Skripsi Laura Bab I,ii,iii Ok.docx

  • Uploaded by: Dewi Sasma Fath
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skripsi Laura Bab I,ii,iii Ok.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,609
  • Pages: 60
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pesatnya peningkatan teknologi bidang pelayanan kesehatan yang dibarengi dengan semakin kompleknya kebutuhan masyarakat modern akan sistem pelayanan kesehatan, memberikan pengaruh terhadap para praktisi kesehatan dalam mengimplementasikan sistem pelayanan kesehatan masyarakat, tidak terkecuali bagi perawat. Pada era globalisasi ini seorang perawat dituntut untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan yang baik maka seorang perawat dituntut untuk menjadi perawat profesional. Era globalisasi merupakan tantangan,masalah, dan sekaligus potensi untuk pengembangan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Peran perawat dalam menghadapi era globalisasi adalah dengan memberikan perawatan secara profesional, yaitu perawat secara aktif terlibat dalam pembuatan keputusan terkait dengan permasalahan yang dihadapi klien dan memiliki kebebasan untuk melakukan praktek serta melakukan hubungan kolaborasi dengan dokter secara baik. Manfaat pelaksanaan praktek keperawatan secara profesional pada rumah sakit adalah terjadinya peningkatan kepuasaan kerja perawat, terciptanya lingkungan kerja yang aman, menurunnya ketegangan emosi perawat dalam melakukan pekerjaannya, menurunnya angka kematian klien yang dirawat.

1

Sumber daya manusia keperawatan merupakan faktor terpenting dalam pelayanan rumah sakit, karena dihampir setiap negara, hingga 80% pelayanan kesehatan diberikan oleh perawat (Baumann,2007). Namun demikian, saat ini rumah sakit justru mengalami berbagai masalah yang berhubungan dengan kekurangan jumlah perawat, ketidakpuasan kerja perawat dan buruknya lingkungan kerja perawat. World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 melaporkan telah terjadinya krisis tenaga kesehatan secara global, termasuk kekurangan tenaga perawat (Bauman,2007). Menurut Gomes (2003) pertimbangan subjektif seseorang tentang kepuasan kerja berhubungan dengan gaji/insentif, kondisi lingkungan kerja, supervisi, hubungan antar perorangan dalam bekerja (pimpinan dan teman sejawat) dan peluang-peluang dimasa yang akan datang (promosi). Oleh karena itu kepuasan kerja perawat perlu mendapat perhatian serius dari pihak manajemen rumah sakit karena tenaga keperawatan mendominasi tenaga kesehatan secara menyeluruh dan sebagai penjalin kontak pertama dan terlama dengan pelanggan (pasien dan keluarga) (Aditama, 2010). Kepuasan kerja merupakan wujud dari persepsi karyawan yang tercemin dalam sikap dan terfokus pada perilaku terhadap pekerjaan. Kepuasan juga merupakan suatu bentuk interaksi manusia dengan lingkungan pekerjaannya. Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda bahwa organisasi telah melakukan manajemen perilaku yang efektif (Siagian,2006). Perawat yang mempunyai kinerja yang baik akan berdampak dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal kepada pasien sehingga akan menimbulkan kepuasan pada pasien dan keluarga yang akan

2

meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit. Selain itu perawat yang puas dengan pekerjaanya akan selalu hadir bekerja dan tidak akan terlambat datang ketempat kerja, tidak akan pindah kerja, mempunyai komitmen terhadap tujuan organisasi (rumah sakit) dan akan memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik (Aditama, 2010). Bila perawat banyak yang mengalami ketidakpuasan kerja maka akan berdampak pada buruknya pelayanan rumah sakit. Kepuasan kerja juga akan berpengaruh terhadap prilaku karyawan, antara lain produktifitas, ketidakhadiran, kecelakaan kerja, hubungan dengan rekan kerja(McGillis&Doran,2007) Berbagai penyebab yang berhubungan dengan kepuasan kerja perawat sangat bervariasi. Sedangkan pada tingkat mikroorganisasi berhubungan dengan manajemen dan kepemimpinan,beban kerja dan kontens kerja,jadwal kerja, kolaborasi interdisiplin, staffing dan sumber-sumber, gaji, fisik dan psikologis yang sejahtera. Cortese (2007) mengemukakan lima faktor kepuasan kerja yaitu kontens kerja, hubungan profesional, tanggung jawab pertumbuhan profesional dan kemandirian, hubungan dengan pasien dan keluarganya, hubungan dengan kepala keperawatan. Kepuasan kerja juga berhubungan dengan lingkungan kerja yang positif(positive practice environnment)(Baumann A,2007). Lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan melakukan aktivitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi karyawan. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif.

3

Lingkungan kerja itu mencakup hubungan kerja yang terbentuk antara sesama karyawan dan hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat karyawan bekerja. Menurut Supardi dalam Subroto (2005) “lingkungan kerja merupakan keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun non fisik yang

dapat

memberikan

kesan

yang

menyenangkan,

mengamankan,

menentramkan, dan betah kerja. Dalam lingkungan kerja, setiap karyawan dituntut untuk dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan jabatan yang dipegang dan beradaptasi dengan lingkungan serta rekan kerja yang memiliki karakter yang berbeda-beda. Interaksi antar individu dalam lingkungan kerja dapat menimbulkan dampak negatif yang memicu terjadinya konflik dan masalah dalam pekerjaan dan dampak positif yaitu terciptannya kondisi lingkungan kerja yang dinamis karena adanya penyesuaian terhadap tantangan dalam lingkungan internal dan eksternal karena pengaruh globalisasi, ledakan informasi melalui teknologi, obsesi kualitas, yang dapat menimbulkan terjadinya konflik tempak kerja.(Anatan,2009) Salah satu penyebab utama masalah-masalah tenaga keperawatan, pelayanan keperawatan dan kekurangan perawat adalah rendahnya kepuasan kerja perawat. Berbagai penelitian yang dilakukan tentang kepuasan perawat menunjukan bahwa banyak mengalami ketidakpuasan kerja. Penelitian berbagai rumah sakit menunjukan bahwa lebih dari 40% perawat mengalami ketidakpuasan kerja dan 33% perawat berumur kurang dari 30 tahun bermaksud keluar dari pekerjaan mereka(Aitken et al, 2001). Di amerika Serikat,Kanada,Inggris, Jerman menunjukan bahwa 41% perawat dirumah sakit mengalami ketidakpuasan dengan

4

pekerjaannya dan 22% diantaranya merencanakan meninggalkan pekerjaannya dalam satu tahun (Baumann,2007). Cutis (2007) melaporkan bahwa perawat mengalami kepuasan kerja rendah hingga sedang. Penelitian di Indonesia oleh Setyawan (2002) menemukan bahwa kebanyakan perawat berada pada kepuasan kerja yang rendah. Sementara itu, Ningtyas (2002) menemukan sebesar 55,3% perawat di rumah sakit pemerintah mengalami kepuasan kerja rendah. Hasil analisis lingkungan kerja perawat oleh WHO(2003) dibeberapa negara asia termasuk Indonesia, menemukan bahwa lingkungan kerja perawat belum optimal seperti pendapatan perawat yang rendah, fasilitas kesehatan yang buruk dan tidak aman bagi staf perawat, rasio perawat pasien yang tidak optimal, hubungan tim kerja yang perlu penguatan, beberapa perawat mengalami kekerasan fisik, kurangnya perlindungan dalam pekerjaan dan beberapa fasilitas yang tidak memuaskan. Penelitian lain di Indonesia yang mendukung adalah Lumbatorium (2005) yang menemukan bahwa di RSUP H.Adam Malik Lingkungan kerja perawat kurang baik sebesar 48,2%. Sementara di RS Islam Pondok Kopi, Maridi (2006) menemukan terdapatnya hubungan antara lingkungan kerja dengan kepuasan kerja perawat. Penelitian lain oleh Wulandari(2012) di RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu menunjukan lebih dari separuh responden (63,3%) menyatakan kurang puas dengan pekerjaannya. Ketidakpuasan disebabkan karena lingkungan kerja yang kurang baik(59,1%). Penelitian kepuasan kerja perawat yang dilakukan di wilayah Provinsi Sumatera Barat oleh Muslim(2010) di RSUD Pasaman Barat menunjukan tingkat ketidakpuasan kerja tenaga keperawatan ruang rawat inap adalah rendah, diamana

