BAB I PENDAHULUAN Dalam melaksanakan penelitian ini diperlukan beberapa hal dasar yang dapat mendukung terlaksananya penelitian. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan, asumsi, batasan, dan manfaat penelitian yang akan dilakukan.
1.1 Latar Belakang PT. Adi Karya Golf merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi alat olahraga golf. Perusahaan ini dikenal mampu memasarkan produknya dengan baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Dengan meningkatnya permintaan pasar terhadap produk alat olahraga golf PT. Adi Karya Golf, pihak manajemen PT. Adi Karya Golf memutuskan untuk membentuk fasilitas produksi baru diatas sebuah lahan seluas 200 m2. Pembuatan fasilitas produksi baru oleh PT. Adi Karya Golf ini diharapkan dapat memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat serta dapat meningkatkan posisi PT. Adi Karya Golf dalam persaingan pasar. Namun, kondisi persaingan bisnis saat ini semakin sengit dikarenakan oleh industri sejenis semakin banyak muncul di pasaran. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut dan juga memastikan agar kondisi perusahaan saat ini berada dalam posisi terbaik untuk kelangsungan jangka panjangnya. PT. Adi Karya Golf memiliki dua jenis produk utama golf club yakni jenis iron dan putter. Dalam penjualannya, PT. Adi Karya Golf menjual produknya melalui toko alat olahraga maupun retailer resmi yang tersebar di seluruh Indonesia hingga mancanegara. Oleh karena itu, PT. Adi Karya Golf harus memastikan produksinya mampu memenuhi seluruh permintaannya dengan tepat waktu. Untuk memenuhi permintaan dua produk utamanya PT. Adi Karya Golf memiliki anak perusahaan untuk memproduksi beberapa komponen penyusun dua produk tersebut. PT. Adi Karya Golf memesan komponen tersebut ke anak perusahaannya tanpa menunggu pesanan pelanggan karena pada desain beberapa komponen kedua produk tersebut tidak ada perubahan spesifikasi, sehingga akan di produksi sesuai perkiraan pasar oleh manajemen. Data penjualan dari product family tongkat golf yang diproduksi oleh PT. Adi Karya Golf selama 3 tahun terakhir ini dapat dilihat pada tabel 1. Proporsi penjualan untuk produk yaitu 70% merupakan produk Iron Golf Club dan 30% merupakan produk Putter Golf Club.
1
Tabel 1.1 Data penjualan Iron Golf Club Periode
Demand
Periode
Demand
1
737
19
1034
2
719
20
1083
3
730
21
1091
4
719
22
1068
5
713
23
1001
6
747
24
1000
7
849
25
1137
8
863
26
1112
9
831
27
1106
10
810
28
1146
11
802
29
1112
12
847
30
1182
13
952
31
1285
14
909
32
1274
15
941
33
1268
16
949
34
1239
17
936
35
1255
18
987
36
1285
Produk utama dari PT. Adi Karya Golf adalah Iron Golf Club yang dapat dilihat pada gambar 1.1, serta Putter Golf Club yang dapat dilihat pada gambar 1.2. Komponen penyusun dari produk tongkat golf yang diproduksi PT. Adi Karya Golf ditunjukkan dalam Bill of Material (BOM) Tree pada gambar 1.3 dan gambar 1.4.
