setelah 1-3 tahun. F. Anatomi Berikut adalah anatomi bagian ankle: a. Struktur tulang Bagian distal dari tulang tibia dan fibula berartikulasi dengan tulang tarsal pada pergelangan kaki yang membentuk struktur kaki. Yang termasuk tulang tarsal adalah calcaneus, talus, navicular, cuneiform 1, cuneiform 2, cuneiform 3 dan cuboid, hampir sama dengan tulang carpal
pada tangan. Dikarenakan menumpu beban yang besar maka bentuk dan ukurannya lebih luas. Kaki memiliki persendian yang kompleks dengan 7 tulang tarsal, 5 tulang meta tarsal dan 14 tulang phalang yang menopang beban tubuh ketika berdiri, berjalan dan berlari (Wright, 2011).
Sumber: www.gleneages.com.sg b. Struktur otot Sendi ankle terbentuk dari struktur yang kompleks seperti tulang, ligamen dan otot. Struktur tersebut yang memungkinkan sendi ankle menjadi fleksibel dan mudah beradaptasi dengan lingkungan. Fleksibilitas ini dibutuhkan karena kaki beresentuhan langsung dengan tanah dan harus dapat beradaptasi ketika berubah posisi. Fungsi otot sangat berpengaruh terhadap fleksibilitas tersebut. Otot pada kaki dibedakan menjadi empat macam, yaitu : 1) Otot bagian anterior (m. tibialis anterior, m. peroneus tertius, m. extensor digitorum longus, m. extensor hallucis longus) berfungsi untuk gerakan dorsi fleksi. 2) Otot bagian posterior (m. gastrocnemius, m. soleus, m. plantaris, m. flexor digitorum longus, m. flexor hallucis longus, m. tibialis anterior) berfungsi untuk gerakan plantar fleksi.
3) Otot bagian lateral, terdiri dari m. tibialis anterior untuk gerakan supinasi dan m. peroneus tertius yang berfungsi untuk gerakan pronasi. 4) Otot bagian dalam, m. extensor digitorum longus untuk gerakan ekstensi empat jari kaki dan m. extensor hallucis longus untuk gerakan supinasi serta gerakan ekstensi tungkai kaki (Milner, 2008). M. dorsal pedis untuk gerakan abduksi jari kaki, m. plantar interossei, m. lumbricalis, m. digiti minimi, m.flexor digiti minimi, m. flexor hallucis brevis, m. flexor digitorum brevis, m. abductor digit minimi, m.abductor hallucis (Cael, 2010)
Sumber: http://www.sridianti.com/anatomi-kaki-manusia.html
c. Struktur Persendian Menurut Premkumar (2012) Sendi pergelangan kaki (Ankle Joint) terdiri dari bagian distal dari tulang tibia, distal fibula dan bagian superior tulang talus. Jenis dari ankle joint adalah hinge joint. Dengan bagian lateral dan medial diikat oleh ligamen. Adapun artikulasi disekitarnya antara lain adalah talus dan calcaneus (subtalar joint), antara tulang tarsal (midtarsal joint), antar tarsal bagian depan (anterior tarsal joint), antara tarsal dengan metatarsal (tarsometatarsal joint), antara metatarsal dengan phalang (metatarsophalangeal joint) dan antara phalang (proximal & distal interphalangeal joint). d. Struktur Ligamen Talocrural joint (sendi ankle) termasuk dalam dua artikulasi antara os tibia dengan os talus dibagian medial dan os fibula dengan os talus dibagian lateral yang tergabung dalam satu kapsul sendi. Jaringan pada sendi ankle diikat oleh beberapa ligamen, antara lain adalah ligamen anterior tibiofibular dan ligamen posterior tibiofibular yang mengikat
antara tibia dengan fibula, ligamen deltoid yang mengikat tibia dengan telapak kaki bagian medial, ligamen collateral yang mengikat fibula dengan telapak kaki bagian lateral. Tendon calcaneal (Achilles) terletak pada otot betis sampai calcaneus yang membantu kaki untuk gerakan plantar fleksi dan membatasi dorsi fleksi (Saladin, 2010).