5

ketidakpuasan disebabkan oleh rumah sakit tidak memberikan insentif sesuai beban kerja, rumah sakit tidak menyediakan peralatan untuk keamanan dan keselamatan dalam bekerja, rumah sakit tidak memberikan ruang kerja yang nyaman bagi karyawan, rumah sakit tidak memberikan jaminan asuransi kecelakaan kerja, rumah sakit tidak memberikan perhatian lebih kepada perawat karena beban kerja yang berat. Penelitian lain juga dilakukan oleh Transyah (2012) di RSUP M.Djamil Padang menunjukan kepuasan kerja sebanding dengan ketidakpuasan kerja (50%) dan persentase ketidakpuasan paling tinggi disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja yang kurang baik sebesar (52,6%). Untuk menciptakan lingkungan yang produktif memang tidak mudah. Butuh kontribusi langsung dari masing-masing anggota tim,agar suasana kerja yang nyaman dan menyenangkan bisa tercipta dengan sendirinya. Hal ini perlu diperhatikan oleh pimpinan, mengingat kondisi lingkungan kerja yang kondusif akan mendorong tiap anggota di dalamnya untuk menyelesaikan tugas mereka dengan baik. Rumah Sakit Umum Daerah Solok merupakan Rumah Sakit Tipe B dengan dikeluarkannya SK MenKes RI No: HK 03.05/520/2011 dan Ketetapan Gubernur Provinsi Sumatera Barat Nomor : 440 – 343 / 2011, dengan 12 pelayanan. Rumah Sakit Umum Daerah Solok memiliki sumber daya manusia khususnya tenaga keperawatan sebanyak 104 perawat pelaksana yang tersebar di ruang rawat inap kecuali ruang rawat inap THT(profil RSUD 2015). Ruang rawat inap THT tidak dimasukan dalam penelitian ini dikarenakan jumlah pasien yang rata-rata kurang

6

dari 4 orang per hari sehingga tidak dapat mewakilkan kepuasan perawat dalam bekerja. Hasil studi pendahuluan awal dengan 20 orang perawat pelaksana dilakukan pada tanggal 20 Juli 2016 di 9 ruang rawat inap. Rata-rata jumlah perawat pelaksana yang bertugas shif sore dan malam 2 orang dan rata-rata 1 perawat memegang 4 pasien dengan tingkat ketergantungan parsial dan 1 pasien total care yang memerlukan perhatian ekstra dalam asuhan keperawatan, sehingga sebagian perawat merasa beban kerja yang tidak sesuai. Sebagian mengeluhkan adanya rolling ruangan yang terjadi beberapa kali dalam setahun ini menyebabkan hubungan antara rekan kerja yang baru agak sulit terjalin dengan baik. Hal ini disebabkan oleh lingkungan kerja non fisik yang kurang kondusif, pekerjaan itu sendiri dan pembagian jasa pelayanan tidak sesuai dengan beban kerja. Beberapa perawat diruang rawat inap lainnya mengatakan hubungan kerjasama dengan kepala ruangan yang kurang baik sehingga terjadinya konflik, pelaksanaan asuhan keperawatan kurang maksimal karena sistem pendokumentasian diruangan yang mengharuskan perawat banyak menulis untuk melengkapi catatan asuhan keperawatan pasien, komunikasi kepala ruangan yang dirasakan kurang baik terhadap staf dalam hal menegur bawahan. Perbedaan status diruangan antara PNS dan staf BLUD menyebabkan ketidakpuasan dalam bekerja di rawat inap RSUD Solok, dan dalam pemberian kesempatan pelatihan-pelatihan hanya staf PNS yang sering diberikan.

7

Dari latar belakang dan studi pendahuluan diatas maka peneliti telah melakukan penelitian mengetahui “Hubungan Lingkungan Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Rawat Inap Rsud Solok tahun 2016.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti melakukan penelitian “Hubungan antara Lingkungan Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Solok tahun 2016”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Diketahuinya

hubungan

lingkungan

kerja

perawat

dengan

kepuasan kerja perawat Rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Solok. 2. Tujuan khusus a. Diketahuinya distribusi frekuensi kepuasan kerja perawat rawat inap di Rumah Sakit Umum Solok Tahun 2016. b. Diketahuinya distribusi frekuensi lingkungan kerja perawat rawat inap di Rumah Sakit Umum Solok Tahun 2016. c. Diketahuinya

hubungan

lingkungan

kerja

perawat

dengan

kepuasan kerja perawat rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Solok Tahun 2016.

8

D. Manfaat penelitian 1. Bagi Peneliti Keperawatan Menambah wawasan atau pengetahuan tentang cara meneliti dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber data awal bagi peneliti selanjutnya terkait dengan Hubungan Lingkungan Kerja Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat. 2.

Bagi Stikes Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber bacaan atau referensi yang dapat memberikan informasi tentang Hubungan Lingkungan Kerja Perawat dengan Kepuasan Kerja Perawat.

3. Bagi RSUD Solok Bagi rumah sakit penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan dalam upaya peningkatan kepuasan kerja perawat rawat inap di Rumah Sakit.

E. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini merupakan penelitian desain analitik dengan pendekatan Cross sectional, dimana dua variabel penelitian yaitu variabel dependen (Kepuasan kerja perawat) dan variabel independen (Lingkungan kerja perawat) yang akan diteliti dalam waktu yang sama. Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Solok pada tanggal 21 sampai 27 Agustus 2016. Adapun sasaran dari penelitian ini adalah perawat pelaksana RSUD Solok sebanyak 104 orang, yang menjadi sampel dalam

9

penelitian ini sebanyak 51 orang perawat rawat inap RSUD Solok dengan menggunakan

teknik

proposional

random

sampling.

Penelitian

ini

menggunakan analisis Univariat dan analisis Bivariat menggunakan chisquare test dengan α ≤ 0,05.

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerja tentang seberapa jauh pekerjaanya secara menyeluruh memuaskan kebutuhannya. Kepuasan kerja sebagai sekumpulan perasaan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan terhadap pekerjaan mereka. Kepuasan kerja dipandang sebagai perasaan senang atau tidak senang yang relatif, yang berbeda dari pemikiran obyektif dan keinginan perilaku. Karena perasaan terkait dengan sikap seseorang, maka kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai sebuah sikap karyawan yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi dimana mereka bekerja (Sri Budi :2005). Kemudian Blum (1996) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri, dan hubungan sosial individu di luar kerja. Sedangkan Hasibuan(2001) dan Siagian (2002) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan wujud dari persepsi karyawan yang tercemin dalam sikap dan terfokus pada prilaku karyawan pada pekerjaannya.

11

Wibowo

(2013),

merangkum

beberapa

pengertian

yang

diterjemahkan oleh para pakar sumber daya manusia. Berikut beberapa diantaranya : a. Menurut Colquit, LePine, dan Wesson, kepuasan kerja adalah tingkat perasaan menyenangkan yang diperoleh dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja. Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan bagaimana kita merasakan tentang pekerjaan kita dan apa yang kita pikirkan tentang pekerjaan kita. b. Menurut Robbins dan Judge, kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari karakteristiknya. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan oraganisasi, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja kurang ideal dan semacamnya. c. Mcshane dan Von Glinow memandang kepuasan kerja sebagai evaluasi seseorang atas pekerjaannya dan konteks pekkerjaan. Yang merupakan penilaian terhadap karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja dan pengalaman emosional di pekerjaan yang dirasakan.

2. Teori Kepuasan Kerja a. Teori Kebutuhan Maslow Menurut teori ini, kepuasan kerja pegawai tergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Pegawai akan merasa puas apabila pegawai mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan

12

pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan tidak merasa puas(Gibson,1996). Maslow(1943) dalam Gilies (1996) dan Siagian (2002) menyatakan bahwa motivasi manusia sebagai hirarki lima macam kebutuhan yang berkisar kebutuhan yang paling dasar hingga kebutuhan yang paling tinggi, yaitu : 1)

Kebutuhan tingkat dasar/ rendah : Kebutuhan tingkat rendah dipenuhi secara eksternal. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan tingkat pertama, merupakan kebutuhan untuk kelangsungan hidup(basic physical needs). Seseorang harus bekerja

untuk

memenuhi

keutuhan

fisiologisnya.

