SKRIPSI
PEKERJA SEKS KOMERSIL (PSK) DI BALIK KAPSTER SALON PLUS (Studi Kasus di 4 Salon Plus yang Berada di Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY))
Disusun oleh: DIAH SUSANTI No. Mhs : 01/149672/SP/19488 Program Studi : Ilmu Sosiatri
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2006
PEKERJA SEKS KOMERSIL (PSK) DI BALIK KAPSTER SALON PLUS (Studi Kasus di 4 Salon Plus yang Berada di Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Kesarjanaan Strata-1 pada Jurusan Ilmu Sosiatri Fakultas ISIPOL Universitas Gadjah Mada
Disusun oleh: DIAH SUSANTI No. Mhs : 01/149672/SP/19488 Program Studi : Ilmu Sosiatri
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2006
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan dan disahkan di depan tim Penguji Jurusan Ilmu Sosiatri, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Hari
: Rabu
Tanggal : 28 Desember 2005 Tempat : Ruang Sidang Jurusan Ilmu Sosiatri FISIPOL UGM Waktu
: 08.00 WIB
Tim Penguji 1. Drs. Adam Titra Ketua Tim Penguji/Pembimbing
________________ NIP.131796126
2. Drs. Soetomo, M.Si Penguji I
________________ NIP.130367373
3. Danang Arif Darmawan. S.Sos M.Si Penguji II
________________ NIP. 132207713
KA T a PE NGa NT a R Alhamdulillahirobbil ‘alamin…Segala puji dan rasa syukur teramat dalam saya panjatkan pada sang Khalik, Allah SWT, yang membuat segala kesulitan yang berat menjadi begitu ringan. Suka dan duka membuat skripsi yang berjudul Pekerja Seks Komersil (PSK) di Balik Kapster Salon Plus, Studi Kasus di 4 Salon Plus yang Berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta benar-benar memberi pengalaman tersendiri yang sangat berharga untuk saya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan studi saya di Jurusan Ilmu Sosiatri, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL), Universitas Gadjah Mada (UGM). Skripsi ini ada berkat bantuan orang-orang hebat yang ada di sekitar saya yang selalu mendukung langkah-langkah perjuangan saya.. Untuk itu kepada mereka semua saya persembahkan karya kecil ini. Saya mengucapkan terima kasih banyak dan hormat yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dosen Pembimbing Skripsi saya, Bpk. Drs. Adam Titra, terima kasih atas segala kemudahan, saran, waktu, dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini, cepat sembuh ya Pak…SMANGAT!!! (O..iya maturnuwun Pak tips biar ndak grogi-nya he..he..);
2. Bapak Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Penguji skripsi I, Drs. Soetomo M.Si; 3. Dosen Penguji skripsi II, Mas Danang Arif Darmawan, S. Sos, M.si; 4. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Jurusan Ilmu Sosiatri, FISIPOL, UGM, dan tak lupa Pak Yadi dan Mas Daud (maturnuwun sanget njeh…); 5. Ibundaku tercinta, Hj. Sri Astuti, (You are my everything, I Love You Mom…); 6. Ayahnda tercinta, H. Sutadi Asrul Sani, ( I’m so proud of having father like you…, thanks for everything Pap…); 7. My Bro, Achmad Latif, (You’ll always in my heart, in my mind, and in my pray); 8. My Sister, Mbak Pipit, ( Thanks FOR EVERYTHING…I Love U always…); 9. Kakak-kakak iparku yang super baek hati, Mbak Nuril & Mas Rohmadi, (trimakasih kalian telah hadir dalam keluargaku…dukungan kalian sangat berarti..); 10. Keluarga Besar Muhtadi, Keluarga Besar Hudaiwi Anwar, dan ponakanponakanku yang lucu, Mutiara Indah Ramadhani, Faradisha Hilya Mumtaza, Ikhwandaru Mandegani; 11. My Best Friend, Special thanks for Dwi Respati, SH, (kamu malaikat kali ya…baiiik banget …makasi telah rela di potong rambutnya sama Mami salon plus & makasih untuk indahnya persahabatan kita…);
12. Sobat-sobatku yang laen yang ga kalah pentingnya, Rahma Pratidina, S.ip, (“maturnuwun sanget untuk handtape, kamera, alis yang udah dikorbanin, flashdisk, premium N’ persahabatan kita…), Titis (tengs menyemangati daku), Lia (tengs untuk tulusnya doa), Nining Setyowati SH (tengs dah membangkitkan rasa kangenku untuk wisuda lagi), Ulin Nuha SH, Anis Dwi Winarni SE (tengs udah menjadi sahabat di kala susah dan senang n’ tengs ide ngangkat tentang salon plus), Jimmy Adriansyah (tengs sobat!! Udah jadi tempat curhatku), Trisetiawati SH, Akhiria SH, n’ dionly my-exmanaan ; 13. Sobat-sobatku, Frans- Atmajaya (10 jempol untuk kamu), Fandi ‘Nobita’ Atmajaya, Mbak Nita; 14. My Papparazy Crews, Mas Haryadi Kedaulatan Rakyat ( Maturnuwun sanget untuk ketulusan pertolongan dan persahabatan tanpa pamrih…), Mas Latif Minggu Pagi (tengs banget untuk semua info-info-ne), Mas Abiprasty Minggu Pagi, Mas Anto Minggu Pagi, ( terima kasih untuk segala pertolongan yang sudah diberikan. Salut untuk kalian semua); 15. Teman-teman Alumni UII Fakultas Hukum angkatan 2000; 16. Teman-teman Sosiatri 2001 dan angkatan 2002; 17. Teman-teman KKN UGM Unit Demak, Iman (tengs bianget utk printernya, nemenin ke salon2 plus, n’ persobatan kita), Afi ‘bajak laut’, Osha manis (makasih kamera digitalnya n’ printernya), Uus (tengs dukungan & doanya), Mohtar‘galon’ganteng (makasih udah nganterin kameranya Osha), Ipoet
‘cihuy’(ayooh…ndang lulus sobat!!), Ahmad ‘wagu&lucu’(kamu mengelingkanku sama pelajaran SH-ku,he2), Heru melankolis (tengs!); 18. Ibu Kosku tercinta yang paling baik sedunia (makasi untuk info salon plus & lowongan kerjanya), Bapak kos, Fahmi (tengs printer-nya), mas Elbar, anakanak kos Condong Catur, Mbak Ifa baik hati, Rika, Rere, Lili (tengs sudah mau dikramasin sama kapster salon plus), mbak Wiwik, dan Slamet (makasi udah nemenin jepret2 salon plus, huahahak…hak…kita ampir ketangkep sama mami salon plus..gara2 kameranya Rahma yang belum digital… he..he..); 19. My-CPA, Mas Rahmat Saleh, ST ( Martapura…I’m coming!! he2) 20. Keluarga besar Alm. Supardi Rohadi, mbak Nur, mbak Nanik, mbak Uut, mas Sodiq dan Syamsul..(Alhamdulillah aku merasakan ketenangan berada di dekat kalian…maturnuwun njeh…); Saya menyadari sesungguhnya masih banyak kekurangan dari skripsi ini, hal ini semata karena keterbatasan penulis. Saya berharap semoga dapat menarik banyak manfaat bagi pembaca dan para peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin mengangkat tema sama, semoga skripsi ini dapat dijadikan entry point untuk meneliti hal yang lebih besar lagi. Yogyakarta, Desember 2005
DIAH SUSANTI
Hal a man Per
S em Bah an
K
arya kecil ini kupersembahkan sebagai tanda sejuta sayangku kepada Ibunda Tercinta Hj. Sri Astuti (terimakasih Bu.. telah menyelipkan namaku di setiap doa, dan di sela tangis dalam sujud solat malammu), Ayahnda tercinta, H.Sutadi Asrul Sani, Mas-ku, Achmad Latif, Mbak Fitri ‘Pipit’ Mulyani, Mbak Nuril , Mas Rohmadi, & ponakan-ponakanku yang lucu, TiaRa, DiSa, NdaRu. Trimakasih telah menuangkan kasih sayang yang tak berbatas dalam diriku… I LOVE U ALL…
M ott O “Jika kamu
bukan bagian dari penyelesaian
masalah maka kamu adalah
masalah ”
Sungguh…bersama kesukaran pasti ada kemudahan. Dan bersama kesukaran pasti ada kemudahan. Karena itu, bila selesai suatu tugas, mulailah tugas yang lain dengan sungguh-sungguh. Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kau berharap. (Asy Syarh ayat 5-8)
Demi masa…sesungguhnya manusia pasti akan rugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta saling berwasiat untuk berpegang teguh pada kebenaran dan wasiat untuk berlaku sabar (Al ‘Ashr ayat 1-3)
Diah Susanti.
DAFTAR ISI Halaman Judul i Halaman Pengesahan Kata Pengantar
ii
iii
Halaman Persembahan vii Motto
viii
Daftar isi
vi
Daftar tabel
xiv
Daftar Foto
xiv
Intisari xv
BAB 1. PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul 1 B. Latar Belakang Masalah C. Rumusan Masalah
2
9
D. Tujuan Penelitian
9
E. Tinjauan Pustaka
10
E.1. Memaknai Prostitusi 10 E.2. Apa artinya Gaya Hidup? 11 E.3. Dimana prostitusi dapat terjadi ? E.4. Kebutuhan Seks dan Prostitusi 12 F. Kerangka Teori 14
12
G. Metode Penelitian
16
G.1. Jenis Penelitian
16
G.2. Lokasi Penelitian 17 G.3. Unit Analisis
17
G.4 Teknik Pengumpulan Data Observasi
18
18
Wawancara
19
Studi Pustaka
20
G.5. Teknik Analisa Data
20
G.6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 21 BAB II. DESKRIPSI WILAYAH DAN KARAKTERISTIK OBJEK SERTA SUBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah Kabupaten Sleman 22 B. Salon Plus yang berada di Kabupaten Sleman 23 Salon M di Jalan Kaliurang Salon IT di Jalan Kaliurang Salon C di Jalan Adi Sucipto Salon I di Jalan Solo
33
C. Profil Kapster Salon Plus 36 D. Profil Pemilik Salon Plus 38 E. Profil Konsumen Salon Plus 39
23 27 29
BAB III. TUMBUH SUBURNYA SALON PLUS DI TENGAH KOTA PELAJAR A. Maraknya salon plus di kota Yogyakarta 42 B. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh suburnya salon plus di Kabupaten Sleman, Yogyakarta 44 Faktor pendukung menjamurnya salon plus di Yogyakarta 44 Faktor penghambat tumbuhnya salon plus di Yogyakarta
56
BAB IV. LATAR BELAKANG SEORANG WANITA BEKERJA SEBAGAI KAPSTER DI SALON PLUS Bagaimana seorang wanita tertarik menjadi kapster salon plus ? 59 BAB V. GAYA HIDUP PEKERJA SEKS KOMERSIL (PSK) DI BALIK KAPSTER SALON PLUS A. Suatu pagi di sebuah salon plus
69
B. Strategi kapster salon plus menggaet laki-laki hidung belang C. Dari mulut manis sampai bermuara ke seks D. Penantian kapster salon plus E. Style makan kapster salon plus
71
75 75
F. Style berpakaian dan berdandan ala kapster salon plus G. Style berbelanja kapster salon plus
78
H. Masalah kesehatan kapster salon plus
79
I. Tips kapster salon plus mengantisipasi garukan
80
76
70
J. Hingga ujung waktu
82
K. Suka duka menjadi kapster salon plus
83
L. Nasib para kapster pasca penutupan salon plus
85
M. Menyingkap tabir di balik fenomena salon plus
86
BAB VI PENUTUP Kesimpulan 90 Saran
93
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN SEKILAS TENTANG PENULIS
DAFTAR TABEL
Tabel Perguruan Tinggi di Kab. Sleman yang berbentuk Universitas..............44 Tabel Perguruan Tinggi di Kab. Sleman yang berbentuk Sekolah Tinggi dan Institut...............................................................................................................45 Tabel Perguruan Tinggi di Kab. Sleman yang berbentuk Akademi dan Politeknik..........................................................................................................45
DAFTAR FOTO
Foto 1. Salon C di Jalan Adi Sucipto...............................................................30 Foto 2. Penulis sedang di creambath di salon C..............................................32 Foto 3. Salon S, merupakan usaha satu menejemen dengan salon C...............33 Foto 4. Salon I dan fasilitas yang dimiliki.......................................................35 Foto 5. Jemuran handuk di depan salon IT .....................................................36 Foto 6. Widuri sedang melayani konsumen.....................................................38 Foto 7. Seorang kapster salon plus sedang menanti konsumen datang..........75 Foto 8. Kapster salon I yang berpakaian terbuka di bagian punggung............77 Foto 9. Kapster salon C yang berpakaian ketat nan seksi................................77 Foto 10. Stiker Izin gangguan di salon I dan foto kapster dibalik sebuah etalase................................................................................................81 Foto 11. Kapster salon plus yang terjaring operasi PEKAT.............................82
INTI SARI Pada akhir 2004 lalu, mulai ramai diberitakan di berbagai media yakni menjamurnya salon plus di kota Yogyakarta. Sejumlah penggrebegan yang dilakukan oleh aparat keamanan di salon-salon kecantikan di Yogyakarta membuktikan, telah terjadi penyalahgunaan fungsi salon kecantikan menjadi tempat prostitusi terselubung. Dari hasil observasi penulis di jalan-jalan yang terdapat di Kabupaten Sleman Yogyakarta, masih banyak salon kecantikan yang menggelar praktek prostitusi. Salon yang menyediakan pelayanan seks terselubung di balik salon kecantikan di sebut dengan salon plus. Maraknya salon plus di tengah kota pelajar ini sangat menarik untuk diteliti, mengingat Yogyakarta bergelar Kota Pelajar dan Kota Budaya dimana moralitas sangat di junjung tinggi. Penulis terdorong untuk mengetahui lebih lanjut tentang kasus salon plus, mengapa salon plus tumbuh subur di Yogyakarta, apa sebenarnya latar belakang seorang wanita bekerja sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK) di balik kapster (pekerja salon) salon plus, dan untuk mengetahui lebih lanjut apa makna plus dari salon plus. Di dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Kasus memiliki batas, lingkup kajian dan pola pikir tersendiri sehingga dapat mengungkap realitas sosial atau fisik yang unik, spesifik dan menantang. Dalam menjalankan penelitian dengan menggunakan studi kasus, peneliti dapat belajar tentang pengetahuan proposional dan eksperimental (pengalaman). Lokasi penelitian dilakukan di empat salon plus yang ada di Kabupaten Sleman, yaitu salon M di Jalan Kaliurang, salon IT di Jalan Kaliurang, salon C di Jalan Adi Sucipto, dan Salon I di Jalan Solo. Penulis mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Sleman, karena dari observasi penulis salon plus paling banyak di jumpai di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Penulis mencari data ke kapster salon plus, pemilik salon plus, konsumen salon plus, dan masyarakat sekitar salon plus. Observasi yang dilakukan adalah observasi semi partisipan. Teknik analisa data dilakukan melalui proses analisa data meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan Dengan ketekunan pengamatan, diskusi dengan rekan, dan dari data wawancara dengan unit analisis dapat dilakukan pemeriksaan keabsahan datanya. Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa salon plus tumbuh subur di tengah kota pelajar dikarenakan ada dua alasan besar, yaitu, Alasan Khusus; (1)Yogyakarta merupakan kota pelajar, sebagian para akademika yang berdarah muda, mempunyai libido labil yang menilai seks adalah sebuah tantangan untuk di
coba. Untuk itu mereka melarikan hasrat seksnya ke tempat-tempat prostitusi terselubung seperti salon plus. (2)Yogyakarta sebagai kota Pariwisata, dalam pengembangannya melahirkan tempat hiburan, hotel, tempat penginapan. Kebutuhan seks ternyata tidak jauh dari dunia pariwisata, para wisatawan yang menginginkan kesenangan seks, butuh tempat penyaluran. Hal tersebut menimbulkan prostitusi secara terselubung, seperti di balik sebuah salon kecantikan. Secara umum alasan wanita bekerja sebagai PSK di balik kapster salon plus adalah alasan ekonomi, dan dari hasil observasi di dukung dengan adanya pergaulan seseorang dengan seorang penyimpang yang pada akhirnya memainkan peran yang sama dengan penyimpang. Mengenai gaya hidup kapster salon plus dapat dilihat dari aktivitasnya sehari-hari, mulai dari aktivitas yang mereka lakukan ketika salon buka sampai salon tutup. Sedangkan makna plus dari salon plus adalah pelayanan seks terselubung yang dapat berupa berhubungan seks (bersetubuh), petting, oral seks, dan masturbasi. Tumbuh suburnya salon plus di Yogyakarta diindikasikan sebagai dampak fenomena metroseksual. Fenomena tersebut lazimnya mewarnai kehidupan kota-kota besar, Yogyakarta belum tergolong sebagai kota besar, namun kenyataan sudah terimbas fenomena tersebut hal ini tidak lepas dari pengaruh arus globalisasi.
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul Penelitian dengan judul Pekerja Seks Komersil (PSK) Di Balik Kapster Salon Plus, (Studi Kasus di 4 Salon Plus yang berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta) didasarkan atas beberapa alasan yang menjadi pertimbangan, yaitu alasan teoritis dan
alasan praktis. Secara teoritis, umumnya sebuah judul
penelitian mempunyai keterkaitan dengan bidang ilmu digeluti, adanya aspek orisinilitas dan aktualitas. Sedangkan alasan praktis berkaitan dengan kesulitan yang menghambat maupun kemudahan yang memperlancar penelitian. Adapun alasan-alasan yang mendasari pemilihan judul penelitian ini antara lain: Pertama, judul tersebut masih mempunyai keterkaitan dengan bidang ilmu yang dipelajari, yaitu ilmu sosiatri. Ilmu sosiatri mengkaji tentang patologi sosial dan usaha-usaha dalam pembangunan masyarakat. Dalam hal ini, penelitian akan difokuskan pada suatu bentuk patologi sosial yaitu prostitusi (pelacuran), dimana prostitusi tersebut terjadi di salon-salon plus yang berada di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Salon plus adalah salon yang menyediakan pelayanan seks yang
dilakukan oleh para kapster salon tersebut. Jadi telah terjadi penyalahgunaan salon kecantikan pada umumnya menjadi salon tempat prostitusi terselubung. Kedua, orisinilitas. Suatu penelitian dikatakan orisinil bila masalah penelitian belum pernah dipecahkan oleh peneliti terdahulu, dan atau jika pernah diteliti, maka secara tegas dinyatakan perbedaannya. Penelitian mengenai salon plus pernah dilakukan oleh Munawar M. Saad, yang berjudul Potret Perempuan Terpinggirkan. Penelitian yang dilakukannya lebih membahas dampak negatif dari hubungan pranikah. Sedangkan penelitian ini lebih ke arah bagaimana PSK di balik kapster salon plus. Ketiga, aktualitas. Masalah prostitusi adalah masalah yang selalu aktual dikaji karena mengalami perkembangan tersendiri hingga saat ini. Di lihat dari perkembangnya prostitusi tidak hanya terjadi di hotel-hotel, losmen-losmen, penginapan-penginapan, tetapi juga terjadi di salon-salon. Salon yang biasanya digunakan sebagai tempat melayani konsumen dalam hal kecantikan dan perawatan tubuh, sekarang fungsinya bertambah menjadi tempat pelayanan seks terselubung. Keempat, praktis. Sesuai dengan analisa KUWAT, dengan melihat adanya kesempatan, biaya, waktu serta alat-alat dan tenaga yang dibutuhkan untuk penyelesaian penelitian ini., diperkirakan dapat terjangkau oleh saya.
