NASKAH UJIAN
Oleh : Salsabila Firdausi 41161096100058
Penguji : dr. Femmy Nurul Akbar, Sp.PD, KGEH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER STASE GERIATRI 2018
BAB I ILUSTRASI KASUS IDENTITAS Nama pasien
: Ny. M
Usia
: 69 Tahun
Tanggal Lahir
: 25-01-1949
Jenis kelamin
: Perempuan
Status perkawinan
: Janda
Suku
: Betawi
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Ciputat Raya
Pendidikan
: Tidak tamat SD
Jumlah Anak
:4
Jumlah Cucu
:5
Tempat dirawat
: Ruang Anyelir RSUD Tangerang Selatan
Masuk RS sejak
: 23 September 2018
Tanggal pemeriksaan : 29 September 2018
ANAMNESIS Dilakukan anamnesis secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada hari Sabtu 29 September 2018 Keluhan Utama Sesak nafas yang memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Tangerang Selatan dengan mengeluh sesak nafas sejak lebih kurang 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, Sesak dirasakan memberat saat beraktivitas ringan seperti mengepel, menyapu, dan berkurang saat istirahat. Sesak dirasakan memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak disertai dengan nyeri dada. Pasien merasa mudah lelah saat beraktivitas ringan, pasien juga tidur menggunakan 2 bantal atau lebih sejak 2 bulan yang lalu dan sering terbangun malam hari jika muncul sesak. 2
Sejak 2 minggu SMRS pasien sering mual dan muntah. Muntah 1-2 x/ hari kadang-kadang, keluhan nyeri perut, muntah darah/ kehitaman disangkal. Nafsu makan semakin berkurang dan pasien cenderung lemas. Sejak 1 minggu ini lemas dirasakan semakin berat. Keluhan demam dan batuk disangkal. Keluhan pada BAK dan BAB disangkal. Perubahan pola BAB disangkal. Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 10 tahun lalu, Pasien biasanya kontrol ke puskesmas namun tidak teratur. Pasien biasa mengonsumsi Amlodipin 1 x 10 mg. Tidak ada riwayat nyeri dada, penurunan kesadaran, lemah sesisi badan. Riwayat diabetes mellitus disangkal, Pasien tidak ada keluhan mudah haus, mudah lapar, dan sering BAK. Saat ini pasien telah dirawat selama 7 hari, mual dan muntah tidak ada. Pasien mulai mau makan dan minum sedikit2.
Riwayat Penyakit Dahulu Keluhan sesak nafas baru pertama kali dikeluhkan oelh pasien sejak 2 bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat dara tinggi sejak 10 tahun dan tidak teratur kontrol ke puskesmas. Pasien riwayat dirawat di RS 2 bulan lalu karena keluhan sesak, saat itu pasien dikatakan gagal ginjal dan pasien disarankan untuk cuci darah namun pasien/keluarga menolak. Tidak ada riwayat asma/ alergi. Riwayat sakit kuning, tranfusi darah disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini. Pasien tidak tahu penyakit ayah ibunya karena sudah lama meninggal. Riwayat darah tinggi, riwayat kencing manis, alergi dan asma dalam keluarga disangkal oleh pasien. Riwayat Kebiasaan & Sosial Kebiasaan merokok/ alkohol disangkal. Pasien jarang berolahraga, sering makan makanan berlemak. Pasien sebelum sakit bekerja sebagai ibu rumah tangga, pasien sudah berkeluarga dan memiliki 4 orang anak. Suami pasien sudah meninggal. Saat ini pasien tinggal bersama salah satu anaknya. Analisa Finansial 3
Pasien tidak memiliki penghasilan dan suami pasien sudah meninggal. Keuangan pasien bergantung dari penghasilan anak dan menantunya. Pasien merasa kehidupannya sudah cukup terpenuhi.
Analisa Lingkungan Rumah dan Rumah Sakit Pasien saat ini tinggal dengan anak ke-3 nya yang sudah memiliki suami dan 2 anak. Dalam 1 rumah terdapat 5 orang. Di rumah pasien terdapat 3 kamar. Sirkulasi dan pencahayaan cukup, terdapat jendela di setiap kamar. Di kamar mandi tidak terdapat pegangan, hanya terdapat WC jongkok. Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk.
WC
Dapur
Kamar pasien R. Makan Ruang Keluarga
Kamar anak ke 3 pasien
Kamar cucu pasien
Ruang Tamu
4
Genogram
Pasien, Ny M Tinggal bersama
Anamnesis sistem Sistem
Keluhan
Penglihatan
Penglihatan terasa semakin buram
Pendengaran
Tidak ada keluhan
Kardiovaskular
Riwayat hipertensi
Paru-paru
Sesak
Pencernaan
Mual dan muntah
Saluran Kemih
Tidak ada keluhan
Hematologi
Tidak ada keluhan
Endokrin
Tidak ada keluhan
5
Saraf
Tidak ada keluhan
Muskuloskeletal Tidak ada keluhan
Pemeriksaan Status Fungsional Indeks ADL Barthel Fungsi
Skor
Sebelum
Sesudah
Max
sakit
sakit
rangsang
2
2
2
rangsang
2
2
1
Membersihkan diri
1
1
0
Penggunaan jamban
2
2
2
Makan
2
2
2
Berbaring ke duduk
3
3
3
Berpindah/ berjalan
3
3
2
Memakai baju
2
2
2
Naik turun tangga
2
2
0
Mandi
1
1
1
SKOR
20
20
15
Mengendalikan BAB Mengendalikan BAK
20 : mandiri 12-19 : ketergantungan ringan 9-11 : ketergantungan sedang 5-8 : ketergantungan berat 0-4 : ketergantungan total
Dari penilaian indeks ADL diatas didapatkan hasil bahwa sebelum sakit pasien dapat mandiri melakukan kegiatannya sendiri namun setelah sakit pasien mengalami
ketergantungan
ringan
terhadap
aktivitas
sehari-harinya.