Setelah

kebutuhan pokok terpenuhi, mereka menginginkan kebutuhan rasa aman dan jaminan. 2)

Kebutuhan tingkat tinggi : Kebutuhan tingkat tinggi terdapat tiga tingkat. Kebutuhan tersebut terpenuhi secara internal. Kebutuhan tingkat ketiga menyangkut pemilikan dan keterlibatan sosial. Seseorang bekerja dalam lingkungan sosial dan sebagai kebutuhan tersebut harus mereka penuhi ditempat kerja dan juga diberbagai tempat diluar pekerjannya.

b. Teori ERG dari claytonAldefer’s Kutipan Gilies dan Eugene (2002), tentang teori ERG dari Clayton, bahwa beliau mengembangkan teori kebutuhan dari Maslow yang

13

menerangkan bahwa diperlukan suatu kelompok lebih kecil kebutuhankebutuhan inti(core needs) untuk menerangkan suatu perilaku. Kebutuhan tersebut tidak berkaitan satu sama lain dalam sebuah hirarki /anak tangga. Teori ini memiliki dorongan keatas maupun dorongan kebawah. Kebutuhan tersebut bila diurut dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah : 1) Kebutuhan akan eksitensi (existence needs), mencakup semua keinginan fisiologi dan material. 2) Kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain (relatedness needs), kebutuhan untuk memiliki hubungan yang berarti dengan pihak lainnya. 3) Kebutuhan akan pertumbuhan (growth needs), kebutuhan untuk tumbuh sebagai manusia, dan memanfaatkan kemampuan hingga mencapai potensi maksimal. Siagian (2002) mengutip Alderfer bahwa seseorang dengan menyadari keterbatasannya, akan menyesuaikan diri pada kondisi objektif yang dihadapinya dengan cara antara lain memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang mungkin dicapainya. Makin tidak terpenuhinya kebutuhan tertentu, makin tinggi pula keinginan untuk memuaskannya, kuatnya keinginan memuaskan yang lebih tinggi semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah terpuaskan, sebaliknya semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.

14

c. Teori McClelland Dikembangkan oleh Dacid McClelland pada tahun 1961 dikutip oleh Gillies dan Harianja (2002), bahwa motivasi berbeda-beda sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan berprestasi. Teori ini memfokuskan pada empat pola motivasi yang sangat penting pada seseorang yaitu prestasi (need for achievement), afiliasi (need for affiliation),kompetensi (need for a power), kekuasaan. 1)

Kebutuhan akan prestasi (need for achievement Merupakan kebutuhan dalam diri seseorang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan. Karyawan dengan kebutuhan prestasi, memiliki dorongan ingin berkembang dan tumbuh serta maju menelusuri suatu tangga keberhasilan. Mereka bekerja keras apabila mereka memandang bahwa mereka akan memperoleh kebanggaan pribadi atas upaya mereka. Hal tersebut akan menimbulkan kepuasan bathin apabila mereka dapat berprestasi.

2) Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation) Merupakan kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain atas dasar sosial, kebutuhan untuk disukai, kebutuhan untuk memelihara persahabatan dengan orang lain, merupakan kebutuhan untuk lebih kuat, lebih berpengaruh terhadap orang lain. Karyawan dengan kebutuhan ini akan mendapatkan kepuasan apabila mereka berada

15

di lingkungan yang bersahabat, dan mereka menginginkan keleluasaan untuk membina hubungan ini dalam pekerjaannya. 3)

Kebutuhan akan kekuasaan (need for power) Merupakan kebutuhan untuk dapat mempengaruhi orang lain dan dapat mengubah situasi. Orang dengan kebutuhan ini menimbulkan dampak pada organisasi dan mau menanggung resiko untuk melakukan hal tersebut.

4)

Kebutuhan akan kompetensi (need for competence) Merupakan

kebutuhan

untuk

mencapai

keunggulan

kerja,

meningkatkan keterampilan dan berusaha keras untuk inovatif. Mereka cenderung melakukan pekerjaan dengan baik karena kepuasan bathin yang mereka rasakan dari melakukan pekerjaan itu dan penghargaan yang diperoleh dari orang lain. Keempat jenis kebutuhan tersebut akan dimiliki setiap orang. Perbedaannya terletak pada intensitasnya. d. Teori Higiene-Motivator dari Frederick Herzberg. Pendapat

Herzberg

pada

tahun

1996

yang

dikutip

oleh

Gillies(1996);Harianja(2002);Winardi(2002), bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja adalah terpisah dan khusus. Kepuasan kerja lebih sering dihubungkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan isi (content) tugas yang dilaksanakan, seperti prestasi, tanggung jawab, kemajuan dalam bekerja dan karakteristik pekerjaan. Faktor-faktor tersebut dinamakan sebagai

16

faktor-faktor motivator. Ketidakpuasan terutama berhubungan dengan faktor-faktor

dalam

konteks

kerja/lingkungan,seperti

kebijakan-

kebijakan perusahaan, pengawas/supervisor, gaji, hubungan sesama rekan kerja maupun atasan, dan kondisi lingkungan kerja. Menurut Hezberg faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dibagi menjadi 2(dua) faktor, yaitu : 1) Faktor ekstrinsik a) Gaji atau upah Gaji yang memadai akan meningkatkan pendapatan seseorang (perawat) untuk meningkatkan sosial ekonominya b) Keamanan kerja Kebutuhan rasa aman menjadi hal yang penting dengan terpenuhinya sarana dan prasarana alat keselamatan diri. c) Kondisi lingkungan kerja Seseorang akan bekerja dengan nyaman apabila tercipta suasana yang kondusif, kerja sama yang baik dan harmonis dengan teman sekerja dan atasan. d) Status Status(kedudukan) yang meningkat akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. e) Kebijakan perusahaan Suatu tindakan yang diambil dengan sengaja oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perasaan para tenaga kerja.

17

f)

Mutu dari teknik pengawasan Standar operasional prosedur(SOP) yang dijalankan dengan tepat serta pengawasan yang baik akan meningkatkan kinerja karyawan (perawat).

g) Interaksi antar personal yang dapat dibedakan menjadi interaksi antar sesamanya, interaksi antar bawahan dan interaksi antara pimpinan. 2) Faktor intrinsik a) Pengakuan (reconition) Penghargaan, pengakuan merupakan perangsang yang kuat, yang akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi. b) Tanggung jawab(responsibility) Adanya rasa ikut memiliki (sause of belanging) akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab. c) Prestasi (achievement) Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu ‘kebutuhan’ dapat mendorongnya mencapai sasaran. d) Pekerjaan itu sendiri(the work it self ) Pekerjaan yang disenagi akan menjadi motivasi untuk dilaksanakan dengan baik. e) Adanya kemungkinan untuk berkembang (the posibility of growth)

18

Kesempatan untuk mengembangkan diri memacu untuk berlomba-lomba meraih sukses. f) Kemajuan (advancement) Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi motivasi bagi perawat untuk meningkatkan pendidikannya. e. Teori Harapan Victor Vroom pada tahun 1964 yang dikutip oleh Gilies(1996), Siagian(2002) menyatakan bahwa kekuatan cenderung berprilaku tert entu tergantung pada kuatnya harapan bahwa perilaku tersebut akan diikuti oleh keluaran tertentu dan oleh kuatnya daya tarik keluaran itu bagi orang yang bersangkutan. Fokus analis teori harapan ini terdapat pada tiga jenis hubungan, yaitu hubungan upaya dengan kinerja, dengan persepsi dari karyawan bahwa upaya yang lebih besar berakibat pada kinerja yang makin memuaskan, hubungan kinerja dengan imbalan dimana hubungan ini menyangkut keyakinan seseorang bahwa menampilkan kinerja pada tingkat tertentu akan berakibat pada hasil tertentu yang diinginkan serta hubungan imbalan dengan tujuan pribadi, yang memungkinkan disini ialah sejauh mana imbalan yang diterima daari organisasi memuaskan tujuan dan kebutuhan pribadi dari pegawai, serta seberapa besar daya tarik imbalan tersebut bagi yang bersangkutan.

19

f.

Teori Keadilan (Equity Theory) Teori keadilan dari Adam yang dikutip Robbins(2002); Gillies(1996); Sastrohadiwiryo (2002), bahwa karyawan membandingkan apa yang mereka berikan kedalam pekerjaan(input) terhadap apa yang mereka terima dari pekerjaan (outcome) dan kemudian membandingkan dengan rasio-outcome rekan kerja sejawatnya. Jika rasio itu mereka anggap sama maka keadaan tersebut dianggap adil. Sebaliknya, jika rasio tidak sama maka mereka menganggap ada ketidakadilan dan apabila terjadi ketidakadilan karyawan akan melakukan koreksi.

3. Faktor-faktor Kepuasan kerja a. Motivasi Menurut Rowland(1997) dalam Nursalam (2013),fungsi manajer dalam meningkatkan kepuasan kerja staf didasarkan pada faktor-faktor motivasi, yang meliputi : 1) Keinginan untuk peningkatan 2) Percaya bahwa gaji yang didapati sudah mencukupi 3) Memiliki kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan 4) Umpan balik 5) Kesempatan untuk mencoba 6) Instrumen penampilan untuk promosi, kerja sama, dan peningkatan penghasilan.