B. Latar Belakang Masalah
Meskipun dikatakan sebagai ‘profesi tertua di dunia’, pelacuran dianggap bukan sebagai lapangan kerja yang sah, atau kegiatan yang dapat diterima oleh masyarakat kecuali oleh para pelanggan pelacuran itu sendiri.1 Harus kita akui bahwa seks dan cinta adalah komoditi industri yang sangat luar biasa dan menjanjikan, seperti musik, film, tabloid, merchandise, souvenir, internet, acara-acara televisi, dan lain-lain.2 Disamping itu semua, ada juga bisnis yang menawarkan pelayanan seks yang ber-cover salon kecantikan, salon ini disebut dengan salon plus. Istilah salon plus saya ketahui dari koran-koran yang sering menampilkan berita seputar hiburan dan seks. Disitu tidak disebutkan secara gamblang pengertian salon plus tetapi kita dapat memahami bahwa salon plus adalah salon yang menyediakan pelayanan seks. Bisnis salon plus di Yogyakarta sudah demikian menjamur, dari hasil observasi penulis, di Kabupaten Sleman terdapat tiga puluh salon plus. Salon bukan lagi milik wanita. Kini kaum pria pun tak sungkan untuk mampir ke tempat itu, apakah hanya sekedar potong rambut, creambath3, menghitamkan rambut atau facial4. Tuntutan untuk tampil prima dan dandy, sepertinya sudah merupakan satu hal yang harus mendapat perhatian. Apalagi mereka yang punya posisi penting - Direktur atau Menejer - perkara penampilan nampaknya sangat penting. Sehingga pergi ke salon, bukan lagi hal yang tabu.5 1
Terence H. Hull, Endang Sulistyaningsih, Gavin W. Jones, Pelacuran di Indonesia, Ctk. Pertama, Sinar Harapan, Jakarta, 1997, hlm.v 2 Iip Wijayanto, Perkosaan Atas Nama Cinta, Ctk. Pertama, Tinta, Yogyakarta, 2003, hlm. 21 3 Creambath adalah perawatan rambut dengan cara memberi cream (krim) perawatan rambut sambil melakukan pemijatan pada kepala, pundak, dan tangan. 4 Facial adalah perawatan pada wajah dengan cara membersihkan wajah yang kotor dengan cara mengangkat komedo-komedo (jerawat kecil), jerawat, dan memberi masker perawatan wajah. 5 www.popular-maj.com/content/preview/liputankhusus/022000
DR. Sukiat mengatakan, kegiatan bersoleknya para pria itu untuk tujuan kesehatan, kenapa musti dicurigai. Memang, kenapa musti dicurigai kalau seorang pria pergi ke salon, selama itu bertujuan untuk menyakinkan penampilannya di depan umum. Seperti halnya Bung Karno, Presiden I Indonesia, konon pernah mempertebal alisnya supaya terlihat lebih gagah, kharismatik dan berwibawa. Tapi masalahnya, bukan karena alasan seperti itu, banyak pria - kini - sering berkunjung ke salon. Karena sekarang - entah karena ingin tetap eksis, menyingkirkan saingan yang kian banyak dan memang hanya semata mengejar keuntungan materi belaka atau makin banyaknya pria-pria "nakal" - banyak salon yang membuka praktek ganda, bahkan menjurus prostitusi terselubung. Mereka bukan saja menyediakan tempatnya untuk dipakai sebagai tempat rendevouz, tapi juga menyediakan para pekerjanya (yang terdiri dari wanita-wanita cantik) dan bahkan tamu-tamunya baik wanita dan pria, sebagai komoditi pemuas nafsu. Dan praktek terselubung ini bukan lagi rahasia umum. Jadi jangan heran, bila melihat pria yang awal masuknya seorang diri, saat keluar sudah menggandeng wanita cantik untuk selanjutnya berangkat entah ke mana.6 Sampai saat ini belum ada undang-undang di Indonesia yang melarang menjual seks. Hukum pidana hanya melarang mereka yang membantu dan menyediakan pelayanan jasa seks secara ilegal seperti yang tertera pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 296, Pasal 297, dan Pasal 506. Soedjono D. SH berpendapat KUHP tidak mencantumkan larangan seorang wanita melacurkan diri karena pembuat undang-undang menyadari
6
www.popular-maj.com/content/preview/liputankhusus/022000
seseorang yang terjun menjadi pelacur hanyalah sebagai akibat dari kondisi dan situasi tertentu, baik itu ekonomi, maupun penyimpangan biologis.7 Meskipun demikian, disamping peraturan-peraturan tadi, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengeluarkan Perda No. 18/1954 tentang larangan pelacuran di tempat umum. Pasal 296 KUHP: Barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak seribu rupiah. Pasal 297 KUHP: Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Pasal 506 KUHP: Barangsiapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikan sebagai pencaharian, diancam dengan kurungan paling lama satu tahun. Perda DIY No. 18/1954 tentang pelacuran di tempat umum. Pasal 1 Yang dimaksud dengan pelacuran adalah tindakan orang-orang menyerahkan badannya untuk berbuat zina dengan mendapat upah. Pasal 2 Yang dimaksud dengan tempat-tempat umum ialah jalan-jalan, tanah-tanah lapang, ruangan dan lain sebagainya yang oleh umum mudah dilihat atau didatangi. Selain
Perda
No.18/1954,
DIY
juga
mengeluarkan
Keputusan
Walikotamadya No. 166/KD/1974 tentang pendirian resosialisasi saja yang dibenarkan secara hukum sebagai tempat penampungan pelacur. Di luar tempat itu
7
Heniy Astiyanto, Sosiologi Kriminalitas, Ctk. Pertama, Legal Center 97, Yogyakarta, 2003, hlm. 48
dinyatakan perbuatan ilegal barang siapa menampung dan mengusahakan pelacuran di Kotamadya Yogyakarta. Peraturan pemerintah daerah berkaitan dengan prostitusi berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Para PSK yang menjalankan aktivitas dipinggir-pinggir jalan dilarang berdasarkan Perda di berbagai tempat. Peraturanperaturan ini dibuat untuk menjaga ‘kebersihan’ kota karena secara tidak langsung prostitusi akan menghambat pengembangan dan pemeliharaan ketertiban kota. Selain itu, kehadiran PSK jalanan ini dianggap bertentangan dengan aspirasi masyarakat. Dasar utama penangkapan/penahanan para PSK jalanan adalah karena keberadaan mereka cenderung disebut tidak mematuhi hukum masyarakat, dan bukan karena mereka melakukan kegiatan ‘menjual’ seks.8 Menurut Data Ungkap Operasi Pekat (Penyakit Masyarakat) tanggal 02-08 Mei 2005, yang bersumber dari POLTABES Yogyakarta, pada hari Rabu, 4 Mei 2005 sekitar jam 13.30 WIB, di Jalan Veteran No. 198, Umbul Harjo,Yogyakarta dilakukan operasi Pekat di salon B dan mendapati bahwa salon tersebut digunakan untuk perbuatan cabul. Dari operasi Pekat tersebut ditangkap empat orang kapster dan pemilik salon. Pada hari yang sama, juga diadakan operasi Pekat sekitar jam 12.30 WIB, di Jalan Sugeng Jeroni No.54, Yogyakarta di Salon C, dan mendapati salon tersebut digunakan untuk perbuatan cabul.9 Perkembangan kasus penggrebegan salon plus yang terdapat di Jalan Veteran dan Jalan Sugeng Jeroni, pada tanggal 9 Mei 2005 yang lalu, telah di sidangkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta (PN Yogyakarta), tujuh gadis yang 8
Terence H. Hull, Endang Sulistyaningsih, Gavin W. Jones, op. cit.,hlm. 28, 29 Data Ungkap Ops Pekat tanggal 02-08 Mei 2005 Kepolisian Negara Republik Indonesia Yogyakarta Kota Besar Yogyakarta 9
bekerja sebagai kapster salon kecantikan plus, yang selama ini nyambi menjadi pemuas nafsu, akhirnya oleh Majelis hakim PN Yogya dijatuhi hukuman denda, masing-masing Rp.100 ribu rupiah atau subdider tujuh hari kurungan.10 Di Kabupaten Sleman pada tanggal 6 Mei 2005 yang lalu, sejumlah salon yang ditengarai sebagai tempat mesum berhasil digrebeg Polres Sleman. Dalam operasi dadakan tersebut petugas berhasil menggrebeg dua salon yang sedang berpraktek melayani lelaki iseng. Dua pengelola salon tersebut masing-masing T (27) dan N (26) serta sedikitnya tujuh wanita muda sebagai kapster hingga kemarin (8 Mei 2005) masih terus dimintai keterangan penyidik Polres Sleman. Kapolres Sleman Moeghiyarto, mengatakan terungkapnya penyalahgunaan salon sebagai tempat atau fasilitas mesum itu berkat informasi dari warga yang kemudian ditindaklanjuti petugas.11 Yogyakarta yang bergelar kota pelajar, ternyata tidak luput dari keberadaan salon plus. Para pebisnis seks juga menangkap kebutuhan-kebutuhan laki-laki yang beranjak dewasa dimana libido12 mulai meningkat dan cenderung labil. Muda mudi akademis memang sudah matang jasmaniah dalam mencapai puncak ‘interesse sexualle’13, tetapi dari sudut ekonomi masih ada halangan sehingga kebanyakan tidak sanggup melampiaskan nafsu mereka dalam lembaga resmi yang namanya ‘perkawinan’.14 Bagi pemuda yang masih berstatus pelajar atau mahasiswa yang tidak sanggup menahan nafsu seksualnya mereka pergi ke tempat-tempat prostitusi, seperti salon plus. 10
Kedaulatan Rakyat edisi 11 Mei 2005 Kedaulatan Rakyat, edisi 8 April 2005 12 Yang dimaksud dengan libido adalah nafsu birahi lahiriah 13 Interesse sexualle adalah keinginan untuk berhubungan seks 14 N. Daldjoni, Dunia Sekitar Kita, Aneka Masalah Aspirasi Manusia, Ctk. Pertama, Alumni, Bandung, 1977, hlm. 80 11
Untuk menjaga Citra Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan yang berkualitas dan Kota Tujuan Wisata yang Berbudaya dimana keduanya merupakan lokomotif pertumbuhan ekonomi kota maka keberadaan penyakit masyarakat harus dieliminir. Wakil Walikota HM Syukri Fadholi Dalam Rakor Tim Pekat Kota Yogyakarta mengharapkan, Pemerintah Kota bersama aparat terkait pada tahun 2005 ini terus meningkatkan kualitas dan frekuensi Operasi Pekat di lapangan, dengan memberikan kewenangan kepada Tim Pekat Kota untuk merumuskan Target Operasi (TO) secara umum dengan memperhatikan masukan dari Camat dan Lurah yang telah melakukan deteksi dini terhadap keberadaan Pekat di wilayahnya yang kemudian dijabarkan secara teknis oleh Tim Operasi yang akan dievaluasi pada Rakor bulan berikutnya.15 Meskipun jumlah salon plus di Kabupaten Sleman lumayan banyak (sekitar tiga puluhan menurut hasil observasi penulis), tetapi baru sedikit dari salon-salon plus tersebut yang digrebeg oleh petugas kepolisian. Pebisnis salon plus semakin berani dalam menjalankan usahanya, karena eksistensinya tidak diganggu oleh aparat, tentunya dengan persyaratan ada uang untuk aparat. Seks memang memiliki daya tarik yang luar biasa, apalagi bagi mereka yang belum pernah melakukannya, apalagi peran komoditas industri media, khususnya elektronik dalam memberitakan tentang aktivitas seks ini secara parsial. Yang terberat dari semua itu adalah justru ketika informasi disajikan secara sepotong-potong, tapi menantang untuk dilakukan sehingga muncullah
15
http//jogja.go.id/berita/one-news.asp?IDNews=92
deviasi perilaku seksual seperti prostitusi, onani/masturbasi, sempetan, dan masih banyak lagi.16 Menyedihkan kenyataan yang kita temui di lapangan, mengapa salon plus tumbuh subur di tengah kota pelajar. Fenomena salon plus di Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman, menjadi hal yang sangat menarik untuk dikaji, mengapa salon plus tumbuh subur di kota pelajar, mengapa seorang wanita bekerja sebagai kapster salon plus, sebenarnya apa makna kata plus dalam salon plus, dan bagaimana pula gaya hidup para PSK yang berada dibalik kapster salon plus. Oleh karena hal itu, saya terdorong untuk mengangkat judul Pekerja Seks Komersil (PSK) di Balik Kapster Salon Plus (Studi Kasus di 4 salon plus yang berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta) sebagai judul skripsi.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam latar belakang masalah, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa salon plus tumbuh subur di Kota Pelajar ? 2. Apa latar belakang seorang wanita bekerja sebagai kapster salon plus? 3. Bagaimana gaya hidup pekerja seks komersil (PSK) di balik kapster salon plus? 4. Apa makna kata plus dari salon plus?
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 16
Iip Wijayanto, Sex in the “kost”, Ctk. Kedua, Tinta, Yogyakarta, 2003, hlm. 113
1. Untuk mengetahui lebih lanjut mengapa salon plus tumbuh subur di Kota Pelajar. 2. Untuk mengetahui apa latar belakang seorang wanita bekerja sebagai kapster salon plus. 3. Untuk mengetahui bagaimana gaya hidup PSK dibalik kapster salon plus. 4. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa makna kata plus dari salon plus.
E. Tinjauan Pustaka E.1. Memaknai Prostitusi Berbicara mengenai prostitusi, terdapat berbagai macam definisi yang dapat menjadi acuan dan batasan. Prostitusi sering disebut sebagai pelacuran. Prostitusi berasal dari bahasa Latin prostituere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan, dan pergendakan.17 Bonger mengatakan, prostitusi adalah gejala kemasyarakatan dengan wanita menjual diri melakukan perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Iwan Bloch mengatakan pelacuran adalah suatu bentuk perhubungan kelamin di luar pernikahan dengan pola tertentu yakni kepada siapapun secara terbuka dan hampir selalu dengan pembayaran, baik untuk persebadanan, maupun
17
Tjahjo Purnomo, Ashadi Siregar, DOLLY membedah dunia pelacuran Surabaya, kasus kompleks pelacuran Dolly, Ctk. Keempat, Grafitti Press, Jakarta, 1985, hlm.10
kegiatan seks lainnya yang memberi kepuasan yang diinginkan oleh yang bersangkutan. Pelacur adalah seorang wanita yang melayani nafsu seks laki-laki yang mendapat imbalan, yang berupa materi terutama uang.18 Pelacur, Wanita Tuna Susila, (WTS), penjaja seks, kupu-kupu malam, “balon”, “sundal”, “lonte”, atau “cabo” adalah wanita yang pekerjaannya menjual diri kepada siapa saja, atau laki-laki yang membutuhkan pemuasan nafsu seksual.19 Pada perkembangan istilah pelacur selanjutnya, para pejuang hak-hak wanita lebih sering menggunakan istilah pelacur dengan sebutan pekerja seks komersil (PSK). Pekerjaan sebagai PSK ini banyak dimasuki oleh mereka yang tidak mempunyai keterampilan atau keahlian kerja lain. Hal ini bisa dimaklumi karena pekerjaan sebagai pelacur tidak memerlukan keterampilan, tidak memerlukan intelegensia yang tinggi, cukup mudah dilakukan asal yang bersangkutan memiliki kecantikan, kemudaan, dan keberanian.20
E.2 Apa artinya Gaya Hidup? Gaya hidup adalah pola hidup seseorang dan bagaimana individu tersebut menghabiskan waktu dan uangnya. Dalam pengertiannya yang umum, gaya hidup berarti karakteristik seseorang yang dapat diamati yang menandai sistem nilai serta sikap terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Karakteristik tersebut 18
Heniy Astiyanto, loc.cit.,hlm.48 Tjahjo Purnomo, Ashadi Siregar, op. cit, hlm. 11 20 Iip Wijayanto, loc.cit., hlm. 100 19
berkaitan dengan pola penggunaan waktu, uang, ruang, dan objek yang berkaitan dengan semuanya. Sebagai contoh, cara makan, cara berpakaian, kebiasaan belanja, pilihan hiburan dan sebagainya.21 Dalam skripsi ini akan dibahas di belakang bagaimana gaya hidup PSK di balik kapster salon plus.
E.3. Dimana prostitusi dapat terjadi? Industri apa yang tak kenal resesi? Jawabannya: industri seks. Sebenarnya, sebutan industri seks rasanya kurang tepat karena secara hukum bisnis lendir ini jelas-jelas ilegal. Tapi dalam prakteknya sangat halal. Buktinya prostitusi ada dimana-mana, dari yang kelas bawah, menengah sampai atas, dari yang di terminal, stasiun, tempat lokalisasi, motel kelas teri, panti, sauna, salon, hotel, karaoke, sampai klub.22
Prostitusi biasanya banyak terjadi di tempat-tempat
terselubung, karena secara hukum tadi keberadaannya tidal legal maka keberadaan prostitusi disembunyikan dibalik berbagai bisnis legal. Sebagai contoh, salon kecantikan sekarang fungsinya banyak yang berfungsi ganda, selain dia beroperasi sebagai salon kecantikan, ia juga melayani kebutuhan seks laki-laki. Salon kecantikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti gedung tempat merawat kecantikan (merias muka, menata rambut, dan sebagainya).23 Sedangkan salon plus adalah salon yang menyediakan pelayanan seks terselubung di balik salon kecantikan.
21
Viera Maya Sari, Skripsi, Steak dan Gaya Hidup, Jurusan Sosiologi, UGM, Yogyakarta,
2004 22
Moammar Emka, Karnaval Malam Jakarta Under Cover 2, Ctk.ke-8, Gagas Media, Jakarta, hlm.263 23 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ctk. Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 773
E.4. Kebutuhan Seks dan Prostitusi Beberapa ciri sifat alami manusia yang berhubungan dengan faktor seks antara pria dan wanita, yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan masalah prostitusi dapat dijumpai diantaranya dalam tulisan Dr. Fritz Kahn,”nafsu kelamin laki-laki melihat sifatnya adalah aktif. Nafsu birahinya kalau boleh dikatakan mendorong ke jalan raya, dia mencari perempuan, yang romannya cocok dengan seleranya dan perempuan itu diturutinya.24 Dr. Fritz mengatakan nafsu kelamin laki-laki ditujukan pada pelaksanaan. Mengenai nafsu perempuan dikatakannya sebagai berikut: nafsu kelamin perempuan bersifat lebih umum, perempuan ingin lebih diterima, mula-mula sebagai kekasih kemudian sebagai istri dan akhirnya sebagai ibu dari anak-anak yang lahir karena persetubuhan”. Nafsu perempuan jadi kurang “hewani”, tetapi lebih “berkemanusiaan”, lebih bersemangat, yang dikuasai oleh segala tingkatan perasaan kemanusiaan selebihnya.25 Sebagaimana kita ketahui, dorongan seks merupakan motor utama pada tingkah laku manusia, dan jika ia tertekan, maka timbul berbagai situasi jiwa yang serba kompleks. Jadi jika kita melihat betapa dorongan-dorongan pada daya cipta manusia Indonesia telah ditekan oleh pengaruh-pengaruh lain, seperti datangnya hempasan orang Barat dengan nilai-nilai budaya mereka sendiri.26 Masyarakat menghendaki dia (laki-laki) dapat menekan naluri kelamin tersebut, sampai dia sanggup secara ekonomis mendirikan rumah tangga sendiri. 24
Soedjono D, Pelacuran ditinjau dari segi hukum dan kenyataan dalam masyarakat, Ctk. Pertama, Karya Nusantara cabang Bandung, Bandung, 1977, hlm.42 25 Ibid 26 Mochtar Lubis, Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungan Jawab), Ctk Pertama, Idayu Press, Jakarta, 1977, hlm.21
Laki-laki yang kuat, karena pendidikan yang baik, serta diawasi oleh masyarakatnya, dapat memenuhi tuntutan tersebut, tetapi tidak kurang terdapat dalam masyarakat kita, pemuda remaja yang tidak kuat menentang kehendak naluri kelamin tersebut. Dia akan gagal, dia pergi pada PSK, yang tidak menghendaki keuangan sebanyak yang harus disediakannya untuk mendirikan suatu rumah tangga, atau merusak seorang gadis.27 Hawa nafsu dapat membuat orang menghendaki sesuatu yang lebih hebat lagi dan membawa akibat orang itu kurang atau tidak dapat mengendalikan atas dirinya sendiri. Dengan demikian terjelmalah apa yang disebut dengan hawa nafsu yang hebat.28
F. Kerangka Teori Penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat, dalam kaitannya dengan prostitusi, dapat dijelaskan melalui teori differential association. Teori ini diciptakan oleh
Edwin H. Sutherland. Menurut Sutherland, penyimpangan
bersumber pada differential association pada pergaulan yang berbeda. Misalnya Nanette J. Davis menggambarkan bahwa peranan sebagai wanita tuna susila dapat dipelajari
melalui
pergaulan
intim
dengan
penyimpang
yang
sudah
berpengalaman. Pergaulan yang dianggap mengangkat prestise seseorang itu kemudian diikuti dengan percobaan memainkan peranan yang menyimpang tersebut sebagai wanita tuna susila.29
27
Soedjono D, loc.cit, hlm.42 Agus Makmurtomo, B. Soekarno, Ethika, (Filsafat Moral), Ctk. Pertama, Wira Sari, Jakarta, 1989, hlm.35 29 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Ctk. Pertama, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1993, hlm. 76,77 28
Dibawah ini akan diuraikan garis-garis besar proses yang dilalui seseorang untuk menjadi jahat atau memiliki tingkah laku jahat. Korn & Mc Corkle mengutip penjelasan teori differential association dari Sutherland , sebagai berikut:30 a. Proses seseorang memiliki tingkah laku jahat adalah sama dengan proses dari mereka yang bertingkah laku tidak jahat; b. Tingkah laku jahat seseorang dimilikinya karena pergaulan dengan orang-orang jahat melalui proses komunikasi; c. Differential Association adalah hal spesifik yang menyebabkan seseorang bertingkah laku jahat; d. Kesempatan seseorang memiliki tingkah laku jahat pada umumnya ditentukan oleh adanya kontak yang lama dengan orang-orang yang jahat; e. Perbedaan-perbedaan individual, baik di dalam karakter maupun situasi sosialnya, menjuruskan ke perbuatan jahat hanya jika mereka telah terpengaruh dengan kelompok sosial yang memiliki pola-pola tingkah laku jahat di dalam kontak yang berulang-ulang dan secara tetap; f. Konflik kebudayaan yang terjadi menjuruskan seseorang ke kelompok yang berbeda-beda dengan kata lain konflik kebudayaan mengarahkan seseorang ke perbuatan jahat; dan
30
A.S. Alam, Pelacuran dan Pemerasan, Studi Sosiologis tentang Eksploitasi Manusia oleh Manusia, Ctk. Pertama, Alumni, Bandung, 1984, hlm.50
g. Disorganisasi sosial merupakan sebab pokok yang menjuruskan secara sistematis seseorang ke perbuatan jahat.