6
Abreviated Mental Test (AMT) No. Pertanyaan
Jawaban
Skor
1.
Umur.. tahun..
Benar
1
2.
Waktu/ jam sekarang..
Benar
1
3.
Alamat tempat tinggal
Benar
1
4.
Tahun ini..
Benar
1
5.
Saat ini berada dimana
Benar
1
6.
Mengenali orang lain di RS
Benar
1
7.
Tahun kemerdekaan RI
Benar
1
8.
Nama presiden RI
Benar
1
9.
Tahun kelahiran pasien
Benar
0
10.
Menghitung terbalik (20 s/d 1)
Salah
0
SKOR AMT
Total
8
0 – 3 : gangguan ingatan berat 4 – 7 : gangguan ingatan sedang 8 – 10 : Normal 11.
Perasaan hati (afeksi)
Baik
Mini Mental-Status Examination (MMSE) Max
Nilai
Tahun, musim, bulan, tanggal, hari
5
3
Negara, propinsi, kota, RS, lantai/kamar
5
4
3
3
5
2
3
2
ORIENTASI
REGISTRASI 3 objek ATENSI DAN KALKULASI Pengurangan 100 dengan 7 atau mengeja terbalik MENGENAL KEMBALI Menyebut kembali 3 objek BAHASA
7
Menyebut: pensil, buku
2
2
Mengulang: namun, tanpa, bila
1
1
Melakukan perintah
3
3
Membaca dan melakukan perintah
1
1
Menulis spontan
1
1
Menggambar
1
1
SKOR MMSE
Metode Nilai
Skor Cut <24
23
Interpretasi Abnormal
Off Range
<21
Peningkatan risiko Demensia
>25
Risiko demensia rendah
Pendidikan 21
Keparahan
Abnormal untuk pendidikan rendah (8th grade)
<23
Abnormal untuk Tingkat SMA/ SLTA
<24
Abnormal untuk Perguruan tinggi
24-30
Tidak ada gangguan kognitif
18-23
Gangguan kognitif ringan
0-17
Gangguan kognitif berat
Dari dua penilaian diatas yaitu menggunakan Abreviated Mental Test (AMT) didapatkan hasil 8 dan Mini Mental-Status Examination (MMSE) didapatkan hasil 23. Kedua penilaian tersebut menandakan pasien tidak ada gangguan ingatan dan kognitif karena masih dalam batas penilaian normal. Hasil MMSE pasien walaupun hanya bernilai 23 tetap disimpulkan normal karena disesuaikan dengan pendidikan pasien yang tidak tamat sekolah dasar.
8
Geriatric Depression Scale (GDS) No. Pertanyaan
Jawaban
Skor
1.
Ya
0
Tidak
0
Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda?
2.
Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau kesenangan anda?
3.
Apakah anda merasa kehidupan anda kosong?
Tidak
0
4.
Apakah anda merasa bosan?
Tidak
0
5.
Apakah anda mempunyai semangat yang baik
Ya
0
Ya
1
Ya
0
setiap saat? 6.
Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda?
7.
Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda?
8.
Apakah anda sering merasa tidak berdaya?
Tidak
0
9.
Apakah anda lebih senang tinggal di rumah
Tidak
0
Ya
1
Ya
0
daripada pergi ke luar dan mengerjakan sesuatu yang baru? 10.
Apakah anda merasa punya banyak masalah dengan daya ingat anda dibandingkan dengan kebanyakan orang?
11.
Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan?
12.
Apakah anda merasa kurang dihargai?
Tidak
0
13.
Apakah anda merasa penuh semangat?
Ya
0
14.
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak
Tidak
0
Tidak
0
ada harapan? 15.
Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari anda?
TOTAL
2
9
Skor 0-4 : tidak depresi Skor 5-9 : kemungkinan depresi Skor >10 : Depresi
Analisa Gizi Mini Nutritional Assessment (MNA) Selama 3 bulan Skor
terakhir Nafsu
makan 0 = intake menurun
berkurang, gangguan
Nilai 1
1 = sedang nguyah, 2 = normal
gangguan menelan Berat
badan 0 = BB menurun > 3 kg
menurun
2
1 = tidak jelas 2 = BB menurun 1-3 kg 3 = tidak ada penurunan
Mobilitas sekarang
0= tidur, kursi
2
1 = bisa bangun, tapi tidak bisa jalan/ keluar rumah 2 = bisa keluar rumah Strespsikologik atau
0 = yes
penyakit akut
2 = no
Masalah
0=demensia
Neuropsikologikal
depresi
0
parah
atau 2
1 =demensia ringan 2=tidak ada gangguan BMI
0=<19
1
1=19 - <21 2=21-<23 3=>23 Hasil
8
12-14 : status nutrisi normal
10
8-11 : risiko malnutrisi 0-7 : malnutrisi Penentuan Status Gizi Berdasarkan IMT i.
