nikmatnya berkantor di rumah alvin toffler, futurolog, seorang pengamat fenomena dan trend kehidupan masa depan, menyebut beberapa istilah untuk datangnya era baru di abad 21 dengan antara lain abad informasi, abad elektronik, desa global, dan masyarakat superindustrial. tetapi, dia sendiri tidak merasa istilah-istilah itu bisa mewadahi perubahan yang mulai terasa saat itu. kini kita telah hadir pada abad ke-21 dan kita merasakan bagaimana teknologi informasi mengubah kehidupan kita. salah satu gejala yang menurut toffler mewarnai datangnya gelombang ketiga-seolah ada batas yang jelas antara satu masa dalam peradaban manusia ketika beranjak ke peradaban yang lebih maju-adalah hadirnya teknologi yang memungkinkan seseorang bekerja dari rumah. ciri lain yang juga diamati toffler adalah munculnya kecenderungan untuk memecah korporasi besar menjadi unit-unit kecil yang masingmasing menjadi unit independen yang mampu menghasilkan keuntungan. bagaimanakah keadaan sekarang di indonesia? sartono mukadis, seorang psikolog terkenal, yakin sekali bahwa teknologi yang tersedia saat ini di indonesia telah memungkinkan orang bekerja dari rumah yang diistilahkan sebagai small office-home office (soho). secara teori, banyak orang yang akan diuntungkan dengan terbukanya kemungkinan bekerja dari rumah. inefisiensi dalam transportasi karena jalanan yang macet, serta jenis pekerjaan, dan jender akan mempengaruhi siapa yang akan memilih bekerja dari rumah. contohnya, seorang akuntan dalam setahun bekerja secara intensif hanya empat bulan dan selebihnya dia bisa menjual ilmunya dengan bekerja dari rumah. begitu pula para perempuan, seperti para sekretaris, yang karena alasan ingin mengurus anak setelah menikah memutuskan tidak bekerja di kantor. "padahal, mereka secara profesional bekerja dengan baik. kan sayang potensi mereka sia-sia begitu saja," lanjut sartono. daftar orang yang bisa bekerja dari rumah bisa diperpanjang. mulai dari para pensiunan berpengalaman yang masih ingin bekerja tetapi tidak mau terikat oleh jam kerja, atau para penyandang cacat terbatas. pekerjaan-pekerjaan seperti penasihat atau konsultan juga bisa dilakukan melalui internet yang bisa menghilangkan yang tidak perlu. hal yang tidak perlu itu antara lain adalah praduga seseorang terhadap keadaan fisik lawan komunikasinya. seorang mahasiswa tidak perlu tahu apakah orang yang memberi dia pengetahuan itu seorang kakek yang sudah ompong dan botak karena yang dia butuhkan adalah konsultan yang kompeten. sementara itu, ketua program pascasarjana ilmu manajemen universitas indonesia rhenald kasali mengatakan, gejala timbulnya soho sebetulnya sudah muncul sejak 1015 tahun lalu di amerika serikat (as). pada saat yang sama banyak ramalan mengatakan, perusahaan akan dijalankan dengan sistem one person marketing, yakni sebuah perusahaan hanya dijalankan satu orang saja. "ramalan mengatakan, kantor tidak perlu besar. yang penting adalah orang yang menjalankan harus bisa melakukan apa saja," jelas kasali. "bentuk yang cocok untuk struktur seperti ini adalah outsourcing atau pendelegasian ke perusahaan lain. perusahaan utama itu sangat diuntungkan karena tidak dibebani masalah tenaga kerja dan penyediaan areal kerja. dia membagi risiko dengan perusahaan lain," lanjut kasali. keadaan ini yang mendorong munculnya perusahaan-perusahaan yang memutuskan mengkhususkan diri di satu bidang saja dan ikut mendorong berkembangnya soho. pekerjaan apa yang bisa ditangani soho ? karakter pekerjaan yang bisa dilakukan soho, menurut praktisi manajemen sumber daya manusia-adalah yang mandiri, yang bisa dilakukan tanpa membutuhkan manusia lain secara langsung seperti arsitek, penulis, konsultan. di indonesia, situasi untuk terbentuknya soho sudah mendukung. lalu lintas yang
macet membuat orang malas keluar rumah, areal parkir yang sempit, dan sewa tempat untuk berkantor yang mahal, dan umumnya di jakarta pemilik properti menginginkan penyewaan untuk jangka waktu setidaknya dua tahun, membuat pilihan pada soho terdengar menarik. di sisi lain, teknologi telekomunikasi memungkinkan orang berhubungan dengan mudah. "jadi klop antara kondisi eksternal dengan kondisi internal perusahaan. di sisi lain, filosofi orang bekerja saat ini juga sudah mengalami perubahan. jika dulu orang bekerja hanya untuk total bekerja, saat ini orang juga mencari kesenangan dan ilmu pengetahuan dari bekerja," tambah kasali. bagaimana dengan anda tertarik untuk memanfaatkan rumah anda sebagai kantor ? tidak usah keluar rumah, pendapatan tetap mengalir. menarik bukan ? (acs)