Gambar 1.1 Produk Iron Golf Club
2
Gambar 1.2 Produk Putter Golf Club
Gambar 1.3 Bill of material (BOM) tree Iron Golf Club
Gambar 1.4 Bill of material (BOM) tree Putter Golf Club
3
Kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk membuat komponen produk akhir tongkat golf dari PT. Adi Karya Golf ditunjukkan pada tabel 1.2. Beberapa komponen langsung dipesan dari anak perusahaan, namun ada juga beberapa komponen yang dibuat dari bahan baku mentah. Perusahaan juga melakukan penyimpanan bahan baku. Stok pada minggu awal (minggu ke-0), didasari dari rekaman pengambilan stok. Keterangan biaya, lead time, inventory awal dan ukuran lot dari bahan baku serta komponen ditunjukkan pada tabel 1.3. Komponen Shaft Body Brand Emblem Iron Head Body Putter Lie Putter Part Iron Grip Putter Grip Stainless Steel Iron Weights Counterweight
Tabel 1.2 Kebutuhan Bahan Baku Inventory Keterangan Bahan Baku Awal Komponen ¼ Stainless Steel 0 Buat 1/6 pcs Iron 0 Buat 1/3 Stainless steel 0 Buat 1/6 pcs Stainless steel 0 Buat 2/5 pcs Stainless steel 0 Buat 2000 Beli 1000 Beli 1500 Beli 800 Beli 2000 Beli 300 Beli Tabel 1.3 Komponen dan Bahan Baku
Komponen/Bahan Baku Stainless Steel
Lead Time (minggu)
Holding Cost
Order Cost
Item Cost
LotSizing
2
500/weeks/pcs
1.500.000
120.000/pcs*
2000
Iron
2
500/weeks/pcs
1.500.000
90.000/pcs*
500
Iron Grip
2
3.000/weeks/pcs
2.500.000
150.000/unit
1000
Putter Grip
2
3.000/weeks/pcs
2.500.000
300.000/unit
500
Counterweight
2
1.000/weeks/pcs
900.000
50.000/unit
500
Weights
3
1.000/weeks/pcs
900.000
90.000/unit
2000
Untuk saat ini, harga jual kedua jenis produk terbilang konstan sejak pertama kali diluncurkan yang ditunjukkan pada tabel 1.4. Sedangkan untuk biaya simpan produk jadi sebesar Rp50.000,00 per unit per bulan. Tabel 1.4 Harga Produk Produk
Harga
Iron Golf Club
Rp. 1.000.000
Putter Golf Club
Rp. 1.500.000
Urutan produksi secara keseluruhan yang dilakukan oleh PT. Adi Karya Golf ditunjukkan dalam bentuk peta proses operasi (Operation Process Chart). Peta proses operasi untuk produk Iron Golf Club serta Putter Golf Club masing-masing dapat dilihat pada gambar 1.5 dan 1.6.
4
Gambar 1.5 OPC Produk Iron Golf Club
Gambar 1.6 OPC produk Putter Golf Club
Pada pembuatan produk Iron Golf Club, terdapat 3 proses utama yang dilakukan yakni pembuatan Iron Head Body, Brand Emblem, dan pembuatan Shaft Body. Untuk proses pembuatan komponen Iron Head Body, proses pertama yang dilakukan adalah
5
peleburan steel yang dilakukan di mesin furnace. pada saat yang bersamaan juga dilakukan pembuatan cetakan dari Head Body Golf Club untuk input proses Casting. Setelah melakukan peleburan dan pembuatan cetakan, proses selanjutnya adalah proses Casting yaitu menuangkan melting steel kedalam cetakan yang telah disediakan di Casting Station. Selanjutnya melting steel dibiarkan dingin dan dilepaskan dari cetakan dengan cara menghancurkan cetakan. Proses selanjutnya adalah proses pemolesan Head Body Golf Club dengan Polishing Machine untuk selanjutnya akan digabungkan dengan part Brand Emblem dan Weights. Untuk pembuatan part Brand Emblem, proses awal yang dilakukan adalah dengan memanaskan batangan iron di mesin furnace. Selanjutnya masuk ke Compression Machine untuk dilakukan pencetakan Brand Emblem. Brand Emblem yang sudah dicetak selanjutnya dipotong sesuai bentuk yang diinginkan dan dilakukan proses painting untuk memberikan warna pada Brand Emblem. Untuk part Weights perusahaan membeli dari perusahaan lain. Ketiga komponen yakni Iron Head Body, Brand Emblem, dan Weights dirakit untuk nantinya akan disatukan dengan Iron Shaft Body. Untuk pembuatan Iron Shaft Body proses awal yang dilakukan adalah dengan meleburkan steel di mesin furnace. Selanjutnya steel sudah dilebur akan masuk ke mesin ekstrusi untuk membentuk leburan iron menjadi bentuk Shaft. Proses selanjutnya adalah memotong Shaft sesuai panjang yang diinginkan di mesin Cutting dan dilakukan pemolesan di Polishing Machine. Untuk Shaft yang sudah selesai akan digabungkan dengan Iron Head Body di Assembly Table. Komponen Shaft dan Iron Head Body yang telah digabung selanjutnya disebut sebagai Main Body. Selanjutnya Main Body Iron Golf Club akan dipasang Grip yang telah tersedia. Proses terakhir adalah proses inspeksi sebelum Iron Golf Club masuk kedalam gudang. Pada pembuatan produk Putter Golf Club, terdapat 4 proses utama yang dilakukan yakni pembuatan Putter Part 1, Putter Lie, Brand Emblem, dan Shaft Body. Untuk pembuatan Putter Head Body proses yang dilakukan hampir sama dengan proses pembuatan Head pada Iron Head Body, yang membedakan adalah pembuatan Head dan Lie pada produk Putter dibedakan prosesnya. Selanjutnya untuk proses pembuatan Brand Emblem, proses yang dilakukan sama seperti yang dilakukan pada produk Iron Golf Club. Sementara untuk pembuatan Shaft Body, proses yang membedakan hanyalah penambahan Counterweight kedalah shaft Putter untuk menambah berat dari Putter Golf Club. Terakhir semua komponen dirakit dan diberikan Grip yang telah tersedia.