Berat Badan
: 43 kg
ii.
TB
: 75.00 + (1.91 x 46) – (0.17 x 69) =
151.13 cm iii.
IMT
: 18.8 (Normoweight)
Penentuan Status Gizi berdasarkan rumus Broca i.
Berat badan ideal 46 Kg
: 90% x (151 – 100) x 1 kg = 45.9 ~
BB normal = BBI ± 10% = 46 ± 10% = 41.4 – 50.6
Kebutuhan kalori basal = 46 x 25 = 1150 kalori
Faktor koreksi:
Usia 69 tahun = - 10%
Aktivitas ringan = + 20%
Stres Metabolik = + 10%
Total kebutuhan kalori: 1150 + ( -10% + 20% + 10%) = 1380 ~ 1400 kalori Distribusi Makanan Karbohidrat 60% x 1400 kalori = 840 kalori = 210 gram Protein 20% x 1400 kalori = 280 kalori = 70 gram Lemak 20% x 1400 kalori = 280 kalori = 31 gram
Food Recall Waktu
Makanan/ Minuman
Jumlah
Karbohirat (gram)
Protein (gram)
Lemak (gram)
Kalori
Sarapan Pagi
Nasi
1 Porsi
39,8
3
0,3
173,9
Telur Rebus
1 Butir
0,7
12,4
10,8
149,6
Tempe
1 Potong
7
5
0
48 11
Air Putih
1 Gelas
0
0
Nasi
1 Porsi
39,8
3
0,3
173,9
Air Putih
1 Gelas
0
0
0
0
Tempe
1 Potong
7
5
0
48
Nasi
1 Porsi
39,8
3
0,3
173,9
Air Putih
1 Gelas
0
0
0
0
Sayur nangka Jumlah
1 porsi
10
3
0
52
144,1
34,4
11,7
819,3
Makan Siang
Makan Malam
0
0
Balance Kalori -
Total kebutuhan kalori pasien perhari = 1380 kalori
-
Kalori pasien pada food recall = 819,3 kalori
-
Defisit kalori = 560,7 kalori
-
Defisit karbohidrat = 210 gram – 144,1gram = 65,9 gr
-
Defisit protein= 70 gram – 34,4 gram = 35,6 gr
-
Defisit Lemak = 31 gram – 11,7 = 19,3 gr
PEMERIKSAAN FISIK 1. Tanda vital : Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
TD
: 140/80 mmHg
Nadi/ menit
: 92 kali/menit, reguler
Laju pernapasan
: 20 kali/menit, reguler
Suhu
: 36,8oC
Panjang lutut
: 46 cm
TB
: 75.00 + (1.91 x 46) – (0.17 x 69) = 151.13 cm
BB
: 43 Kg
IMT
: 18.8 (Normoweight) 12
2. Pemeriksaan Sistem Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
fisik Kepala
Normocephal, rambut sebagian besar putih, penyebaran rambut tidak merata, tidak mudah dicabut.
Mata
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokhor, RCL +/+, RCTL +/+, diameter 3 mm/ 3 mm
Hidung
deviasi septum (-/-), Sekret (-/-), hiperemis (-/-)
Telinga
Normotia, deformitas (-/-), liang telinga sempit (-/-), sekret (-/-)
Mulut
Oral hygienebaik, atrofi papil lidah (-), stomatitis angularis (-), oral trush (-), gigi palsu (-), faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
13
Leher
Trakea di tengah, tiroid tidak teraba, JVP 5-1 cmH20 pembesaran KGB (-),
Paru
I : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris statis & dinamis, penggunaan otot bantuan nafas (-), pelebaran sela iga (-). P : pelebaran sela iga -/-, vokal fremitus sama pada lapang paru dekstra dan sinistra +/+, ekspansi dada +/+ P : sonor A : suara nafas vesikuler pada kedua paru, ronkhi +/-, wheezing -/-
Jantung
I : iktus cordis tidak terlihat P : iktus cordis teraba di ICS 5 MCL sinistra P : batas jantung kanan ICS V PSL dextra, batas jantung kiri ICS V 2 jari lateral dari MCL sinistra, A: BJ 1-2 normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : Abdomen datar, simetris, kaput medusa (-), sikatriks A : Bising usus (+) normal. P : Supel, hepar dan limpa tidak teraba, nyeri tekan (-) P: Timpani
Ginjal
CVA (-/-) ballotement (-/-)
Kulit
Kering (+), dekubitus (-),deformitas (-),eritema (-), hematom (-), turgor kembali melambat
Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
eksterna Ekstremitas
Akral hangat, CRT< 2s, Edema tidak ada
3. Pemeriksaan Status Neurologis No.
Nervus
Hasil Pemeriksaan
Kranialis 1
N.I
Normosmia Dextra et Sinistra
12
2
N. II
Acies visus : 6/60 – 6/60 Lainnya tidak dilakukan
3
N. III, IV, Kedudukan bola mata : ortoposisi/ortoposisi VI
Gerakan bola mata : baik ke segala arah Eksoftalmus : -/Palpebra : ptosis -/Pupil : bulat isokor 3mm/3mm RCL +/+ RCTL +/+
4
N. V
Cab. Motorik : Tonus m. Masseter dan m. Temporalis baik Cab. Sensorik : Oftalmikus, maksilaris, mandibularis baik/baik
7
N. VII
Refleks Kornea : +/+
Refleks Masetter : +
Motorik Orbitofrontal wajah pasien simetris gerakan mengangkat alis dan mengerutkan dahi pasien dekstra et.sisnistra simetris Orbikularis Sudut bibir dan plica nasolabialis dekstra dalamnya simetris Tidak ada kebocoran pipi dekstra et.sisnistra saat pasien diminta menggembungkan pipi & pemeriksa menekan pipi pasien
8
N. VIII
9
N. IX dan Motorik : uvula ditengah, tidak tertarik ke kanan atau X
Mampu mendengar gesekan jari tangan dekat telinga
kekiri baik statis dan dinamis Sensorik : pengecapan lidah baik
10
N. XI
m.trapezius:
saat mengangkat bahu pasien bisa melawan
13
tahanan pemeriksa .Sternokleidomastoideus Saat menoleh ke satu sisi (kanan dan kiri) pasien bisa melawan tahanan yang dilakukan pemeriksa. 11
N. XII
Saat membuka mulut, lidah (statis) tidak ada deviasi, tidak ada tremor atau fasikulasi Saat menjulurkan lidah (dinamis) tidak ada deviasi, tidak ada tremor ataufasikulasi Kekuatan pada saat pasien menekan lidah pada pipi nya sama dekstra et.sinistra
•
Refleks Fisiologis : Biseps
: +2 / +2
Triseps : +2 / +2 Radius
: +2 / +2
Patella
: +2 / +2
Achiles : +2 / +2 •
Refleks Patologis : Hoffman Tromer
:-/-
Babinski
:-/-
Chaddok
:-/-
Oppenhein
:-/-
Schafer
:-/-
Gonda
:-/-
Rossolimo
:-/-
Mendel-Bechterew
:-/-
Klonus Patella
:-/-
Klonus Achiles
:-/-
Fungsi Sensorik : ekstremitas atas (+/+), ekstremitas bawah (+/+) Kekuatan motorik :
5555 / 5555 5555 / 5555 14
4. Pemeriksaan Laboratorium Parameter
23/09/2018
nilai rujukan
satuan
Hb
8.2
11,7-15,5
g/dL
Ht
26
33-45
%
Trombosit
151
150-440
ribu/uL
Leukosit
9.8
5.0-10.0
ribu/uL
Eritrosit
2.84
3.80-5.20
juta/uL
VER
91.0
80.0-100.0
fl
HER
28.7
26.0-34.0
pg
KHER
31.6
32.0-36.0
gr/dl
RDW
15.7
11.5-14.5
%
SGOT
18
0-34
u/L
SGPT
9
0-40
u/L
Parameter
23/09/2018
Nilai rujukan
Satuan
Ureum
158
20-40
mg/dl
Kreatinin
4.9
0,6-1,5
mg/dl
GDS
194
70-140
mg/dL
Na
134
135-147
mmol/L
K
4.14
3,1-5,1
mmol/L
Cl
109
95-108
mmol/L
Gol Darah
AB/ Rhesus (+)
15
Parameter
23/09/2018
nilai rujukan
pH
7.370
7.370 – 7.440
PCO2
11.4
35.0 – 45.0
PO2
136.3
83 – 108
BP
764.0
HCO3
6.4
21.0 – 28.0
O2 Saturasi
98.7
95.0 – 99.0
BE
-15.2
-2.5 – 2.5
Total CO2
6.8
6.8
Parameter
24/09/2018
Nilai rujukan
Satuan
Ferritin
1140
10 – 291
ng/dl
Serum Iron
13.0
65.0 – 175.0
mg/dl
TIBC
179.0
253.0 – 435.0
mg/dl
Protein Total
6.8
6.00 – 8.00
g/dL
Albumin
3.30
3.40 – 4.80
g/dL
Globulin
3.50
2.50 – 3.00
g/dL
Asam Urat Darah
6,7
<7.00
mg/dl
Parameter
24/09/2018
nilai rujukan
APTT
35.0
26.3 – 40.3
Kontrol APTT
30.7
PT
16.5
Kontrol PT
13.6
INR
1.28
11.5 – 14.5
16
Parameter
24/09/2018
Nilai rujukan
satuan
Trigliserida
68
< 150
mg/dL
Kolesterol total
119
< 200
mg/dL
Kolesterol HDL
57
37 – 92
mg/dL
Kolesterol LDL
48
< 130
mg/dL
5. Pemeriksaan Penunjang Foto thorax AP (23/09/18) kesan :
Kesan: Kardiomegali Corakan bronkovaskular kasar. Tidak tampak infiltrat/ nodul di kedua paru
17
EKG (24/09/18)
Sinus rhythm, QRS rate 94 bpm, normoaxis, gel P normal, PR interval > 0.2 s, QRS complex normal, ST segmen normal, gel T normal, LVH (-) RVH (-) Kesan: Sinus rhythm dengan AV blok derajat 1
DAFTAR MASALAH 1. ADHF pada CHF 2. CKD Stage V 3. Hipertensi 4. Suspek DM tipe II 5. Inanisi DIAGNOSIS Diagnosis Medik : 1.