20

Kebutuhan seseorang untuk mencapai prestasi merupakan kunci suatu motivasi dan kepuasan kerja. Jika seseorang bekerja, maka kebutuhan pencapaian prestasi tersebut berubah sebagai dampak dari beberapa faktor dalam organisasi; program pelatihan, pembagian atau jenis tugas yang diberikan,tipe supervisi yang dilakukan, perubahan pola motivasi dan faktor-faktor lain. Seseorang memilih pekerjaan didasarkan pada kemampanan dan ketrampilan yang dimiliki. Motivasi akan menjadi masalah apabila kemampuan yang dimiliki tidak dimanfaatkan dan dikembangkan dalam melaksanakan tugasnya. Dalam keadaan ini, maka persepsi seseorang memegang peranan penting sebelum melaksanakan atau memilih pekerjaannya. b. Lingkungan Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam motivasi. Faktor lingkungan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut ; 1) Komunikasi : a) Penghargaan terhadap usaha yang telah dilaksanakan b) Pengetahuan tentang kegiatan organisasi c) Rasa percaya diri berhubungan dengan manajemen organisasi 2)

Potensial pertumbuhan

a) Kesempatan untuk berkembang,karier, dan promosi b) Dukungan untuk tumbuh dan berkembang : pelatihan, beasiswa pendidikan, dan pelatihan manajemen bagi staf yang dipromosikan.

21

3)

Kebijaksanaan individu

a) Mengakomodasi kebutuhan individu: jadwal kerja, liburan dan cuti sakit serta pembiayaannya b) Keamanan pekerjaan c) Loyalitas organisasi terhadap staf d) Menghargai staf berdasarkan agama dan latar belakangnya e) Upah/gaji yang cukup untuk kebutuhan hidup f) Kondisi kerja yang kondusif c. Peran manajer Peran manejer dapat mempengaruhi faktor motivasi dan lingkungan. Peran manejer juga mungkin mempengaruhi faktor lain, bergantung pada tugas manejer (bagaimana manejer bekerja dalam suatu organisasi).

Secara

umum,

peran

manejer

dapat

dilihat

dari

kemampuanya dalam memotivasi dan meningkatkan kepuasan staf. Kepuasan kerja staf dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan fisik dan psikis. Kebutuhan psikis tersebut dapat terpenuhi melalui peran manejer dalam memperlakukan stafnya. Hal ini perlu ditanamkan kepada manejer agar menciptakan suatu keterbukaan dan memberikan kesempayan kepada staf untuk melaksanakan tugas dengan sebaikbaiknya. Manejer mempunyai lima dampak terhadap faktor lingkungan dalam tudgas profesional sebagaimana dibahas sebelumnya, yaitu komunikasi, potensial perkembangan, kebijakasanaan, gaji atau upah, dan kondisi kerja.

22

Dua belas kunci utama dalam kepuasan kerja (Roland,1997) adalah : a.

Input

b.

Hubungan manejer dan staf

c.

Disiplin kerja

d.

Lingkungan tempat kerja

e.

Istirahat dan makan yang cukup

f.

Diskriminasi

g.

Kepuasan kerja

h.

Penghargaan penampilan

i.

Klarifikasi kebijaksanaan, prosedur dan keuntungan

j.

Mendapatkan kesempatan

k.

Pengambilan keputusan

l.

Gaya manejer.

(Nursalam,2013)

4. Indikator Kepuasan Kerja Perawat a. Perawat yang puas cenderung bekerja dengan kualitas yang lebih tinggi. Perawat yang menghasilkan kinerja baik, mempunyai sifat-sifat antara lain : 1) Merasa senang 2) Rasional 3) Punya harga diri sebagai manusia 4) Punya visi dan cita-cita

23

b. Perawat yang puas cenderung bekerja dengan lebih produktif Perawat

yang

mempunyai

motivasi

tinggi

akan

menyenangi

pekerjaannya sehingga akan lebih produktif daripada mereka yang kurang menyenangi pekerjaannya. Perawat tersebut akan lebih produktif daripada mereka yang kurang menyenangi pekerjaannya. Perawat tersebut mempunyai sifat aktualisasi diri : 1) Realistis 2) Dapat menerima dirinya sendiri 3) Spontanitas, praktis, sederhana, dan alamiah. 4) Fokus pada inti masalah 5) Otonom, bebas dari pengaruh budaya dan lingkungan 6) Hubungan baik antar manusia 7) Memiliki nilai dan sifat-sifat demokratis 8) Mampu membedakan antara cara dan tujuan 9) Filosofi dan mempunyai rasa humor yang tinggi 10) Mempunyai nilai-nilai (value) dan harga diri (self esteem) c. Perawat yang puas cenderung bertahan lebih lama dalam perusahaan Banyak kejadian tentang kepribadian perawat dari perusahaan yang memberikan gaji lebih sedikit. Hal ini disebabkan karena penyebab kepuasan bukan hanya menyangkut gaji atau pendapatan, tetapi terpenuhinya

kebutuhan

lain

sesuai

teori

kebutuhan

Maslow.

Terpenuhinya kebutuhan ini akan menyebabkan perawat menjadi betah bekerja dirumah sakit tempat kerjanya.

24

d. Perawat yang puas cenderung dapat menciptakan pelanggan/pasien yang puas. Kepuasan pasien berarti pengakuan/penghargaan pasien atas kinerja yang telah dilakukan oleh perawat. Pengakuan prestasi kerja ini dapat dilihat dari ungkapan yang paling sederhana dari pasien yaitu ucapan terima kasih.(Kuswandi,2005)

5. Pengukuran Kepuasan Kerja Menurut Robbins Stephen(2010), terdapat dua pendekatan yang paling banyak digunakan untuk mengukur kepuasan yaitu : a. Angka nilai global tunggal (single global rating) Angka nilai global tunggal adalah metode pengukuran kepuasan dengan cara meminta individu-individu untuk menjawab satu pertanyaan, dengan rating skore 1-5 (sangat tidak puas,tidak puas, cukup puas, puas dan sangat puas). b. Penjumlahan fase pekerjaan Metode ini lebih canggih dari angka nilai global tunggal. Metode ini mengenali unsur-unsur utama dalam suatu pekerjaan dan menanyakan perasaan karyawan mengenal setiap unsur. Faktor-faktor lazim yang akan dicakup adalah sifat dasar rekan sekerja. Faktor-faktor ini dinilai pada skala baku dan kemudian dijumlahkan untuk menciptakan skor kepuasan kerja keseluruhan.

25

Menurut Loeke(1969) dalam Fahriadi (2008), teknik pengukuran kepuasan kerja dikelompokan dalam lima kategori, yaitu : a. Skala perbandingan (rating scale) Dalam teknik ini individu diminta untuk membuat “rate” terhadap berbagai pertanyaan yang diajukan, yang merupakan deskripsi dari berbagai keadaan yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti pertanyaan apakah seseorang merasa sangat puas, tidak puas atau sangat tidak puas. b. Prilaku (overt behaviur) Kepuasan kerja pada dasarnya juga dapat dilihat dari prilaku nyata para pekerja, namun demikian, hal ini agak sulit dan kurang akurat karena sulitnya menetukan kriteria prilaku yang menyebabkan kepuasan seseorang dalam bekerja. Disamping itu, untuk menentukan berapa banyak prilaku itu menggambarkan kepuasan kerja adalah suatu hal yang tidak mudah. Oleh karena itu, pendekatan ini dan pengamatan terhadap prilaku jarang digunakan dalam pengukuran kepuasan kerja. c. Kecendrungan bertindak (action tedency scale) Teknik ini mencoba menanyakan kepada seseorang mengenai kecendrungan untuk melakukan sesuatu yang dirasakan dalam hubungan dengan pekerjaan. Teknik ini tidak menanyakan apa yang dia rasakan, tetapi apa yang akan dilakukan. Hal ini didasari asumsi bahwa apa yang akan dilakukan seseorang sangat dipengaruhi perasaannya.

26

d. Kejadian penting (critical incidencee technic) Teknik ini sifatnya seseorang merasa puas dan tidak puas dalam bekerja. Teknik ini dipergunakan oleh Herzberg dala membuat dua teori faktor. Hal ini sangat menguntungkan pada teori ini adalah sifatnya tidak terlalu menuntut banyak dari responden untuk menggunakan aspek kognitif. e. Wanwancaara (interview) Teknik ini jarang sekali digunakan. Hal ini disebabkan oleh karena masalah subyektifitas disamping itu dari segi biaya, teknik wawancara membutuhkan biaya jauh lebih besar dibandingkan dengan teknik lain. Kepuasan kerja merupakan wujud dari persepsi karyawan yang tercemin dalam sikap dan terfokus pada prilaku terhadap pekerjaan. Juga merupakan suatu bentuk interaksi manusia dengan lingkungan pekerjaannya. Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda bahwa organisasi telah melakukan komponen prilaku yang efektif(Gillies,1989)

B. Lingkungan Kerja 1.

Pengertian Lingkungan kerja merupakan tempat dimana pegawai melakukan aktivitas

kerja setiap hari (Mardiana,2005). Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan pegawai untuk bekerja secara optimal. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan

27

nyaman. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendkung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Menurut Nitisemito (2001) “ Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan”. Sebagai peneliti Terence R,Mitchell 1982 (dalam Junaidin,2006) menemukan bahwa orang-orang di dalam organisasi menghabiskan sebagian besar waktunya untuk interaksi interpersonal karena hubungan sosial antar manusia selalu terjadi di lingkungan kerja. Hubungan yang terjadi antara atsan dengan bawahan, bawahan dengan atasan. Lingkungan kerja yang positif adalah suatu pengaturan praktek yang dapat memaksimalkan kesehatan dan kesejahteraan perawat, meningkatkan kualitas hasil pasien dan kinerja organisasi (RNAO,2006) dalam Bauman,2007. Lingkungan kerja positif menunjukan bahwa karyawan tetap mengarah pada kerja tim yang lebih baik, peningkatan kontuinitas perawatan dan perbaikan hasil pasien. Para pimpinan telah mulai menyadari bahwa perubahan lingkungan kerja positif mengakibatkan karyawan tetap tinggal dan memiliki komitmen yang tinggi dalam organisasi. Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas atau bahan yang dihadapi, lingkungan sekitar dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan

kerjanya

baik

perseorangan

maupun

sebagai

kelompok(Sedarmayati,2009).

