Rmk_cg_topik 7_klp 6.doc

  • Uploaded by: angel bee
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Rmk_cg_topik 7_klp 6.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 4,647
  • Pages: 13
CORPORATE GOVERNANCE TOPIK 7 Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi, Komisaris Independen, Struktur Pengawasan, dan Kasus Bank Century Dosen Pengampu: Ayu Aryista Dewi,SE.,M.ACC.

Oleh Kelompok 6

1. 1. 1. 1. 1. 1. I Gusti Ayu Putri Suniantari 1607531042 2. Ni Wayan Sudiarti 1607531044 3. Ni Komang Ita Monika 1607531045 4. Ni Kadek Indah Permata Sari 1607531053 5. Gita Najmi Safitri 1607531174

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA 2019

I.

FUNGSI DIREKSI DAN KOMISARIS 1

A

Dewan Komisaris Komisaris merupakan organ perseroan yang memegang fungsi pengawasan. Dalam praktik ini terdiri dari beberapa orang, sehingga lebih dikenal dengan dewan komisaris. Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada dewan direksi. Dewan komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan dan memberi nasehat kepada direksi. Kesemuanya itu dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Yang dimaksud dengan “untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan” adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasehat yang dilakukan oleh dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh sesuai dengan maksud serta tujuan perseroan dan perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Maksud dan tujuan perseroan ini menjadi dasar kewenangan dan batasan bagi dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya dibidang pengawasan. Artinya apabila ia melanggar maksud dan tujuan perseroan maka ia dapat dimintai pertanggung jawaban yang tidak terbatas oleh pihak – pihak yang merasa dirugikan, hal ini misalnya komisaris membiarkan direksi melakukan tindakan yang merugikan perseroan. 1. Tugas Dewan Komisaris Tugas Dewan Komisaris Perseroan adalah sebagai pengawas dan penasihat Direksi dan dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan : a. Melakukan pengawasan terhadap kebijakan Direksi dalam melaksanakan kepengurusan Perseroan, fungsi mana mencakup tindakan pencegahan, perbaikan hingga pemberhentian sementara anggota Direksi b. Melakukan pengawasan atas risiko usaha Perseroan dan upaya manajemen melakukan pengendalian internal c. Melakukan pengawasan dan pelaksanaan GCG dalam kegiatan usaha Perseroan; d. Memberikan nasihat kepada Direksi berkaitan dengan tugas dan kewajiban Direksi e. Memberikan tanggapan dan rekomendasi atas usulan dan rencana pengembangan strategis Perseroan yang diajukan Direks f. Memastikan bahwa Direksi telah memperhatikan kepentingan stakeholders (pemangku kepentingan). Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris Perseroan tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.Keputusan Dewan Komisaris mengenai hal yang diatur dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas, sehingga keputusan kegiatan operasional tetap menjadi tanggung jawab Direksi. 2. Wewenang Dewan Komisaris Dewan Komisaris Perseroan berwenang untuk melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Memeriksa catatan dan dokumen lain serta kekayaan Perseroan b. Meminta dan menerima keterangan yang berkenaan dengan Perseroan dari Direksi c. Memberhentikan untuk sementara anggota Direksi apabila anggota Direksi tersebut bertindak bertentangan dengan Anggaran Dasar Perseroan dan/atau peraturan perundangan yang berlaku d. Membentuk komite-komite Dewan Komisaris seperti komite audit, nominasi, remunerasi dan/atau komite lainnya. B Dewan Direksi Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan 2

Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 1. Tugas Direksi Tugas Direksi adalah dengan itikad baik dan bertanggung jawab penuh memimpin dan mengurus Perseroan untuk mencapai maksud dan tujuan Perseroan, yang meliputi antara lain: a. Mengelola Perseroan sesuai dengan kewenangan dan tanggungjawabnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar, peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsipprinsip Good Corporate Governance (GCG) b. Menyusun visi, misi, dan nilai-nilai serta rencana strategis Perseroan dalam bentuk rencana korporasi (corporate plan) dan rencana bisnis (business plan) c. Menyelenggarakan Rapat Direksi Perseroan secara berkala dan dengan waktu yang memadai d. Menetapkan struktur organisasi Perseroan lengkap dengan rincian tugas setiap divisi dan unit usaha e. Mengendalikan sumber daya yang dimiliki Perseroran secara efektif dan efisien. 2. Wewenang Direksi Direksi berwenang untuk melakukan antara lain hal-hal sebagai berikut : a. Mewakili dan mengikat Perseroan dengan pihak lain serta menjalankan segala tindakan kepengurusan dan kepemilikan; b. Mengangkat seorang atau lebih sebagai wakil atau kuasanya dengan memberikan surat kuasa untuk tindakan-tindakan tertentu; c. Mengatur sumber daya manusia Perseroan termasuk pengangkatan dan pemberhentian karyawan, penetapan gaji, pensiun atau jaminan hari tua dan penghasilan lain bagi karyawan Perseroan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau keputusan RUPS.