ADHF pada CHF NYHA kelas III et causa HHD
2.
CKD Stage V dengan Anemia normositik normokrom
3.
Hipertensi, tekanan darah saat ini terkontrol
4.
Suspek DM tipe II
Diagnosis Psikiatrik: Tidak ada
18
Diagnosis Fungsional: Impairment : Impairment of Cardiovascular, impairment of gastrointestinal tract, impairment of urinary tract, impairment of endocrine
Disability : Gangguan jantung, gangguan pencernaan, gangguan metabolime tubuh, dan gangguan tekanan darah
Handicap : Ketergantungan ringan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Sindrom Geriatri pada pasien 1. Inanition
PENATALAKSANAAN Tatalaksana di Rumah Sakit Medika mentosa
IVFD Venflon
Furosemide 1 x 20 mg IV
Omeprazole 2 x 40 mg IV
Nifedipine 1 x 30 mg PO
Asam Folat 1 x 1 mg PO
Bicnat 3 x 500 mg PO
CaCO3 3 x 500 mg PO
Vit B12 3 x 50 mg PO
Domperidone 3 x 10 mg PO
Nonmedikamentosa
Restriksi garam < 2 gr/ hari
Perbanyak makan sayur dan buah-buahan
Diet rendah purin
Diet rendah protein 0.8 gr/ kg/ hari
PROGNOSIS Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad malam
Ad Fungsionam
: dubia ada malam 19
BAB II ANALISIS KASUS
1. CKD stage V Anamnesis: Riwayat Hipertensi tidak rutin kontrol, frekuensi BAK berkurang disangkal, mual & muntah, lemas Pemeriksaan Fisik: TD 140/80 (TD pertama kali datang ke IGD 170/80), konjungtiva anemis, Penunjang: Lab anemia (8.2) normositik normokrom, Ht 26, Ureum 158, Kreatinin 4.9, eGFR 8.4 mL/min/1.73 m2.
Berdasarkan data diatas, dipikirkan pasien mengalami Acute on CKD stage V ec nefropati hipertensi dengan anemia normositik normokrom, asidosis metabolik terkompensasi, dan susp gastropati uremikum.
Anjuran pemeriksaan: USG ginjal, Urinalisis, Kalsium ion, Fosfat, Tatalaksana: Medikamentosa: Asam folat 1 x 1 mg PO Vit B12 3 x 50 mg PO Bicnat 3 x 500 mg PO CaCO3 3 x 500 mg PO Domperidone 3 x 10 mg PO Omeprazole 2 x 40 mg IV
Non-Medikamentosa Rencana HD, konsul IPD Ginjal Hipertensi Diet rendah protein 0.8 gr/ kg/ hari Retriksi cairan
20
PROGNOSIS Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad malam
Ad Fungsionam
: dubia ada malam
Pembahasan: Hasil pemeriksaan kreatinin darah pasien mengalami peningkatan. Dengan menggunakan rumus CKD-EPI didapatkan laju filtrasi glomerulus (LFG) pasien sangat rendah yaitu 8.4 mL/min/1.73m2. Kadar ini berada dibawah 15 ml/ menit sehingga pasien tergolong ke dalam CKD. Dari anamnesis juga dikatakan bahwa 3 bulan sebelumnya saat pasien dirawat, pasien sudah disarankan oleh dokter untuk menjalani cuci darah, namun pasien dan keluarga menolak. Pasien juga mengalami anemia normositik normokrom, tanpa tanda perdarahan maka kemungkinan besar anemia yang terjadi pada pasien akibat dari CKD yang dialaminya. Pada pasien CKD terjadi penurunan sintesis eritropoietin sehingga terjadi anemia.
The stage of CKD. [Guideline] Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. Kidney Int Suppl. 2013.
Penyebab CKD pada pasien diduga karena hipertensi yang dimilikinya dengan kontrol yang tidak teratur. Terdapat 2 mekanisme yang mendasari terjadinya nefropati hipertensif. Salah satu mekanismenya adalah pada pasien hipertensi lama terjadi penyempitan arteri dan arteriol preglomerulus sehingga terjadi penurunan aliran darah glomerulus. Selanjutnya terjadi iskemia glomerulus yang menyebabkan nefrosklerosis. Karena glomerulus menjadi sklerotik dan kehilangan fungsinya, maka nefron yang masih bagus melaukan kompensasi dengan vasodilatasi arteriol preglomerulus sehingga terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan 21
filtrasi glomerulus. Keadaan ini menyebabkan hipertensi glomerulus dan hiperfiltrasi glomerulus sehingga pada akhirnya akan terjadi sklerosis glomerulus
progresif
dan
terjadilah
CKD
pada
pasien.