G. Metode Penelitian G.1. Jenis Penelitian Di dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menekankan bahwa sifat penelitian ini penuh dengan nilai, penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus. Kasus memiliki batas, lingkup kajian dan pola pikir tersendiri sehingga dapat mengungkap realitas sosial atau fisik yang unik, spesifik dan menantang. Dalam menjalankan penelitian dengan menggunakan studi kasus, peneliti dapat belajar tentang pengetahuan proposional dan eksperimental (pengalaman). Pengetahuan proposional menunjuk pada deskripsi tentang kasus yang telah diasimilasikan dalam pikiran peneliti sehingga terwujud dalam bentuk paparan tekstual yang unik, kaya, spesifik dan kadang-kadang bernada emosional.31 Adanya salon kecantikan yang menggelar praktek prostitusi terselubung, menimbulkan daya tarik tersendiri untuk dilakukannya penelitian ini. Penulis 31
Agus Salim, Teori dan Paradigma Peneltian Sosial ( Pemikiran Norman K. Denzin & Egon Guba, dan Penerapannya. Ctk. Pertama, Tiara Wacana, Yogyakarta, 2001, hlm. 100
memilih pendekatan studi kasus dikarenakan kasus yang diangkat sangat unik, yakni kasus di salon M, salon IT, salon C, dan salon I. Salon M merupakan salon besar karena mempunyai tiga cabang, meskipun sudah lama terkenal di Yogyakarta sebagai salon plus, tetapi sampai saat ini salon M masih menjalankan praktek prostitusi terselubung. Pada akhir tahun 2004 lalu salon tersebut berhasil di grebeg polisi dan terbukti menjadi ajang prostitusi. Namun salon tersebut hanya dikenai hukuman denda. Sedangkan Salon IT mempunyai daya tarik yang tidak kalah, salon ini selalu ramai di kunjungi lelaki hidung belang, dan kebanyakan berasal dari kalangan mahasiswa. Salon C mempunyai keunikan yang lain, salon ini mempekerjakan warga Indonesia keturunan (Tionghoa). Sedangkan salon I mempunyai daya tarik yang lain, yakni lokasinya yang cukup jauh dari kota, dapat dikatakan ada di sebuah desa tetapi letaknya di pinggir jalan utama arah ke kota Yogyakarta. Menariknya, konsumen salon ini adalah orang yang berasal dari luar kota atau orang yang berasal dari perjalanan jauh dan orang-orang kampung yang kehausan akan seks. Keempat salon plus inilah yang digali kasusnya berkaitan dengan prostitusi yang terjadi di dalamnya.
G.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di 4 salon plus yang berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Keempat salon tersebut diberi inisial M, IT, C, I. Salon M terletak di Jalan Kaliurang, Salon IT di Jalan Kaliurang, Salon C di Jalan Adi Sucipto, dan Salon I berada di Jalan Solo. Alasan penulis memilih tempat di Kabupaten Sleman karena didasari dengan pertimbangan bahwa dari hasil
observasi penulis, salon plus di provinsi DIY, paling banyak terdapat di Kabupaten Sleman.
G.3. Unit Analisis Unit analisis adalah unit yang akan diteliti di lapangan. Unit analisis pada penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan masalah prostitusi yang terjadi di salon plus, seperti, kapster salon plus, konsumen salon plus, pemilik salon plus, dan masyarakat sekitar salon plus. Mereka inilah yang akan memberikan informasi tentang salon plus. Pola yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling, yaitu mengambil data secara acak tetapi yang dianggap mewakili.
G.4 Teknik Pengumpulan Data Observasi Observasi dilakukan dengan mencatat, mengamati, mendengarkan, merasakan, mengumpulkan dan menangkap semua fenomena, data dan informasi tentang kasus yang di selidiki. Observasi yang dilakukan adalah observasi semi partisipan. Penelitian yang bertemakan prostitusi membuat penulis sedikit kesulitan untuk melakukan observasi partisipan, karena penulis dihadapi oleh banyak kendala seperti keselamatan psikis dan fisik ketika melakukan penelitian. Selain itu keadaan penulis yang berjilbab sedikit membuat jarak dengan unit analisis (kapster salon plus dan pemilik salon plus). Untuk itu demi mendapatkan data yang lengkap, pencarian data di lapangan penulis di bantu oleh 4 orang yakni
Frans, Dwi, Rahma dan Haryadi. Mengapa saya memilih keempat orang tersebut sebagai pembantu pencari data di lapangan? Frans dipilih karena ia sangat dekat dengan dunia prostitusi, dimana rekan-rekannya banyak yang menjadi konsumen salon plus. Frans adalah seorang wiraswasta yang tinggal di Jalan Janti. Dwi dan Rahma dipilih karena mereka adalah seorang wanita yang tidak berjilbab sehingga dapat lebih leluasa berdekatan dengan dunia prostitusi yang terjadi di balik sebuah salon kecantikan. Dwi adalah seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang bertempat tinggal di Turi, Sleman. Rahma adalah seorang mahasiswi Sosiatri UGM, yang tinggal di Jalan Nias no.1 Sleman. Sedangkan Haryadi seorang wartawan Koran Kedaulatan Rakyat yang sering menulis artikel tentang salon plus dan sering ikut dalam penggrebegan salon plus. Mereka membantu mencari informasi secara langsung dengan kapster salon plus, dan pemilik salon plus. Observasi demi observasi dilakukan, dengan mengamati, mengunjungi sejumlah pihak yang berkaitan dengan salon plus, mencari data via internet dan banyak berdiskusi dengan rekan tentang salon plus. Pendekatan yang dilakukan penulis untuk berusaha memperkecil jarak sosial dengan unit analisis antara lain, penulis menjadi sales kosmetik ke salon plus sehingga penulis dapat berlama-lama di salon plus sambil mengamati gaya hidup para kapster di salon plus. Penulis juga mencoba pelayanan kecantikan di salon plus seperti creambath sambil menggali informasi seputar salon plus dan gaya hidup kapster yang bekerja di salon plus. Hal tersebut diatas dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik dan berkualitas.
Wawancara Wawancara yaitu mengajukan serangkaian pertanyaan secara lisan kepada pihak yang terkait dengan masalah penelitian, yaitu wawancara dengan konsumen pelayanan plus, kapster salon plus, pemilik salon plus, dan masyarakat sekitar salon plus. Wawancara dilakukan dengan dua cara yakni wawancara langsung dan tidak langsung. Wawancara langsung adalah wawancara yang dilakukan langsung oleh penulis dengan unit analisis. Sedangkan wawancara tidak langsung dilakukan dalam penelitian ini mengingat keterbatasan penulis, seperti kondisi penulis yang wanita dan berjilbab sehingga sedikit banyak membuat jarak sosial dengan yang diteliti. Untuk mengatasi hal tersebut, penulis melakukan serangkaian strategi untuk mendapatkan berbagai informasi yang berkaitan dengan salon plus, antara lain dengan bantuan berbagai pihak termasuk para sahabat penulis untuk mewawancarai kapster salon plus, pemilik salon plus dan konsumen salon plus dengan melakukan pendekatan-pendekatan langsung dengan unit analisis, sebagai contoh, mencoba pelayanan yang disediakan salon plus, seperti potong rambut, merapikan alis, dan memesan make up untuk pernikahan di salon plus. Untuk melengkapi data-data yang sudah ada, saya mencari informasi langsung dengan masyarakat yang tinggal sekitar salon plus.
Studi Pustaka Yaitu metode pengumpulan data dengan jalan mempelajari literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian.
G.5. Teknik Analisa Data Analisa data yang dimaksudkan untuk mengorganisasikan data. Data-data yang terkumpul baik itu melalui hasil observasi, wawancara maupun dari telaah dokumen, haruslah dianalisis dengan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode, dan mengkategorisasikannya. Inti dari proses analisa data meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. G.6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Dalam teknik pemeriksaan keabsahan data, penulis menggunakan tiga cara yaitu: 1. Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap itu (Moleong, 1989:195). Teknik ini digunakan dengan membandingkan dan mengecek kepercayaan suatu informasi melalui waktu dan alat yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil data wawancara; membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain; membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. 2. Ketekunan Pengamatan, bermaksud menemukan ciri dan unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan/isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal secara rinci. Pengamatan yang dilakukan adalah dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan
terhadap faktor-faktor yang menonjol untuk kemudian ditelaah secara rinci sehingga bisa dipahami. 3. Pemeriksaan melalui diskusi dengan rekan. Teknik ini dilakukan dengan cara mendiskusikan dengan rekan-rekan dalam bentuk diskusi analitik sehingga kekurangan dari penelitian, dapat segera disingkap dan diketahui agar pengertian mendalam dapat segera ditelaah.
BAB II DESKRIPSI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN DAN KARAKTERISTIK OBJEK SERTA SUBJEK PENELITIAN
A. Letak Wilayah Kabupaten Sleman Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 107° 15' 03" dan 107° 29' 30" Bujur Timur, 7° 34' 51" dan 7° 47' 30" Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Sleman sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten
Bantul
dan
Kabupaten
Gunung
Kidul,
Propinsi
D.I.Yogyakarta.32 Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau 574,82 Km2 atau sekitar 18% dari luas Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 3.185,80 Km2, dengan jarak terjauh Utara - Selatan 32 Km, Timur - Barat 35 Km. Secara administratif terdiri 17 wilayah Kecamatan, 86 Desa, dan 1.212 Dusun.
32
http://tmp.sleman.go.id/tpl=tpl&hal=letak.php
B. Salon Plus yang berada di Kabupaten Sleman Objek dari penelitian ini adalah 4 salon plus, yakni salon M, salon IT, salon C, dan salon I. Di bawah ini gambaran salon-salon tersebut, yang kedudukannya masih dalam satu kabupaten Sleman.
Salon M di Jalan Kaliurang Salon M di Jalan Kaliurang sudah terkenal di Yogyakarta sebagai salon plus, hal ini disebabkan salon ini pada akhir tahun 2004 yang lalu pernah digrebeg aparat keamanan dan terbukti telah terjadi praktek prostitusi didalamnya. Salon ini tidak di tutup, tetapi konsekuensinya hanya membayar denda, dan sampai saat ini salon masih tetap eksis. Untuk memulihkan nama baiknya, salon M membuka cabang salon yang dikhususkan untuk wanita di Jalan Palagan Yogyakarta. Salon M di Jalan Kaliurang juga mempunyai cabang di Jalan Monjali. Jadi jumlah salon M ada tiga tempat. Dari penelitian penulis, salon ini masih menggelar praktek prostitusi terselubung. Seorang teman dari penulis, salah satu mahasiswa dari Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta, pernah ditawari pelayanan esek-esek di salon ini tetapi menolaknya. Gambaran salon M yang terletak di Jalan Kaliurang, jika kita melangkah masuk ke dalam salon M kita akan menemui sebuah sofa untuk tempat para kapster menunggu konsumen datang. Sofa tersebut juga digunakan sebagai tempat para konsumen antri pelayanan. Di depan sofa tersebut ada tempat untuk mencuci rambut, dan alat untuk hair spa. Masih
di ruangan yang sama, ada beberapa cermin, sama seperti tempat salon kecantikan yang lainnya. Di depan pintu masuk ada sebuah pintu lagi yang ditutup rapat dan diberi korden berwarna hijau. Jika membuka pintu ini kita akan menemukan sebuah ruangan tempat kapster-kapster melayani massage. Saya mencoba menggali informasi seputar salon M pada dua orang kapster muda seksi berusia 20-an yang sedang menjaga salon M. Dari mereka saya mengetahui bahwa salon tersebut mulai buka jam 09.00 Wib, dan tutup pada jam 20.30 Wib setiap harinya. Di salon ini ada tiga orang tukang potong rambut. Ketika saya sedang mengobrol dengan para kapster datang seorang ‘centeng’ (preman yang menjaga salon M). Biasanya para centeng yang ada di salon bertugas menjaga keamanan salon dari gangguan orang asing yang dapat mengganggu eksistensi salon tersebut, melindungi kapster-kapsternya dari lelaki hidung belang yang berbuat usil, dan menjaga
keamanan jika sewaktu-waktu ada penggrebegan. Dari
penelitian yang saya lakukan di 4 salon plus yang saya jadikan sebagai tempat penelitian, saya selalu menemukan adanya preman yang melindungi salon plus. Lalu, bagaimana dengan cara terjadinya transaksi seks di salon ini? Pada awalnya untuk lelaki yang tidak mengetahui sama sekali kalau salon M adalah salon plus, biasanya mereka dirayu oleh para kapster ketika konsumen sedang dilayani. Misalnya ketika sedang potong rambut, facial,
creambath ataupun massage33. Jika si konsumen tertarik dengan rayuan sikapster seksi, maka akan terjadi nego tentang harga pelayanan seks. Jika ada kata sepakat, maka pelayanan seks pun diberikan oleh kapster salon. Bagaimana cara transaksi seks antara kapster dengan konsumen yang sudah menjadi pelanggan plus di salon ini? Mereka cukup mengatakan, “mbak, mau creambath…”,ataupun cukup mengatakan, “mbak mau massage”. Untuk tarif creambath, di daftar layanan salon tertulis 20 ribu rupiah. Tarif massage sebesar 35 ribu rupiah. Jika konsumen ingin mendapat pelayanan seks, maka ia harus mengeluarkan kocek lagi. Seperti biasanya ada tawar-menawar harga pelayanan seks terlebih dahulu antara kapster dan laki-laki tersebut. Tarif pelayanan seks di salon ini tidak ada patokan yang jelas, tergantung dari negosiasi si lakilaki hidung belang dengan kapster salon plus. Ada juga yang tidak bayar alias gratis karena memacari kapster yang bekerja di salon ini. Kapster biasanya sudah memahami apa yang diinginkan konsumen plus, apalagi kalau bukan pelayanan seks. Massage bisa berarti ganda, yang pertama berarti pijat biasa seperti yang dilakukan oleh tukang pijat, dengan memijit-mijit badan. Dan yang kedua, massage di salon plus berkonotasi negatif, yakni pijat aurat seperti yang diistilahkan Moammar Emka dalam bukunya Jakarta Undercover. Istilah massage sering digunakan sebagai pintu masuk seorang konsumen salon plus untuk meminta pelayanan seks. Sedangkan creambath, berarti pijat juga, tetapi 33
Massage arti sebenarnya adalah pijat badan, tetapi istilah massage ini sering digunakan sebagai pintu masuk untuk seorang konsumen meminta pelayanan seks di sebuah salon plus.
yang dipijat adalah kepala/rambut dengan memberikan cream (krim) perawatan rambut. Lagi-lagi creambath juga dijadikan tameng untuk pijat aurat. Di
dalam
nota
pembayaran
salon
M,
salon
ini
hanya
mencantumkan 19 jenis pelayanan kecantikan, tentu saja untuk yang plusplus tidak disebutkan dalam list harga. 19 pelayanan tersebut adalah, potong rambut/+keramas, keriting pendek/panjang, pelurusan rambut pendek/panjang,
toning
rambut
pendek/panjang,
cat
rambut
pendek/panjang, creambath NR pendek/panjang, hair spa pendek/panjang, hair masker pendek/panjang, make up/sanggul wisuda, cuci blow pendek/panjang, treatment/perawatan
ION muka,
rebonding cabut
alis,
pendek/panjang, menicur/pedicure,
facial catok
pendek/panjang, massage, paket lulur, soft drink, dan vitamin. Jika konsumen salon plus ingin lebih bebas bercumbu dengan si kapster, konsumen bisa mengajak kapster keluar salon dan mengadakan pelayanan seks di luar salon sesuai kesepakatan harga dan waktu yang telah ditentukan. Setelah saya keluar-masuk banyak salon plus di Kabupaten Sleman, ada pertanyaan yang menggelitik, kenapa ya, setiap salon plus yang saya kunjungi di depan salonnya selalu ditemui banyak jemuran handuk. Apakah ini salah satu ciri salon plus?
Salon IT di Jalan Kaliurang Pengalaman saya berpetualang mencari data ke salon IT di Jalan Kaliurang sangat menegangkan. Saya mengajak seorang teman (wanita) untuk menemani saya. Tak-tik saya agar dapat berlama-lama di salon untuk memperoleh data yaitu dengan memanfaatkan layanan merapikan alis sambil menanyakan harga rias wajah untuk pernikahan. Untuk kehadiran saya yang berjilbab masuk ke dalam salon tersebut di sambut senyuman para kapster-kapster yang berpakaian seksi. Seorang lelaki berusia 30 tahunan yang sedang memeluk seorang wanita langsung melepaskan pelukannya. Saya hanya tersenyum sok lugu. “Mbak, mau cabut alis…”ujar teman saya. “Mmm…ya, sebentar ya mbak… disiapkan dulu alatnya” jawab Pengelola salon. ( Padahal alatnya cuma sebuah pinset, dan lotion, tetapi lumayan lama kami harus menunggu). Kesempatan ini saya gunakan untuk mengamati keadaan salon. Salon ini memasang foto kapsternya di sebuah etalase, untuk memudahkan konsumen memilih teman kencannya. Setelah menunggu lama, ternyata mereka menyiapkan kami ruangan lain untuk tempat merapikan alis. Ruangan yang disiapkan untuk kami, adalah ruangan yang saya cari-cari yaitu kamar atau bilik tempat melakukan pelayanan seks (sesuai informasi yang diberikan seorang teman yang pernah menikmati jasa seks di salon ini). Suasana kembali menegangkan
ketika
melangkahkan
kaki
ke
ruangan
kedua.
Astaghfirullah… saya kehabisan kata-kata, kami dibawa masuk ke salah
satu bilik di ruangan tersebut. Di dalam ruangan kedua, terdapat sembilan bilik yang disekat dengan tripleks bercat biru. Tiap-tiap bilik mempunyai pintu yang ditutupi dengan korden berwarna biru pula. Suasana dingin terasa, karena ada fasilitas AC. Dari balik bilik-bilik kamar tersebut terdengar suara kapsterkapster sedang mengobrol sambil melayani konsumen massage. Terus terang saya dan teman saya merasa ketakutan, karena kami sebelumnya tidak pernah ‘menjamah’ dunia seperti ini. Tapi kami berusaha bersikap rileks, sambil menggali informasi kapster yang melayani kami. Bilik kamar itu teramat sempit, bayangkan klinik dokter yang berukuran 1,5 m x 2 m, yang didalamnya hanya diisi satu buah tempat tidur, berkasur spon tipis, dan dua buah kursi plastik. Dalam nota pembayaran yang juga berisi daftar harga pelayanan kecantikan di salon IT salon, tarif massage yaitu 40 ribu rupiah, sedangkan tarif sauna 60 ribu rupiah, paket mandi susu 60 ribu rupiah, Body scrub juga 60 ribu rupiah. Lucunya, dalam list pembayaran disebutkan ada pelayanan sauna, tetapi pada faktanya saya tidak menemukan tempat pelayanan untuk sauna di dalam salon tersebut. Untuk mendapatkan pelayanan plus salon ini, seorang laki-laki dapat langsung memesan layanan massage ataupun creambath (sama seperti salon plus yang lain), konsumen dapat memilih kapster mana yang akan melayaninya. Tarif plus, tergantung dari nego antara konsumen dan kapster. Jika harga Ok, maka pelayanan plus-pun diberikan. Konsumen
dapat memilih mendapat pelayanan plus di kamar yang ada di salon plus, atau bisa mengajak si kapster untuk keluar. Salon IT mulai buka jam 09.30 Wib, dan tutup pada jam 21.00 Wib. Salon ini dulu mempunyai cabang di Jalan Magelang, tetapi saat ini sudah ditutup. Salon ini mempekerjakan 6 orang kapster seksi. Saya mencari informasi dari masyarakat sekitar salon IT, ternyata salon tersebut belum lama beroperasi, baru sekitar satu tahun ini. Bangunan salon dimiliki oleh seorang bapak penjual bakso di sebelah salon IT. Beliau hanya sekedar menyewakan salon tersebut kepada seseorang, dan orang tersebut memanfaatkannya untuk bisnis salon.
Salon C di Jalan Adi Sucipto Salon C sudah ada sejak 4 tahun yang lalu. Pemiliknya berasal dari Wonogiri. Salon C mempunyai cabang di Jalan Adisucipto yaitu bernama salon S.
Biasanya
seorang pemilik salon plus yang juga berprofesi
sebagai germo memiliki tempat usaha prostitusi lebih dari satu, mengingat bisnis ini cepat menyedot keuntungan besar. Mereka buka tempat usaha yang sama-sama menjual seks di tempat lain. Metoda ini selain mencari keuntungan lebih, juga merupakan siasat untuk mensirkulasikan PSK binaannya. Hal tersebut berkenaan dengan animo pelanggan yang selalu menginginkan para pelayan seks yang baru yang cantik lagi muda. Salon C memperkerjakan 4 orang kapster. Begitu juga dengan salon S. Pemilik salon C menyewa tempat usahanya tersebut dengan harga
15 juta pertahun, yang terdiri dari 3 kamar, 1 kamar mandi, dan 1 ruang tamu. Salon C buka pada jam 09.00 Wib dan tutup pada jam 20.00 WIB. Salon C dikelola seorang ibu berusia 40 tahunan yang beralamat di Jalan Janti. Ibu dari dua orang anak ini berasal dari Solo. Ibu ini mempunyai keahlian memotong rambut dan memijat. Setiap dia berangkat dan pulang kerja, ia selalu diantar oleh suaminya. Salon yang bercat hijau ini sekilas terlihat berukuran kecil dari jalan. Jika kita memasuki salon ini, kita akan menemukan dua buah kursi yang digunakan untuk menunggu pelayanan salon. Fasilitas yang dipunyai oleh salon ini yaitu tempat pencucian rambut, dua buah cermin besar, peralatan creambath, 3 buah kamar untuk pijat, peralatan potong rambut dan peralatan make up wajah.