28

2.

Jenis Lingkungan Kerja

Menurut Sedarmayanti (2009) ada 2 jenis lingkungan kerja, yaitu : a. Lingkungan kerja fisik Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaaan berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dibagi dalam dua kategori : 1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan, yaitu segala alat yang dibutuhkan dalam bekerja. 2) Lingkungan umum atau lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi karyawan dalam pekerjaannya, meliputi : a) Penerangan / cahaya di tempat kerja b) Temperatur/ suhu udara ditempat kerja c) Sirkulasi udaara ditempat kerja d) Kebisingan ditempat kerja e) Bau-bauan ditempat kerja f) Tata warna ditempat kerja g) Dekorasi di tempat kerja h) Keamanan ditempat kerja b. Lingkungan kerja non fisik Menurut Sedarmayanti (2001),” Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja,baik hubungan dengan atasan maupun sesama rekan kerja,ataupun hubunan

29

dengan bawahan”. Sementara itu Wursanto(2009) menyebutnya sebagai lingkungan kerja psikis yang didefinisikan sebagai “ sesuatu yang menyangkut segi psikis dari lingkungan kerja”. Berdasarkan pengertianpengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa lingkungan kerja non fisik disebut juga lingkungan psikis, yaitu keadaan disekita tempat kerja yang bersifat non fisik. Lingkungan kerja seperti ini tidak dapat ditangkap secara langsung dengan pancaindera manusia, namun dapat dirasakan keberadaannya. Jadi lingkungan kerja non fisik merupakan lingkungan kerja yang hanya dirasakan oleh perasaan. Beberapa macam lingkungan kerja yang bersifat non fisik menurut Wursanto (2002) disebutkan yaitu : 1) Perasaan aman pegawai Perasaan aman pegawai merupakan rasa aman dari berbagai bahaya yang dapat mengancam keadaan diri pegawai. Wursanto (2009), perasaan aman tersebut terdiri dari sebagai berikut : a) Rasa aman dari bahaya yang mungkin timbul pada saat menjalankan tugasnya. b) Rasa aman dari pemutusan hubungan kerja yang dapat mengancam penghidupan diri dari keluarganya. c) Rasa aman dari bentuk intimidasi ataupun tuduhan dari adanya kecurigaan antar pegawai. 2) Loyalitas pegawai

30

Loyalitas merupakan sikap pegawai untuk setia terhadap perusahaan atau organisasi maupun terhadap pekerjaanyang menjadi tanggung jawabnya. Loyalitas ini terdiri dari dua macam,yaitu loyalitas yang bersifat vertikal dan horizontal. Loyalitas yang bersifat vertikal yaitu loyalitas antara bawahan dengan atasan atau sebaliknya antara atasan dengan bawahan. Loyalitas ini dapat terbentuk dengan berbagai cara. Menurut pendapat Wursanto (2009) untuk menunjukan loyalitas tersebut dilakukan dengan cara : a) Kunjungan atau silahturahmi ke rumah pegawai oleh pimpinan atau sebaliknya, yang dapat diwujudkan dalam bentuk kegiatan seperti arisan. b) Keikutsertaan pimpinan untuk membantu kesulitan pegawai dalam berbagai masalah yang dihadapi pegawai. c) Membela kepentingan pegawai selama masih dalam koridor hukum yang berlaku. d) Melindungi bawahan dari berbagai bentuk ancaman. Sementara itu, loyalitas bawahan dengan atasan dapat dibentuk dengan kegiatan seperti open house, memberi kesempatan kepada bawahan untuk bersilahturahmi kepada pimpinan, terutama pada waktu-waktu tertentu seperti hari besar keagamaan seperti lebaran, hari natal

31

atau lainnya. Loyalitas yang bersifat horizontal merupakan

loyalitas

antar

bawahan

atau

antar

pimpinan. Loyalitas horizontal ini dapat diwujudkan dengan kegiatan seperti kunjung mengunjungi sesama pegawai, bertamasya bersama, atau kegiatan-kegiatan lainnya. 3) Kepuasaan pegawai Kepuasan pegawai merupakan perasaan puas yang muncul dalam diri pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Perasaan puas ini meliputi kepuasaan karena kebutuhannya terpenuhi, kebutuhan sosialnya juga dapat berjalan dengan baik, serta kebutuhan yang bersifat psikologis juga terpenuhi.

3. Skala Lingkungan Kerja (Work Environment Scale) Work Environment Scale (WES) dikembangkan oleh Dr. Rudolf Moos seorang psikologis dan professor jiwa dan ilmu perilaku di Stanford University School of Medicine. WES memiliki beberapa manfaat yang membuatnya menarik untuk mengukur budaya organisasi dalam situasi pelayanan kesehatan (Wolf,2011). WES dapat digunakan untuk mengukur lingkungan kerja, mengamati dan meningkatkan pengaturan kerja (Jones et al.,1991). Berikut ini merupakan penjelasan mengenai konsep work environment scale (WES) menurut Moos(1994, dalam Maqsood 2011).

32

a. Dimensi hubungan Dimensi hubungan (Relationship dimension) didefinisikan sebagai sifat dan intensitas hubungan pribadi di lingkungan kerja yang mengkaji seberapa jauh individu saling terlibat dan mendukung (Moos, 1994 dalam Maqsood 2011; Moos dalam Niven, 2000). Dimensi hubungan ini meliputi: 1) Keterlibatan Keterlibatan (Involvment) adalah sejauh mana karyawan peduli dan berkomitmen terhadap pekerjaan mereka (Moos, 1994 dalam Maqsood 2011). Keterlibatan karyawan merupakan keterlibatan, kepuasan dan antusiasme individu dengan pekerjaan yang mereka lakukan (Robbins & Judge, 2015). Keterlibatan pekerjaan mengukur sejauh mana individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri (Blau & Boal, 1987 dalam Robbins&Judge,2015).

Karyawan

yang

mempunyai

tingkat

keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan. Tingkat keterlibatan pekerjaan dan wewenang yang tinggi berhubungan dengan

kewargaan

organisasional

dan

kinerja

pekerjaan

(Diefendorf et al., 2002 dalam Robbins& Judge, 2015). 2) Kekompakan rekan kerja

33

Kekompakan rekan kerja (coworker cohesion) adalah berapa banyak karyawan yang ramah dan saling mendukung satu sama lain (Moos, 1994 dalam Maqsood 2011). Semakin besar ketertarikan antar anggota dan makin sesuai tujuan-tujuan kelompok

dengan

tujuan-tujuan

individu

maka

besarlah

kekompakan kelompoknya (Muchlas, 2005). Menurut Robbins &Judge(2015), kelompok memiliki kekompakan yang berbedabeda tergantung sejauh mana anggota kelompok tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap bertahan dalam kelompok tersebut. Kekompakan mempengaruhi produktivitas kelompok. Beberapa studi memperlihatkan bahwa hubungan antara kekompakan dengan produktivitas tergantung pada norma yang berkaitan dengan kinerja kelompok tersebut. Apabila norma kualitas, out put tinggi, kerjasama dengan pihak luar tinggi maka suatu kelompok yang kompak akan lebih produktif dari pada kelompok yang kurang kompak. Akan tetapi apabila kekompakan tinggi dan norma kinerja rendah, maka produktivitas akan menjadi rendah sedangkan apabila kekompakan rendah dan norma kinerja tinggi maka produktivitas akan meningkat namun lebih rendah dibandingkan kelompok dengan norma kinerja dan kekompakan tinggi (Robbins & Judge, 2015). Menurut Kreitner & Kinicki (2014), kekompakan dibagi menjadi dua jenis yaitu:

34

a) Kepaduan sosio-emosional Kepaduan sosio-emosional (socio emotional cohesiveness) merupakan rasa kebersamaan yang berkembang saat individu-individu memperoleh kepuasan emosional dari partisipasi kelompok. b) Kepaduan instrumental Kepaduan

instrumental

(instrumental

cohesiveness)

merupakan rasa kebersamaan yang berkembang saat anggota kelompok saling bergantung satu sama lain karena percaya bahwa tujuan kelompok tidak dapat tercapai apabila dilakukan secara terpisah. Upaya yang dapat mendorong kekompakan kelompok meliputi(Robbins & Judge, 2015): a) Membuat kelompok menjadi lebih kecil (ukuran kelompok); b)Mendorong untuk mengadakan perjanjian dengan tujuantujuankelompok. c)Meningkatkan waktu yang dihabiskan anggota secara bersama-sama. d)Meningkatkan anggapan sulitnya menjadi anggota kelompok tersebut. e) Mendorong persaingan dengan kelompok-kelompok lain. f)Memberikan penghargaan kepada kelompok dan tidak kepada anggota secara individual.

