SEJARAH KETUPAT
Ketupat pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga kepada masyarakat Jawa. Beliau membudayakan sebuah tradisi, yaitu setelah Lebaran masyarakat setempat menganyam ketupat dengan daun kelapa muda lalu diisi dengan beras. Namun, masyarakat nusantara sudah akrab dengan hidangan yang bernama ketupat atau tipat sebelum asimilasi Agama Hindu. Di Pulau Bali, tipat dipersembahkan sebagai sesajian upacara. Mereka menggabungkan antara agama Hindu dan budaya Jawa. Daun kulit kelapa yang masih muda dibentuk beraneka ragam yang melambangkan simbol ritual acara sembahyangan yang memiliki makna filosofis mendalam untuk jagad mikrokosmik dan makrokosmik. Menurut H.J. de Graaf dalam Malay Annual, ketupat merupakan simbol perayaan hari raya Islam pada masa pemerintahan Demak yang dipimpin Raden Patah awal abad ke-15.De Graaf menduga kulit ketupat yang terbuat dari janur berfungsi untuk menunjukkan identitas budaya pesisiran yang ditumbuhi banyak pohon kelapa.Warna kuning pada janur dimaknai oleh de Graff sebagai upaya masyarakat pesisir Jawa untuk membedakan warna hijau dari Timur Tengah dan merah dari Asia Timur. Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat sebagai simbol yang sebelumnya sudah dikenal masyarakat dalam perayaan lebaran ketupat. Lebaran ketupat diangkat dari tradisi pemujaan Dewi Sri, dewi pertanian dan kesuburan, pelindung kelahiran dan kehidupan, kekayaan dan kemakmuran. Beliau dewi tertinggi bagi masyarakat agraris dan dimuliakan sejak masa kerajaan kuno seperti Majapahit dan Pajajaran. Seiring berjalannya waktu, terjadi desakralisasi dan demitologisasi. Dewi Sri tak lagi dipuja sebagai dewa padi atau kesuburan, tapi hanya dijadikan lambang yang direpresentasikan dalam bentuk ketupat yang bermakna ucapan syukur kepada Tuhan. Dewi Sri tetap dihormati dan dimuliakan oleh masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali, contohnya upacara slametan atau syukuran panen di Jawa menggunakan ketupat. Dalam upacara ritual semacam itu, ketupat menjadi bagian dari sesaji. Hal yang sama juga terjadi dalam upacara adat di Bali. MAKNA KETUPAT 1. Anyaman ketupat dari janur sebagai bungkus beras, mencerminkan kesalahan manusia 2. Warna putih ketupat ketika dibelah melambangkan kebersihan 3. Butiran beras yang dibungkus dalam janur merupakan simbol kebersamaan dan kemakmuran
MACAM-MACAM TIPAT 1. Tipat Dampulan, tipat yang biasanya dihaturkan sebagai sesaji saat rahina Kajeng Kliwon yang datangnya setiap 15 hari sekali. 2. Tipat Nasi/Kelanan, dipergunakan untuk Banten Sodan, Banten Pekeling. 3. Tipat Sirikan, dipergunakan untuk kematian (orang meninggal) dan untuk upacara perkawinan (pawiwahan). 4. Tipat Pusuh, biasanya digunakan dalam sebuah upacara pembersihan yang di taruh di dalam lis dan yang paling unik dari ketupat ini adalah ada tradisi sebagai obat yaitu, obat mata kelilipan. 5. Tipat Gong, digunakan ketika gong mau ditabuh bersama seperangkat gambelannya. Tipat ini juga berfungsi untuk sesaji saat mepinunas (memohon). 6. Tipat Sari, biasanya dihaturkan pada saat Soma Ribek yaitu dua hari setelah hari Saraswati. 7. Tipat Taluh, digunakan sebagai tempat telur pada Banten Daksina.
TIPAT DAMPULAN Tipat dampulan dilambangkan dengan kura-kura atau penyu bertelur. Pada umumnya penyu bertelur didarat, setelah dia menggali lubang di pasir, ditetaskanlah telur-telurnya. Selanjutnya pasir kembali di uruk oleh sang kura-kura, kemudian ditinggalkannnya kembali ke laut. Setelah tiba waktunya, menetaslah telur penyu itu tanpa di tunggui atau dierami oleh induknya.Setelah menetas anak penyu tersebut lari kesana-kemari, mencari makan sendiri. Baik di darat maupun di laut, berjuang sendiri mengatasi segala rintangan hidupnya.Setelah dewasa dia kembali ke laut dan berusaha mencari induknya.
Fungsi dari menghaturkan tipat dampulan adalah mengingatkan kepada umat manusia bahwa jiwa seseorang yang digodok dengan berbagai pengalaman hidup akan mematangkan jiwanya. Kematangan jiwa ini disimbolkan dengan sifat-sifat kedewasaan. Apa yang dialaminya selama ini, diterimanya dengan lapang dada. Meskipun dia mengalami kesengsaraan di dunia, namun kehidupan itu dilakoninya dengan sewajarnya. Dia percaya akan adanya proses tumimbal lahir dan pahala baik dan buruk (subha dan ashuba karma). Dia tidak menyalahkan nasib atau takdirnya, karena dia yakin bahwa itu adalah akibat dari perbuatannya di masa lalu. Justru pada masa kini, dia mempunyai kesempatan untuk memperbaiki dirinya menuju arah arah kehidupan yang lebih baik. Dia hidup sewajarnya
sambil berusaha untuk menimba ilmu pengetahuan rohani, sehingga bisa bersatu kembali keasalnya. Ada 2 jenis Tipat Dampulan yaitu 1. Mempergunakan 2 batang janur yang lidinya masih ada pada pangkalnya sepanjang ± 5 cm. 2. Mempergunakan 1 batang janur dibelah dua tanpa lidi. Tipat ini biasanya dihaturkan pada waktu kajeng kliwon yang datangnya setiap 15 hari sekali.