Runtuhnya Jembatan Mandastana, Kalimantan Selatan Tepat pada 17 agustus 2017 sebagian orang merayakan hari kemerdekaan yang ke 72 untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah tiada. Namun, ada satu peristiwa dimana hari yang katanya merdeka tapi untuk desa Bangkit Baru, Kecamatan Mandastana Botala dan desa Tanipah mereka tidak merasakan kemerdekaan, dikarenakan jembatan yang baru saja dibangun mengalami runtuh.
Sumber gambar : www.banjarmasin.tribunnews.com
Jembatan dengan panjang 100 meter di bangun pada tahun 2015 dan selesai pada tahun 2016 dengan menggunakan APBD sekitar 17 Miliar, untuk menghindari terisolasinya warga. Di kutip dari kompas.com “ Ambruknya Jembatan Mandastana di Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito terjadi pada jam 11.20, dan tidak ada korban jiwa karena tidak ada lalu lintas yang lewat ketika terjadinya bencana tersebut. Runtuhnya jembatan mandastana membuat warga sekitar menjadi terisolasi karena akses untuk ke kota atau ke desa tetangga hanya mengandalkan jembatan tersebut, para siswa dan guru pun terlambat ke sekolah. Warga sangat menyayangkan kejadian ini, pasalnya jembatan Tanipah baru selesai dibangun setahun yang lalu. Penyebab runtuhnya ambruknya jembatan Tanipah ini karena tiang pancang utama yang menopang bagian tengah jembatan ambles ke dalam sungai, sehingga bagian tengah lantai jembatan menjadi ambruk.
Sumber gambar : www.kompas.com Perahu Polietilena Sebagai Alternatif untuk Warga Menyebarang
Pihak Badan Penanggulangan Bencan Daerah (BPBD) menyiapkan perahu polietilena sebanyak 4 buah untuk membantu warga menyebrang, namun warga juga masih kecewa karena perahu tidak dapat menyebrangkan kendaraan mereka terlebih warga sekitar sangat mengandalkan kendaraan motor untuk menunjang aktifitas mereka. Pihak kepolisian pun terus melakukan pengecekan untuk memastikan kembali penyebab terjadinya bencana tersebut dan akan menanyakan kepada kontraktor yang terkait akan pembangunan jembatan tersebut. Dengan kejadian ini maka kondisi jembatan harus diperhatikan sebelum dioperasikan. Maka dari itu, setiap jembatan harus diadakan uji kelayakan terlebih dahulu ketika selesai dibangun. Salah satu jenis pengujian jembatan yang harus dilakukan adalah load test (uji Beban). Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui tingkat ketahanan jembatan terhadap beban yang diterima dari atas jembatan.
Dampak dari runtuhnya jembatan mandastana ini, terdapat beberapa desa saat ini terisolasi dalam menjalankan roda perekonomian karena Jembatan Mandasta runtuh hingga dilakukan perbaikan pada jembatan. Kegiatan proses belajar mengajar di daerah sekitar jembatan mandastana jadi terhambat.Terdapat empat desa yang terisolasi akibatnya runtuhnya Jembatan Mandastana tersebut, yakni Desa Tanipah, Desa Sungai Ramania, Desa Tatah Alayung, dan Desa Antasan Segera. Selain itu aktivitas pasar di sekitar Jembatan Mandastana juga tersendat karena mobil angkutan barang tak bisa masuk ke pasar. Lebih lanjut, penjualan hasil pertanian dari empat desa juga menjadi rendah karena ada beban ongkos angkut. Banyak sekali dampak negatif yang dialami warga di empat dewasa karena runtuhnya Jembatan Mandastana. Runtuhnya Jembatan Mandastana yang membentang di Sungai Alalak sepanjang 100 meter dan menjadi penghubung empat desa yakni Desa Tanipah, Desa Sungai Antasan Sagara, Desa Tatak Layung dan Desa Sungai Ramania, yang dibangun menggunakan dana segede Rp 17,4 miliar, benar-benar menjadi perhatian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR). Surat jawaban dari Menteri PUPR, M Basuki Hadimuljono kepada Bupati Batola di Marabahan atas suratnya bernomor 601/143/Umum/2017, tanggal 25 Agustus 2017, mengenai laporan hasil akhir Tim Penilai Ahli Kegagalan Jembatan Tanipah (Mandastana) di Kabupaten Batola, Provinsi Kalsel. Dalam surat bernomor PR.02.02-Mn/2017, tertanggal 4 Januari 2018 yang dibuat di Jakarta, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengungkapkan dari hasil Tim Penilai Ahli Kegagalan Bangunan Jembatan Tanipah (Mandastana) telah ditemukan lima poin penting. Kendati begitu, Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Kalsel Subhan Syarief menilai, surat Menteri PUPR itu tidak menetapkan siapa yang bertanggung jawab? Seharusnya ada tercantum tanggung jawab dalam kegagalan bangunan, di dalam isi surat. Pada pasal 61 ayat 2 poin d UU No 2/2017 tentang Jasa Konstruksi maka penilai ahli harus menetapkan atas kegagalan bangunan.