35

g) Mengisolasi kelompok tersebut secara fisik. 3) Dukungan supervisor Dukungan supervisor (supervisor support) adalah sejauh mana sistem manajemen mendukung karyawan dan mendorong karyawan agar saling mendukung satu sama lain (Moos, 1994 dalam Maqsood 2011). Seorang pemimpin yang baik memfokuskan dalam upaya mengajak berkomunikasi yang menciptakan, memperhatikan dan memprakarsai komitmen tindakan baru khususnya pada percakapan yang menjamin tindakan efektivitas kerjasama di dalam organisasi (Gibson et al., 2006). b. Dimensi pertumbuhan pribadi Dimensi pertumbuhan pribadi (personal growth dimension) merupakan peluang dalam lingkungan untuk pertumbuhan dan pengembangan pribadi yang mengkaji aktualisasi diri dan peningkatan diri (Moos, 1994 dalamMaqsood 2011; Moos dalam Niven, 2000). Pertumbuhan pribadi seseorang merupakan suatu hal yang unik dimana seseorang yang mengalami pertumbuhan tersebut dapat merasakan pengembangan mereka dan melihat kemampuan mereka menjadi lebih besar. Beberapa pekerja menjadi tidak puas dengan pekerjaan mereka karena organisasi tidak memungkinkan atau mendorong pengembangan keterampilan (Gibson et al., 2006). 1) Otonomi

36

Otonomi (autonomy) adalah berapa banyak karyawan didorong untuk menjadi mandiri dan membuat keputusan sendiri (Moos, 1994 dalam Maqsood 2011). Otonomi adalah kebebasan, inisiatif dan kemandirian dalah hal pekerjaan secara penuh dalam melaksanakan aktifitas rutin (Curtis, 2007dalam Wuryanto, 2010). Otonomi adalah tingkat sampai mana suatu pekerjaan memberikan kebebasan, kemerdekaan serta keleluasaan yang substansial bagi individu dalam merencanakan pekerjaan dan menentukan prosedurprosedur yang akan digunakan untuk menjalankan pekerjaan tersebut (Robbins & Judge, 2015). 2) Orientasi tugas Orientasi tugas (task orientation) adalah derajat penekanan pada perencanaan yang baik, efisiensi, dan menyelesaikan pekerjaan (Moos, 1994 dalam Maqsood 2011). Perilaku yang berorientasi pada tugas diarahkan pada kinerja bawahan yang mencakup pemulaian pekerjaan, perorganisasian dan penetapan tenggang waktu dan standar. Pria cenderung berorientasi pada tugas karena maskulin sedangkan wanita lebih berorientasi pada orang karena feminin (Ivancevich et al., 2007). 3) Tekanan kerja Tekanan kerja (work pressure) adalah derajat tuntutan kerja yang tinggi dan tekanan waktu yang mendominasi lingkungan kerja (Moos, 1994 dalam Maqsood 2011). Kontributor utama tekanan

37

tempat kerja mencakup kepemimpinan yang buruk, komunikasi internal yang buruk, terlalu banyak pekerjaan dan kurangnya dukungan manajemen (Ivancevich et al., 2007). c. Dimensi sistem pertahanan dan perubahan Dimensi sistem pemeliharaan dan sistem perubahan (system maintenance and change dimension) merupakan sejauh mana lingkungan

kerja

tertib

dan

jelas

dalam

harapan-harapannya,

mempertahankan control dan tanggap terhadap perubahan (Moos, 1994 dalam Maqsood 2011). 1) Kontrol manajerial Kontrol manajerial (managerial control) adalah berapa banyak sistem manajemen menggunakan aturan dan prosedur untuk menjaga agar karyawan berada di bawah kontrol (Moos, 1994 dalam Maqsood 2011). Program dan kebijakan ketenagaan adalah kebijakan-kebijakan dan prsedur yang ditetapkan rumah sakit dan administrasi keperawatan yang berhubungan dengan ketenagaan di masa yang akan datang (Wuryanto, 2010). 2) Kejelasan Kejelasan (clarity) adalah sejauh mana karyawan mengerti tentang apa yang diharapkan dalam pekerjaannya dan bagaimana secara tegas aturan dan kebijakan yang dikomunikasikan (Moos, 1994 dalam Maqsood 2011). Komunikasi yang buruk merupakan salah satu penyebab utama tekanan bagi pekerja dimana apabila pekerja

38

merasa bahwa manajer telah mengkomunikasikan semua informasi berkenaan dengan pekerjaan mereka dalam organisasi dan pekerja tidak mempersepsikan bahwa mereka memiliki suara dalam hasil organisasi maka pekerja akan mempersepsikan bahwa prosedur pengambilan

keputusan

sebagai

tindakan

yang

tidak

adil(Ivancevich et al., 2007). 3) Inovasi Inovasi (innovation) menekankan pada variasi, perubahan, dan pendekatan baru (Moos, 1994 dalam Maqsood 2011). Inovasi didefinisikan

sebagai

ide

baru

yang

diaplikasikan

untuk

menginisiasi atau meningkatkan produk, proses atau pelayanan (Robbins, 1993 dalam Muchlas, 2005). Sikap inovatif akan mendorong seseorang untuk memikirkan cara menyelesaikan masalah (Gibson et al., 2006). 4) Kenyamanan fisik Kenyamanan Fisik (physical comfort) adalah sejauh mana lingkungan fisik berpengaruh terhadap kenyamanan lingkungan kerja (Moos, 1994 dalam Maqsood 2011). Terdapat beberapa gambaran tentang lingkungan rumah sakit yang langsung berhubungan

dengan

kenyamanan

fisik

yaitu

kebisingan,

penerangan, orgonimik dan bau-bauan (Niven, 2000). Lingkungan fisik lain yang dapat mempengaruhi pekerja adalah tersedianya peralatan kerja yang cukup memadai sesuai

39

dengan jenis pekerjaan masing-masing pegawai. Apabila fasilitas tersebut terpenuhi diharapkan para pegawai dapat berperilaku sesuai dengan perilaku yang dikehendaki organisasi yang pada akhirnya dapat memberikan dorongan untuk bekerja dengan semangat, disiplin dan loyalitas yang tinggi (Wursanto, 2005).

4.

Faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan kerja Menurut Bhagha(2010), faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan kerja adalah : a. Budaya organisasi Menurut Swans(1993) dalam Bhaga(2010) kumpulan dari keyakinan organisasi, norma-norma, nilai-nilai, filosofi dan tradisi. Para peneliti percaya bahwa budaya organisasi sebenarnya membentuk hubungan manusia dan interaksi b. Kepemimpinan Kepemimpinan perawat yang baik memungkinkan karyawan untuk bekerja secara efektif dan mencapai tujuan organisasi yang sama, dan mengidentifikasi pentingnya prilaku kepemimpinan yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktifitas dalam perawatan kesehatan. Chen (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa kualitas kepemimpinan keperawatan

yang baik

yang diterima oleh staf

keperawatan pada magnet hospital meningkatkan kepuasan kerja perawat dan dapat diterapkan pada tingkat indivdu.

40

c. Susunan kepegawaian dan beban kerja Peningkatan beban kerja dapat meningkatkan produktivitas dalam jangka pendek, tetapi juga dapat meningkatkan biaya dalam jangka panjang, stress dan penyakit di kalangan perawat yang menyebabkan rendahnya produktifitas dan buruknya penilaian. d. Pelatihan dan pengembangan Pelatihan dan pengembangan di organisasi kesehatan menjadi semakin penting untuk memberdayakan petugas kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan sistem kesehatan yang berubah dengan cepat. e. Keamanan tempat kerja Martino (2002) dalam Bhaga (2010) menyimpulkan bahwa tempat kerja yang tidak aman di sektor kesehatan ini ditandai dengan organisasi yang tidak efisien dan kondisi kerja yang buruk termasuk hari kerja dua belas jam, kerja yang intensif, hak untuk individu tidak tercukupi dan pekerjaan yang berlebihan. f. Perlengkapan dan persediaan Menurut Gheber et al(1998) dalam Bhaga (2010), kondisi kerja secara fisik meliputi ketersediaan fasilitas seperti peralatan, perlengkapan dan pakaian pelindung. 5.