6
Pada PT. Adi Karya Golf menggunakan beberapa stasiun kerja yang digunakan untuk menunjang proses produksinya. Diketahui uptime efficiency untuk lini produksi sebesar 95%. Setiap minggunya, jam kerja reguler pekerja tersedia selama 160 jam/bulan (1 minggu = 5 hari kerja) untuk mengoperasikan mesin. Lembur kerja yang diperbolehkan maksimal 2 jam/hari. Mesin yang digunakan masih bersifat semi-otomatis, sehingga tetap membutuhkan pekerja untuk setiap mesin. Pada tabel 1.5 diketahui mesin yang digunakan oleh perusahaan beserta lead time untuk masing-masing mesin. Tabel 1.5 Keterangan Lead Time Mesin Station Lead time
No 1
Furnace
2
2
Casting Station
2
3
Cutting Station
1
4
Polishing Station
1
5
Moulding Station
0
6
Painting Station
0
7
Assembly Station
1
Setiap minggunya, jam kerja reguler pekerja tersedia selama 160 jam/bulan (1 minggu = 5 hari kerja) untuk mengoperasikan mesin. Lembur kerja yang diperbolehkan maksimal 2 jam/hari. Mesin yang digunakan masih bersifat semi-otomatis, sehingga tetap membutuhkan pekerja untuk setiap mesin. Dalam menjalankan proses produksinya, perusahaan menghendaki perekrutan pekerja apabila kapasitas tidak mencukupi permintaan pasar yang ada. Informasi mengenai upah kerja, perekrutan dan pemecatan pekerja dapat dilihat pada Tabel 1.6. Informasi Biaya Pekerja No 1 2 3 4
Tabel 1.6 Informasi Biaya Pekerja Jenis Biaya Biaya Biaya Kerja Reguler/jam Rp. 25.000,Biaya Kerja Lembur/jam Rp. 35.000,Biaya Perekrutan Rp. 1.000.000,Biaya Permecatan Rp. 1.500.000,-
Dalam membuat rancangan tata letak fasilitas perudahaan khususnya pada lantai produksi, jenis layout yang akan digunakan adalah jenis aliran proses dengan kebutuhan ruangan ditunjukkan pada tabel 1.7. No 1 2 3 4
Tabel 1.7 Kebutuhan Ruang Kebutuhan Ruang Lantai Produksi ( WS 1, WS 2,....) Ruang Div. Maintance Ruang Div. Quality Control Ruang Div. Produksi
7
5 6 7 8
Gudang Bahan Baku Gudang Produk jadi Toilet Tempat Parkir
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan beberapa masalah sebagai berikut: 1.
Adanya peningkatan permintaan produksi untuk produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club di PT. ADI KARYA GOLF.
2.
Dibutuhkannya perencanaan untuk merancangan fasilitas produksi yang baru.
1.3 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang didapatkan dengan melihat masalah yang ada adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana merencanakan dan mengendalikan produksi di PT. ADI KARYA GOLF. 2. Bagaimana perencanaan fasilitas yang baru dan tepat di PT. ADI KARYA GOLF.
1.4 Batasan Masalah Batasan yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Perencanaan dan pengendalian produksi untuk 6 periode mendatang.
2.
Tidak diizinkan backorder dan subkontrak.