Foto. 1 Salon C di Jalan Adi Sucipto (koleksi pribadi)
Pertama kali saya mengetahui salon C adalah salon plus, karena informasi dari teman saya yang bekerja di sebuah perusahaan antar barang yang bersebelahan dengan salon tersebut. Teman saya bernama Alex (bukan nama sebenarnya) sering ditawari untuk massage di salon tersebut. Kebetulan pula kamar mandi salon dan kamar mandi tempat Alex bekerja
berdekatan, dan memakai pompa air yang sama. Berbuah dari keisengan Alex, ada sedikit celah yang terdapat di kamar mandi perusahaan antar barang, yang sering digunakan untuk mengamati kamar mandi milik salon C. Suatu ketika Alex iseng melihat keadaan yang terjadi di salon C. Ia melihat seorang pria bersama wanita sedang bercumbu. Alex pun sering di tawari untuk pijat di salon C. Seperti
layaknya
salon
kecantikan
yang
lain,
salon
ini
menyediakan pelayanan kecantikan seperti facial, potong rambut, keriting, sanggul, creambath, massage, lulur, cat/toning, make up, dan lain-lain. Saya sudah pernah merasakan pelayanan creambath biasa di salon ini. Mahal memang, 30 ribu rupiah untuk rambut dengan panjang sebahu. Di salon-salon kecantikan yang lain biasanya harga creambath biasa harganya cuma 18 ribu rupiah. Untuk pengecatan rambut 75 ribu rupiah, padahal di salon yang lain cuma 40 ribu rupiah. Bagaimana pelayanan salon ini? Pelayanan creambath biasa untuk konsumen wanita dilayani dalam waktu 1 jam. Mula-mula rambut dikeramasi dengan shampoo, kemudian kepala dipijat-pijat dan diberi krim (cream) dan dibiarkan selama 30 menit. Sementara itu, tangan, dan pundak dipijat. Setelah itu rambut dibilas bersih dengan air, kemudian diberi tonik rambut (penguat rambut) sambil kepala dipijat. Kemudian rambut dirapikan dan dikeringkan dengan hair dryer (pengering rambut).
Foto 2.Penulis sedang di creambath di salon C oleh pengelola salon C (koleksi pribadi)
Bagaimana dengan pelayanan esek-esek di salon ini? Hampir sama dengan salon-salon plus yang lain, seorang konsumen plus yang telah menjadi pelanggan biasanya tinggal menghubungi salon C atau menelpon handphone milik kapster idolanya untuk membuat janji untuk berkencan. Setelah itu pelanggan kapster plus mendatangi salon tersebut. Kegiatan seks dapat dilakukan di salon ini dan bisa juga dilakukan di luar salon. Lalu bagaimana dengan konsumen baru salon plus? Biasanya mereka mencoba pelayanan salon seperti potong rambut, atau sekedar keramas, kemudian mencoba bertanya apakah salon tersebut menyediakan fasilitas plus. Kadang malah konsumen baru tersebut yang ditawari pelayanan esek-esek. Setelah melihat-lihat apakah ada kapster yang cocok, konsumenlah yang memutuskan apakah dia akan membeli jasa seks atau tidak. Biasanya setelah aktivitas seks dilakukan konsumen akan dikeramasi. Kenapa? Ini dilakukan untuk menutupi aktivitas seks terselubung di balik sebuah salon. Orang luar akan berpikir positif, bahwa seorang laki-laki yang keluar dari sebuah salon memang karena merawat diri seperti potong rambut.
Salon plus sering berpindah tempat hal ini berkaitan dengan keberadaannya yang ilegal. Salon Cindy saat ini pindah ke Jalan Adi sucipto dekat Bandara Adi Sucipto, bergabung menjadi satu dengan S salon.
Foto 3. Salon S, merupakan usaha satu menejemen dengan salon C (koleksi pribadi)
Salon I di Jalan Solo Pertama kali saya mengetahui salon I yang berada di Jalan Solo adalah salon plus karena informasi yang diberikan seorang teman yang sering memanfaatkan layanan plus di salon I. Salon I ini buka pada jam 09.00 Wib dan tutup pada jam 19.00 Wib. Akhirnya saya datang langsung sendiri ke salon I untuk mencari informasi yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Pada mulanya saya berencana potong rambut di salon I dengan gaya rambut di-layer34 Ternyata alat potong rambut khusus untuk layer tidak mereka miliki. Akhirnya saya tidak jadi potong rambut. Saya coba mengajak ngobrol kapster yang melayani saya sambil menawarkan dagangan kosmetik yang
34
Layer adalah suatu bentuk gaya rambut agar rambut terlihat lebih bervolume.
saya bawa, mereka sangat tertarik dan akibatnya mereka lebih bersikap rileks dan tenggelam dalam obrolan dengan saya. Dari mereka saya mengetahui bahwa jumlah kapster yang biasanya bekerja setiap hari ada dua orang. Gaji kapster di salon I, untuk kapster baru di gaji Rp. 500 ribu. Tetapi lama-lama gaji tersebut bisa meningkat sesuai dengan kemajuan si kapster dalam melayani. Tiap hari mereka diberi uang makan 3000 rupiah. Dalam sebulan kerja mereka diperbolehkan memilih hari libur dua hari. Sama seperti salon plus yang lain untuk meminta pelayanan seks, seorang laki-laki hanya cukup meminta di-creambath ataupun meminta dimassage. Untuk berhubungan badan, ataupun pelayanan seks yang lain, seorang laki-laki harus membuat nego terlebih dahulu dengan kapster yang bersangkutan. Menurut pengakuan seorang konsumen plus di salon tersebut (Wisnu), bukan nama sebenarnya, dengan mengeluarkan uang 100 ribu rupiah dia sudah mendapat pelayanan creambath dan berhubungan seks. Jika telah ada kata sepakat, barulah sikapster bisa melayani laki-laki tersebut. Salon ini menyediakan 3 kamar untuk tempat pelayanan seks. Kebanyakan konsumen salon I, adalah orang kampung dan orang luar kota, karena letak salon I berada di jalan utama untuk memasuki Kota Yogyakarta. Berita terbaru dari salon ini, salon ini akan pindah lokasi, yakni di daerah Paingan, dengan nama salon yang sama. Tempat yang digunakan untuk ruang usaha salon di Jalan Solo ini akan di oper kontrak. Dulu pihak
salon I menyewa tempat salon ini 6 juta pertahun. Mengapa salon I pindah lokasi? Widuri menuturkan bahwa lokasi yang baru itu lebih bagus tempatnya, harapannya pelanggan di lokasi yang baru lebih banyak.
Foto 4. Salon I dengan fasilitas yang di miliki (koleksi pribadi)
Pada umumnya salon plus dalam jangka waktu yang tidak lama, suka berpindah tempat. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan agar keberadaan mereka tetap aman dari polisi, sekiranya pemilik tempat salon plus merasa tempat usahanya menjadi target operasi polisi, segera mereka pindah ke tempat yang baru. Untuk mencari pelanggan lagi, mereka kembali tak segan-segan memasang iklan salon mereka di koran-koran Yogyakarta dengan tawaran yang cukup menggiurkan para lelaki petualang cinta. Dari hasil observasi penulis, ciri-ciri yang terlihat dari sebuah salon plus antara lain: 1. Di depan salon banyak di temui jemuran handuk. 2. Konsumen salon paling banyak berjenis kelamin pria
3. Para pelayan salon (kapster salon) berpenampilan seksi 4. Para kapster salon tersebut banyak yang tidak mempunyai keahlian memotong rambut atau keahlian perawatan kecantikan salon lain. 5. Ada preman yang menjaga salon
Foto 5. Jemuran handuk di depan salon IT, Jalan Kaliurang (koleksi pribadi)
C. Profil Kapster Salon Plus Subyek dalam penelitian ini terdiri dari 4 orang kapster, 2 orang konsumen plus, dan 1 orang pemilik salon plus. Kapster yang bekerja sebagai PSK yang saya gunakan sebagai subjek penelitian yang bernama (bukan sebenarnya) Bunga, Mawar, Melati, dan Widuri. Bunga, wanita berusia 23 tahun ini bekerja sebagai kapster salon M di Jalan Kaliurang. Saya mengenal Bunga dari Frans, yang kenal dekat dengan Bunga. Ia mengatakan bahwa Bunga berasal dari Semarang. Status Bunga tidak mempunyai pacar, karena menurutnya apabila punya pacar dia tidak dapat melakukan pekerjaan tersebut, mengingat hal tersebut akan menyakitkan sang kekasih. Bunga tergolong wanita yang sangat cantik dengan bentuk tubuh yang aduhai. Bunga tinggal di Jalan Kaliurang.
Lain Bunga lain pula dengan Mawar. Ia baru berusia 21 tahun. Saya mengenal Mawar karena dikenalkan juga oleh Frans. Saya melakukan pendekatan dengannya dengan menjadi konsumen salon C. Informasi yang saya dapat dari Mawar, saya crosscek dengan informasi yang di dapat oleh Frans. Wanita asal Solo ini sangat berhati-hati dalam memberikan servis plus kepada orang yang baru ia kenal, pasalnya ia melihat dari segi laki-laki tersebut berkelas apa tidak. Dengan kata lain Mawar disini tidak begitu berambisi untuk mencari uang dari banyak lelaki hidung belang. Ia lebih menyukai melayani sedikit pelanggan tetapi yang mempunyai banyak uang sehingga tidak perlu bergonta-ganti pasangan. Mawar kos di Condong Catur. Melati, wanita cantik berhidung bangir, dan berkulit hitam manis ini sudah lima bulan bekerja sebagai kapster di salon IT yang berada di Jalan Kaliurang. Awal perkenalan saya dengan Melati dimulai ketika saya mengantar seorang teman ke salon IT untuk merapikan alis. Cara berbicaranya lembut, berbeda dengan teman-teman kapsternya yang lain. Pakaiannya juga lebih sopan (tertutup) ketimbang kapster yang lain namun tetap seksi. Wanita lulusan SMU ini tinggal di Kota Gede. Setiap hari Melati masuk kerja, pergi pagi, pulang malam. Biasanya dia pulang ke rumahnya yang di Kota Gede sendirian dengan kendaraan motor. Widuri, wanita yang telah bersuami ini bekerja sebagai kapster plus di salon I yang berada di Jalan Solo tanpa sepengetahuan suaminya.
Ia telah menikah selama tiga tahun, tetapi belum dikaruniai anak. Suaminya hanya mengetahui bahwa istrinya bekerja sebagai kapster biasa yang kerjanya memotong rambut, padahal Widuri juga memberikan servis plus pada konsumen laki-laki yang membutuhkan kasih sayang lebih. Sedikit informasi tentang Widuri bahwa ia dulu pernah bekerja di salon yang terdapat di Jalan Palagan dan di Jalan Rejowinangun.
Foto 6 Widuri sedang melayani konsumen (koleksi pribadi)
Yang berbeda dari Widuri dengan kapster plus yang lain adalah ia mempunyai kemampuan memotong rambut, sedangkan yang lain hanya punya kemampuan untuk memikat laki-laki hidung belang.
D. Profil Pemilik Salon Plus Pemilik salon I Salon seharusnya berfungsi sebagai tempat pelayanan kecantikan. Dalam kenyataannya, ada salon yang berfungsi ganda, yakni selain tempat pelayanan kecantikan juga sebagai tempat prostitusi terselubung.
Disebabkan income dari pelayanan seks lebih besar ketimbang income daripada
pelayanan
kecantikan
membuat
pemilik
salon
lebih
memfokuskan pada pelayanan seks. Akibatnya fungsi salon sebagai tempat pelayanan kecantikan tidak terlalu diperhatikan. Hal ini terbukti dari minimnya fasilitas salon. Seperti di salon I, di Jalan Solo, mereka tidak mempunyai alat untuk layer yang berbentuk sisir yang ada pisau cukurnya. Alat-alat kecantikan pun benar-benar seadanya. Pemilik salon I adalah seorang wanita yang masih berusia dua puluhan. Sebut saja Donna namanya (bukan sebenarnya). Rumahnya tidak jauh dari salon. Pemilik salon I mendandani dirinya dengan sengaja menindik hidung dan mengecat rambutnya dengan warna merah. Gayanya cuek. Ketika saya datang ke salon ini, dia sedang tidur-tiduran diatas sebuah sofa sambil nonton televisi. Pemilik salon I ini juga siap melayani pelanggan yang mengajaknya berkencan. Para kapster yang bekerja di salonnya yang mempunyai keahlian memotong rambut hanya satu orang. Kapster tersebut juga siap melayani laki-laki hidung belang.
E. Profil Konsumen Salon Plus a. Mahasiswa Sebut saja namanya Aldo, seorang pemuda berusia 26 tahun yang sudah sejak 3 tahun yang lalu ketika ia mahasiswa menjadi konsumen salon plus. Aldo ternyata mempunyai banyak pengalaman keluar masuk
salon plus di Yogyakarta. Mulai dari utara sampai selatan dan dari barat sampai timur Yogyakarta, pernah ia masuki. Aldo menuturkan, semua sama untuk biaya servis dari sang pelayan yaitu dari 100 ribu untuk servis oral seks dan 150 ribu untuk jasa bersetubuh. Yang berbeda hanya biaya massages atau pijat. Biasanya ada yang 45 ribu untuk wilayah timur dan selatan Yogyakarta, dan 35 – 40 ribu untuk wilayah utara dan barat. Dan semuanya itu apabila kita melakukan servis tambahan biaya pijat sudah masuk hitungan. Jadi bisa diperkirakan uang yang masuk bagi sang pelayan. Kalau sekarang? (Mengingat Aldo sudah punya pacar yang walaupun masih baru), kadang berangkat juga dengan teman kuliahnya dulu atau sendirian sehabis pulang dari kerja jam 16.00. Alasan berangkat karena si Aldo menjadi semacam ketagihan, kadang dia berangkat dua bulan satu kali, kadang tiga bulan satu kali tergantung waktu permintaan nafsu kelaminnya. Kalau ditanya mau sampai kapan Aldo harus melakukan kegiatan seperti itu yang bisa dibilang semacam rutinitas? Jawaban yang sederhana tetapi tegas yaitu, sampai salon plus yang ada ditutup dan benar-benar sudah tidak ada lagi. (“Waduh man… mau sampai 10 tahun lagi salon plus bakal masih beroperasi, tapi inilah kenyataan yang ada” komentar batin saya). b. Om-om Konsumen salon plus yang berhasil saya wawancarai adalah seorang pria kelahiran 1964, yang bekerja di sebuah koran terkenal di
Yogyakarta. Sebut saja namanya Wisnu (bukan sebenarnya), bapak yang telah mempunyai tiga orang anak ini, dia mempunyai kapster langganan di beberapa salon plus. Dengan berhubungan baik dengan para kapster dan pemilik salon plus, dia mendapatkan kemudahan dalam mencari berita.
BAB III TUMBUH SUBURNYA SALON PLUS DI TENGAH KOTA PELAJAR
A. Maraknya salon plus di kota Yogyakarta Jogja sekitar tahun 1970-1980-an, tempat perawatan kecantikan hanya terkosentrasi I Jl. Bayangkara. Tetapi sekarang, bergeser ke Jl. AM. Sangaji, Jl. Monjali, Jl. Kaliurang, atau Condong Catur. 35 Berbisnis salon di Yogyakarta haruslah memiliki ijin tempat usaha, pada tahun 2001, bisnis salon yang tercatat di Daftar Tempat Ijin Usaha Pemda Sleman ada 15 salon. Dalam perkembangannya bisnis salon berkembang pesat. Bisa dibayangkan, saat ini di Jalan Palagan saja terdapat sekitar 20 salon. Diantara 20 salon tersebut sekitar 12 salon adalah salon plus. Jelas bahwa salon yang menggelar praktek prostitusi dilarang oleh Pemda Sleman, dan tentu saja tidak ada ijin bagi salon plus untuk menjalankan praktek mesumnya. Kalaupun ada sebagian salon tersebut punya ijin tempat usaha, hal tersebut dikarenakan Pemda mengira usaha ini adalah usaha salon kecantikan biasa, pada kenyataannya ijin tersebut disalahgunakan untuk praktek prostitusi. Menurut Dosen Sosiologi UGM, Drs. Suprapto yang pernah melakukan penelitian tentang diversifikasi fungsi salon, mengutarakan bahwa salon yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah sekitar 1000-1400 salon, itu belum termasuk salon-salon yang kecil. Ia juga 35
Kabare Jogja edisi XXVII, Tahun III, September 2004, hlm.14
mengatakan bahwa salon plus di Yogyakarta berjumlah kurang dari 100 salon, antara lain berada di Jalan Palagan-Monjali berjumlah ±10 salon, di Jalan Solo berjumlah ±5 salon, di Jalan Kaliurang ada ±5 salon, di Jalan Godean ada ±4 salon, Jalan Magelang 3-4 salon.36 Kehadiran salon plus mempunyai perkembangan yang pesat. Padahal salon plus merupakan tempat prostitusi dan harus diberantas karena merupakan suatu bentuk patologi sosial yang sangat bertentangan dengan ketertiban, budaya, dan moral masyarakat. Jimmy Adriansyah, seorang mahasiswa Farmasi sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta yang tinggal di dekat sebuah salon plus mengatakan bahwa ia tidak keberatan dengan keberadaan salon plus. Alasannya agar masyarakat mengetahui kinerja pemerintah dalam memberantas penyakit masyarakat, kalau keberadaan salon plus semakin banyak berarti pemerintah kita lemah dalam mengontrol dan memberantas penyakit sosial. Ia menambahkan juga bahwa dari sudut pandang orang timur, salon plus tidak sesuai dengan budaya, tapi mau bagaimana lagi, keberadaan prostitusi sulit dihilangkan.37
36
Wawancara dengan Dosen Jurusan Sosiologi, FISIPOL, UGM, tanggal 6 Desember
2005. 37
Wawancara penulis dengan Jimmy Adriannsyah tanggal 5 Desember 2005
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh suburnya salon plus di Kabupaten Sleman, Yogyakarta Faktor pendukung menjamurnya salon plus di Yogyakarta Di bawah ada beberapa hal yang yang mempengaruhi tumbuh suburnya salon plus di Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman: Alasan Khusus
Yogyakarta merupakan kota pelajar yang merupakan sentral para pelajar dari seluruh penjuru tanah air untuk tujuan belajar. Yogyakarta terkenal mempunyai banyak sekolah dan perguruan tinggi. Kabupaten Sleman adalah kabupaten di Propinsi DIY yang paling banyak mempunyai Perguruan Tinggi, baik Perguruan Tinggi Negeri maupun swasta. Sehingga potensi peningkatan sumber daya manusia sangat dimungkinkan dan mendukung pembangunan di Kabupaten Sleman. Perguruan Tinggi Berbentuk Universitas Nama Perguruan Tinggi
Lokasi
Universitas Gadjah Mada
Bulaksumur, Jalan Kecamatan Depok
Universitas Negeri Yogyakarta
Jl. Samirono, Kecamatan Depok.
Universitas Proklamasi 45
Dagen 219, Jl. Kecamatan Depok
Universitas Veteran
Pembangunan
Nasional Lingkar Depok
Kaliurang,
Babarsari,
Utara, Condong Catur,
Universitas Sanata Darma
Mrican, Kecamatan Depok
Universitas Atmajaya
Mrican, Jl. Babarsari, Kecamatan Depok
Universitas Kristen Immanuel
Jl. Solo Km11. Purwomartani, Kecamatan Kalasan
Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang KM 14,7
Perguruan Tinggi Berbentuk Sekolah Tinggi dan Institut Nama Perguruan Tinggi
Lokasi
Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Lingkar Utara, Ngemplak, Sendang Komputer Dharma Bangsa Adi -Jombor, Kecamatan Mlati Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Jl. Lingkar Utara, Condong Catur, Komputer AMIKOM Kecamatan Depok Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER)
Jl. Lingkar Utara, Maguwoharjo.
Institut Pertanian (INTAN)
Jl. Magelang Km 5,6
STIE Widya Wiwaha
Surokarsan No 2 Tambak Jl Godean Km 2
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
Jl. Babarsari, Kecamatan Depok
Perguruan Tinggi Berbentuk Akademi dan Politeknik Nama Perguruan Tinggi
Lokasi
Akademi Pertanian Yogyakarta
Jl. AM Sangaji Km 6 Tegal Waras
Akademi Komunikasi Yogyakarta
Glendongan,Babarsari,Kecamatan Depok
Politeknik PPKP Yogyakarta
Jl. Ring Road Utara, Condongcatur, Depok
Akademi Teknologi Otomotif Nasional
Jl. Ring Road Kecamatan Mlati
Akademi Maritim Yogyakarta Akademi Manajemen Komputer ASTER
Informatika
Utara
Jombor,
Mesan, Sinduadi, Mlati dan Jl. Monjali, Raya Kecamatan Ngaglik
Sariharjo,
Akademi Telekomunikasi Indonesia
Ringroad No.1 Jombor Kidul
Akademi Pariwisata
Solo Km 10 Ambarukmo Ngentak
Akademi Pariwisata Dharma Nusantara
Solo Km. 7-8 Tambak Bayan TB VI/11
Akademi Pariwisata Ambarukmo Palace
Hotel Ambarukmo, Jl. Solo,Catur Tunggal, Depok
Politeknik API Yogyakarta
Wisata Babarsari TB XV/15
Para pelajar dan mahasiswa tinggal di kos-kos yang tersebar di DIY. Keadaan yang jauh dari orang tua membuat mereka harus mandiri, dan membuat keputusan sendiri tentang bagaimana menjalani kehidupan. Mulai dari bagaimana mereka mencari makan, membeli pakaian, belajar, sampai mengatasi berbagai masalah yang ada di depan mereka, termasuk masalah seks.