Dampak Lingkungan Kerja Menurut Soecipto(2004), pengaruh atau dampak lingkungan kerja adalah : a. Kenyamanan karyawan

41

Kenyamanan dalam bekerja biasanya akan berdampak pada kualitas kerja seseorang. Oleh karena itu, ketika kenyamanan karyawan telah diterima dengan baik dalam arti lingkungan kerja mendukung, maka seseorang cenderung akan bertahan lama di perusahaan tersebut. b. Perilaku karyawan Perilaku karyawan adalah dimana orang-orang dalam lingkungan kerja dapat mengatualisasikan dirinya melalui sikap dalam bekerja. Sikap ini menentukan apa yang akan mereka lakukan di lingkungan tempat kerja mereka. Ketika lingkungan kerja nyaman, maka sikap dan prilaku karyawan akan baik. Sebaliknya, jika lingkungan kerja mereka kurang mendukung, maka prilaku karyawan akan cenderung berubah, ditandai dengan menurunnya kedisiplinan, tanggung jawab yang rendah dan meningkatnya absesnsi. c.

Kinerja karyawan Jika kondisi karyawan terjamin, maka akan berdampak pada naiknya kinerja karyawan secara berkelanjutan.

d.

Tingkat stress karyawan Lingkungan kerja yang kondusif akan berpengaruh pada tingkat stress karyawan.

42

C. Kerangka Teori Dalam penelitian ini teori kepuasan yang dipakai menurut Teori menurut Higiene-motivator dari Frederick Herzberg. Berdasarkan teori tersebut judul penelitian “ Hubungan antara Lingkungan Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana” sebagai berikut : Faktor Ekstrisik  

Gaji Keamanan kerja



Lingkungan kerja

 

Status Kebijakan perusahaan Mutu dari teknik pengawasan Interaksi antar personal

 

Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Faktor instrinsik     



Pengakuan Tanggung jawab Prestasi Pekerjaan Adanya kemungkinan berkembang Kemajuan

Skema 2.1 Kerangka teori penelitian (Sumber ; Teori Frederick Herzberg,1996)

43

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study untuk melihat hubungan antara lingkungan kerja dengan kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap RSUD Solok. Penelitian analitik adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara variabel (Nursalam,2003) dan cross sectional berarti pengukuran variabel dependen maupun independen dilaksanakan satu kali pada satu saat(Arikunto,2006). Variabel Independen adalah Lingkungan kerja perawat dan variabel Dependen adalah Kepuasan Kerja perawat.

B. Tempat dan Waktu Peneltian Penelitian ini dilakukan di seluruh Ruang rawat inap RSUD Solok pada tanggal 21 sampai 27 Agustus 2016.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap RSUD Solok berjumlah 104 perawat pelaksana.

44

2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi, yang diambil dari keseluruhan objek

yang

akan

diteliti

populasi(Notoatmodjo,2012).

dan

dianggap

mewakili

Cara

pengambilan

seluruh

sampel

pada

penelitian ini dilakukan pada perawat rawat inap RSUD Solok dengan menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2012). n

3.

N 1  N (d 2 )

n = Besar sampel N = Besar Populasi d2 = Tingkat kepercayaan atau ketetapan yang diinginkan N

𝑛 = 1+N(d2 )

104

= 1+104 (0,12 )

n=

104 1 + 104(0,01)

n=

104 2,04

n = 50,9= 51 Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 51 orang. Agar sampel yang diambil tidak menyimpang dari karakteristik yang diinginkan dalam penelitian ini, maka perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah: a. Kriteria inklusi 1.

Perawat pelaksana yang bertugas di rawat inap

45

2.

Perawat yang bersedia menjadi responden

b. Kriteria ekslusi 1.

Tidak sedang cuti lebih dari satu bulan

2.

Tidak sedang tugas belajar atau mengikuti tugas belajar yang meninggalkan rumah sakit

Sampel ini berjumlah 51 perawat dari seluruh perawat yang berjumlah 104. Teknik pengambilan sampel adalah proposional randam sampling dimana pengambilan sampel secara acak. Tabel 1 Tabel distribusi perawat di ruangan rawat inap RSUD Solok No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Ruangan Jumlah Perawat VIP 12 Z.Jatung 9 Z.Neurologi 12 Z.Int Pria 12 Z.Int Wanita 13 Z.Paru 11 Z.Anak 11 Z.Perinatologi 11 Z.Bedah 13 Total 104 (Sumber : Profil RSUD Solok 2016)

Jumlah sampel 12/104*51= 6 9/104*51 = 4 12/104*51 = 6 12/104*51 = 6 13/104*51 = 6 11/104*51 = 5 11/104*51 = 5 11/104*51 = 5 13/104*51 = 7 51

D. Etika Penelitian Menurut Hidayat (2013), etika penelitian adalah sebagai berikut: 1. Informed Consent Pemberian informed consent kepada responden sebelum peneliti menjelaskan maksud dari penelitian. Setelah responden mengerti maksud

46

dan tujuan penelitian, maka responden diminta untuk menandatangani informed consent. 2. Anonim (Tanpa Nama) Untuk menjaga kerahasiaan responden, maka dalam lembar pengumpulan data peneliti tidak mencatumkan nama tetapi diberi kode atau inisial seperti Ny. R, ini berguna untuk menjaga privacy responden. 3. Kerahasiaan (Confidentiality) Menjaga informasi dan tidak menyebarluaskan biodata responden yang nantinya

merugikan

responden.

Peneliti

tidak

dibenarkan

untuk

menyampaikan kepada orang lain tentang apa pun yang diketahui oleh peneliti.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer Data ini diperoleh melalui pembagian kuesioner mengenai hal-hal yang berperan

dalam

pendokumentasian

asuhan

keperawatan

terhadap

pengetahuan, sarana, pendidikan dan masa kerja. Alat untuk penilaian ini adalah kuesioner yang terdiri dari pertanyaan yang merupakan variabel independen yang diisi langsung oleh responden. 2. Data Sekunder Data ini diperoleh melalui pengamatan terhadap status klien untuk melihat dokumentasi asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat dengan

47

menggunakan check list yang merupakan variabel dependen serta datadata yang tersedia di RSUD Solok. 3. Adapun langkah-langkah pengumpulan data adalah : a. Meminta izin kepada pihak bagian akademik yang ditujukan kepada Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Solok untuk mendapatkan surat rekomendasi b. Setelah mendapatkan surat rekomendasi dari Kesbangpol kemudian diberikan kepada Direktur RSUD Solok c. Direktur RSUD Solok melalui Kabag Tata Usaha RSUD Solok memberikan izin pada peneliti untuk melakukan penelitian d. Melakukan penelitian di Ruang Rawat Inap RSUD Solok e. Sebelumnya peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian dan tujuan penelitian pada responden f. Penjelasan informen consent, setelah pemahaman tentang tujuan penelitian responden diminta untuk menandatangani informend consent tersebut g. Meminta kepada responden untuk bertanya jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti oleh responden

F. Teknik Pengolahan Data Data yang terkumpul pada penelitian ini diolah melalui proses komputerisasi. Menurut Notoatmodjo (2012), dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya :

48

1.

Memeriksa Data (Editing) Setelah 5 kuesioner terkumpul, kemudian peneliti memeriksa kembali isian kuesioner dan semua kuesioner telah lengkap terisi.

2.

Mengkode Data (Coding) Selanjutnya peneliti memberi kode pada setiap jawaban variabel penelitian. Kuesioner berisi tentang data primer lingkungan kerja. Kuesioner menggali persepsi perawat atas lingkungan kerjanya dikategorikan baik diberi skor 1 dan kurang baik diberi skor 0. Untuk kepuasan kerja perawat dikategorikan puas diberi skor 1 dan tidak puas diberi skor 0.

3.

Memasukan Data (Entry) Setelah semua data diberi kode, kemudian peneliti memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam komputer.

4.

Mentabulasikan Data (Tabulating) Kemudian peneliti mengklasifikasikan kedalam beberapa kelompok menurut alternatif jawaban responden.

5.

Membersihkan Data (Cleaning) Setelah data diolah lalu dicek atau diperiksa kembali guna memastikan tidak ada lagi kesalahan yang terjadi pada data tersebut.