22
Pasien juga mengalami peningkatan ureum lebih dari 20 kali lipat nilai kreatinin. Hal ini menunjukkan ada kemungkinan komponen akut pada pasien. Diduga pencetus kondisi akut pada pasien adalah gagal jantung yang dialaminya. Selain itu dengan kadar ureum yang tinggi (158 mg/dl) pasien kemungkinan mengalami uremia. Pada uremia salah satu gejala yang dapat muncul adalah mual dan muntah. Pemberian suplemen asam folat dan vit B pada pasien ini sesuai dengan indikasinya yaitu pada pasien CKD stage V. Pada pasien CKD dapat terjadi peningkatan homosistein (hiperhomosisteinemia). Kadar homosistein plasma berhubungan dengan laju filtrasi glomerulus. Hiperhomosisteinemia didefinisikan sebagai peningkatan homosistein > 12 mcmol/l, yang biasanya terjadi pada pasien CKD dengan LFG < 60 ml/mnt. Prevalensinya adalah 85 – 100%. Beberapa hipotesis mengenai peningkatan homosistein ini adalah: (a) ekskresi homosistein di ginjal terganggu dan (b) kerusakan metabolisme homosistein ekstrarenal. Homosistein memiliki efek vaskulotoksik. Teori utama adalah terjadinya disfungsi endotel. Autooksidasi homosistein di plasma dapat menyebabkan inaktivasi nitrit oksida. Hiperhomosisteinemia mengaktivasi metalloproteinase dan
merangsang sintesis
kolagen,
menyebabkan
penurunan elastisitas vaskular. Selain itu homosistein dapat merangsang proliferasi sel otot polos menyebabkan interaksi dengan platelet, faktor pembekuan, dan lemak, sehingga berkontribusi terhadap terbentuknya atherosklerosis, maka dari itu homosistein dikatakan memiliki efek atherosklerogenik. Beberapa penelitian menunjukkan asam folat dosis rendah (1 – 2 mg/ hari) dapat menurunkan kadar homosistein dalam darah. Selain itu vitamin B12 juga dapat meningkatkan efek penurunan homosistein bila ditambahkan dengan asam folat. Asam folat dan vitamin B12 menurunkan kadar homosistein dengan memberikan gugus methylnya sehingga homosistein berubah menjadi methionine.
23
Pemberian bikarbonat pada pasien ini untuk mengatasi komplikasi CKD yaitu asidosis metabolik. Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal, ginjal secara progresif kehilangan kemampuannya untuk mensintesis ammonia dan mengekskresi ion hidrogen. Akibatnya, kadar bicarbonat yang rendah sering ditemukan pada pasien dengan LFG yang rendah. Sekitar 19% pasien dengan CKD stage 4 – 5 memiliki kadar bikarbonat serum < 22 mmol/L. Dalam beberapa penelitian
telah
dibuktikan bahwa selain
membantu mengatasi asidosis metabolik, pemberian bikarbonat juga dapat memperlambat progresivitas kerusakan ginjal pada CKD (renoprotektif) karena asidosis metabolik juga sebenarnya memiliki efek nefrotoksik. KDIGO merekomendasikan pemberian sumplementasi bicarbonat pada pasien CKD dengan kadar bikarbinat < 22 mmol/L. Natrium bikarbonat biasa diberikan dalam dosis 0.5 – 1 meq/kg per hari dibagi dalam 3 dosis atau 3 x 500 mg. Pada pasien ini CaCO3 berperan sebagai phosphate binder untuk menurunkan kadar fosfat yang meningkat pada pasien CKD. Pasien CKD dengan LFG yang menurun mengalami penurunan ekskresi fosfat dan maka dari itu selanjutnya akan terjadi retensi fosfat. Apabila terjadi 24
hiperfosfatemia maka akan merangsang peningkatan sintesis FGF-23 dan juga merangsang pertumbuhan massa kelenjar paratiroid. FGF-23 yang tinggi merupakan faktor risiko hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu kadar kalsium dalam darah akan menurun karena harus berikatan dengan fosfat yang tinggi, sehingga terjadi peningkatan hormon PTH. Hiperfosfatemia berhubungan erat dengan peningkatan mortalitas kardiovaskular pada pasien CKD stage V. Pada pasien yang mendapatkan terapi CaCO3 perlu dicek rutin kadar fosfat dan kalsiumnya. Karena pasien mengalami mual dan muntah yang merupakan gejala dari sindrom dispepsia, maka pasien diberikan obat omeprazole 2 x 40 mg untuk mengurangi gejala dispepsia. Hal ini dibantu dengan pemberian obat antiemetik domperidone 3 x 10 mg. Namun karena pasien sebenarnya tidak mengeluh nyeri perut dan juga pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan nyeri tekan pada perut pasien, maka sebaiknya pasien cukup mendapatkan domperidone saja, sedangkan omeprazole tidak perlu diberikan untuk mengurangi polifarmasi pada pasien.