Aldo (bukan nama sebenarnya), 26 tahun, awal mula tahu salon plus, sudah dari 3 tahun yang lalu ketika ia masih kuliah di perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Aldo menuturkan, “Gue ke salon pertama kali di barat kota Jogja sama temen kost gue, dari dulu sampe sekarang harga gak beda jauh, yang beda sekarang… ceweknya cantik-cantik dan berani menggoda. Kalo dulu gue yang ngajak duluan minta servis, palingan ceweknya cuman ngomong, “Berani bayar berapa?” Sekarang, jangankan mulai massages, waktu dikasih celana pendek untuk massage aja….ceweknya udah mulai nawarin dengan suara manja,“Sekalian di bikin asik tidak mas”. “Wah… bagaimana bisa menolak?” (Wawancara Frans dengan Aldo tanggal 18 Juni 2005) Menurut Aldo selanjutnya, kalau cocok ok, kalo tidak cocok, ya massage saja sambil berbincang-bincang mengenai usia, asli sampai sudah berapa lama bekerja di salon tersebut, dan apa saja yang bisa dilakukan dalam kamar yang berukuran 2x1,5m tersebut, sampai akhirnya tangan Aldo mulai memegang daerah-daerah yang terbilang porno, sambil berkata, “Gimana, boleh ngga dengan harga segitu? Ntar saya jadi langganan deh, kan sekalian harga promosi” (Wawancara Frans dengan Aldo tanggal 18 Juni 2005) Weleh – weleh… ada saja kata yang keluar dari Aldo, itu baru satu orang yang mempunyai karakter semacam Aldo, padahal karakter orang berbeda-beda sehingga apa saja dapat terjadi. Ada yang tidak perlu nawar, ada yang perlu dengan asumsi menggunakan prinsip ekonomi, pengeluaran sedikit yang didapat memuaskan. Biasanya
kalau
pelayannya
sudah
ditawar
apalagi
sudah
digerayangi, si kapster tidak bisa menolak, apalagi kalau dia butuh uang,
karena orang juga kadang belum tentu mau di servis sama kapster tersebut, karena banyaknya jumlah kapster yang ada yang juga siap melayani. Ujung-ujungnya obrolan bermuara ke seks. Ketika ditanya, kenapa musti ke salon? Aldo hanya menjawab, “Ya… gimana pada saat itu gue kaga punya cewek, seandainya punya pun belon tentu cewek gue mau, hahaha…, dibikin simpel aja gue ada duit, gue pengen, gue berangkat.” (Wawancara Frans dan Aldo tanggal 18 Juni 2005) Lain Aldo lain pula cerita Rahmad (bukan nama asli), seperti yang ditulis Kabare Jogja edisi Bulan September 2004, berikut kisahnya. Memasuki salon kecantikan tidak jauh dari hotel berbintang, pinggir jalan provinsi Jogja-Solo, Rahmad merasa berbunga-bunga. Begitu membuka pintu berkaca gelap dan membanting pantatnya di kursi tamu, seorang kapster berseragam langsung menyodorkan minuman yang di kemas dalam sloki. Karena Rahmad langsung menyalakan rokok, disusul kemudian sodoran asbak, dan tak kalah pentingnya secarik kertas terlaminating bertuliskan jebis-jenis layanan yang ditawarkannya. Memang cukup lengkap, dari potong dan semir rambut, rebonding, spa, facial, rias pegantin, hingga sejumlah lainnya dalam deretan cukup panjang. Menurut Rahmad, siang itu meja layanan salon terisi tamu, sekitar lima kapster yang rata-rata berparas lumayan, hanya jalan-jalan mondar-mandir, ada pula yang sedang asyik ber-hp ria. Tanpa menyebut dialog sebelumnya, sesaat kemudian Rahmad membuntuti kapster yang menyambutnya tadi, menuju sudut ruangan, menuruni lubang tikus yang terhalang penyekat sketsel penyekat. Ternyata, ungkap Rahmad, di bawah lubang tikus itu ada beberapa ruangan berstandar layanan spa, lulur, atau facial dengan fasilitas cukup komplit. Masing-masing kamar tertutup gordin batik warna gelap, ada satu lagi yang terutup pintu dengan kunci di dalam. Lampu masing-masing ruangan menyala terang, tetapi bisa diganti lampu temaram saat diperlukan. Setelah ganti dengan pakaian yang disediakan, Rahmad pun mengaku pasrah bongkokan, terserah mau diapain. Yang jelas dirasakannya, oleh kapster yang mengaku bernama Norma asal Wonosobo itu, sekujur badannya dipolesi sekalian diurut-urut dengan ramuan rempah. “pokoknya rempah kasar, aromanya seperti jejamuan, badan saya serasa digosok amplas. Yah selama sekitar setengah jam-lah!”tuturnya mengenang. Masih menurut Rahmad, di selasela tugasnya Norma seperti sengaja menggoda dengan menanyakan, cukup dengan pelayanan standar atau perlu layanan ekstra. Kan masih
ada bagian yang tertinnggal, perlu juga sekalian diberesi atau tidak. Namanya juga bagian berharga, tentu ada harganya. Nah, sampeyan kasih ekstra sekian!”ujarnya sambil menunjukkan dua jari, kiasan dua lembaran merah gambar Bung Karno dan Bung Hatta. Diisyaratkan, bisa juga layanan lebih dari itu, tetapi ekstranya tentu lebih besar juga, dan mesti ditempat lain. Tanpa bersedia menceritakan sesi berikutnya, Rahmad hanya mengatakan, setelah seluruh prosesnya rampung, dirinya mandi air hangat di bathcub ditunggui Norma di dekatnya. Sebelum berpisah, Norma mengingatkan, sebaiknya kalau datang jangan hari sabtu, antrenya banyak, nggak santai, tak diketahui, belakangan antar keduanya saling kontak atau tidak, yang jelas Rahmad telah rampung kuliah dan pulang ke kampungnya. Begitulah kenyataan yang terjadi, salon telah menjadi ajang perdagangan seks. Para pebisnis menangkap kebutuhan-kebutuhan seks para remaja yang kebingungan menyalurkan nafsu seksnya yang kemudian melahirkan tempat prostitusi terselubung di balik sebuah salon kecantikan. Dengan tawaran yang menggiurkan, kapster cantik yang bersedia melayani, kenyamanan tempat, ditambah harga pelayanan seks yang cukup terjangkau. Pada akhirnya membuat para pemburu cinta bertandang ke salon-salon plus. Untuk memberi kemudahan konsumen yang terdiri dari pria pemburu kenikmatan dalam memperoleh informasi tentang salon plus, para pebisnis salon plus pun tidak segan-segan memasang iklan di korankoran terkemuka di Yogyakarta untuk menarik
para konsumen untuk
datang ke salon plus mereka. Contoh iklan layanan salon plus bunyinya seperti ini: SALON
Bulan Diskon Massage+creambath/Facial 40rb, kpstr baru2. fasilitas Lengkap T.7448547 Monjali.38 Semua prwtn ada di sini. Kpstr ABG Cntk2 bktkn sgr! Hub: 181725xxxx atau Kutahu yang kau mau. Prwt dr kaki hingga rmbt. Dijamin enjoy. Datang ya, 081227xxxx.39 Sungguh luar biasa ajang jual beli kenikmatan dilakukan melalui iklan koran ini, hal tersebut sudah menjadi hal yang biasa dan bukan rahasia lagi. Ternyata bukan saja mahasiswa yang menjadi konsumen salon plus, tetapi Om-om berduit juga ikut nimbrung dalam antrean pelayanan seks di salon plus. Diantaranya, Wisnu (bukan nama sebenarnya) mengatakan, “Pekerjaan saya kan nyari berita, yaa…harus sedikit nakal-lah, kalau mau dapat berita yang bagus, sekalian nambah temen”. (Wawancara Penulis dengan Wisnu tanggal 15 mei 2005). Nakal disini bisa berarti bersedia melakukan suatu hal tertentu untuk mendapatkan hasil berita yang bagus. Sebagai contoh hal yang pernah ia lakukan adalah ikut mencicipi layanan plus di salon I di Jalan Solo dan salon lain yang memberikan layanan plus. Dengan seringnya dia ke salon plus, kapster dan pemilik salon bersikap manis terhadapnya dalam hal pelayanan. Sampai-sampai ada kapster yang bersedia di foto setengah bugil. Informasi dari bapak yang telah mempunyai tiga orang anak ini, dia mempunyai kapster langganan di
38 38 39
Kedaulatan Rakyat edisi 9 April 2005 Kabare Jogja edisi XXVII, Tahun III, September 2004, hlm.6
beberapa salon plus. Dengan berhubungan baik dengan para kapster dan pemilik salon plus, dia mendapatkan kemudahan dalam mencari berita.
Yogyakarta merupakan Kota Pariwisata di Indonesia yang menjadi pusat kunjungan para wisatawan asing dan domestik. Banyak bisnis yang dilakukan dalam rangka menunjang pariwisata di Yogyakarta, seperti hotel-hotel, tempat penginapan, mal-mal, dan tempat hiburan. Hal tersebut mempunyai nilai positif manakala dengan adanya pembangunan tersebut banyak manfaat yang dapat dipetik, seperti penyerapan tenaga kerja. Tetapi di sisi lain, pariwisata di Yogyakarta juga tidak bisa menghindari adanya fakta bahwa pariwisata sangat erat kaitannya dengan seks. Sebagian wisatawan memerlukan tempat hiburan yang mengandung pelayanan seks. Sering kita mendengar bahwa sebuah hotel pun terkadang menyediakan pelayanan seks terselubung. Ternyata tidak hanya hotel saja yang berulah seperti itu, para pebisnis nakal lainnya pun tak segan untuk menyembunyikan prostitusi di balik sebuah salon kecantikan. Seperti di kawasan seputaran Hotel Hyatt, yakni di Jalan Palagan, Jalan Monjali banyak sekali ditemukan oleh penulis salon-salon yang menyediakan pelayanan seks terselubung. Pernah suatu ketika, dengan pengamatan langsung penulis melihat seorang bule menjadi konsumen sebuah salon plus di Jalan Kaliurang.
Pemerintah secara hukum melarang keberadaan prostitusi tetapi di sisi lain membiarkan keberadaan salon plus, hal ini terbukti dari masih banyaknya salon plus di kabupaten Sleman. Alasan Umum
Dari segi pelayan seks, adanya alasan ekonomi bagi PSK, dan pergaulan wanita dengan seorang penyimpang (PSK), dan akhirnya memainkan peran sebagai PSK dibalik kapster salon plus.
Dari segi konsumen salon plus, adanya kebutuhan biologis lakilaki Seperti kasus Wulan, kapster salon plus di kawasan Monjali mengaku belum pernah memegang gunting sejak bekerja di sana. Setiap tamu datang, yang ditawarkan pertama kali adalah creambath atau pijat. “Saya cuma belajar creambath saja, soal mijit semua orang juga bisa. Wong yang datang ke sini juga nggak bener-bener mau pijat kok” ujar Wulan sambil tertawa genit.40
Dari
segi
fasilitator,
adanya
pebisnis
nakal
yang
menyalahgunakan fungsi salon, dengan menjadikan salon sebagai ajang prostitusi terselubung. Dari hasil wawancara dengan seorang pemilik sebuah salon plus di Jalan Solo, yaitu Donna (bukan nama sebenarnya) menuturkan, “…kalo cuma mengandalkan orang potong rambut, berapa sih untungnya? Dalam waktu sehari belum tentu ada yang potong rambut, apalagi make up, makanya kita cari jalan biar salon laris, 40
Kabare Jogja edisi XXVII, Tahun III, September 2004, hlm.10
kita ndak maksain orang yang kerja disini untuk meladeni lakilaki, tapi kalau mereka meladeni harus ngasih bagian untuk salon” (Wawancara Dwi dan Donna tangga 14 Juni 2005). Pernah suatu ketika, Widuri memberi saran agar Donna membeli peralatan salon yang tidak lengkap (alat layer), tetapi dia cuek saja. Dia acuh tak acuh akan fungsi salon kecantikannya, karena dia lebih terfokus pada salon yang memberikan fasilitas plus-plus. Kenapa? Seperti yang telah dikatakan di awal, karena income yang di dapat dari melayani kebutuhan seks laki-laki jelas lebih besar ketimbang memberikan pelayanan kecantikan. Bagaimana peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenai adanya pebisnis nakal yang menyalahgunakan fungsi salon, dengan menjadikan salon sebagai ajang prostitusi terselubung? Hukum pidana hanya melarang mereka yang membantu dan menyediakan pelayanan jasa seks secara ilegal seperti yang tertera pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 296, Pasal 297, dan Pasal 506. Di sisi lain ada Perda tentang lokalisasi prostitusi. Banyak pihak yang memandang bahwa ini adalah sebuah legalisasi semu terhadap mereka yang membantu dan menyediakan pelayananan jasa seks (germo). Para germo di tempat lokalisasi jadi kebal terhadap pasal 296 KUHP. Jika dikaitkan dengan teori Differential association milik Sutherland yang mana ada proposisi dimana seseorang menjadi delinkuen karena ekses dari pola pikir yang lebih memandang aturan
hukum sebagai pemberi peluang dilakukannya penyimpangan daripada melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi. KUHP kita tidak menyebutkan larangan menjual seks bagi para penjaja cinta, oleh karena itu para penjaja seks masih berani mengkomersilkan dirinya apalagi di tempat terselubung seperti di balik sebuah salon kecantikan, lagipula kalau tertangkap paling-paling cuma malu yang di dapat, hukuman yang diberikan pun ringan, biasanya denda sebesar 100 ribu rupiah karena pelanggaran ketertiban masyarakat. KUHP hanya mengatur orang yang dikenai hukuman adalah orang yang memperdagangkan perempuan yakni germo. Akhirnya setiap daerah mempunyai kebijakan sendiri mengenai prostitusi. Pelarangan prostitusi tersebut bukan memfokus pada larangan menjual seks tetapi lebih kepada prostitusi dapat mengganggu ketertiban dalam masyarakat karena bertentangan norma yang ada hidup di masyarakat. Lucunya, suatu daerah juga membuat aturan tentang lokalisasi prostitusi, sehingga terlihat ada legalisasi semu terhadap prostitusi. Para germo di lokalisasi jadi kebal terhadap aturan hukum. Hal di atas di perparah dengan kinerja aparat keamanan kita yang rendah. Selama ini dimana posisi aparat keamanan kita menghadapi masalah prositusi? Jawaban di kepala saya adalah sebuah pertanyaan menggelitik, “Siapa yang tak butuh duit?” Aparat keamanan seharusnya berfungsi menjaga ketertiban dan keamanan dalam masyarakat. Sekarang masalahnya tugas berat itu tidak
dijalankan dengan baik di lapangan. Selalu saja ada oknum dari aparat yang mencari celah untuk mencari keuntungan lebih supaya keuangannya terjaga. Salon-salon plus biasanya mempunyai chanell dengan pihak aparat keamanan, jelas hal ini terkait dengan keamanan salon agar tidak ikut digrebeg. Kalaupun terjadi penggrebegan salon plus, sebelum kasusnya dihadapkan di depan hukum, perkara sudah di tutup karena pihak aparat kepolisian tidak memprosesnya lebih lanjut. Sebagai contoh, kasus salon M Kaliurang, pernah digrebeg aparat, dan terbukti terjadi prostitusi di dalamnya sampai saat ini salon tersebut masih menjalankan aktivitasnya. Dari informasi seorang wartawan Kedaulatan Rakyat, Haryadi, menyatakan bahwa salon M mendapat perlindungan dari Kapolsek sehingga keberadaannya sampai saat ini aman-aman saja. Haryadi juga mengatakan terkadang ada oknum dari aparat yang membocorkan berita penggrebegan salon plus sebelum memulai operasi PEKAT dilakukan, jadi salon-salon tersebut sengaja tutup di hari penggrebegan.
Dari segi masyarakat, kurangnya sosial kontrol terhadap patologi sosial Apa yang dimaksud dengan social control ? Menurut Berger,
social control diartikan sebagai berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota yang membangkang.41 Masyarakat pada umumnya menganggap bahwa prostitusi adalah suatu 41
Kamanto Sunarto, loc.cit., hlm. 65
hal yang mengganggu ketertiban masyarakat, dan prostitusi harus segera diminimalisir. Bagaimana yang terjadi dengan masyarakat sekitar salon M, salon IT, salon C, dan salon I ? salon M dan IT terletak di Jalan Kaliurang, dimana kawasan tersebut termasuk kawasan bisnis, yang cukup berkembang. Mulai dari apotek, toko buah, toko tanaman, restoran, café, kos-kosan, salon, sampai perguruan tinggi ada di Jalan Kaliurang. Masyarakatnya sangat heterogen, karena memang banyak pendatang yang terdiri dari para mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dari mancanegara bertempat tinggal di jalan ini. Rasa individualisme pun timbul di sebagian masyarakat yang tinggal di jalan ini, kalau boleh diibaratkan seperti, “siapa-elo siapa gua, yang penting tidak saling ganggu”. Jadi bila melihat kasus salon plus, salon plus merupakan usaha ilegal, karena itu terkadang ada pemilik salon plus melarang pelayanan seks di lakukan di salon tetapi lebih disarankan di luar salon. Hal ini terkait dengan ketertiban masyarakat di sekitar salon. Tetapi ada juga salon yang berani menyediakan pelayanan seks di salon. Seperti salon M dan salon IT. Mengapa mereka berani menjual seks di salon ? Alasannya mereka mempunyai pelindung keberadaan salon yaitu para preman. Hal ini terbukti ketika penulis observasi, selalu ditemukan preman yang menjaga salon. Masyarakat sekitar salon juga malas berurusan dengan aparat, meskipun mereka mengetahui keberadaan salon plus. Seperti
Naufal Helmy seorang mahasiswa Sosiatri Universitas Gadjah Mada, ia mengetahui keberadaan M sebagian salon plus tetapi enggan melapor ke aparat keamanan dikarenakan sudah menjadi rahasia umum bahwa berurusan dengan aparat tidak simple alias ribet. Bagaimana dengan masyarakat sekitar salon C di Jalan Adi Sucipto dan salon I yang berada di Jalan Solo? Tidak jauh berbeda kondisinya, Jalan Solo dan Jalan Adi Sucipto termasuk jalan utama di Yogyakarta, juga menjadi pusat bisnis, mulai dari restoran, bengkel, swalayan, salon, hotel, bank, Perguruan Tinggi, sampai mal ada di jalan ini. Masyarakatnya juga sama heterogennya. Individualitas dalam masyarakat pun timbul, yang pada akhirnya menyebabkan kurangnya kontrol sosial, sehingga eksistensi salon plus tidak terganggu dan lestari.
Faktor penghambat tumbuhnya salon plus di Yogyakarta a. Adanya instansi yang membidangi masalah sosial, seperti dinas sosial mengajak kepada setiap pelaku atau penyelenggara kegiatan tuna susila langsung atau tidak langsung bersinggungan dengan prostitusi untuk bersama-sama merumuskan satu tanggapan strategis yang dapat membantu menangani masalah Sosial Tuna Susila. Selain dinas sosial, ada juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang membantu pendampingan PSK,
yang
bertujuan
untuk
mengarahkan,
membimbing,
menyadarkan PSK, menumbuhkan kemauan dan kemampuan para wanita agar dapat merasakan hidup wajar dalam masyarakat. Selain itu ada juga Panti Sosial membantu merubah sikap perilaku psikologis, dengan cara konsultasi, rehabilitasi, dan pelayanan sosial bagi wanita bermasalah, keluarga dan lingkungan yang bertujuan menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita, memulihkan kembali harga diri, tanggung jawab sosial, kemauan dan kemampuan para wanita agar dapat merasakan hidup wajar dalam masyarakat serta meningkatkan sumber daya wanita melalui pelatihan-pelatihan, ketrampilan.42 b. Norma-norma masyarakat yang menentang keberadaan prostitusi. Secara umum budaya masyarakat kita melarang hubungan seks di luar nikah. Pernikahan merupakan suatu institusi yang oleh sejumlah besar anggota masyarakat diterima sebagai cara yang benar untuk melangsungkan hubungan antara pria dan wanita. Institusi perkawinan ini telah mereka internalisasikan; artinya, mereka akan merasa bersalah dan bahkan mungkin merasa berdosa manakala mereka melakukan hubungan diluar nikah.aturan-aturan mengenai tata cara pernikahan tersebut bersifat wajib; orang yang melanggarnya, seperti misalnya berzinah, akan terkena sanksi yang seringkali sangat berat.43 Oleh karena norma tersebut sudah membudaya, setidaknya menghambat pesatnya pertumbuhan salon plus di sekitar masyarakat 42 43
http//din.sos.pemda-diy.go.id/index.php?option=content&task=view&id=26&itemid Kamanto Sunarto, loc.cit., hlm.64
yang memegang teguh pernikahan sebagai lembaga yang sah untuk melakukan hubungan seks.
