Tuberkulosis kutis diklasifikasikan menjadi - Tuberkulosis Kutis Sejati - Tuberkulid.
Tuberkulosis kutis sejati terdiri atas - tb kutis primer : inokulasi tuberkulosis primer tb kutis miliaris - tb kutis sekunder : skrofuloderma, tb kutis verukosa, tb kutis gumosa, tb kutis orifisialis dan lupus vulgaris.
Skrofuloderma adalah salah satu bentuk tuberkulosis kutis yang paling sering ditemukan di Indonesia, terjadi akibat penjalaran perkontinuitatum dari organ di bawah kulit yang telah diserang oleh penyakit tuberkulosis, tersering pada kelenjar getah bening (KGB).
Tuberkulosis Kutis terutama terdapat pada orang dengan keadaan sosial ekonomi rendah, umumnya anak dan dewasa muda, wanita agak lebih sering menderita daripada pria.
Skrofuloderma biasanya mulai sebagai limfadenitis tuberkulosis. Mula-mula hanya beberapa kelenjar yang diserang, lalu makin banyak dan sebagian konfluensi. terdapat periadenitis yang menyebabkan perlekatan kelenjar tersebut dengan jaringan sekitarnya.
Kelenjar-kelenjar mengalami perlunakan tidak serentak, konsistensi bermacam-macam : keras, kenyal dan lunak (abses dingin)
Terbentuk abses fistel ulkus :sifat khas yaitu bentuk memanjang, serpiginosa, tidak teratur, sekitarnya livid, dinding bergaung, jaringan granulasi tertutup pus seropurulen, jika kering berwarna kekuningan
Ulkus dapat sembuh menjadi jaringan sikatriks memanjang dan tidak teratur, terkadang di atas sikatriks tersebut terdapat jembatan kulit (skin bridge), bentuknya seperti tali, yang kedua ujungnya melekat pada sikatriks tersebut, sehingga dapat dimasukkan sonde.
Pembesaran banyak kelenjar getah bening dengan konsistensi yang bermacam-macam Tanda-tanda radang akut tidak ada, selain tumor, periadenitis, abses dan fistel yang multipel Ulkus-ulkus dengan sifat khas Sikatriks-sikatriks memanjang dan tidak teratur Ada jembatan kulit
LED meningkat Tes Tuberkulin; mempunyai arti bila usia >5 tahun, hasil (+) berarti pernah atau sedang menderita penyakit tuberkulosis Pemeriksaan Radiologis (Rontgen Foto) Pemeriksaan Histopatologis Pemeriksaan Bakteriologis
Perbaiki keadaan umum Teratur, jangan sampai putus. Dalam bentuk kombinasi INH + 2 atau 3 macam bakterisidal lain. Insisi dan eksisi pada abses tidak diperlukan, jika eksisi tetap dilakukan, dua jenis obat bakterisidal diberikan untuk terapi seperti INH dan Rifampicin selama sembilan bulan
Obat Lini I sangat efektif untuk digunakan
Obat Lini II biasanya digunakan pada pasien
terutama untuk fase inisial : - Isoniazid, Rifampicin, Aminoglikosid dan Ethambutol
yang resisten terhadap Mycobacterium : - Pirazinamid, Etionamid, Viomycin, Kanamycin, Capreomycin.
Isoniazid bersifat bakteriostatik dan bakterisidal Dosis: 5 mg/kg BB, max 300 mg ES: demam, erupsi kulit, neuritis perifer, hepatotoksis, kelainan darah (agranulositosis, eosinofilia, anemia, trombositopenia) Pirazinamid Dosis: 15-30 mg.kg BB, max 2 gr/hari ES: gangguan hepar Etambutol Bersifat bakteriostatik Dosis: 15-25 mg/kgBB Tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia 13 tahun Rifampicin Dosis: 10 mg.kgBB, 600 mg/hr ES: gangguan hepar, hypersensitifitas, trombositopenia
Fase I ( Intensif/Inisial ) INH, Rifampicin, Pirazinamid - selama 8 minggu setiap hari - Tujuan : membunuh kuman aktif, membelah secepat-cepatnya dan sebanyak2nya. Fase II (Lanjut /continous) INH, Rifampicin : - setiap hari atau 2-3x/minggu ,16 minggu - Tujuan : kegiatan sterilisasi, membunuh kuman yang tumbuh lambat
TERIMAKASIH