II. A. 1.

TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS DAN DEWAN DIREKSI Tanggung Jawab Dewan Komisaris Pertanggungjawaban Dewan Komisaris Dewan Komisaris Perseroan dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan Perseroan oleh Direksi.Laporan pengawasan Dewan Komisaris disampaikan kepada RUPS untuk memperoleh persetujuan.Pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan Perseroan dalam rangka pelaksanaan prinsip GCG. 2. Tanggung Jawab Dewan Komisaris Menurut Undang-Undang Republik Indoneia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas atau sering dikatakan sebagai Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) pada Bab VII bagian kedua

Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) UU PT yaitu Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi. Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberikan nasihat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan (Pasal 114 ayat (2) UU PT). Kemudian pada pasal 114 ayat (3) UU PT menyatakan bahwa setiap mengatur mengenai Dewan Komisaris. Dewan

3

anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan, apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Jika Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, maka tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada Pasal 114 ayat (3) UU PT, berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris (Pasal 114 ayat (4) UUPT). Namun, Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 114 ayat (3) UU PT apabila dapat membuktikan: a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan c. telah memberikan nasehat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi (Pasal 115 ayat (1) UU PT). Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada Pasal 115 ayat (1) UU PT, berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan (Pasal 115 ayat (2) UU PT). Namun, pada Pasal 115 ayat (3) UU PT menyatakan bahwa anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada Pasal 115 ayat (1) UU PT, apabila dapat membuktikan : a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan d. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan. B. 1.

Tanggung Jawab Dewan Direksi Pertanggungjawaban Dewan Direksi a. Menyusun pertanggungjawaban pengelolaan Perseroan dalam bentuk laporan tahunan yang memuat antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan Perseroan dan laporan pelaksanaan GCG; b. Laporan tahunan harus memperoleh persetujuan RUPS, sedangkan laporan keuangan harus memperoleh pengesahan RUPS; c. Pertanggungjawaban Direksi kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas pengelolaan Perseroan dalam rangka pelaksanaan prinsip GCG. 2. Tanggung Jawab Dewan Direksi Menurut Undang-Undang Republik Indoneia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas atau sering dikatakan sebagai Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) pada Bab VII bagian kesatu mengatur mengenai Dewan Direksi.

Menurut Pasal 97 ayat (1) UU PT, Direksi bertanggung 4

jawab atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Pengurusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 97 ayat (1) UU PT,wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab (Pasal 97 ayat (2) UU PT). Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 97 ayat (3) UU PT). Menurut Pasal 97 ayat (4) UU PT, Apabila Direksi terdiri dari atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada Pasal 97 ayat (3) UU PT, berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. Pasal 97 ayat (5) UU PT Menyatakan bahwa anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 97 ayat (3) UU PT, apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencagah timbul atau selanjutnya kerugian tersebut. Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, maka Pasal 104 ayat (2) UUPT mengatur bahwa setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Tanggung jawab yang dimaksud pada Pasal 104 ayat (2) UU PT, berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan (Pasal 104 ayat (3) UU PT). Menurut Pasal 104 ayat (4) UU PT, Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada Pasal 104 ayat (2) UU PT, jika dapat membuktikan : a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan. III.

REGULASI DIREKSI Regulasi adalah suatu peraturan yang dibuat untuk membantu mengendalikan suatu lembaga atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini regulasi Direksi dan Dewan Komisaris diatur berdasarkan Undang-Undang No 40 tahun 2007. Terdapat beberapa hal yang dibahas yaitu mengenai keanggotan Direksi. 1. Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih.

5

2.

Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi. 3. Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. 4. Dalam hal RUPS tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi. 5. Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: a. dinyatakan pailit; b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. 6. Ketentuan persyaratan tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 7. Pemenuhan persyaratan dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan. Keanggotaan Direksi 1. Anggota Direksi diangkat oleh RUPS. 2. Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian. 3. Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. 4. Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi. 5. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. 6. Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. 7. Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, Direksi wajib memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut. 8. Dalam hal pemberitahuan yang belum dilakukan, maka Menteri menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar Perseroan. 9. Ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. 10. Kewenangan RUPS dapat dilimpahkan kepada Dewan Komisaris. 11. Dalam hal kewenangan RUPS dilimpahkan kepada Dewan Komisaris, sehingga besarnya gaji dan tunjangan sebagaimana ditetapkan berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris. IV. REGULASI DEWAN KOMISARIS Dalam hal ini regulasi Direksi dan Dewan Komisaris diatur berdasarkan Undang-Undang No 40 tahun 2007. Terdapat beberapa hal yang dibahas yaitu mengenai keanggotan Dewan Komisaris. 1. Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih. 2. Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. 6

3.

Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris. 4. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah. 5. Dewan Pengawas Syariah terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. 6. Dewan Pengawas Syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah. 7. Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: a. dinyatakan pailit; b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. 8. Ketentuan persyaratan tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 9. Pemenuhan persyaratan dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan. Keanggotaan Dewan Komisaris 1. Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS. 2. Untuk pertama kali pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian. 3. Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. 4. Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur tentang pencalonan anggota Dewan Komisaris. 5. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. 6. Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. 7. Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut. 8. Dalam hal pemberitahuan yang belum dilakukan, Menteri menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi. 9. Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi persyaratan maka akan batal karena hukum, berlaku sejak saat anggota Dewan Komisaris lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut. 10. Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, Direksi harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan. 11. Perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris atas pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.

7

12. Ketentuan tersebut tidak mengurangi tanggung jawab anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan. 13. Ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris ditetapkan oleh RUPS. Pemberhetian Anggota Direksi dan Dewan Komisaris 1. Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. 2. Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. 3. Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi dilakukan dengan keputusan di luar RUPS sesuai dengan ketentuan, anggota Direksi yang bersangkutan diberi tahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian. 4. Pemberian kesempatan untuk membela diri tidak diperlukan dalam hal yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut. 5. Pemberhentian anggota Direksi berlaku sejak: ditutupnya RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat, tanggal keputusan, tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS, tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan. Pemberhentian sementara anggota Direksi dan Dewan Komisaris 1. Anggota Direksi atau dewan komisaris dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan alasannya. 2. Pemberhentian sementara diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi atau dewan komisaris yang bersangkutan. 3. Anggota Direksi atau dewan komisaris yang diberhentikan sementara tidak berwenang melakukan tugas. 4. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diselenggarakan RUPS. 5. Dalam RUPS anggota Direksi atau dewan komisaris yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri. 6. RUPS mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut. 7. Dalam hal RUPS menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota Direksi atau dewan komisaris yang bersangkutan diberhentikan untuk seterusnya. 8. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat RUPS tidak diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil keputusan, pemberhentian sementara tersebut menjadi batal. 9. Bagi Perseroan Terbuka penyelenggaraan RUPS berlaku ketentuan peraturan perundangundangan di bidang pasar modal. V. KOMISARIS INDEPENDEN Dalam rangka memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris, keberadaan Komisaris Independen adalah sangat diperlukan. Sesuai namanya, komisaris independen bukanlah aktor yang memegang kendali manajemen perusahaan. Tetapi salah satu argumen mendasar bagi keterlibatan seorang komisaris independen pada sebuah perusahaan adalah kontribusi vital mereka bgai mekanisme check and balance, sehingga para eksekutif tidak memperlakukan perusahaan seolah–olah milik pribadi. Oleh karena itu, independensi merupakan suatu persoalan yang penting disini. Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan Direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat memengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Menurut UUPT, semua komisaris pada hakekatnya harus bersikap independen dan diharapkan mampu melaksanakan tugasnya secara independen, semata-mata untuk kepentingan perusahaan, terlepas dari pengaruh berbagai pihak yang memiliki kepentingan yang dapat