BAB IV LATAR BELAKANG SEORANG WANITA BEKERJA SEBAGAI KAPSTER DI SALON PLUS
Bagaimana seorang wanita tertarik menjadi kapster salon plus ? Perempuan masih terus menjadi pihak yang dirugikan dan senantiasa rentan terhadap eksploitasi. Apalagi perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah, keterampilan kerja yang kurang, mereka justru menjadi sapi perahan majikannya dan jaringan rekrutmen tenaga kerja yang merugikan mereka, baik resmi apalagi ilegal. Berikut ini akan dijelaskan bagaimana seorang wanita bekerja sebagai kapster salon plus. Dalam kasus kapster salon plus, seperti Widuri ia hanya bersekolah sampai kelas 1 SMA, lantaran orang tuanya tidak sanggup lagi membiayainya sekolah. Ketika ditanya bagaimana awalnya ia bekerja sebagai kapster, Widuri mulai berkisah, “Aku dibesarkan dalam keluarga yang pas-pasan mbak, aku harus nyari uang tambahan untuk biaya adik-adikku. Sekolah cuma sampai kelas 1 SMA, dengan ijazah SMP, ndak banyak mbak pekerjaan yang bisa aku kerjakan…keahlian...aku ya ndak punya, tapi aku tetep nyari kerjaan kemana-mana…lha wong butuh duit… terus ada teman yang nawarin kerja di salon. Aku liat kok enak kerja di salon, duitnya banyak…Akhirnya ya… aku kerja di salon sampe sekarang…”(Wawancara penulis dengan Widuri tanggal 3 Juni 2005). Sampai saat ini ia telah bekerja sebagai kapster selama 5 tahun. Pada mulanya ia bekerja karena alasan kebutuhan ekonomi. Dia juga belum berani melayani laki-laki hidung belang namun perkembangan berikutnya,
setelah bergaul dengan teman-teman kapster yang lain yang mempunyai cara sendiri untuk meningkatkan penghasilannya dengan jalan menjual diri, akhirnya dia ikut-ikutan melayani pria hidung belang. Karena ia melihat temannya yang berprofesi ganda, sebagai kapster dan penjual seks dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Wanita yang bekerja sebagai kapster plus di salon I yang berada di Jalan Solo ini melakukan pelayanan plus tanpa sepengetahuan suaminya Wisnu menceritakan kepada penulis, “ Si Widuri (bukan sebenarnya) tu sudah punya suami lho, tapi suaminya itu ndak ngerti kalo kelakuannya di salon gitu. Ngeri toh?memang susah kalo gaulnya sama orang yang setipe Donna (pemilik salon I)” (Wawancara Penulis dengan Wisnu tanggal 15 mei 2005). Faktor penunjang yang membuatnya terjebur dalam dunia prostitusi selain faktor ekonomi adalah suaminya tidak bisa memberikan kepuasan dalam berhubungan seks, sehingga ia mencari jalan lain dengan melampiaskan nafsu seksnya dengan laki-laki lain. Sudah tiga tahun ia menikah tetapi belum dikaruniai anak. Donna menuturkan, “Kalo si Widuri itu pertama kali pingin kerja disini, katanya butuh duit, adiknya banyak, trus sampai akhirnya dia ngaku, ndak puas sama suaminya. Ya..monggoh-monggoh saja kalo mau nyambi ngladeni laki-laki lain di salon ini”(Wawancara Dwi dengan Donna tanggal 14 Juni 2005) Kisah Bunga lain lagi, wanita berusia 23 tahun ini adalah salah satu pegawai salon M di Jalan Kaliurang. Wanita berbodi sangat menarik ini bekerja sebagai kapster lantaran untuk memenuhi keinginan membeli
barang-barang. Dulu ia sering kesal dengan kondisi keuangannya, ketika ia jalan-jalan di mal ia berkeinginan membeli barang-barang yang bagus-bagus namun tidak sanggup membelinya. Ia mencari jalan agar ia dapat memenuhi segala keinginannya memiliki barang yang bagus-bagus Bagaimana awalnya mbak bekerja sebagai kapster salon? “Awalnya itu aku liat ada iklan lowongan kerja jadi kapster salon di koran. Kebetulan yang dibutuhkan tidak memerlukan keahlian. Ya sudah mas, aku coba-coba aja. Ya aku nglamar ke salon itu. E..alah malah ketrima ya udah aku akhirnya kerja di salon” (Wawancara Frans dan Bunga tanggal 7 Juni 2005) Godaan selama bekerja sebagai kapster sangat besar dirasakannya. Pergaulannya dengan teman-teman seprofesinya membawanya ikut-ikutan tenggelam ke dalam dunia hitam.
Bunga mulai menghisap rokok,
berpakaian yang minim, dan yang terparah dari semuanya adalah menjual diri. “Pertama kali kerja, tugasku cuma membantu ngramasin pelanggan, lamalama aku bantu fascial, dan terakhir aku bantu creambath dan massage. Keahlianku kan nambah jadi penghasilanku jadi sedikit naik” (Wawancara Frans dan Bunga tanggal 7Juni 2005) Bunga mulai beranggapan bahwa menjual diri sebagai cara mudah untuk meraup uang dalam waktu singkat. Dari segi fisiknya, ia berpostur biola bisa menarik minat lelaki iseng untuk mencoba menggaitnya. Akhirnya ia bekerja sebagai PSK di balik kapster salon plus agar dapat memenuhi kebutuhannya yang terbilang penuh dengan hura-hura dan kemewahan. Antik memang, kenapa musti menjual diri melalui salon. Melalui salon setidaknya pekerjaan menjual seks yang ia lakukan tidak ketahuan oleh keluarga, saudara ataupun tetangganya. Salon bercitra positif, berbeda
dengan tempat pelacuran atau lokalisasi, orang langsung memberi stigma negatif. Orang umum masih menganggap salon sebagai tempat perawatan kecantikan, bukan tempat praktek mesum. Di salon ia bisa mendapatkan uang besarnya kurang lebih 300 ribu dalam satu hari. Dan yang lebih gila lagi uang tersebut digunakan untuk acara senang-senang bersama teman-temannya. Untuk tetap menjalin komunikasi dengan pelanggannya uang yang didapat ia pergunakan untuk beli voucher handphone. Mawar, wanita yang bekerja di salon C di Jalan Adi Sucipto kota Yogyakarta ini tergolong wanita cantik. Ketika Frans menanyakan kepadanya mengapa ia bekerja di salon, Mawar menuturkan, “Aku dulu kerjanya ndak disini, tapi di Solo. Bosku yang di Solo nawarin pekerjaan yang sama, tapi tempatnya di salon yang ada di Jogja…Salon itu kepunyaan temannya, setelah kupikir-pikir, di Solo pelangganku berkurang, ya akhirnya aku mutuskan ke Jogja” (Wawancara Frans dan Mawar tanggal 11Juni 2005) Sebelum kerja di salon plus, dia sudah bekerja sebagai PSK terlebih dahulu di luar salon. Alasannya menjual diri pertama kali karena ia butuh uang. Pada mulanya dia meminjam uang pada temannya yang berprofesi sebagai PSK, tetapi utang tersebut tidak dapat dilunasi. Disaat itu ia dibujuk untuk bekerja menjual diri oleh teman yang meminjaminya uang. Akhirnya dia berprofesi sebagai PSK sampai saat ini. Sedangkan alasan ia menjual diri melalui salon adalah untuk mencari peruntungan yang berbeda dan berharap penghasilannya lebih tinggi di tempat yang berbeda. Lagi pula bekerja di salon dapat menutupi pekerjaan
aslinya yakni sebagai PSK. Karena menjual jasa seks melalui salon tidak ketahuan pihak berwajib. Pekerjaan kapster di salon sangatlah mudah dikerjakan. Dia hanya perlu berdandan yang cantik dan menarik kemudian merayu konsumen, dan seterusnya meladeni keinginan konsumen salon plus. Hasilnya rupiah bisa di raup dengan mudah. Melati, wanita cantik berhidung bangir yang bekerja sebagai kapster salon IT ini memasang tarif yang lumayan sangat tinggi, sekitar 200-250 ribu, dan biasanya kalau sudah menjadi pelanggan apalagi sang lelaki hidung belang yang kebanyakan om-om ketimbang mahasiswa apalagi pelajar, sering memberikan hadiah kecil berupa sepatu, baju bahkan ada juga yang memberikan handphone kepadanya, biasanya melati tidak mematok harga jualnya tersebut. Mengingat sang pelanggan juga sering memberikan ia hadiah kecil tersebut, jadi bisa dibilang balas budi. Asal mula mengapa Melati terjebak dalam dunia prostitusi dikarenakan ajakan temannya untuk bekerja di salon. Awalnya ia iri melihat temannya yang bisa membeli apa-apa yang mereka inginkan dengan mudah. Sebut saja teman Melati bernama Dahlia. Melati mencoba mencari tahu pekerjaan apa yang Dahlia lakukan sehingga Dahlia menjadi cepat kaya. Dahlia pun mengajak Melati untuk bekerja di salon yang berada di Bantul, dan Melati pun mengiyakan ajakan Dahlia. Berikut petikan wawancara dengan Melati yang bekerja di salon IT jalan Kaliurang, “Aku diajak Dahlia (bukan sebenarnya) kerja di salon, katanya penghasilannya lumayan, karena aku butuh uang, aku langsung terima
ajakannya kerja di salon. Ternyata penghasilannya memang lumayan tapi harus mau melayani laki-laki” (Wawancara Dwi dengan Melati tanggal 26 Juni 2005)” Hari demi hari berlalu, pada akhirnya dia mengetahui bahwa temannya tersebut cepat mendapat kekayaan lantaran melayani laki-laki hidung belang melalui salon. Dia sempat shock mengetahui pekerjaan yang sebenarnya yang di lakoni temannya. Apa dikata, dia membutuhkan uang untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya, sementara dia tidak mempunyai keahlian apa-apa. Akhirnya Melati benar-benar terjun menjadi PSK di balik kapster salon plus. Dari latar belakang seorang wanita bekerja sebagai PSK di balik kapster salon plus, jika di analisa melalui teori Sutherland maka kasus Widuri, Bunga, Melati, Mawar mempunyai sebab yang sama, yakni faktor ekonomi dan pergaulan seseorang dengan penyimpang dengan adanya sebuah proses, frekuensi yang bervariasi dan berbeda tiap case-nya yang menimbulkan seseorang ingin melakukan peranan yang sama dengan penyimpang. Widuri, Bunga, Mawar dan Melati menjadi kapster plus karena pergaulan dengan teman-temannya yang berprofesi sebagai kapster salon plus. Menurut Sutherland, penyimpangan bersumber pada differential association pada pergaulan yang berbeda. Dari kisah Melati, karena pergaulan Melati dengan temannya yang berprofesi sebagai PSK di salon plus, yang dapat memenuhi segala kebutuhan dengan mudahnya membuat Melati ingin memainkan peranan yang sama (menyimpang) yakni berperan sebagai PSK.
Menurut teori Differential Association milik Sutherland, perilaku menyimpang dapat ditinjau melalui sejumlah preposisi guna mencari akar permasalahan dan memahami dinamika perkembangan prilaku, proposisi tersebut antara lain : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perilaku remaja merupakan prilaku yang dipelajari secara negatif dan berarti perilaku tersebut tidak diwarisi (genetik). Jika ada salah satu anggota keluarga yang berposisi sebagai pemakai maka hal tersebut lebih mungkin disebabkan proses belajar dari obyek model dan bukan hasil genetik. Perilaku menyimpang yang dilakukan remaja dipelajari melalui proses interaksi dengan orang lain dan proses komunikasi dapat berlangsung secara lisan dan melalui bahasa isyarat. Proses mempelajari perilaku biasanya terjadi pada kelompok dengan pergaulan yang sangat akrab. Remaja dalam pencarian status senantiasa dalam situasi ketidaksesuaian dari secara biologis maupun psikologis untuk mengatasi gejolak ini biasanya mereka cenderung untuk kelompok dimana ia diterima sepenuhnya dalam kelompok tersebut. Termasuk dalam hal ini memahami norma-norma dalam kelompok. Apabila kelompok tersebut adalah kelompok negatif niscaya dia harus mengikuti norma yang ada. Apabila perilaku menyimpang remaja dapat dipelajari maka yang dipelajari maka yang dipelajari meliputi teknik melakukannya, motif atau dorongan serta alasan pembenar termasuk sikap. Arah dan motif serta dorongan dipelajari melalui definisi dari peraturan hukum. Dalam suatu masyarakat terkadang seseorang dikelilingi oleh orang-orang yang secara bersamaan memandang hukum sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan dan dipatuhi. Tetapi kadang sebaliknya, seseorang dikelilingi oleh orang-orang yang memandang bahwa hukum sebagai sesuatu yang memberikan peluang dilakukannya perilaku menyimpang. Penerapan hukum dan wibawa aparat yang rendah membuat orang memandang bahwa apa yang dilakukannya bukan merupakan pelanggaran yang berat. Seseorang menjadi delinkuen karena ekses dari pola pikir yang lebih memandang aturan hukum sebagai pemberi peluang dilakukannya penyimpangan daripada melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi.
7.
Diferential Assosiation bervariasi dalam hal frekuensi, jangka waktu, prioritas dan intensitasnya terjadi dalam proses belajar. Terdapat stimulus-stimulus seperti: keluarga yang kacau, depresi dianggap berani oleh teman, dan sebagainya merupakan elemen yang memperkuat respon. Perilaku menyimpang dilakukan remaja merupakan pernyataan akan kebutuhan dan dianggap sebagai nilai yang umum.44
8. 9.
Dalam kasus Melati, teori Differential association dapat dijelaskan sebagai berikut, perilaku menyimpang Melati bukan disebabkan karena faktor genetik, tetapi lebih karena adanya proses interaksi dengan orang lain (dalam hal ini dengan teman-temannya yang berprofesi sebagai PSK di balik kapster salon plus) dan proses komunikasi yang terjadi secara lisan dan melalui bahasa isyarat. Melati jadi terbawa arus pergaulan yang negatif. Melati yang tergolong remaja dalam pencarian ada dalam situasi yang tidak stabil, dari secara biologis maupun psikologis untuk mengatasi gejolak darah mudanya. Pada perkembangannya ia mencari teman dimana cenderung ia diterima sepenuhnya dalam kelompok tersebut. Pada awalnya ia bertemu dengan teman dekatnya yang sekarang sudah berubah keadaannya. Sahabatnya itu bernama Dahlia. Dulu Dahlia tergolong tidak mampu, namun keadaannya berbeda ketika bertemu dengan Melati. Dahlia dengan mudahnya dapat memenuhi keinginannya. Ingin ganti handphone tinggal beli kapanpun dia mau. Perabotan yang ada di rumah Dahlia pun tergolong lux. Bahkan dia punya pembantu. Akhirnya, Melati ingin seperti Dahlia
44
http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/ma45memahami.html.
melihat keadaan ekonomi Melati yang morat marit, dan kondisi keluarga Melati yang kacau ikut menjadi stimulus Melati berbuat menyimpang. Memang pekerjaan kapster salon plus tidak sulit dilakukan karena tidak membutuhkan intelegensia yang tinggi, hanya membutuhkan kecantikan, kemudaan dan keberanian. Apalagi kecantikan dan kemudaan sudah dimiliki oleh Melati. tinggal keberanian. Dan Melatipun berhasil mengumpulkan keberaniannya meskipun awalnya risih menghadapi laki-laki hidung belang. Kini Melati berprofesi sama dengan Dahlia tetapi Dahlia beroperasi di salon plus di daerah Bantul dan Melati beroperasi di salon IT Jalan Kaliurang. Kenapa Melati harus bekerja sebagai PSK di salon plus? Karena di salon plus pekerjaannya yang menjual seks itu tidak diketahui orang banyak. Setidaknya orang-orang hanya mengetahui bahwa dia bekerja di salon biasa sebagai kapster yang melayani konsumen yang hendak potong rambut, atau perawatan kecantikan yang lain. Kebanyakan alasan para kapster mau bekerja sebagai pemuas sang lelaki hidung belang di tempat prostitusi yang berkedok salon ini, yaitu faktor ekonomi, diajak teman, sakit hati dengan sang kekasih yang tidak bertanggung jawab setelah menghamili, di iming - imingi sejumlah uang yang mudah didapat oleh teman yang sudah bekerja terlebih dahulu sebagai kapster, dan pengen cari uang cepat tanpa harus kerja keras dulu. Ada juga yang tidak semata-mata untuk urusan seks, melainkan juga hati. Tetapi hubungan itu tidak bisa berlangsung lama, karena begitu ada
'wanita'
lain
yang
lebih
menarik,
ternyata
pria
itu
langsung
meninggalkannya. Pengalaman semacam itulah, yang menjadi salah satu penyebab beberapa kapster lebih memilih 'cinta kilat' dengan laki-laki yang ingin mengajak kencan. Hal itu merupakan pilihan 'terbaik' untuk menyikapi pria iseng, sehingga ketika ditinggal sama sekali tidak akan berpengaruh. Dalam kaitan inilah kemudian secara otomatis berlaku hukum dagang, pria sebagai pembeli, kapster sebagai penjual. Asal harga cocok, kencan tidak akan terkendala. Lalu bagaimana dengan harga diri? Itu merupakan resiko mereka, awalnya mereka sangat risih dan takut untuk melakukan pekerjaan menjual diri, tetapi lama-kelamaan menjadi biasa. Ada berbagai faktor psikologis yang merupakan penyebab wanita menjadi pelacur menurut Prof. Dr. Med. Warraou, yaitu:45 1. IQ rendah sekitar 65 % wanita pelacur mempunyai IQ rendah, yang terbagi: (1) labilitas, dengan IQ 70-90, (2) Imbesil dengan IQ 50-70 dan (3) IQ dibawah 50. Mereka yang idiot ini jarang hidup diatas 30 tahun; 2. Kehidupan seksual yang abnormal, misalnya, hiper seksual dan sadis; 3. Kepribadian yang lemah, misalnya cepat meniru; 4. Moralitas yang rendah dan kurang berkembang, misalnya kurang dapat membedakan baik dan buruk, benar dan salah, boleh atau tidak boleh, dan hal lainnya; 5. Mudah terpengaruh (suggestible); dan 6. Memiliki motif kemewahan, yakni menjadikan kemewahan sebagai tujuan utamanya.
BAB V 45
Terence H. Hull, Endang Sulistyaningsih, Gavin W. Jones, loc.cit.,hlm.42
GAYA HIDUP PEKERJA SEKS KOMERSIL (PSK) DI BALIK KAPSTER SALON PLUS
A. Suatu pagi di sebuah salon plus Sekitar pukul 08.45 Wib, Melati datang ke salon IT, di Jalan Kaliurang, pagi itu dia kebagian jatah untuk membuka salon. Yang dia lakukan kemudian adalah menyapu lantai salon IT dan membersihkan debu-debu yang menempel di meja rias dan etalase. Tak berapa lama kemudian kapster yang lain datang dan ikut membantu merapikan salon agar terlihat bersih, termasuk memasang seprai, dan menyiapkan handukhanduk untuk di susun rapi di dalam sebuah rak handuk. Setelah selesai merapikan ruangan salon, para kapster merapikan dandanan mereka. Mulai dari menata rambut, sampai me-make-up wajah mereka agar terlihat menarik. Ada yang menata rias mata mereka dengan menyapukan kuas untuk membuat eyes shadow46 dengan warna pink. Dan selanjutnya memoles bulu mata dengan mascara47 berwarna hitam agar terlihat lentik. Terakhir menyisir alis agar terlihat rapi. Dandan mereka mereka sesuaikan dengan selera mereka, ada yang memoles bibirnya dengan lipstik berwarna merah, ada juga kapster yang tidak mengenakan lipstick sama sekali. Terakhir menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh mereka. Lengkaplah sudah dandanan mereka, dan sekarang mereka tinggal
46
Eyes shadow adalah (bayangan mata yang dibuat di kelopak mata dengan mengguakan alat kosmetika. 47 Mascara adalah alat kosmetik untuk membuat bulu mata menjadi lentik
menyambut konsumen yang datang ke salon mereka. Para kapster duduk diatas sofa panjang berlater L, sambil menonton televisi.
B. Strategi kapster salon plus menggaet laki-laki hidung belang Satu persatu konsumen berdatangan, seperti biasa konsumen salon IT kebanyakan para pria hidung belang. Mereka pada umumnya berstatus mahasiswa. Sebut saja namanya Roni (bukan nama sebenarnya), langsung menyapa dengan renyah para kapster di salon IT. sepertinya dia adalah pelanggan salon IT. Roni
: “Mbak, massages…, Si Tari (bukan nama sebenarnya) ada ga? Aku maunya sama dia” Pengelola salon : “Waduh si Tari libur, sama yang lain aja, gimana?”. Roni : “Wah, makasih de mbak, ra sidho wae… (Terima kasih mbak, tidak jadi saja) Yo wes yo…sesuk wae aku rene neh…” (Ya sudah besok saya kesini lagi) Ternyata Roni memang pelanggan tetap si Tari. Waktu pun berlalu, ada seorang laki-laki yang datang kira-kira umurnya 30-an keatas. Dia memarkir motornya di halaman depan salon. Pada mulanya dia langsung menghempaskan tubuhnya diatas sofa, sambil mengobrol ringan dengan para kapster. Sepertinya dia lagi suntuk dan butuh teman mengobrol. Salah seorang kapster, merayunya dengan suara manja, Kapster
: “Mas..massages yuk mas, saiki kan tanggal siji (Mas massages yuk, sekarang kan tanggal satu), (sambil memegang pundak si Om).
Si Om ternyata tidak menggubris ajakan si kapster, si Om mengalihkan ajakan kapster tersebut dengan membuat obrolan yang lain. Ternyata sulit juga mendapatkan konsumen salon plus. Tidak berapa lama, seorang mahasiswa datang. Mahasiswa : “Mbak massages…”. Pengelola salon : “Sama mbak Vira (bukan nama sebenarnya) aja ya”. Vira tersenyum bahagia, akhirnya ada konsumen juga. Vira beranjak dari sofa dan menyiapkan kamar yang akan dipakai untuk massage dan menyiapkan pula dua buah handuk. Sementara itu mahasiswa tadi menunggu sebentar di sofa sambil menonton tv. “Mas, udah disiapkan…”kata Vira lembut. Mahasiswa tersebut segera mengikuti langkah-langkah kaki Vira ke sebuah bilik yang berisi satu buah tempat tidur dan dua buah kursi plastik. Apa saja yang terjadi setelah keduanya masuk di bilik tersebut?