1.5 Asumsi Asumsi yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Inventory pada periode 36 tidak digunakan untuk peride 37 pada perencaan agregat.
2.
Pekerja bekerja selama 20 hari perbulan.
3.
Jam lembur yang digunakan harus 2 jam per lembur per hari.
4.
Cetakan iron head dan putter head selalu ada.
1.6 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian perencanaan dan pengendalian produksi adalah:
8
1.
Melakukan perencanaan dan pengendalian produksi di PT ADI KARYA GOLF.
2.
Melakukan perencanaan fasilitas produksi di PT. ADI KARYA GOLF.
1.7 Manfaat Penelitian Manfaat dari praktikum perencanaan dan pengendalian produksi adalah: 1.
Dapat melakukan perencanaan dan pengendalian produksi produk stik golf PT ADI KARYA GOLF.
2.
Dapat melakukan perencanaan fasilitas produksi pada PT ADI KARYA GOLF.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini kan dipaparkan tinjauan pustaka yang akan digunakan sebagai dasar teori pembahasan studi kasus dari praktikum ini.
2.1 Peramalan Peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan dimasa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa (Nasution, 2008:29)
2.1.1 Pola Data Dalam melakukan proses peramalan, salah satu hal penting yang harus dilakukan adalah mengetahui pola data dari data historis permintaan yang sudah diketahui sebelumnya. Dengan mengetahui pola data permintaan, dapat ditentukan jenis peramalan yang tepat sesuai dengan pola data tersebut. Adapun beberapa jenis pola data dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Jenis Pola Data Grafik Pola Trend
Sumber: (Makridakis et al: 1988) Pola Musiman
Penjelasan Pola trend adalah bila data permintaan menunjukkan pola kecenderungan gerakan penurunan atau kenaikan jangka panjang. Data yang kelihatannya berfluktuasi, apabila dilihat pada rentang waktu yag panjang akan dapat ditarik suatu garis maya yang disebut trend. Bila pola data trend, maka metode peramalan yang sesuai adalah metode trend analysis exponential smoothing, atau double exponential smoothing. Disebut Pola musiman karena permintaan ini biasanya dipengaruhi oleh musim, sehingga biasanya interval perulangan data ini adalah satu tahun. Data pada pola musiman ini akan mengalami fluktuasi, namun fluktuasi tersebut akan terlihat berulang dalam suatu interval waktu tertentu. Metode yang bisa digunakan adalah winter’s method with seasonal problem
Sumber: (Makridakis et al: 1988) Grafik Pola Siklis
Sumber: (Makridakis et al: 1988)
10
Penjelasan Pola siklis adalah bila fluktuasi permintaan secara jangka panjang membentuk pola sinusoid atau gelombang atau siklus. Pola siklus mirip dengan pola musiman. Metode yang seuai dengan pola siklus ialah metode moving average, weight moving average, dan exponential smoothing.
Pola Acak
Pola acak adalah bila fluktuasi data permintaan dalam jangka panjang tidak dapat digambarkan oleh ketiga pola lainnya. Fluktuasi permintaan bersifat acak atau tidak jelas.metode yang cocok adalah moving average
Sumber: (Makridakis et al: 1988)
2.1.2 Autokorelasi Autokorelasi merupakan korelasi atau hubungan antar data pengamatan suatu data time series. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t1 sebelumnya (Gujarati, 1993). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi, model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