8

berbenturan dengan kepentingan pihak lain. Dengan demikian tanpa harus mempertentangkan, pengertian Komisaris Independen di dalam UUPT sama dengan anggota Dewan Komisaris. Pertimbangan Independen adalah cara pandang atau penyelesaian masalah dengan mengesampingkan kepentingan pribadi dan menghindari benturan kepentingan. Misi Komisaris Independen adalah mendorong terciptanya iklim yang lebih objektif dan menempatkan kesetaraan (fairness) di antara berbagai kepentingan termasuk kepentingan perusahaan dan kepentingan stakeholder sebagai prinsip utama dalam pengambilan keputusan oleh Dewan Komisaris. Komisaris Independen harus mendorong diterapkannya prinsip dan praktek tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada perusahaan di Indonesia. 1. Tanggung Jawab Komisaris Independen Komisaris Independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan Dewan Komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, maka Komisaris Independen harus secara proaktif mengupayakan agar Dewan Komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi, namun tidak terbatas pada hal–hal sebagai berikut: a. Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas strategi tersebut. b. Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajer–manajer profesional. c. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik. d. Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai–nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya. e. Memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasikan dan dikelola dengan baik. f. Memastikan prinsip–prinsip dan praktek Good Corporate Governance dipatuhi dan diterapkan dengan baik. 2. Tugas Komisaris Independen Adapun tugas dari komisaris independen diantaranya yaitu: a. Menjamin transparansi dan keterbukaaan laporan keuangan perusahaan. b. Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas dan stakeholder yang lain. c. Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan secara wajar dan adil. d. Kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlaku. e. Menjamin akuntabilitas organ perusahaan. 3. Wewenang Komisaris Independen a. Komisaris independen mengetuai komite audit dan komite nominasi. b. Komisaris independen berdasarkan pertimbangan yang rasional dan kehati–hatian berhak menyampaikan pendapat yang berbeda dengan anggota dewan komisaris lainnya yang wajib dicatat dalam Berita Acara Rapat Dewan Komisaris dan pendapat yang berbeda yang bersifat material, wajib dimasukkan dalam laporan tahunan. VI. STRUKTUR PENGAWASAN Dewan pengawas bertanggung jawab mengawasi direksi dalam menjalankan tugasnya dengan secara teratur memantau efektivitas pelaksanaan kebijakan dan pengambilan keputusan yang di lakukan oleh direksi termasuk pelaksanaan strategi untuk mencapai target yang di harapakan pemilik modal. A. Keanggotaan dewan pengawas 9

Perusahaan menyadari bahwa pemilik modal memiliki kewenangan penuh untuk mengangkat dewan pengawas Pengangkatan dan pemberhentian dewan pengaws dilakukan melalui RPB Dalam hal bertindak selaku RPb penganggakatan dan pemberhentian dewan pengawas ditetapkan oleh mentri Agar dewan pengawas dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka perlu ditetapkan kebijakan tentang kriteria dewan pengawas yang sesuai kebutuhan Pemilihan modal mengangkat dewan pengawas melalui melanisme fit and proper test berdasarkan pertim angan Masa jabatan anggota dewan pengawas ditetapkan 5tahun dan dapat diangkat kembali selama satu kali masa jabatan Pengangkatan anggota dewan untuk bersamaan waktunya dengan pengangkatan dewan direksi kecuali untuk pertama kalinya pada waktu pendiriannya. Anggota dewan pengawas sewaktu-waktu dapat dihentika. Berdasarakan keputusan RPB dengan menyebutkan alasannya. B. Kinerja dewan pengawas Kinerja dewan pengawas akan dievaluasi setiap tahun oleh pemilik modal dalam rapat pembahasan bersama (RPB). Secara umum kinerja dewan pengawas ditentukan berdasarkan tugaskewajiban yang termasuk dalam undang-undang yang berlaku bagi perum perumnan amanat pemilih modal dan proses pemenuhan tanggubg jawab tersebut. Kriteria evaluasi di sampaikan kepada dewan pengawas sejak pengangaktannya. VII. KASUS BANK CENTURY A. Kronologi Permasalahan Kasus Bank Century Pada tahun 1989, Robert Tantular mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC). Bank Century berawal dari tahun 1989 ketika didirikan, hingga 20 November 2008 saat ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Gagal yang memiliki dampak sistemik. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 6/92/KEP.GBI/2004 tanggal 28 Desember 2004, menyetujui perubahan nama PT Bank CIC Internasional Tbk menjadi PT Bank Century. Bank Century merupakan gabungan dari 3 bank yaitu Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC menjadi Bank Century. Adapun kronologi permasalahan dari Bank Century tersebut yaitu: 1. Tahun 2003 Bank CIC diketahui sedang mengalami masalah yang mana ditemukannya banyak surat berharga valuta asing mencapai nilai 2 triliun rupiah. Valuta asing itu tidak mempunyai peringkat, berjangka panjang, bunganya rendah serta tidak mudah dijual. Maka dari itu, Bank Indonesia memberikan saran merger untuk mengatasinya. 2. Tahun 2004 Bank CIC melakukan merger dengan Bank Denpac dan Bank Pikko, sehingga terbentuklah Bank Century. Setelah terbentuk, Bank Indonesia menyarankan Bank Century untuk menjual valuta asing tersebut, namun pemegang saham lebih memilih menjadikan valuta asing itu sebagai deposito di Bank Dresdner, Swiss. Ternyata deposito yang disimpan di Bank Dresdner ini sangat sulit ditagih. 3. Tahun 2005 Budi Sampoerna menjadi salah satu nasabah terbesar Bank Century cabang Kertajaya, Surabaya. Selain itu, Bank Indonesia juga mendeteksi adanya valuta asing di Bank Century berjumlah 210 juta dolar Amerika. 4. Tahun 2008

