Seni Dan Budaya Boyolali.docx

  • Uploaded by: FianKeciellNak'sMetalcore
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Seni Dan Budaya Boyolali.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,211
  • Pages: 5
SENI DAN BUDAYA BOYOLALI SEDEKAH GUNUNG

Ribuan warga Desa Lencoh, Kecamatan Selo tepatnya Warga Lereng Gunung Merapi melakukan upacara tradisi prosesi Sedekah Gunung dengan melarungkan kepada kerbau ke puncak Gunung Merapi. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka menyambut Tahun Baru 1440 Hijriyah atau malam 1 Suro ( kalender Jawa ). Acara tradisi ini tersebut merupakan puncak dari berbagai rangkaian yang digelar sejak Senin siang yang dimulai dengan prosesi Kirab Sesaji dan arak kerbau dan finish di Joglo 1 Kawasan Wisata Selo yang juga disuguhkan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Menurut Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Boyolali, Wiwis Trisiwi Handayani, kegiatan kearifan lokal tersebut sebagai salah satu wujud permohonan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon perlindungan dan keselamatan warga yang tinggal di lereng Gunung Merapi dan Upacara tradisi ritual masyarakat Selo rutin dilaksanakan setiap

tahun, dengan wujud sedekah dan sesaji kepala kerbau di puncak Gunung Merapi. Kegiatan Sedekah Gunung ini sebagai salah satu upacara tradisi masyarakat lokal, dengan harapan Tuhan Yang Maha Esa memberikan perlindungan dan keselamatan kepada Warga Selo khususnya dan Boyolali pada umumnya. Harapan dari kegiatan ini menjadi destinasi wisata di Boyolali yang mampu menjadi daya tarik wisatawan baik do mestik maupun mancanegara. Sementara itu, Wakil Bupati Boyolali M Said Hidayat merasa bangga dan mengapresiasi agenda resmi Pemkab Boyolali itu. Masyarakat terlihat kerukunan dan kebersamaan dari pelaksanaan kegiatan pelestarian adat budaya lokal itu. “Kegiatan ini, dapat merekatkan hubungan antara warga dan pemerintah. Mereka berkumpul menjadi satu melestarikan budaya yang harus dijaga terutama masyarakat Selo,” katanya.Pada puncak prosesi upacara Sedekah Gunung Merapi ini, dilakukan pelarungan kepala kerbau di kawah puncak gunung. Menurut kepercayaan warga setempat, kegiatan itu menunjukkan rasa syukur atas hubungan baik manusia dengan alam sekitar terutama Gunung Merapi yang menjadi keberkahan bagi warga sekitar. Sebaran Apem, Pengging

Berada 10 km di Timur pusat Kota Boyolali, ada upacara ritual unik yang hingga kini masih dilakukan oleh warga kawasan wisata Pengging. Riuh keramaian warga dari berbagai daerah, datang berbondongbondong untuk ikut berebut sebaran kue apem yang dipercaya membawa berkah. Diikuti juga dengan acara kirab budaya yang diadakan sebelum acara sebaran kue apem. Begitulah kiranya gambaran singkat tentang tradisi Gunungan Sebar Apem Kukus Keong Mas. Tradisi tersebut diawali dengan pemanjatan do’a terlebih dahulu kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemudian dilanjutkan kirab budaya dari halaman Kantor Kecamatan Banyudono menuju halaman Masjid Ciptomulyo. Prosesi kirab ritual tersebut diiringi tiga ekor kerbau keturunan kerbau bule Kiai Slamet, kemudian dibelakangnya para tokoh masyarakat dan tamu undangan termasuk Wakil Bupati Boyolali. Disusul dua gunungan keong mas, yang dikawal barisan prajurit keraton, sejumlah seni budaya lokal, dan terakhir paguyuban Tari Reog desa setempat. Kemudian dibawa ke panggung setinggi sekitar tiga meter untuk disebarkan kepada ribuan warga yang sudah lama menunggu. Begitu apem mulai disebar,

pengunjung yang sudah menyemut di bawah panggung berebut apem. Bahkan ada pula yang menggunakan payung yang dibalik untuk menangkap apem. Sejarahnya ritual ini dulu terjadi karena “pagebluk” atau wabah hama tanaman padi. Dahulu pada saat terjadi wabah hama tanaman, para petani setempat tidak ada yang memanen padi. Namun seorang pujangga pada zaman Paku Buwono IV Keraton Kasunanan Surakarta, yakni Raden Ngabei Yosodipuro melakukan ritual dengan melepas keong mas di persawahan. Dengan disebarkan keong mas tersebut, wabah hama tanaman dapat diatasi dan warga kemudian berhasil memanen tanaman padinya. Dari hal tersebut kemudian dilakukan syukuran dengan menyebarkan apem keong mas tanda kemakmuran warga sekitar. Beberapa warga ada yang menyebut ritual ini dengan istilah “Saparan”, karena ritual ini biasa dilakukan saat bulan Sapar (Kalender Jawa). Hal tersebut dilakukan sebagai wujud rasa syukur warga atas kelimpahan rezeki dan hasil pertanian dari Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi ini juga menjadi ajang silaturahmi dan bertemu antar masyarakat di ruang dan waktu yang sama.