2.1.3 Metode Peramalan Berikut merupakan metode-metode peramalan yang digunakan untuk meramalkan data penjualan periode berikutnya. 2.1.1.1 Time Series Analisis deret waktu didasarkan pada asumsi bahwa deret waktu tersebut terdiri dari komponen-komponen Trend(T), Siklus/ cycle (C), Pola Musiman / Season (S), dan Variasi Acak (R) yang akan menunjukkan suatu pola tertentu. Komponen-komponen tersebut kemudian dipakai sebagai dasar dalam membuat persamaan matematis. Analisis deret waktu ini sangat tepat dipakai untuk meramalkan permintaan yang pola permintaan di masa lalunya cukup konsisten dalam periode waktu yang lama, sehingga diharapkan pola tersebut masih akan tetap berlanjut. (Nasution,2008: 39) 2.1.1.2 Holt’s Winter Holt’s Winter adalah metode yang nilai trend tidak dimuluskan dengan pemulusan secara langsung, tetapi proses pemulusan trend dilakukan dengan parameter berbeda dengan parameter pada pemulusan data asli. Metode Holt’s Winter menggunakan tiga parameter pemulusan, yaitu parameter trend, level, dan seasonal. Secara matematis metode ini ditulis pada tiga persamaan: Base level
11
Et = α 𝑆
𝑌𝑡
𝑡−𝑝
+ (1- α)(Et-1 + Tt-1)
(2-1) Sumber: (Makridakis et al: 2001)
Seasonal factor 𝑌
St = 𝛾 𝐸𝑡 + (1- 𝛾)St-p 𝑡
(2-2)
Sumber: (Makridakis et al: 2001)
Smooth the trend forecast Tt Tt = β (Et – Et-1) + (1- β)Tt-1
(2-3)
Sumber: (Makridakis et al: 2001)
Forecast k periods into future 𝑌̂t+n with base and trend 𝑌̂t+n = Et + nTt ( St+n-p) Sumber: (Makridakis et al: 2001)
(2-4)
Dimana: Et
= base level
St
= seasonal factor
Yt
= data aktual pada waktu ke-t
Tt
= pemulusan trend
𝑌̂ 𝑡+1 = nilai ramalan α,β
= konstanta dengan nilai antara 0 dan 1
2.1.4 Peramalan Dengan Minitab Minitab merupakan program komputer yang dirancang untuk melakukan pengolahan statistika. Minitab mengkombinasikan kemudahan penggunaan layaknya Microsoft excel dengan kemampuannya melakukan analisis statistik yang kompleks (Simarmata, 2010). Minitab adalah perangkat lunak statistik yang menyediakan berbagai kemampuan untuk analisis statistik baik dasar dan lanjutan. Program ini memiliki kemampuan yang kuat dan mudah digunakan, sehingga menjadikannya ideal sebagai alat pengajaran. Sebagai buktinya Minitab telah digunakan di lebih dari 4000 perguruan tinggi, universitas dan sekolah menengah di seluruh dunia. Dikembangakan lebih dari 30 tahun yang lalu dari professor ke professor, Minitab telah menjadi standar untuk pembelajaran statistik. Dan karena Minitab adalah paket terdepan yang digunakan untuk meningkatkan proses dan kualitas dalam perusahaan, dengan mempelajari Minitab akan mengetahui dan juga dapat menggunakan alat yang digunakan dalam dunia bisnis sebenarnya (Ryan, Joiner, & Cryer, 2005).
12
2.1.5 Error Peramalan Metode peramalan pasti akan menghasilkan kesalahan. Jika tingkat kesalahan yang dihasilkan semakin kecil, maka hasil peramalan akan semakin mendekati tepat. Alat ukur yang digunakan untuk menghitung kesalahan prediksi antara lain Mean Squared Error (MSE), Mean Absolute Percentage Error (MAPE), dan Mean Absolute Deviation (MAD). Dalam Minitab 16, MSE disebut juga dengan MSD. 1.
Mean Square Error (MSE) Mean Squared Error (MSE) adalah metode lain untuk mengevaluasi metode peramalan.
Masing-masing kesalahan atau sisa dikuadratkan. Kemudian dijumlahkan dan ditambahkan dengan jumlah observasi. Pendekatan ini mengatur kesalahan peramalan yang besar karena kesalahan-kesalahan itu dikuadratkan. Metode itu menghasilkan kesalahan-kesalahan sedang yang kemungkinan lebih baik untuk kesalahan kecil, tetapi kadang menghasilkan perbedaan yang besar. Rumus : 𝑀𝑆𝐸 =
2 ∑𝑛 𝑖=1(𝑌𝑖 −Ý𝑖 )
𝑛
(2-6) Sumber: Smith (1989)
Keterangan : 𝑌𝑖
= permintaan aktual pada periode i
Ý𝑖
= Nilai forecast periode i
𝑖 = periode ke i (1,2,3,…,n) 𝑛 = jumlah periode 2.