49

G. Analisa Data 1.

Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan/mendeskripsikan karakteristik setiap variabel peneliti. Analisis univariat di lakukan dengan cara mencari distribusi frekuensi setiap variabel penelitian untuk mengetahui proporsi/gambaran dari variabel independen dan variabel dependen.

2.

Analisis Bivariat Analisis bivariat di lakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut di gunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 0,05, jika p < 0,05 berarti ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Bila p > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen.

H. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2013). Dasar penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

50

Variabel Independen Lingkungan Kerja

Variabel Dependen Kepuasan KerjaPerawat pelaksana

I. Hipotesa Penelitian Ha : Terdapat hubungan antara Lingkungan kerja dengan kepuasan kerja perawat. J. Definisi Operasional N o 1

2

Variabel Definisi Operasional Alat ukur Cara Penelitian ukur Dependen Kepuasan Sikap emosional kuesioner Angket kerja perawat perawat yang menyenangi pekerjaannya atau tidak menyenangi pekerjaannya yang dilihat dari : faktor intrinsik dan ekstrinsik.(Sri Budi,2005 dan Frederick Herzberg,1996) Independen Penilaian perawat Lingkungan Kuesioner Angket terhadap tiga dimensi kerja (dimensi hubungan, dimensi pertumbuhan,dimensi sistem pertahanan dan perubahan)yang berada disekitar tempat perawat bekerja. (Masqood,2011)

Hasil ukur

Skala

1 = Puas bila Ordinal nilai ≥ mean / median 0= Tidak puas bila nilai < mean / median

Ordinal 1 = Baik (nilai ≥ mean / median) 0 = Kurang baik (nilai < mean / median)

51

Lampiran 1 PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth : Calon Responden di Rawat Inap RSUD Solok Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama

: Laura Kasuma Jaya

NIM

: 1502064

Alamat

: Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes SYEDZA SAINTIKA Padang

Menyatakan bahwa akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Lingkungan Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rawat Inap RSUD Solok Tahun 2016”. Untuk itu saya meminta kesediaan Ibu/bapak teman sejawat untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Penelitian ini semata-mata bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan, tidak akan menimbulkan kerugian bagi Ibu/bapak, kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Apabila Ibu/bapak menyetujui, maka dengan ini saya mohon kesediaan untuk menanda tangani lembaran persetujuan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan.

52

Atas perhatian Ibu/bapak sebagai responden, saya ucapkan terima kasih. Solok,

Juni 2016

Peneliti

( Laura Kasuma Jaya)

53

Lampiran 2 FORMAT PERSETUJUAN (INFORM CONSENT) Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama

:

Umur

:

Alamat

:

Setelah membaca penjelasan lembaran pertama dan saya mengerti, bahwa penelitian ini tidak berakibat buruk pada saya serta identitas dan informasi yang saya berikan dijaga kerahasiaannya dan betul-betul hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Maka saya menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian yang akan dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES SYEDZA SAINTIKA Padang dengan judul “Hubungan Lingkungan Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rawat Inap RSUD Solok Tahun 2016”. Untuk bermanfaatnya penelitian ini, saya berjanji akan memberikan jawaban yang sebenarnya.

Solok, Juli 2016

(

)

54

Lampiran 3

KISI-KISI KUESIONER

Jumlah Variabel

Tujuan

No. Item Item

Kepuasan perawat

Lingkungan kerja

kerja Untuk Mengetahui tingkat kepuasan perawat

15

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10, 11,12,13,14,15

15

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10, 11,12,13,14,15

55

Lampiran 4

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN LINGKUNGAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RAWAT INAP RSUD SOLOK TAHUN 2016

No.Responden

A. Identitas Responden 1. Ruangan 2. Inisial Responden 3. Umur 4. Pendidikan 5. Status kepegawaian 6. Lama kerja 7. Jenis kelamin

: : : : : : :

B. Lingkungan Kerja Petunjuk pengisian : 1. Mohon bantuan dan kesediaan sejawat untuk mengisi seluruh pertanyaan yang ada. 2. Berilah tanda cheklist (√) pada kolom yang sejawat pilih sesuai dengan keadaan sebenarnya dengan alternatif jawaban sebagai berikut : 1. Sangat tidak baik, apabila pernyataan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan pendapat atau kondisi yang dialami. 2. Tidak baik, apabila pernyataan tersebut tidak tidak sesuai dengan pendapat atau kondisi yang dialami. 3. Kurang baik, apabila pernyataan tersebut kurang sesuai dengan pendapat atau kondisi yang dialami. 4. Baik , apabila pernytaan tersebut sesuai dengan pendapat atau kondisi yang dialami. 5. Sangat baik, apabila pernytaan tersebut sangat sesuai dengan pendapat atau kondisi yang dialami.

56

No

Pernyataan

1

Selalu dilibatkan dalam segala hal menyangkut kemajuan ruangan. Seluruh perawat diruangan memiliki kekompakan Pimpinan memiliki strategi perencanaan keperawatan Penerapan standar asuhan keperawatan diruangan Perawat selalu menyelesaikan dokumentasi asuhan keperawatan tepat waktu Pimpinan saya selalu menuntut untuk menyelesaikan semua pekerjaan diruangan sendiri. Perhatian pimpinan terhadap hasil pekerjaan staf diruangan. Pimpinan selalu mengkomunikasikan kebijakan-kebijakan yang baru diruangan Pimpinan menjamin setiap anggota staf keperawatan memiliki kesempatan pengembangan seperti pelatihan.

2 3

4 5

6

7

8

9

Sangat Tidak baik

Tidak Kurang Baik Baik

Baik

Sangat Baik

57

10

Peralatan yang tersedia selalu dalam keadaan baik untuk digunakan

11

Tidak pernah kekurangan bahan habis pakai untuk melayani pasien

12

Pimpinan tidak pernah mencela kekurangan stafnya dalam bekerja.

13

Sentuhan perhatian dari manajemen keperawatan yang ada membuat suasana kerja lebih menyenangkan

14

Dalam melaksanakan tugas diharuskan mengikuti petunjuk keselamatan kerja yang ada demi menjaga keselamatan kerja

15

Ketatnya aturan kerja yang harus dipatuhi

58

C. Kepuasan Kerja Petunjuk pengisian : a. Mohon bantuan dan kesediaan sejawat untuk mengisi seluruh pertanyaan yang ada. b. Berilah tanda cheklist (√) pada kolom yang sejawat pilih sesuai dengan keadaan sebenarnya dengan alternatif jawaban sebagai berikut : 1. Sangat Tidak Puas, apabila perntayaan tersebut sama sekali tidak sesuai dengan pendapat atau kondisi yang dialami. 2. Tidak Puas, apabila pernyataan tersebut tidak sesuai dengan pendapat atau kondisi yang dialami. 3. Kurang Puas, apabila pernyataan tersebut kurang sesuai dengan pendapat atau kondisi yang dialami. 4. Puas , apabila pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat atau kondisi yang dialami. 5. Sangat Puas, apablia pernyataan tersebut sangat sesuai dengan kondisi yang dialami.

No

Pernyataan

1

Kesesuaian insentif/jasa yang saya terima dibandingan dengan beban kerja diruangan

2

Kemampuan dalam bekerja sama antar karyawan diruangan saya Tersedianya peralatan dan perlengkapan yang mendukung pekerjaan diruangan Kebebasan melakukan metode sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan Perencanaan yang sudah jelas dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien

3

4

5

Sangat Tidak Puas

Tidak Puas

Kuran g Puas

Pua s

Sangat Puas

59

6

Perhatian institusi rumah sakit terhadap anda

7

Hubungan antara teman seprofesi dalam bekerja

8

Sudah tersedia prosedur / aturan/ protap yang mudah dalam melaksanakan pekerjaan diruangan anda.

9

Sikap atasan dalam menegur apabila saya melakukan kesalahan Sikap teman-teman seprofesi anda dalam mengatasi keluhan pasien

10

11

Sistem pengawasan asuhan keperawatan yang dilakukan pihak manajemen

12

Kesempatan untuk meningkatkan kemampuan kerja melalui pelatihan atau pendidikan lanjutan Kesempatan untuk mendapatkan posisi yang lebih tinggi

13

14

15

16

kemampuan supervisi /pengawas dalam membuat keputusan Kemampuan dalam menggunakan waktu bekerja dengan penugasan yang diberikan Perlakuan atasan selama anda bekerja disini

60

Related Documents

Bab Skripsi
August 2019 54
Is Iiiiii
August 2019 42
Laura
November 2019 42
Laura
May 2020 27
Laura
June 2020 36

More Documents from ""

Kerangka Teoritis.xls
November 2019 28
Bab I,ii,iii.doc
December 2019 33
Dokumentasi New.doc
November 2019 39
Doraemon Tipah.docx
November 2019 29
Bab Vi.docx
December 2019 26