anis mubarik gani, chief executive officer balicamp, perusahaan yang bergerak antara lain dalam jasa pembuatan perangkat lunak yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen lokal maupun global, mengatakan, yang menarik dari soho adalah bagaimana kegiatan yang berbasis teknologi itu mengubah kehidupan kita ketika merambah ke berbagai sisi kehidupan. teknologi yang memungkinkan lahirnya internet, situs, semakin mudahnya teknologi digunakan oleh orang awam, dan jaringan kerja nirkabel, menurut anis, menjadi pembuka pintu untuk melirik kemungkinan soho atau telecommuting untuk keadaan di mana perusahaan memberi kesempatan kepada karyawan bekerja dari tempat yang disukai karyawan. secara teoretis, semua itu memberi solusi yang dalam hitungan ekonomi memang menjadi penghambat untuk bekerja di kantor seperti lalu lintas yang macet yang menyebabkan bukan hanya biaya sangat mahal dan menimbulkan masalah lingkungan, tetapi juga stres. "teknologi informasi membuat kendala itu menjadi jauh lebih mudah diatasi," papar ibu satu anak ini. namun, apa yang dibayangkan sebagai masa di mana orang akan melakukan pekerjaan dari tempat yang ternyaman baginya-dalam hal ini bukan di kantor dalam arti formal-dalam kenyataan tidak mewujud secepat yang diharapkan akan sejalan dengan perkembangan teknologi dan perhitungan ekonomi. "fakta yang menarik dan sebenarnya juga merupakan pengalaman pribadi yang menurut saya merefleksikan keadaan secara global adalah ternyata antara orang yang menginginkan bekerja secara telecommuting dengan yang benar-benar melakukannya sangat berbeda," papar anis. dengan mengambil pengalaman as, as menyebutkan sebuah hasil kajian yang menunjukkan 85 persen pekerja yang ditanya mengatakan ingin melakukan telecommuting, tetapi nyatanya yang benar-benar melakukan telecommuting hanya 15 persen. "perbedaan yang besar itu ternyata berhubungan dengan perilaku manusia," papar anis. sebuah penelitian lain juga menunjukkan data yang menarik, yaitu ternyata perusahaan teknologi informasi yang memberikan kesempatan telecommuting kepada karyawannya mendapati angka karyawan yang berhenti bekerja lebih dari 50 persen. "angkanya jauh di atas angka rata-rata sektor industri. padahal, secara teori, telecommuting memberi kepuasan bekerja yang lebih besar seperti bisa bekerja dari rumah, tidak ada stres terkena macet di jalan karena tidak harus ke kantor, dan ada waktu lebih banyak untuk keluarga," papar anis.
seberapa banyak orang akan melakukan telecommuting dan soho, menurut anis, tergantung pada beberapa hal, seperti jenis pekerjaan, usia, pendidikan, dan jender. perempuan misalnya, menurut anis, cenderung lebih memilih telecommuting daripada laki-laki, terutama di asia dan juga indonesia. "terutama ketika ada anak, hal ini menjadi faktor yang mendorong melakukan telecommuting," tutur anis. faktor perilaku yang menyebabkan orang tidak serta-merta benar-benar melakukan telecommuting atau soho itu, menurut anis, adalah karena keterikatan terhadap komunitas masih tetap mendominasi perilaku manusia. dengan kata lain, sebagai makhluk sosial ternyata manusia masih memperhitungkan faktor untuk berinteraksi dengan komunitas. kenyataan-kenyataan di atas membuat anis tidak berani memprediksi apakah soho atau telecommuting akan berkembang sepesat perkembangan teknologi. selain itu, hal tersebut membuat pemberi kerja berpikir kembali tentang efektivitas telecommuting. "belum lagi kalau kita membicarakan tingkat produktivitas, relasi antara atasan dan subordinat dan rekan sekerja. mungkin dalam 10 tahun mendatang keadaan masih akan seperti saat ini," kata anis. kendala lain yang tidak bisa diremehkan, terutama di masyarakat yang masih sangat paternalistik seperti di indonesia, adalah perasaan terhormat ketika seseorang bekerja di gedung kantor. sering kali karena sifatnya yang tidak resmi, orang menganggap mereka yang melakukan soho tidak memiliki pekerjaan tetap. "orang memandang remeh pada mereka, walaupun mungkin pendapatan yang didapat lebih besar daripada yang didapat mereka yang bekerja di kantor," kata kasali.(edn/arn/nmp)