Mean Absolute Percentage Error (MAPE) Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dihitung dengan menggunakan kesalahan
absolut pada tiap periode dibagi dengan nilai observasi yang nyata untuk periode itu. Kemudian, merata-rata kesalahan persentase absolut tersebut. Pendekatan ini berguna ketika ukuran atau besar variabel ramalan itu penting dalam mengevaluasi ketepatan ramalan. MAPE mengindikasi seberapa besar kesalahan dalam meramal yang dibandingkan dengan nilai nyata. Rumus : 100
∑𝑛 𝑖=1 |𝑌𝑖 −Ý𝑖 |/𝑌𝑖 𝑛
(2-6) Sumber: Smith (1989)
Keterangan :
13
𝑌𝑖
= permintaan aktual pada periode i
Ý𝑖 = Nilai forecast periode i 𝑖
= periode ke i (1,2,3,…,n)
𝑛
= jumlah periode
3.
Mean Absolute Deviation (MAD) Metode untuk mengevaluasi metode peramalan menggunakan jumlah dari
kesalahan-kesalahan yang absolut. Mean Absolute Deviation (MAD) mengukur ketepatan ramalan dengan merata-rata kesalahan dugaan (nilai absolut masing-masing kesalahan). MAD berguna ketika mengukur kesalahan ramalan dalam unit yang sama sebagai deret asli. Nilai MAD dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebegai berikut. Rumus:𝑀𝐴𝐷 =
∑𝑛 𝑖=1[ 𝑌𝑖 −Ý𝑡 ] 𝑛
(2-7) Sumber: Smith (1989)
Keterangan : 𝑌𝑖 = permintaan aktual pada periode i Ý𝑖 = Nilai forecast periode i 𝑖= periode ke i (1,2,3,…,n) 𝑛= jumlah periode
4.
Tracking Signal (TS) Tracking signal merupakan salah satu cara untuk mengetahui eror pada kategori bias,
sehingga dapat bernilai positif maupun negatif. Pada TS ditentukan suatu batasan untuk mengidentifikasi konsistensi untuk mengidentifikasi konsistensi teknik peramalan (batasan atas (+) dan batasan bawah (-)). Nilai TS yang melewati batas menunjukkan adanya perubahan signifikan permintaan pada suatu periode dibandingkan rata – rata permintaan sebelumnya. Rumus : 𝑇𝑆 =
∑𝑛 𝑖=1(𝑌𝑖 −Ý𝑖 ) 𝑀𝐴𝐷
(2-8) Sumber: Smith (1989)
Keterangan :
14
𝑌𝑖
= permintaan aktual pada periode i
Ý𝑖
= Nilai forecast periode i
𝑖
= periode ke i (1,2,3,…,n)
𝑛
= jumlah periode
2.2 Perencanaan Agregat Perencanaan agregat bertujuan memberikan keputusan yang optimum berdasarkan sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam memenuhi permintaan akan produk yang dihasilkan (Heizer dan Render, 2008). Perencanaan produksi agregat atau aggregate planning merupakan perencanaan jangka menengah yang dibuat perusahaan terkait dengan penentuan tingkat produksi yang dioperasikan di lantai produksi. Selain itu, perencanaan agregat dapat diartikan sebagai perencanaan yang mengatur sumber daya secara bruto untuk memenuhi total permintaan dari semua item produk yang mempergunakan sumber daya atau fasilitas secara bersama. Perencanaan produksi agregat memberikan ketentuan kapasitas dan persediaan yang diperhatikan dalam perencanaan jangka menengah dan jangka panjang yang dapat menjadi masukan dalam perencanaan finansial, perencanaan pemasaran, dan perencanaan produksi yang lebih rinci. Pada proses perencanaan agregat yang menjadi masukan adalah Demand hasil forecasting. Beberapa fungsi perencanaan agregat yaitu : 1.
Menjamin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten terhadap rencana strategi perusahaan,
2.
Alat ukur performansi proses perencanaan produksi,
3.
Menjamin kemampuan produksi konsisten terhadap rencana produksi,
4.
Memonitor hasil produksi aktual terhadap rencana produksi dan membuat penyesuaian,
5.
Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai target dan membuat penyesuaian, dan
6.
Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan jadwal induk produksi.
2.2.1 Biaya Agregat Menurut Sukendar, Kristomi (2008: hlm.C-109) sebagian besar metode perencanaan agregat menentukan suatu rencana yang minimasi biaya. Biaya-biaya yang terlibat dalam perencanaan agregat antara lain : 1.