C. Dari mulut manis bermuara ke seks Ngobrol merupakan cara awal yang dilakukan untuk lebih saling mengenal, supaya membuat suasana tidak kaku ketika terjadi pelayanan seks. Dari sekedar rayuan mulut manis lelaki hidung belang, akhirnya bermuara ke pemberian pelayanan seks. Pengertian plus sebagaimana lazimnya, bisa menjadi bagus jika itu merupakan bonus pelayanan tanpa harus diikuti konsekuensi biaya. Sebaliknya bisa menjadi menyedihkan, bila plus untuk urusan salon itu, bersinggungan dengan libido yang justru
mengaburkan maksud dan makna keberadaannya.48 Pemberian layanan ekstra memang bisa multi interpretasi. Di satu sisi bisa di maknai positif karena ada pelayanan tambahan, semisal dengan pemijatan untuk relaksasi. Di sisi lain bisa menjadi negatif, karena tambahan pelayanan itu berupa pemuasan libido pelanggannya. Heru Nugroho, sosiolog UGM, mengatakan bahwa, bobot positif menjadi sangat kabur ketika orang berbondong ke salon bukan untuk merawat raga, tetapi untuk melampiaskan nafsu birahi. Lebih konyol lagi, jika papan nama salon sekadar kamuflase, karena kapsternya lebih pintar menjinakkan libido daripada menggunting rambut, pencet jerawat atau membersihkan muka. Makna plus dari salon plus yakni adanya pelayanan lebih dari sekedar salon kecantikan biasanya. Yang dimaksud dengan pelayanan lebih di sini yaitu adanya pelayanan seks dari para kapster yang bekerja di salon tersebut. Aktivitas seks yang sering dilakukan oleh kapster salon plus dengan konsumen salon plus antara lain: a. Hand job/Vital spa/ onani/masturbasi, oral seks, petting Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, onani berarti pengeluaran air mani (sperma) dengan tidak melakukan sanggama; masturbasi. Contoh aktivitas seks yang bersumber dari pengakuan seorang konsumen salon plus, ketika ditanya apa yang dilakukan di salon plus bersama kapster, "Kalau nggak oral, ya, hand job," ungkap pelanggan Fredi (bukan nama sebenarnya) sambil terkekeh menceritakan ritual favorit yang biasa 48
Kabare Jogja edisi XXVII, Tahun III, September 2004, hlm.6
diperolehnya dari kapster salon RT. Fredi mengatakan, hand job itu disebut para kapster dengan istilah spa vital”49.50 Seringkali seks oral disebut sebagai bagian proses foreplay51. Dimana
melibatkan
alat
kelamin
dan
mulut.
Oral
seks
tidak
memungkinkan pertemuan dengan sel sperma dengan sel telur, jadi tidak mungkin kehamilan bisa terjadi. Namun, bukan berarti ini merupakan seks aman, karena penyebaran penyakit menular seksual tetap dapat terjadi. Penyakit Gonorhoe, herpes, sifilis, bahkan AIDS masih mungkin menyebar melalui oral seks.52 Dapat dimengerti aktivitas seks yang dilakukan hanya sekedar oral ataupun hand job (onani/masturbasi), karena ruangan tempat pelayanan plus sangat kecil, malah biasanya para konsumen plus membawa kapster keluar ke tempat lain.
Aldo seorang konsumen salon plus di jalan
Kaliurang menuturkan, “Kapster bisa dibawa keluar, suka-suka yang mau make, kalo mau ML di salon bisa, tapi biasanya gue bawa keluar, lebih nyaman, ruangannya gak sempit kayak di salon. Biasanya gue bawa ke Kaliurang..” (Wawancara Frans dengan Aldo tanggal 18 Juni 2005) b. Hubungan Intim (hubungan seks) Saya menanyakan pada Wisnu seorang konsumen salon plus, “Biasanya ngapain aja mas di salon plus?”
49
Spa vital disini maksudnya adalah spa kemaluan, dengan dihangati kemudian di pijatpijat. 50 www.popular-maj.com/content/preview/liputankhusus/042004 51 foreplay adalah aktivitas awal dalam berhubungan seks 52 http://www.merC.org/mc/ina/konkes/2005/kkes-0205-oralsex-htm
“Gini lo mbak, menurut saya tidak ada yang namanya salon plus, yang ada cuma salon kecantikan biasa, tapi… pegawainya yang nyambi melayani. Jadi, “plus”nya bukan dari pihak yang punya salon tapi dari pegawainya yang iseng di luar aturan manajemen. Kalo ditanya ngapain ya hubungan seks” (Wawancara Penulis dengan Wisnu tanggal 15 Mei 2005) Ketika Frans menanyakan kepada Bunga seorang kapster salon plus tentang aktivitas yang dilakukan seperti creambath dan massage, Bunga menuturkan, “Creambath itu sebenarnya ngasih krim perawatan rambut, sambil kepalanya dipijat. Kalau massage itu sebenarnya pijat badan”(Wawancara Frans dan Bunga tanggal 7 Juni 2005) Kemudian, Frans menanyakan kembali, apa saja yang dilakukan saat creambath dan massage, bunga menceritakan “Mmm…malu sebenarnya mau ngomong, tapi mas bener-bener pengen tau ya?...creambath dan massage di salonku tu ya gitu-gitu mas, ada esekeseknya…ya mau gimana lagi, aku harus ikut-ikutan begitu demi uang. Apa-apa sekarang mahal, ya sudah apa boleh buat…sing penting entuk duit mas” (yang penting dapat uang). (Wawancara Frans dan Bunga tanggal 7 Juni 2005) Setelah pelayanan seks selesai, biasanya konsumen di keramasi dan terakhir pembayaran pun dilakukan. Pelayanan seks dapat dilakukan di luar salon, dari beberapa konsumen mengaku bahwa mereka ada yang membawa para kapster salon plus ke Kaliurang dan ada juga yang membawa kapster salon plus ke hotel-hotel kelas melati.
D. Penantian kapster salon plus Saat konsumen tidak ada kegiatan yang biasa para kapster salon plus lakukan antara lain nonton televisi, sms53-an, ngobrol dengan sesama kapster, merokok, makan, membaca majalah dan tabloid gosip. Acara televisi seperti gosip, telenovela, musik dangdut dan house music yang hingar bingar biasanya menjadi pilihan tontonan mereka tatkala menganggur. Ketika saya berjualan produk kecantikan ke sebuah salon plus, mereka sedang menonton acara gosip artis. Terkadang mereka di dera rasa bosan juga manakala konsumen tidak kunjung datang.
Foto 7. Seorang kapster salon plus menanti konsumen datang (koleksi pribadi).
E. Style makan ala kapster salon plus Para kapster dalam mengkonsumsi makanan disesuaikan dengan tingkat penghasilan setiap kapster, karena memang tidaklah sama antara satu kapster dengan kapster lainnya. Penghasilan mereka tergantung keberhasilan mereka memikat laki-laki hidung belang dengan nego harga yang disesuaikan pelayanan yang memuaskan. Sebagian kapster tidak terlalu memilih makanan yang high class untuk di konsumsi, mereka 53
SMS (Short Message Service)
makan seadanya. Nasi, tahu, tempe pun jadi. Menurut Widuri, ia mendapat jatah makan dari salonnya sebesar tiga ribu rupiah setiap harinya. Di Yogyakarta, uang tiga ribu rupiah dapat dibelikan sebungkus nasi telur dengan segelas es teh. Tetapi sebagian kapster yang lain ada juga yang bergaya hidup mewah, ketika kapster tersebut diajak keluar oleh laki-laki hidung belang. Sebagai contoh, dia memilih tempat makan yang mahalmahal, seperti sea food, Mc Donald, china food, thai food.. Biasanya yang membayar biaya makan ketika diajak keluar oleh konsumen plus adalah konsumennya.
F. Style berpakaian para kapster salon plus Kebanyakan para kapster salon plus berpakaian minimalis, kadang tidak minimalis tetapi super ketat seperti kaos ketat di padu dengan celana jeans yang ketat. Seperti di salon M, ada kapster yang berpakaian yang memperlihatkan lekuk tubuhnya tujuannya memang agar bisa memikat mata lelaki untuk mencicipi fasilitas plus di salonnya. Begitu juga dengan kapster di salon IT, I, C, mereka memilih style pakaian yang cenderung terbuka atau sedikit terbuka, misalnya dengan membiarkan bagian perut, dada, pundak, ataupun bagian punggung bagian belakang terlihat oleh orang.
Foto 8. Kapster salon I yang berpakaian terbuka di bagian punggung (koleksi pribadi)
Foto 9. Kapster salon C yang berpakaian ketat nan seksi (koleksi pribadi).
Setiap
kapster
mempunyai
style-nya
sendiri-sendiri
dalam
berdandan, merias wajah, rambut dan tubuh mereka. Ada kapster yang memake up (merias wajah) seluruh wajahnya. Dengan memoles alas bedak,
bedak, blush on (pemulas pipi), eyes shadow, mascara, merapikan alis dengan pensil alis, dan memoles bibirnya dengan lipstick (pemulas bibir). Tetapi ada juga yang tidak mendandani diri mereka dengan aneka makeup. Ada yang dandannya biasa saja, cukup percaya diri (pede) dengan sedikit polesan lipstick tetapi ada juga yang tidak suka pakai lipstick. Untuk kapster yang tidak pede dengan rambutnya yang keriting mereka atasi dengan me-rebonding (meluruskan) rambutnya. Jika telah selesai mempercantik diri, mereka pun siap menjalankan aksinya dengan menunggu di sofa ruang tunggu salon sambil nonton tv, dan mengobrol dengan kapster yang lain. G. Style berbelanja kapster salon plus Lamanya jam kerja para kapster di salon membuat mereka sedikit mempunyai waktu untuk berbelanja. Waktu berbelanja terkadang diselipkan ketika mereka diajak keluar oleh konsumen plus. Ada juga yang berbelanja setelah sepulang bekerja, atau ketika hari libur. Uang yang mereka dapatkan dari menjual diri, mereka pergunakan untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Mulai dari barang-barang kebutuhan rumah tangga, pakaian, sepatu, make-up, tas, parfum sampai ke voucher handphone. Mereka biasanya mengutamakan membelanjakan uangnya untuk barangbarang yang berfungsi memperindah penampilan mereka, seperti pakaian, parfum, dan alat make up. Ketika saya berjualan produk kosmetik di sebuah salon plus, mereka cukup antusias melihat produk kecantikan yang
saya bawa, dan ada seorang kapster yang memesan lipstick seharga 25 ribu rupiah.
H. Masalah kesehatan kapster salon plus Menurut para ahli, melakukan hubungan intim secara teratur memiliki pengaruh yang luar biasa bagi kesehatan. Tetapi berhubungan seks dengan cara berganti-ganti pasangan dan tanpa menggunakan kondom dapat menyebabkan seseorang terkena virus HIV. Apakah para kapster salon plus tidak takut terkena penyakit? Tentu tidak, karena mereka selalu menganjurkan konsumen yang akan di dilayani tersebut untuk menggunakan pengaman atau kondom, dan biasanya satu bulan satu kali mereka menyuntikan diri mereka dengan vaksin yang dapat menahan mereka dari tertularnya kemungkinan penyakit dan biaya tersebut yang bayarkan adalah mereka sendiri, bukan sang pemilik salon. Bagaimana dengan kehamilan? Jawabannya kemungkinan hal tersebut terjadi sangat kecil, karena kembali lagi ke semula yaitu mereka menganjurkan untuk menggunakan kondom. Ketika Aldo ditanya apakah dia dan pacarnya tidak pernah berhubungan seks, dia mengatakan bahwa ia tidak pernah mau melakukan hubungan seks dengan pacarnya sebelum menikah, alasannya karena selain takut terjadi kehamilan dia juga tidak mau merusak sang kekasih. Akhirnya dia memilih berhubungan seks dengan kapster salon plus yang menurutnya tidak membutuhkan tanggung jawab lebih
Aldo berkata, “lebih baik gue membayar tapi segala sesuatunya aman terkendali, kalau dia hamil itu kan bukan tanggung jawab gue, gue kan udah bayar” (Wawancara Frans dan Aldo tanggal 18 Juni 2005) Adi Sasongko dari Yayasan Kusuma Buana mengutip sebuah penelitian tahun 2002 menyebut jika di Indonesia sedikitnya terdapat 3 juta laki-laki yang menjadi pelanggan prostitusi. Hanya sedikit dari mereka yang menggunakan kondom saat kontak seks. Ini berarti, bukan hanya sedikitnya 3 juta laki-laki yang berisiko tinggi terhadap HIV. Karena di belakang mereka ada istri, pacar, anak dan juga perempuan/ laki-laki dalam prostitusi yang lain, yang juga memiliki risiko tertular.54
I. Tips kapster salon plus mengantisipasi garukan Musim penggrebegan salon plus akhir-akhir ini terkadang membuat mereka takut juga. Selain malu dengan keluarga, juga harus menahan malu dengan sanak famili, tetangga, dan masyarakat sekitar dia bertempat tinggal. Belum lagi harus membayar denda karena telah dianggap mengganggu ketertiban masyarakat. Sebelum jatuh tertimpa tangga, para kapster biasanya punya triktrik sendiri menghadapi petugas ketertiban. Kebanyakan salon mempunyai pintu di bagian belakang, jadi jika sewaktu-waktu ada penggrebegan mereka siap kabur lewat pintu tersebut. Pemilik salon pun tak kalah cerdik, mereka memasang stiker izin gangguan dari Pemda, agar mereka aman tidak terkena operasi petugas ketertiban. Yang dimaksud dengan ijin 54
http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/mbrtpage6.html
gangguan ini adalah ijin Hak Operasional (HO), yang memang dipersyaratkan untuk setiap jenis usaha. Untuk memiliki HO, pemohon harus melampirkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Artinya, tanpa ada IMB, jangan harap HO bisa diperoleh. Ketentuan tersebut sudah lebih lunak, karena sebelum 2003 untuk buka usaha salon juga diwajibkan memiliki Surat Izin Usaha Kepariwisataan (SIUK). Bagian ketertiban yang
bertugas
memonitor
keberadaan
izin
atau
kemungkinan
penyalahgunaannya. Untuk penanganan HO salon, Pemkab Sleman menyerahkan ke unit Pelayanan terpadu Perizinan Satu Atap. Bedanya dengan Pemkot Yogyakarta, Kabupaten Sleman masih memberlakukan SIUK.55
Foto 9. Stiker ‘IZIN GANGGUAN’di salon I dan foto kapster salon plus dibalik sebuah etalase. (koleksi pribadi)
Trik lainnya untuk mengantisipasi adanya garukan, biasanya pihak salon mempunyai channel dengan aparat keamanan. Sehingga jika ada agenda pengrebegan salon plus, orang dalam atau seorang oknum dari aparat membocorkannya pada pihak salon untuk segera berhati-hati. Karena sudah diberi tahu akan ada pengrebegan salon plus, maka salon55
Kabare Jogja edisi XXVII, Tahun III, September 2004, hlm.14
salon plus mencari jalan aman, yakni dengan menutup salon mereka di hari ketika akan ada penggrebegan. Jika situasi aman terkendali, salon plus kembali beroperasi.
Foto 10. Kapster salon plus yang terjaring operasi PEKAT (Koleksi Haryadi)
J. Hingga ujung waktu… Jam menunjukkan pukul 20.30 WIB, para kapster sudah terlihat lelah, karena seharian mereka bekerja di salon. Pada jam 09.00 WIB, para konsumen yang berada di salon plus beringsut dari salon. Kemudian tugas yang musti dilakukan oleh para kapster adalah merapikan fasilitas salon yang telah dipakai, seperti mengganti seprai, mencuci handuk, dan terakhir menghitung penghasilan yang didapat pada hari itu. Setelah pekerjaan selesai, barulah mereka meninggalkan salon ke tempat tinggal mereka masing-masing, ada yang dijemput suaminya, ada yang pulang sendiri dengan mengendarai motor, ada juga yang dijemput pacarnya.
K. Suka duka menjadi kapster salon plus Jalan hidup setiap orang jelas berbeda, ada yang tajam dan berliku, ada yang jatuh-bangun mengejar impian, ada juga yang lurus-lurus saja. Siapa yang bercita-cita ingin menjadi pekerja seks komersil ketika dewasa? Tentunya tidak ada. Tetapi jalan hidup membawa seorang wanita tenggelam dalam dunia prostitusi. Ada berbagai alasan yang melatar belakangi seseorang terjun menjadi PSK, ada alasan ekonomi, ada yang di khianati oleh pacar yang tidak bertanggung jawab telah menghamili, ada yang tidak puas dengan kehidupan seks rumah tangganya, dan ada juga yang ingin mendapatkan uang dengan cara cepat karena ia menganggap pekerjaan melayani nafsu seks laki-laki adalah pekerjaan yang mudah dilakukan tetapi penghasilan yang di dapat lumayan. Uang memang pada akhirnya bisa di tangan jika telah berhasil melayani konsumen dengan puas, tetapi bagaimana setelah itu? Perasaan berdosa tak jarang menghinggapi hati kecil mereka, karena telah menyakiti hati suami, menyakiti perasaan pacar, menyakiti hati orang tua dan anakanak. Rasa jijik terhadap konsumen yang mereka tidak sukai harus mereka atasi sendiri demi mendapatkan uang. Mereka terkadang terpaksa melakukan pekerjaan yang tidak halal itu demi menghidupi keluarga mereka yang ada dalam tanggung jawab mereka, seperti membesarkan anak, membayar uang sekolah, sampai mempertahankan hidup agar dapur tetap mengepul.
Keinginan untuk pensiun dari pekerjaan PSK pastilah pernah menyentuh batin mereka yang menjual seks. Tapi mereka memikirkan pekerjaan apa yang bisa mereka lakukan? Mencari pekerjaan jaman sekarang sangatlah sulit. Ijasah sekolah tidak ada, dan kemampuan bekerja juga tidak ada. Mau jadi buruh gendong di Pasar Bering Harjo malu, hal ini terkait dengan mentalitas mereka yang rendah, mereka menilai pekerjaan tersebut berat dan berpenghasilan sedikit sehingga menurut mereka tidaklah cukup untuk hidup. Belum lagi, jika mereka ingin keluar dari dunia prostitusi ada suatu premanisme yang mengancam mereka untuk tetap bekerja sebagai PSK. Para kapster plus, biasanya diatur oleh pemilik salon yang terkadang merangkap berprofesi sebagai germo. Para kapster dibuat selalu mempunyai utang pada germo sehingga mereka terikat untuk tetap bekerja di salon tersebut. Dalam budaya patriarki, seksualitas perempuan diletakkan
di
bawah dominasi laki-laki, yakni demi melayani kebutuhan seks laki-laki dan menjadi pelayan emosionalnya. Terminologi ini nyaris sejajar dengan kedudukan para PSK di mata mucikari. Bagi germo, PSK tidak memiliki hak melawan atau membantah kata-katanya, maka apapun perintah germo harus dilakukan tanpa boleh mengajukan keberatan. Dalam kasus salon plus: kapster salon plus menempati kelas (tempat) paling rendah karena dari segi ekonomi dia tergantung dari konsumen salon plus dan pemilik salon plus. Masyarakat merupakan
pihak yang seharusnya mengontrol apakah individu-individu berperilaku baik atau tidak menyimpang. Sikap masyarakat yang memandang negatif para PSK, terkadang membuat para mantan PSK sulit diterima di masyarakat bila mereka keluar dari dunia prostitusi. Keadaan-keadaan tersebutlah yang membuat mereka terjebak dalam dunia prostitusi. Akhirnya, semua kondisi diatas menempatkan mereka untuk tetap bekerja sebagai pekerja seks komersil.
L. Nasib para kapster pasca penutupan salon plus Dampak dari ditutupnya salon plus oleh aparat Kepolisian sangat dirasakan oleh para kapster. Bagi para kapster yang benar-benar bekerja secara lurus, barangkali mereka bisa mencari alternatif lain. Tetapi bagi para kapster yang sebenarnya hanya mengandalkan wajah dan keelokan tubuh, tentu saja bukan persoalan gampang jika harus alih profesi. Salah satu penyebabnya, para kapster tersebut sebenarnya memang tidak lihai bekerja di salon. Keberadaan mereka di salon bisa dikatakan hanya sebagai 'kedok' saja. Sedangkan yang utama, mereka sebenarnya hanya memanfaatkan salon untuk tempat kencan. Apalagi para kapster yang dari sisi penampilan hanya biasa-biasa saja, tentu tidak bisa leluasa mencari alternatif. Mereka harus banting stir untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya. Salah satu alternatif yang dipilih adalah bekerja di tempattempat hiburan malam. Namun demikian, karena arena ketangkasan dan
hiburan malam juga menjadi sasaran operasi aparat Kepolisian, lagi-lagi meraka harus 'gigit jari'. Pada dasarnya, nasib yang dialami para kapster merupakan wujud ketidakberdayaan sebuah kalangan masyarakat di tengah krisis ekonomi.
M.
Menyingkap tabir di balik menjamurnya salon plus Arus globalisasi turut memberi imbas pada perubahan di berbagai belahan dunia termasuk di Yogyakarta. Sebagai contoh, dampaknya dapat terlihat dari kemudahan orang dalam memperoleh akses informasi dan pengetahuan yang terjadi dimanapun dan kapanpun dengan adanya jaringan internet. Berbagai informasi yang ada telah memberi pengaruh pada perubahan gaya hidup para remaja muda baik yang berstatus pelajar atau mahasiswa yang berada di Yogyakarta pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya untuk mengikuti perkembangan yang sedang tren di dunia. Seperti style berdandan, style berpakaian, memilih gaya rambut, bergaul dan berperilaku. Orang terdorong ingin disebut sebagai manusia modern yang selalu mengikuti perkembangan zaman. Sebagai contoh, saat ini tidak hanya wanita yang butuh penampilan yang menarik tetapi para lelaki juga berusaha untuk senantiasa berpenampilan lebih baik di depan umum sesuai perkembangan zaman, karena itu laki-laki tidak segan lagi mengunjungi salon kecantikan.