Sumber: Wikipedia e. Struktur Vaskuler Pada ankle terdapat dua percabangan arteri poplitea, yaitu arteri anterior tibia dan arteri posterior tibia yang berfungsi untuk mensuplai darah ke kaki. Arteri anterior tibia mensuplai bagian anterior dari tungkai dan masuk ke bagian posterior kaki dibawah superior dan inferior retinaculum menjadi arteri dorsalis pedis. Sedangkan arteri posterior tibia mensuplai 75% darah di kaki pada bagian posterior dan lateral yang masuk melalui malleolus medialis yang kemudian akan terbagi menjadi arteri medial dan lateral anterior sebagai pemasok darah pada bagian
plantar dari kaki. Percabangan dari arteri posterior tibia lainnya adalah arteri peroneal yang mensuplai darah di bagian lateral pada kompartemen belakang kaki (Dutton, 2012). G. Biomekanika Secara gerakan sendi ini dapat melakukan gerakan dorsofleksi, plantarfleksi, inversi dan eversi. ROM (Range of Motion) dalam keadaan normal untuk dorsofleksi adalah 20˚, plantarfleksi adalah 50˚, gerakan eversi adalah 20˚, dan gerakan inversi adalah 40˚. Penulisan yang disesuaikan dengan standar ISOM (Internaional Standard Orthopaedic Meassurement) untuk gerak dorsofleksi dan 12 plantarfleksi akan tertulis (S) 20-0-50 dan gerak inversi dan eversi tertulis (S) 20-0- 40 (Russe, 1975 dalam Nugroho, 2016).
Sumber: semanticscolar.org H. Pemeriksaan I. Intervensi Fisioterapi 1. Towel Toe Curl Exercise
Dicapai dengan melengkungkan ari-jari kaki di atas handuk, mengaitkan handuk di bawah kaki menggunakan flexi interphalangeal dan metatarsophalangeal pada jari-ari kaki. Berbagai metode dilakukan berdasarkan penelitian sebelumnya Lyyn el al. Latihan dilakukan dalam posisi duduk tanpa beban selama 1-4 minggu dan dilakukan 3 kali dalam seminggu (Phys Ther Rehabil Sci, 2017). Towel toe curl adalah metode pelatihan yang lebih efektif dalam menerima informasi aferen selama kontraksi, dan juga hasil lebih baik untuk ketidak stabilan sprain ankle (Lee at al, 2011). Adanya peningkatan propioseptif saat pemberian towel toe curl pada penanganan cidera sprain ankle. Rangsangan terhadap otot-otot pada ankle dengan towel toe curl dapat member peningkatan dan kemudian berefek pada stabilisasi ankle (Takashi, 2017). Dalam meningkatkan control postural hal ini menyebabkan ektipeptif kulit dari kaki dan ankle. 2. Theraband Exercise Terapi latihan menggunakan theraband berbentuk karet untuk melatih fleksibilitas, kekuatan, dan dayatahan otot. Theraband yang bersifat elastis dapat dijadikan beban dalam latihan. Sendi ankle yang mendapatkan latihan kekuatan dan peregangan yang terukur dapat meningkat fleksibilitas, kekuatan, dan daya tahan pada daerah kaki, tungkai bawah, lutut, dan tungkai atas (Wara Kushartanti, 2009: 3). Sependapat dengan hal tersebut Novita Intan Arovah (2010: 93) terapi latihan kelenturan (fleksibilitas) untuk meningkatkan
range of movement (ROM), latihan strectching berguna untuk meningkatkan mobilitas, latihan pembebanan(strengthening) berguna untuk peningkatan fungsi, dan latihan aerobik untuk meningkatkan kardiovaskuler. Menurut Bambang Priyonoadi (2009: 71) peningkatan kekuatan tendon, ligamen, dan otot dapat mempertahankan stabilitas sendi dan menambah luas gerak sendi. Teori-teori tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu pemberian terapi theraband dapat meningkatkan kekuatan tendon, ligamen, dan kekuatan otot.