2.
Congestive Heart Failure Anamnesis: Sesak memberat 3 hari, DOE (+), Ortopnea (+), riwayat kaki bengkak disangkal. riwayat Hipertensi (+). Pemeriksaan fisik: TD 140/80, JVP 5 – 1 cmH2O, batas jantung kiri ICS V 2 jari lateral dari MCL sinistra. Penunjang: Rontgen thoraks: Kardiomegali, coracan bronkovaskular kasar. EKG: sinus rhythm dengan AV Block derajat 1
Berdasarkan data diatas dipikirkan pasien mengalami A D H F p a d a Congestive Heart Failure NYHA kelas III ec Hypertensive Heart Disease
25
Anjuran pemeriksaan: Ekokardiografi Tatalaksana: Furosemide 1 x 20 mg Prognosis Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad malam
Ad Fungsionam
: dubia ada malam
Pembahasan: Berdasarkan kriteria Framingham, pasien memiliki 3 gejala mayor berupa orthopnea/ PND, kardiomegali, dan edema pulmonal akut sehingga diagnosis CHF pada pasien ini sudah dapat ditegakkan.
26
Komponen gagal jantung pada pasien ini adalah gagal jantung kiri sedangkan untuk gagal jantung kanan kemungkinan belum terjadi pada pasien. hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukannya peningkatan JVP maupun edema tungkai bilateral. Pemberian furosemide pada pasien ini atas indikasi gagal jantung dengan tanda kongesti yang dialami pasien. Pada hasil rontgen ditemukan peningkatan corakan bronkovaskular sehingga pasien kemungkinan telah mengalami edema paru. Berdasarkan guideline PERKI pemberian furosemide adalah 1 mg/KgBB. Efek diuretik Furosemide diharapkan dapat mengurangi edema dengan penurunan volume darah dan tekanan vena sehingga menurunkan preload pada kasus gagal jantung.
27
Algoritma penatalaksanaan gagal jantung kongestif. PERKI. 2015.
3.
Hipertensi grade II terkontrol Anamnesis: Riwayat hipertensi 10 tahun, riwayat nyeri dada, lemah sesisi badan disangkal. Pemeriksaan fisik: : TD 140/80 (TD pertama kali datang ke IGD 170/80) Penunjang: -
Berdasarkan data diatas dipikirkan pasien mengalami Hipertensi dengan TD saat ini terkontrol.
Anjuran pemeriksaan: 28
Tatalaksana: Medikamentosa: Nifedipine 1 x 30 mg
Non-Medikamentosa Perbanyak konsumsi sayur dan buah Retriksi garam < 2 gr/ hari Prognosis Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad bonam
Ad Fungsionam
: dubia ada malam
Pembahasan: Pasien memiliki tekanan darah 140/80 mmHg. Pada pasien ini diberikan nifedipine yang merupakan golongan CCB untuk mengatasi hipertensi pada pasien. Berdasarkan guideline PERKI, pasien hipertensi grade I usia > 60 tahun diberikan golongan antihipertensi golongan CCB atau thiazide. Selain tatalaksana farmakologis, pasien juga perlu mendapatkan edukasi mengenai modifikasi gaya hidup yang perlu dilakukan untuk membantu mengontrol tekanan darah pasien seperti memperbanyak konsumsi buah dan sayuran, mengurangi asupan garam < 2 gr/ hari.
29
4. Suspek Diabetes Melitus tipe 2 Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang GDS: 194 mg/dL Pemeriksaan Anjuran GDP GD2PP HbA1C Tatalaksana Anjuran Norfamakologis Edukasi: tentang DM, promosi perilaku hidup sehat, pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara ]\mengatasinya. Terapi nutrisi 30
Aktivitas fisik dan kegiatan jasmani yang dianjurkan Farmakologis
Injeksi insulin humalog 3 x 5 U diberikan apabila sudah ada hasil pemeriksaan HbA1C pasien
Prognosis Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad bonam
Ad Fungsionam
: dubia ada bonam
Pembahasan Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep tentang: 1.) Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja 2.) Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2. 3.) Pengobatan
harus
dimulai
sedini
mungkin
untuk
mencegah
atau
memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi glukosa.
31
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet
Diagnosis Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus
32
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dL
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dL
Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.
Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes
Pada dasarnya tidak semua pasien yang dirawat di rumah sakit memerlukan terapi insulin. Bagi mereka dengan penyakit ringan yang kendali glukosa darahnya tercapai dengan OHO yang biasa digunakan sebelum dirawat di rumah sakit, maka terapi OHO dapat diteruskan tanpa harus menggantinya dengan insulin. Dilihat dari derajat keparahan penyakit, target glukosa darah dan pemantauannya, terapi insulin pada pasien diabetes yang menjalani rawat inap dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu: a. Pasien DM dengan penyakit kritis Yaitu pasien yang menjalani penyakit berat dan mengancam keselamatan pasien dalam waktu 24 jam. b. Pasien DM dengan penyakit non kritis Yaitu pasien DM yang tidak mengalami penyakit berat dan dirawat di perawatan non-intensif, tetapi memerlukan regulasi glukosa darah yang optimal dan cepat 33
Berdasarkan konsensus DM dari Perkeni pada tahun 2015 pada penggunaan insulin di pasien rawat inap yang sebelumnya tidak mendapatkan terapi insulin maka terapi insulin dimulai dengan insulin prandial 3 kali 5-10 U perhari. Dan dapat ditambahkan pemberian insulin long-acting apabila kadar glukosa puasa masih tinggi. Jika melihat kadar glukosa darah pasien ini maka saya menganjutkan untuk pemberian insulin prandial berupa insulin short-acting 3 kali perhari sebelum makan dan insulin long-acting pada malam hari dengan dilakukan penyesuaian dosis mengikuti kurva gula darah harian. 5.