Ketika empat orang laki-laki ditanya, mengapa kaum laki-laki sekarang tidak malu-malu lagi pergi
ke salon yang identik dengan
kebutuhan kecantikan wanita, mereka menjawab, “Ngapain malu kalo tujuannya untuk memperbaiki penampilan, sendirian malah lebih enjoy, jadi biar lebih puas lama-lama di salon”( Wawancara penulis dengan Iman Sukarno - mahasiswa Teknik Sipil angkatan 2001 UGM tanggal 18 Januari 2006). “Cowok gak malu ke salon ya..karena yang di cari itu liat cewek, sampe korban uang segala gak masalah” (Wawancara Penulis dengan Mohtarmahasiswa Teknik Sipil UGM angkatan 2001-tanggal 18 Januari 2006). “Cowok pergi ke salon dengan tujuan untuk perawatan tubuh itu mah..biasa, bukan hanya kebiasaan cewek, dari dulu aku juga gitu, cuman kalo cowok biasanya lebih suka yang simpel, aku juga biasa pergi ke salon sendirian untuk sekedar potong rambut dan keramas karena nyaman dipijitin, no problem” (Wawancara penulis dengan Kurnia Putramahasiswa Sosiatri UGM angkatan 2001-tanggal 18 Januari 2006). “Untuk apa malu cowok pergi ke salon, apalagi cowok-cowok yang cenderung mengutamakan penampilan dan alasan prestise, tapi aku lebih sering ke salon dengan teman”(Wawancara penulis dengan Ekomahasiswa Sosiatri UGM angkatan 2001-tanggal 18 Januari 2006). Menurut
pengamatan
sosiolog
UGM,
Dr.
Heru
Nugroho
munculnya salon-salon plus diindikasikan sebagai dampak fenomena metroseksual. Pengertian metroseksual menurut Heru, antara lain kecenderungan kaum pria mapan yang ingin tampil sempurna, baik dalam busana, perilaku, maupun gaya hidupnya. Fenomena tersebut lazimnya mewarnai kehidupan kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung atau Surabaya. Yogyakarta belum tergolong sebagai kota besar, namun kenyataannya sudah terimbas fenomena tersebut. Di kota besar konon, tingkat stres demikian tinggi, sehingga kaum pria eksekutif, professional mapan, atau kalangan menengah atas lainnya
menjadi sering kebingungan mengisi leisure time. Terdorong untuk berpenampilan secara prima luar dalam, kemudian banyak yang belok ke alon, sekadar untuk facial, make up atau perawatan lainnya. Dari sekadar sekali dua kali, akhirnya banyak kaum metroseksual yang secara rutin menyambangi
salon.
Tren
pria
metroseksual
ini,
menurutnya
menggambarkan kian kaburnya batas-batas gender. Pria tak harus maskulin, dan wanita pun tak harus selalu feminin. Arti beauty saat ini tidak hanya berarti kecantikan fisik semata, tetapi juga dapat berarti kecantikan dalam yang sering disebut dengan inner beauty. Masyarakat kini memaknai beauty, lebih jauh lagi menyangkut kecantikan luar dalam. Kecantikan dari luar ini tidak saja harus tercermin dari kepintaran brain (otak) namun juga keperkasaan dalam hal seksual. Akibat pergeseran pandangan terhadap konsep beauty ini banyak salon yang kemudian menawarkan pelayanan ekstra berupa pemuasan libido (pria) pelanggannya.56 Salah seorang kapster salon plus, Dina (bukan nama sebenarnya) yang berasal Jepara, Jateng mengungkapkan dirinya sadar memiliki modal untuk 'dihargai' tinggi. Dengan perawakan khas wanita pesisir utara, Dina tidak mau tanggung-tanggung menggeluti sebuah profesi, meskipun profesi itu bisa dikatakan sebagai PSK. "Selama saya masih bisa mengeruk uang dari laki-laki yang senang royal, ya harus saya lakukan," kata Dina (Wawancara Haryadi dengan Dina tanggal 30 Desember 2005)
56
Kabare Jogja edisi XXVII, Tahun III, September 2004, hlm.14
Laki-laki yang senang royal menurut pandangan Dina, pasti bukan tipe laki-laki setia. Karena selalu bergelimang dengan uang, laki-laki seperti itu hanya mengharapkan tubuh wanita saja. Setelah itu, dia pasti akan berganti pada pelukan wanita yang lain. Seperti apa yang dikatakan Wulan (bukan sebenarnya), kapster salon plus di kawasan Monjali Setiap tamu datang, yang ditawarkan pertama kali adalah creambath ataupun pijat. Dan biasanya setiap laki-laki yang mengencaninya selalu memanfaatkan massage hanya sebagai pemanasan saja. Setelah 10-15 menit dipijat, maka 'permainan' yang sebenarnya pun dimulai. Demikianlah kenyataan yang ditemukan di lapangan, salon kecantikan terkadang hanya sebuah kedok saja untuk menutupi adanya sebuah prostitusi didalamnya. Prostitusi dapat terjadi dimanapun, tidak hanya di balik sebuah salon kecantikan saja, karena itu tugas masyarakatlah untuk memberikan pengawasan di lingkungannya agar selalu waspada terhadap merebaknya prostitusi terselubung dan patologi sosial lainnya.
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab terdahulu yaitu tentang PSK di balik kapster salon plus, penulis dapat menarik kesimpulan: 1. Salon plus tumbuh subur di kota pelajar terutama di Kabupaten Sleman disebabkan adanya faktor pendukung, ada dua alasan besar, yaitu: Alasan Khusus :
Yogyakarta merupakan kota pelajar yang merupakan sentral para pelajar dari seluruh penjuru tanah air untuk tujuan belajar. Sebagian para akademika yang berdarah muda, mempunyai libido labil yang menilai seks adalah sebuah tantangan untuk di coba. Untuk itu mereka melarikan hasrat seksnya ke tempat-tempat prostitusi terselubung seperti salon plus.
Yogyakarta sebagai kota Pariwisata, dalam pengembangannya melahirkan tempat hiburan, hotel, tempat penginapan. Kebutuhan seks ternyata tidak jauh dari dunia pariwisata, para wisatawan yang menginginkan kesenangan seks, butuh tempat penyaluran. Hal tersebut menimbulkan prostitusi di banyak tempat, dan dilakukan secara terselubung, seperti di balik sebuah salon kecantikan.
Alasan Umum :
Dari segi pelayan seks, adanya alasan ekonomi bagi PSK, dan pergaulan wanita dengan seorang penyimpang (PSK), dan akhirnya memainkan peran sebagai PSK dibalik kapster salon plus.
Dari segi konsumen salon plus, adanya kebutuhan biologis lakilaki
Dari segi fasilitator, adanya pebisnis nakal yang menyalahgunakan fungsi salon, dengan menjadikan salon sebagai ajang prostitusi terselubung.
Dari segi masyarakat, kurangnya social control terhadap patologi sosial.
2. Latar belakang seorang wanita bekerja sebagai kapster di salon plus di keempat salon plus (salon M, salon IT, salon C, salon I ) secara umum karena alasan ekonomi. Tetapi ada alasan lain yang cukup penting yakni adanya perilaku meniru seseorang yang berperilaku menyimpang dalam hal ini terjadi peniruan perilaku oleh seseorang wanita terhadap kapster plus, yang mana dari peniruan perilaku tersebut peniru berharap dapat dengan mudah mendapatkan uang seperti tokoh yang di tirunya. 3. Gaya hidup pekerja seks komersil (PSK) dibalik kapster empat salon plus (salon M, salon IT, salon C, salon I ) sangat menarik karena mereka menghadapi banyak cobaan demi menjaga
kelangsungan hidupnya. Sejak pagi hari hingga malam hari mereka bekerja melayani nafsu para lelaki, waktu bersantai mereka ada tatkala tamu belum datang yang diisi dengan menonton televisi, membaca majalah, merokok, dan mengobrol dengan para kapster yang lain. Mereka diharuskan tampil menarik, dengan berbusana minimalis, atau super ketat yang mengeksplor tubuh mereka untuk merangsang birahi lelaki. Suka atau tidak suka, jijik atau tidak jijik dengan laki-laki penuh nafsu yang datang dari negeri antah berantah harus mereka layani demi sebuah benda bernama uang. 4. Makna Plus dari salon plus yaitu pelayanan seks yang dapat berupa berhubungan seks (intim), masturbasi, onani, petting, dan oral seks. 5. Tumbuh suburnya salon plus di Yogyakarta diindikasikan sebagai dampak fenomena metroseksual. Fenomena tersebut lazimnya mewarnai kehidupan kota-kota besar, Yogyakarta belum tergolong sebagai kota besar, namun kenyataan sudah terimbas fenomena tersebut hal ini tidak lepas dari pengaruh arus globalisasi.
B. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Untuk menciptakan masyarakat yang bebas Pekat, prostitusi perlu diminimalisir. Untuk itu dibutuhkan langkah preventif, yaitu dengan memberi pemahaman tentang keagamaan yang baik serta pendidikan seks yang benar secara dini, baik dalam lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah. Selain dua hal tersebut ada faktor yang tak kalah pentingnya dalam usaha meminimalisir prostitusi, yaitu kontrol sosial. Untuk mengatasi masalah prostitusi yang
sudah
ada,
perlu
suatu
penanganan
yang
bersifat
berkelanjutan, rehabilitasi baik didalam panti maupun diluar panti, pembinaan baik diluar panti maupun dalam panti. 2. Masyarakat seharusnya membantu para mantan PSK untuk lebih mudah diterima dalam masyarakat, jika mereka ingin kembali pada jalan yang benar. Di satu sisi pelabelan negatif terhadap para PSK, membuat mereka sulit untuk diterima di dalam masyarakat bila mereka ingin keluar dari dunia prostitusi, untuk itu perlu diadakan suatu pembelajaran dalam masyarakat tentang latar belakang seorang
wanita terjun
menjadi
PSK. Tidak semua PSK
menginginkan mereka bekerja sebagai penjaja seks. PSK juga manusia, di benak mereka juga ada keinginan untuk berhenti melakukan pekerjaan tersebut. Tetapi kondisi yang menjebak PSK
dalam lingkaran prostitusi, sehingga sulit untuk keluar dari prostitusi. 3. Seharusnya pemerintah membuat aturan yang jelas dan tegas tentang prostitusi. Selama ini pemerintah bersikap setengahsetengah jika berhadapan dengan prostitusi. Prostitusi dilegalkan atau dijadikan suatu pelarangan. Jika prostitusi dilarang, aparat juga harus bertindak tegas, tidak hanya karena ada uang dari germo yang mempunyai salon plus, salon tersebut tidak jadi di grebeg.
DAFTAR PUSTAKA Agus Makmurtomo, B. Soekarno. 1989. Ethika, (Filsafat Moral), Ctk. Pertama, Wira Sari, Jakarta Agus Salim. 2001. Teori dan Paradigma Peneltian Sosial ( Pemikiran Norman K. Denzin & Egon Guba, dan Penerapannya. Ctk. Pertama, Tiara Wacana, Yogyakarta A.S Alam.1984. Pelacuran dan Pemerasan Studi Sosiologis tentang Eksploitasi Manusia oleh Manusia. Ctk. Pertama, Alumni, Bandung Data Ungkap Ops Pekat tanggal 02-08 Mei 2005 Kepolisisan Negara Republik Indonesia Yogyakarta Kota Besar Yogyakarta Heniy Astiyanto. 2003, Sosiologi Kriminalitas, Ctk. Pertama, Legal Center 97, Yogyakarta Iip Wijayanto. 2003. Perkosaan Atas Nama Cinta, Ctk. Pertama, Tinta, Yogyakarta ………………... 2003. Sex in the “kost”, Ctk. Kedua, Tinta, Yogyakarta Kabare Jogja, edisi XXVII Tahun III September 2004 Kamanto Sunarto. 1993, Pengantar Sosiologi, Ctk. Pertama, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ctk. Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta Kedaulatan Rakyat edisi 11 Mei 2005 Kedaulatan Rakyat, edisi 8 April 2005 Kedaulatan Rakyat edisi 9 April 2005
Moammar Emka. 2005. Karnaval Malam Jakarta Under Cover 2, Ctk.ke-8, Gagas Media, Jakarta N. Daldjoni, 1997, Dunia Sekitar Kita, Aneka Masalah Aspirasi Manusia, Ctk. Pertama, Alumni, Bandung Soedjono D. 1977, Pelacuran ditinjau dari segi hukum dan kenyataan dalam masyarakat,
Ctk.
Pertama,
Karya
Nusantara
cabang
Bandung, Bandung Tjahjo Purnomo, Ashadi Siregar. 1985, DOLLY membedah dunia pelacuran Surabaya, kasus kompleks pelacuran Dolly, Ctk. Keempat, Grafitti Press, Jakarta Terence H. Hull, Endang Sulistyaningsih, Gavin W. Jones. 1997, Pelacuran di Indonesia Sejarah dan Perkembangannya, Ctk. Pertama, Sinar Harapan, Jakarta Viera Maya Sari, 2004. Skripsi, Steak dan Gaya Hidup, Jurusan Sosiologi, UGM, Yogyakarta Internet: http//jogja go.id/berita/one_news.asp?IDNews=92 http://tmp.sleman.go.id/tpl=tpl&hal=letak.php http://www.merC.org/mc/ina/konkes/2005/kkes-0205-oralsex-htm http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/mbrtpage6.html http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/ma45memahami.html www.popular-maj.com/content/preview/liputankhusus/022000
LAMPIRAN
Daftar Pertanyaan Wawancara
Kapster Salon Plus A. Makna plus dari dari salon plus 1. Pada konsumen laki-laki, pelayanan apa yang biasanya paling diminati dari salon anda? 2. Bisakah anda jelaskan tentang pelayanan massage? 3. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk massage? 4. Berapa ruang yang disediakan untuk massage? 5. Dimana biasanya pelayanan massage dilakukan? 6. Berapa tarif massage? 7. Fasilitas apa saja yang diberikan untuk konsumen massage? 8. Apa yang dimaksud dengan body massage? 9. Apa yang dimaksud dengan body spa? 10. Berapa ruang yang disediakan untuk pelayanan spa? 11. Fasilitas apa saja yang diberikan untuk konsumen spa? 12. Berapa tarif spa? 13. Apa yang dimaksud dengan creambath? 14. Berapa tarif creambath? 15. Fasilitas apa saja yang bisa didapat konsumen salon yang creambath? 16. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk creambath? B. Latar Belakang seorang wanita bekerja sebagai kapster salon plus 1. Apa latar belakang anda bekerja sebagai kapster? 2. Mengapa anda memilih bekerja sebagai kapster? 3. Apa pekerjaan anda sebelum menjadi kapster? 4. Sudah berapa lama anda menjadi kapster? 5. Berapa jumlah orang yang harus anda tanggung biaya hidupnya? C. Gaya Hidup PSK di Balik Kapster Salon Plus
1. Menurut anda, apa tugas-tugas seorang kapster? 2. Apakah anda diberi petunjuk mengerjakan tugas-tugas kapster oleh pemilik salon? 3. Pada jam berapa salon buka? 4. Pada jam berapa salon tutup? 5. Apakah anda mempunyai hari libur? 6. Apakah jenis pekerjaan anda paruh waktu? 7. Berapa jam anda bekerja dalam sehari? 8. Bagaimana
cara
anda
untuk
menarik
konsumen
untuk
memanfaatkan jasa pelayanan anda? 9. Apa yang anda lakukan sewaktu tidak ada konsumen? 10. Waktu libur kerja, apa yang anda lakukan? 11. Maaf, berapa penghasilan seorang kapster? 12. Berapa jumlah kapster disini? 13. Siapa pemilik salon ini? 14. Apakah salon ini mempunyai cabang? 15. Dari kalangan mana saja konsumen salon berasal? Apakah dari kalangan mahasiswa? Pekerja? 16. Kalangan mana yang anda paling sukai dari konsumen salon? Mahasiswa? Pekerja? 17. Apakah anda mempunyai keluarga? Suami? Anak? 18. Berapa orang yang anda tanggung biaya hidupnya? 19. Apakah keluarga anda mengetahui pekerjaan anda? 20. Penghasilan yang anda dapat dari pekerjaan sebagai kapster, anda gunakan untuk apa saja? 21. Apa merk alat kosmetik anda? 22. Apa merk pakaian anda? 23. Apa style pakaian yang paling anda sukai? 24. Apa makanan favorite anda? 25. Apa merk parfume yang anda pakai? 26. Tempat hiburan apa yang sering anda kunjungi?
27. Apakah anda bisa menceritakan suka dan duka bekerja sebagai kapster? Pemilik Salon Plus D. Salon Plus Tumbuh Subur di Kabupaten Sleman 1. Mengapa anda memilih bisnis salon? 2. Kapan salon anda mulai berdiri? 3. Apakah salon anda mempunyai izin usaha? 4. Apakah anda sendiri yang mengelola salon? 5. Bagaimana perkembangan salon anda sampai saat ini? 6. Apakah salon anda memiliki cabang ? 7. Berapa jumlah kapster yang bekerja pada salon anda? 8. Fasilitas apa saja yang disediakan salon anda? 9. Apakah salon anda menyediakan pelayanan plus? 10. Bagaimana strategi anda agar konsumen datang ke salon anda? 11. Apakah kapster yang bekerja di salon anda diberi pelatihan sebelumnya tentang pelayanan salon? 12. Apakah kapster di salon anda mempunyai keahlian bidang kecantikan? 13. Bagaimana cara anda mendapatkan tenaga kerja untuk dijadikan kapster? Apakah anda mencari kapster via koran (memasang lowongan)? 14. Berapa penghasilan kapster yang bekerja di tempat anda? 15. Konsumen salon anda kebanyakan berjenis kelamin apa? 16. Pelayanan apa dari salon anda yang paling diminati konsumen laki-laki? 17. Pelayanan apa dari salon anda yang paling diminati konsumen perempuan? 18. Apa yang dimaksud dengan body spa? 19. Berapa ruang yang disediakan untuk pelayanan spa? 20. Fasilitas apa saja yang diberikan untuk konsumen spa?
21. Berapa ruang yang disediakan untuk massage? 22. Fasilitas apa saja yang diberikan untuk konsumen massage? 23. Apa yang dimaksud dengan body massage? 24. Berapa tarif massage? 25. Berapa tarif spa? 26. Apakah anda mengizinkan kapster untuk melayani diluar salon? 27. Apakah anda menyuruh kapster untuk memberi pelayanan plus di salon anda? 28. Berapa besar keuntungan salon anda perbulan? Konsumen Salon Plus 1. Sudah berapa lama anda menjadi konsumen salon plus? 2. Darimana anda mengetahui tentang adanya salon plus? 3. Mengapa anda memilih datang ke salon plus ketimbang tempat plus yang lain? 4. Seberapa sering anda datang ke salon plus? 5. Apakah anda mempunyai salon plus langganan? 6. Apakah anda mempunyai kapster langganan? 7. Bagaimana cara anda meminta layanan plus? 8. Apakah anda memilih kapster yang akan melayani anda? 9. Berapa lama anda di layani? 10. Apakah anda dilayani di salon plus tersebut? 11. Aktivitas seks apa yang biasanya anda lakukan di salon plus? 12. Berapa tarif yang anda berikan untuk kapster? 13. Apakah anda memberi bonus tambahan pada kapster bila dia memberikan kepuasan yang lebih pada anda? Jika anda memberi bonus tambahan, dalam bentuk apakah bonus tersebut diberikan? Barang uang? 14. Apakah anda pernah mencoba memanfaatkan layanan salon plus yang lain?
15. Apakah anda pernah mencoba kapster yang lain untuk melayani anda? 16. Bagaimana tipe kapster yang anda sukai? 17. Sampai kapan anda memanfaatkan salon plus? Masyarakat sekitar salon plus 1. Apa yang anda ketahui tentang salon plus? 2. Bagaimana penilaian saudara tentang pelacuran teselubung? 3. Apakah
keberadaan
salon
plus
mengganggu
ketertiban
masyarakat? 4. Bagaimana pendapat saudara tentang penggrebegan salon plus akhir-akhir ini? 5. Bagaimana pandangan anda terhadap kapster yang bekerja di salon plus?
Seki laS Te nta ng PenuliS Penulis adalah seorang wanita kelahiran 6 November 1981, tepatnya di Kenali Asam, Jambi. Meskipun penulis di lahirkan di luar Jawa, orang tuanya asli dari Kebumen, Jawa Tengah. Pada tahun 1982, karena pekerjan Ayahnya ia pindah ke Indra Giri Hulu Riau. Riwayat pendidikannya ia tempuh dengan mulai bersekolah di TK Sri Indra Pura Riau, kemudian selama 6 tahun di SD YKPP Lirik Riau, dan lulus pada tahun 1994. Selanjutnya ia meneruskan pendidikan di SLTP Negeri 2 Pasir Penyu Riau. Pada tahun 1997 penulis pindah ke Yogyakarta guna menuntut ilmu di SMU Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Dan pada tahun 2000, penulis tercatat sebagai mahasiswi Universitas Islam Indonesia (UII) Fakultas Hukum. Setahun kemudian, penulis diterima di Jurusan Ilmu Sosiatri, Fisipol, Universitas Gadjah Mada (UGM). Akhirnya penulis memutuskan untuk kuliah di 2 Universitas. Pada tanggal 25 Mei 2004 tepat pada hari ulang tahun Ibunya, penulis berhasil lulus dari Fakultas Hukum UII. Dan pada 28 Desember 2005 Alhamdulillah penulis lulus dari FISIPOL UGM. Penulis menaruh rasa hormat yang setinggi-tingginya untuk semua Guru dan Dosen yang telah memperluas cakrawala berpikir dan mendewasakan penulis… Penulis berharap life in hand, ketika ilmu pengetahuan kita miliki dan tetap tawadhu pada Sang Khalik
Yogyakarta, Desember 2005 Salam Manis, Penulis,
Diah Susanti