10

Awal kehancuran Bank Century. Sebab pada saat itu, beberapa nasabah besar ingin menarik dana yang disimpan di Bank Century. Di antara nasabah itu ialah Budi Sampoerna, PT Timah Tbk, dan PT Jamsostek. Bank Century pun mengalami kesulitan likuiditas. Pada 3 November 2008 Bank Century mengalami masalah likuiditas dan dianggap akan sistemik dampaknya. Kemudian sebuah kelompok koordinasi penyelamatan keuangan pada saat itu yang salah satunya beranggotakan Boediono saat itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Kemudian pada 14 November, Bank Century menerima dana sebesar Rp689,39 miliyar dari Bank Indonesia, dan kemudian dana ini terus disuntikkan. Pada 21 November 2008, Bank Century dinyatakan sebagai bank gagal. Kemudian pada 24 November 2008 dan 24 Juli 2009, Bank Century kembali menerima suntikan dana sebesar Rp 6,76 triliun. Badan Pemeriksa Keuangan menemukan sejumlah kejanggalan pada 24 November 2014, adanya kejanggalan dalam upaya penyelamatan Bank Century yang kemudian sempat disebutkan oleh sejumlah pejabat Bank Indonesia saat itu yang akan menimbulkan dampak yang sistemik apabila tidak diberikan suntikan dana tersebut sebesar Rp 6,76 triliun. Adapun tahap aliran dana Bank Century menurut data BPK yaitu dimana tahap 1 pada 23 November 2008 sebesar Rp 2,76 triliun, tahap 2 pada 5 Desember 2008 sebesar 2,201 triliun, tahap 3 pada 3 Pebruari 2009 sebesar 1,115 triliun dan tahap 4 pada 21 Juli 2009 sebesar 630,221 miliar dan total seluruhnya sebesar Rp 6,76 triliun. B. Pihak–pihak yang Terlibat dalam Kasus Bank Century Pengadilan Negri Jakarta Selatan memerintahkan KPK untuk melakukan penyidikan kasus Bank Century. Dalam pengutusan pengadilan tersebut hakim meminta untuk menetapkan seperti Boediono mantan Gubernur Bank Indonesia dan beserta sejumlah pejabat Bank Indonesia seperti Miranda Gultom dan kawan–kawan untuk segera ditetapkan sebagai bersangka. Pada 16 Juli 2014 mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya ditetapkan sebagai tersangka dan divonis 10 tahun penjara, kemudian pada 9 April 2015 vonis diperberat menjadi 15 tahun penjara yang mana ia menerima aliran dana Rp 1 miliyar dari FPJP dan penyalahgunaan kewenangan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan KPK untuk menetapkan Boediono sebagai tersangka. Disamping itu, pihak–pihak yang terlibat dalam kasus Bank Century ini yaitu, Robert Tantular Direktur Utama Bank Century yang melakukan kejahatan perbankan. Misbakhun anggota DPR yang menerbitkan Letter of Credit fiktif Bank Century. C.