Hiring Cost (Biaya Penambahan Tenaga Kerja) Penambahan tenaga kerja menimbulkan biaya-biaya untuk iklan, proses seleksi, dan training. Biaya training merupakan biaya yang besar apabila tenaga kerja yang direkrut adalah tenaga kerja yang belum berpengalaman.
2.
Firing Cost (Biaya Pemberhentian Tenaga Kerja)
15
Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya permintaan akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi menurun dengan drastis. Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan uang pesangon bagi karyawan yang di-PHK, menurunnya moral kerja dan produktivitas karyawan yang masih bekerja, dan tekanan yang bersifat sosial. Semua akibat ini dianggap sebagai biaya pemberhentian tenaga kerja yang akan ditanggung perusahaan. 3.
Overtime Cost dan Undertime Cost (Biaya Lembur dan Biaya Menganggur) Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi, tetapi konsekuensinya perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan lembur yang biasanya 150% dari biaya kerja regular. Di samping biaya tersebut, adanya lembur akan memperbesar tingkat absen karyawan karena kelelahan. Kebalikan dari kondisi di atas adalah bila perusahaan mempunyai kelebihan tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Tenaga kerja berlebih ini kadang-kadang bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang produktif meskipun tidak selamanya efektif. Bila tidak dapat dilakukan alokasi yang efektif, maka perusahaan dianggap menanggung biaya menganggur yang besarnya merupakan perkalian antara jumlah jam kerja yang tidak terpakai dengan tingkat upah dan tunjangan lainnya.
4.
Inventory Cost dan Backorder Cost (Biaya Persediaan dan Biaya Kehabisan Persediaan) Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan pada saat-saat tertentu. Konsekuensi dari kebijaksanaan persediaan bagi perusahaan adalah timbulnya biaya penyimpanan (inventory cost/holding cost) yang berupa biaya tertahannya modal, pajak, asuransi, kerusakan bahan, dan biaya sewa gudang. Kebalikan dari kondisi diatas, kebijaksanaan tidak mengadakan persediaan seolah-olah menguntungkan, tetapi sebenarnya dapat menimbulkan kerugian dalam bentuk biaya kehabisan persediaan. biaya kehabisan persediaan ini dihitung berdasarkan berapa barang diminta yang tidak tersedia. Kondisi ini pada sistem MTO (Make to order = Memproduksi berdasarkan pesanan) akan mengakibatkan jadwal penyerahan order terlambat, sedangkan pada sistem MTS (make to stock = Memproduksi untuk memenuhi persediaan) akan mengakibatkan beralihnya pelanggan pada produk lain. Kekecewaan pelanggan karena tidak tersedianya barang yang diinginkan akan diperhitungkan sebagai kerugian bagi perusahaan, dimana kerugian tersebut akan dikelompokkan sebagai biaya kehabisan persediaan. Biaya kehabisan persediaan ini sama nilainya dengan biaya pemesanan kembali bila konsumen masih bersedia menunggu.
5. Subcontract Cost (Biaya Subkontrak) 16
Pada saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas regular, biasanya perusahaan mensubkontrakan kelebihan permintaan yang tidak bisa ditanganinya sendiri kepada perusahaan lain. Konsekuensi dari kebijaksanaan ini adalah timbulnya biaya subkontrak, dimana biasanya biaya mensubkontrakan ini lebih mahal dibandingkan memproduksi sendiri dan adanya risiko terjadinya kelambatan penyerahan dari kontraktor.
2.2.2 Strategi Agregat Berikut merupakan strategi dalam perencanaan agregat menurut Gaspers (1998: 132133), yaitu : 1.
Chase Stategy (Zero Inventory) Chase Stategy atau yang disebut sebagai lot for lot strategi pada intinya bertujuan untuk
menghasilkan perencanaan dimana jumlah inventory sama dengan nol. Jumlah unit produk yang diproduksi sepenuhnya sama dengan jumlah permintaan di tiap periode perencanaan. Jumlah pekerja akan disesuaikan dengan permintaan pada tiap bulan. Pada chase strategy biaya terkait dengan persediaan dan backorder akan kecil, namun biaya berhubungan tenaga kerja baik perekrutan maupun pemberhentian akan besar. Hal ini dikarenakan pada chase strategy tidak mengizinkan adanya persediaan dan backorder sehingga permintaan akan dipenuhi pada periode tersebut dengan cara melakukan perubahan pada jumlah tenaga kerja. 2.