Inanisi Anamnesis - penurunan nafsu makan sejak 2 bulan yang memberat sejak 2 minggu SMRS. Mual muntah yang dialami pasien. Pemeriksaan Fisik -
IMT : 18,8 (normoweight) Pemeriksaan Penunjang
-
Hasil skrining menggunakan MNA menunjukkan pasien berisiko mengalami malnutrisi. Pemeriksaan Anjuran
34
Tatalaksana
Berat badan ideal = 90% x (151 – 100) x 1 kg = 45.9 ~ 46 Kg
BB normal = BBI ± 10% = 46 ± 10% = 41.4 – 50.6
Kebutuhan kalori basal = 46 x 25 = 1150 kalori
Faktor koreksi:
Usia 69 tahun = - 10%
Aktivitas ringan = + 20%
Stres Metabolik = + 10%
Total kebutuhan kalori: 1150 + ( -10% + 20% + 10%) = 1380 ~ 1400 kalori Dengan menggunakan rumus Broca ditemukan berat badan ideal (BBI) pasien adalah 46 Kg. Berat badan normal untuk pasien adalah 41.4 – 50.6 Kg , sesuai dengan berat badan asli pasien yaitu 43 Kg berarti pasien belum mengalami malnutris. Meskipun begitu pasien tetaplah berada dalam keadaan berisiko tinggi untuk mengalami malnutrisi. Maka dari itu untuk mencegah hal tersebut, pasien harus mendapatkan asupan yang adekuat sesuai dengan kebutuhan kalorinya. Selain itu pemberian antiemetik untuk menghilangkan mual yang dialami pasien juga perlu dilakukan. Saat ini pasien telah mendapatkan domperidone 3 x 10 mg dan pasien sudah tidak merasakan mual dan muntah lagi. Nafsu makan pasien pun mulai membaik. Berdasarkan perhitungan diatas, pasien membutuhkan kalori sebanyak 1400 kalori per hari. Berikut ini contoh daftar menu yang bisa dikonsumsi oleh pasien.
Prognosis -
Ad Vitam
: dubia ad bonam
-
Ad Sanationam
: dubia ad bonam
-
Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
35
Waktu Sarapan Pagi
Makanan/ Minuman
Jumlah
Kalori (Kkal)
Nasi
1 Porsi
175
Telur Rebus
1 Butir
75
Tempe
1 Potong
37.5
Sayur Bayam
1 porsi
50
Snack
Apel merah
2 buah
50
Makan Siang
Nasi
1 Porsi
175
Ikan
1 ekor
150
Sayur terong
1 porsi
50
Sambal
1 sendok
21
Tahu
1 potong
50
Melon
4 potong
100
Nasi
1 Porsi
175
Telur goreng
1 porsi
153
Sayur bayam
1 porsi
50
sambal
1 sendok
21
Snack Makan Malam
Jumlah
1382
36
BAB III Kesimpulan Pasien Ny. M usia 69 tahun, mengalami hipertensi kronik yang tidak terkontrol sehingga menyebabkan komplikasi pada organ ginjal dan jantung yaitu berupa CKD Stage V dan ADHF pada CHF NYHA kelas III et causa HHD dan Hipertensi grade 2 sehingga menyebabkan pasien mengalami ketergantungan ringan dan masalah geriatri berupa inanisi. Sehingga membutuhkan tatalaksana secara holistik dan komprehensif.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5. Jakarta: Interna Publishing. 2009. 2. Kasper DL, Hauser SL, dkk. Harrison’s Principles of Internal Medicine 19th Ed. USA: McGraw Hill. 2015. 3. Soenarto AA, Erwinanto, Barack R, dkk. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular. Jakarta: PERKI. 2015. 4. Siswanto BB, Hersunarti N, dkk. Pedoman Tatalaksan Gagal Jantung. Jakarta: PERKI. 2015. 5. KDIGO. Clinical Practice Guideline fot the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. Kidney inter., Suppl. 2013. 6. Guldener Coen V. Why is homocysteine elevated in renal failure and what can be expected from homocysteine-lowering? Nephrol Dial Transplant. 2006. 7. Xu Xin, Qin Xianhui. Efficacy of Folic Acid Therapy on the Progression of Chronic Kidney Disease. JAMA Intern Med. 2016. 8. Brosur Diet Rendah Purin. KemenkesRI. 2011.
22
23