Pelanggaran yang Dilakukan oleh Bank Century Terkait Prinsip Corporate Govermance Prinsip Good Corporate Governance (GCG) merupakan dasar yang penting dalam praktik pengelolaan perusahaan di Indonesia. Prinsip tersebut dapat dijadikan pedoman oleh perusahaan–perusahaan di Indonesia guna meningkatkan performa kerja perusahaan pada setiap sisinya. 1. Prinsip Responbility Responbilitas mengindikasikan bahwa perusahaan telah menaati peraturan perundangundangan yang ada dan telah melakukan tanggungjawab sosialnya. Salah satu tindakan yang dapat dilaksanakan adalah organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati–hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang–undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan. Pada kasus Bank Century ditemukan indikasi ketidakpatuhan Bank Century pada prinsip ini, yaitu: a. Ditemukan fasilitas Letter of Credit (LC) yang melanggar prinsip kehati-hatian dan beberapa diantaranya pemberian LC fiktif. Diantara debitur hanya dipakai namanya saja dan jumlah LC cukup besar diatas USD 10 juta dolar. b. Adanya pemberian kredit yang tidak sehat. 11

2.

Prinsip Transparansi Transparansi artinya ada keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan perusahan. Transparansi mendorong diungkapkannya kondisi perusahaan yang sebenanrnya sehingga setiap pihak yang berkepentingan (stakeholders) dapat mengukur dan mengantisipasi segala sesuatu yang menyangkut perusahaan. Berdasarkan kasus Bank Century, bila dikaitkan dengan prinsip transparansi maka terdapat beberapa pelanggaran antara lain: a. Terdapat masalah dengan surat-surat berharga (SSB) valas milik Bank Century. Dalam hal ini, ssb valas diperjual belikan melalui PT Cinkara yang merupakan milik Hesyam Al Warraq yang juga merupakan pemegang saham Bank Century. Ternyata SSB valas tersebut tidak ada nilainya sehingga tidak ada yang mau membeli. Padahal, jumlahnya cukup besar, mencapai US$ 220 juta. b. Ditemukannya penggelapan dana sebesar US4 18 juta oleh adik kandung pemegang saham Bank Century, Robert Tantular, yaitu Dewi Tantular. c. Ditemukannya biaya pengadaan yang fiktif. Di antaranya, biaya pengadaan billboard yang dianggarkan tetapi tidak ada realisasinya. Bahkan, dengan menggunakan perusahaan fiktif sebagai pelaksana pengerjaan. d. Rekayasa dalam penerbitan bilyet. Jadi, modusnya, nasabah besar dialihkan ke pusat. Lebih lanjut temuan yang sama ditemukan oleh tim pemeriksa yang dibentuk Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada tahun 2009. 3. Prinsip Independensi Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak diintervensi oleh pihak lain. Beberapa keputusan yang diambil oleh pihak Bank Century menunjukkan kurangnya independensi dalam pengambilan keputusan. Contohnya adalah pemberian hasil kredit tidak sehat untuk pengambil alihan agunan. Bank memberikan kredit lalu jaminannya digunakan untuk menyelesaikan fasilitas kredit yang macet.

12

DAFTAR PUSTAKA https://duwexmalless.wordpress.com/2013/12/30/makalah-tentang-tugas-dewankomisaris-dandewan-direksi/(Diakses pada Sabtu 16 Maret 2019) http://gustiphd.blogspot.com/2011/10/komisaris-independen-dan-gcg.html ᄃ (Diakses pada Sabtu 16 Maret 2019) http://www.hukumperseroanterbatas.com/pemegang-saham-2/tanggung-jawab-direksidan-dewan-komisaris-dalam-perseroan-terbatas/(Diakses

pada Sabtu 16 Maret

2019) Peraturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 : Tentang Perseroan Terbatas Tjager, I Nyoman, F. Antonius Alijoyo, Humphrey R. Djemat, Bambang Soembodo. 2003. Corporate Governace Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia. Jakarta: PT Prenhallindo.

13

More Documents from "angel bee"