Jika dilihat UU No 2/2017, kesalahan bisa pada penyedia jasa, maka penyedia jasa harus mengembalikan kepada kondisi direncanakan sampai bisa difungsikan. Sesuai dengan asas UU Jasa Konstruksi adalah asas dimanfaatkan karena menyangkut kepentingan publik. Penilai ahli dalam rekomendasi kepada Menteri PURP antara lain harus menetapkan siapa yang bertanggung jawab. Sementara surat menteri tidak menegaskan siapa yang bertanggung jawab, sehingga bentuk sanksi hukum belum jelas dan tegas. Bentuk penerapan sanksi hukum menjadi tidak bisa dipertegas, apakah pidana, atau sanksi administratif (perdata) Jika UU No 2/2017 maka sanksi diutamakan sanksi keperdataan dengan mengganti rugi terhadap kegagalan bangunan tersebut. Dengan kata lain dibangun ulang, sampai dipergunakan lagi dengan aman sesuai standar yang ditentukan. Kenapa dilakukan, karena inti UU No 2/2017 mengutamakan kemanfaatan bagi kepentingan publik. Pada kasus ini Ditreskrimsus Polda Kalsel telah menetapkan Direktur PT Citra Bakumpai Abadi (CBA) Rusman Adji selaku kontraktor serta Yudi Ismani selaku konsultan pengawas sebagai tersangka dalam kasus ambruknya jembatan Mandastana. Dari hasil pemeriksaan berkas perkara yang diterima, diketahui kedua tersangka terbukti melakukan penyimpangan dalam pengerjaan proyek pembangunan jembatan tersebut. Diantaranya kurangnya volume pengerjaan tiang pancang dan mutu dari pondasi jembatan pada pilar tiga, yang berujung runtuhnya jembatan itu. Seharusnya tiang pancang ditanamkan pada kedalaman 38 meter, praktek dilapangan dilakukan hanya 34 meter. Konsultan pengawasnya terlibat karena tidak melakukan pengecekan ulang, kemudian pekerjaannya di sub-kan kepada perusahaan lain Setelah dilakukan pemeriksaan kondisi kesehatan, keduanya resmi ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banjarmasin. Pengacara masing-masing tersangka memang sempat mengajukan penangguhan penahanan. Ambruknya jembatan yang dibangun pada 1 Juli 2015 lalu, memang mengundang pertanyaan. Pasalnya, jembatan ini dibangun dengan dana yang cukup besar. Nilai kontrak yang diterima PT CBA tidak main-main yakni sebesar Rp17.444.198.000. Sumber dana pembangunan jembatan yang memiliki panjang 100 meter itu diambil dari dana alokasi khusus (DAK) tambahan APBN-P melalui Dinas PUPR Kabupaten Batola. Menurut
pengacara tersangka sebenarnya kasus ini tidak masuk dalam ranah tindak pidana korupsi melainkan perdata, karena berhubungan dengan Undang-Undang Jasa Kontruksi.