Tari Topeng Ireng

Tari topeng ireng atau reog topeng ireng ini merupakan sebuah tarian rakyat yang berkembang di lereng gunung merapi dan merbabu, khususnya di daerah kecamatan Selo kabupaten Boyolali. Karena tarian ini menggambarkan tradisi kehidupan masyarakat lereng gunung yang sangat akrab dengan alam. Tarian topeng ireng ini memiliki ciri khas yang sedikit berbeda dibandingkan dengan tarian lainnya, karena tarian ini memakai kerincingan yang dipakai/diikatkan pada kaki kanan dan kiri penarinya. Sehingga, kerincingan itu akan berbunyi saat penarinya melakukan gerakan. Bahkan bukan sebatas itu saja, penari pada tarian ini juga menggunakan topi yang dipakai di atas kepala sang penari dan topinya itu berliuk-liuk saat penari melakukan gerakan. Kebih tepatnya sih, para penari topeng ireng mengenakan pakaian yang mirip dengan orang Indian di Amerika. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti tentang sejarah topeng ireng. Topeng ireng sendiri bermakna toto lempeng irama kenceng. Toto lempeng, toto dalam bahasa Jawa artinya tata atau susunan, sedangkan lempeng dalam bahasa Jawanya adalah lurus. Sehingga bisa disimpulkan, toto lempeng berarti kesenian topeng ireng ini memiliki pola lantai yang kebanyakan memakai pola lurus. Sementara iromo kenceng, iroma dalam bahasa Jawa artinya irama dan kenceng dalam bahasa Jawa artinya cepat. Jadi bisa disimpulkan, iromo kenceng adalah irama yang cepat. Dan secara keseluruhan bisa disimpulkan bahwa topeng ireng ini adalah tarian yang memiliki pola lurus dengan irama yang cepat.

Di Boyolali sendiri, ada beberapa paguyuban kesenian topeng ireng. Seperti paguyuban Tarubatang (berkembang di daerah Tarubatang, Selo). Paguyuban ini adalah paguyuban yang paling besar dan terkenal di Boyolali. Penari Topeng Ireng mengenakan pakaian mirip orang Indian di Amerika dengan kedua kakinya di pasangi puluhan kelintingan , yang dimana kalau penarinya bergerak dan menari akan menimbulkan suara yang bergemerincing dan tarian ini mengenakan topi seperti orang Indian , pakaian bawah seperti suku pedalaman Kalimantan , diiringi tabuhan gamelan , truntung , jedor dan rebana. Kesenian ini menggambarkan tentang kehidupan orang orang pedalaman lereng gunung Merapi dan Merbabu dengan tradisi hidup akrab dengan alam. Kesenian Dayakan atau Topeng Ireng banyak berkembang di tengah-tengah masyarakat pedesaan lereng gunung Merapi dan Merbabu pada tahun 1950 an..Orde Baru waktu itu Bp Haji Mohammad Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia , kira kira pada tahun 1995 kata-kata Dayakan sendiri dikhawatirkan mengandung unsur SARA , maka kesenian ini di ubah dari Dayakan menjadi kesenian Topeng Ireng atau Topeng Hitam , sejak tahun 2005. Topeng Ireng mulai di populerkan lagi. Tarian ini sedang mendapat tempat di hati masyarakat akhir-akhir ini. Kesenian ini erat kaitannya dengan sejarah JOKO TARUBKesenian Topeng Ireng sering digunakan dalam acara Nyadran , Mertri desa , karnaval acaraacara skala nasional seperti hari ulang tahun Republik Indonesia , Sumpah Pemuda , orang yang mengadakan hajatan , dan lain lain.

Turonggo Seto

Kesenian Tari Tradisional Khas Masyarakat Lereng Gunung Merapi & Merbabu Turonggo Seto berasal dari kata Turonggo dan kata Seto. Turonggo berarti kuda dan Seto adalah putih, jadi kedua makna tersebut mempunyai arti kuda putih. Turonggo Seto merupakan tari tradisional yang hidup dan berkembang di sebuah desa. Tepatnya di antara lereng gunung Merapi dan Merbabu dengan nuansa pedesaan yang masih alami. Wilayah ini merupakan daerah yang memiliki udara dingin dan sangat sejuk yaitu Desa Selo. Nama Desa Selo menurut penuturan penduduk setempat merupakan arti dari selo selaning gunung Merapi dan Merbabu yang terletak diantara dua kaki gunung yaitu Merapi dan Merbabu, tepatnya diujung barat Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah. Tarian ini mengisahkan tentang semangat nan gigih para Prajurit Pangeran Diponegoro yang dengan gagah berani berperang melawan pasukan Belanda supaya meninggalkan jejaknya dari wilayah Selo.

Prajurit Turonggo Seto sangat gigih berlatih berperang sampai saat maju ke medan laga. Prajurit Diponegoro dengan menunggang kuda putih yang begitu kekar, bersih dan tampan

Related Documents

Seni Budaya
November 2019 59
Seni Budaya
June 2020 39
Seni Budaya
June 2020 41