Level Strategy Level Strategy atau dapat disebut rencana produksi dengan tingkat produksi tetap atau
rencana produksi dengan jumlah tenaga kerja tetap. Pada level strategy menggunakan inventory sebagai bagian dari strategi operasionalnya. Persediaan diciptakan pada saat permintaan rendah untuk pemenuhan permintaan yang tinggi (peak time). Adanya persediaan dan backorder pada level strategy akan berdampak pada tingginya biaya persediaan dan biaya backorder, namun biaya berhubungan dengan tenaga kerja akan kecil. 3.
Linear Programming Linear Programming dapat digunakan sebagai alat perencanaan agregat. Model ini dibuat
karena validitas pendekatan koefisien manajemen sukar dipertanggung jawabkan. Asumsi utama model program linier dalam perencanaan agregat adalah biaya biaya variable ini bersifat linier dan variable-variabel tersebut dapat berbentuk bilangan riil. Asumsi ini sering kali menyebabkan model program linier kurang realistis jika diterapkan. Misalnya asumsi kondisi ketiadaan persediaan produk jadi yang berbanding lurus dengan jumlah ketiadaaan
17
persediaan produk jadi (Kusuma, 2002). Adapun langkah – langkah pemodelannya adalah sebagai berikut: a.
Menentukan variabel-variabel dari persoalan, misalnya X1, X2 dan seterusnya.
b.
Menentukan batasan-batasan yang harus dikenakan untuk memenuhi batasan sistem yang dimodelkan. ∑𝑛𝑗=1 𝑎𝑖𝑗 𝑥𝑗 ≥ ; = 𝑎𝑡𝑎𝑢 ; ≤ , 𝑖 = 1,2, … , 𝑚
(2-9) Sumber Nasution A.H (2008)
c.
Menetukan tujuan (maksimasi atau minimasi) yang harus dicapai untuk menentukan pemecahan optimum dari semua nilai yang layak dari variabel tersebut (Hamdy A. Taha 1993 : 17). 𝑍 = 𝐶1 𝑋1 + 𝐶2 𝑋2 + … . . + 𝐶𝑛 𝑋𝑛
(2-10) Sumber: Nasution A.H (2008)
Model dasar diatas juga dapat dirumuskan ke dalam notasi matriks seperti berikut: 𝑍 = 𝐶′𝑋
(2-11) Sumber: Nasution A.H (2008)
Syarat – ikatan : 𝐴𝑋 ≤ 𝑎𝑡𝑎𝑢 ≥ 𝑏 𝑑𝑎𝑛 𝑋 ≥ 0
2.3 Perencanaan Disagregat Proses Disagregasi atau disagregat adalah proses mengubah hasil rencana produksi agregat menjadi jumlah yang harus diproduksi untuk setiap produk atau item. Proses disagregat dibutuhkan sebelum membuat Master Production Schedule (MPS). Disagregasi adalah aktivitas pengkonversian level produksi yang telah direncanakan ke dalam kuantitas dari masing-masing model produk yang telah dikerjakan pada perencanaan fasilitas (Bedworth dan Bailey, 1982, h.126). Hasil output dari proses disagregasi adalah MPS atau JIP (Jadwal Induk Produksi). Jadwal produksi induk (JPI) merupakan keluaran dari disagregasi sebuah perencanaan agregat. JPI menggabungkan produk-produk yang sama (identik) ke dalam kelompok produk, memecah permintaan dalam bulanan dan kadang-kadang menentukan kelompok atau produk, tenaga kerja yang dibutuhkan untuk setiap end item dan pelayanan yang harus dijadwalkan secara spesifik pada setiap stasiun kerja. Selain itu, JPI merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk suku cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan untuk memproduksi output yang berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu (Gaspersz, 2001,h.141)
18
2.4 Master Production Schedule Menurut Gaspersz (2001:141), Master Production Schedule (MPS) adalah proses untuk menghasilkan jadwal induk produksi yang memuat pernyataan tentang kuantitas dan periode waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu produk akhir. MPS mendisagregasikan dan mengimplementasikan rencana produksi agregat. Bila rencana produksi dinyatakan dalam bentuk agregat, maka MPS dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dalam bentuk Item Master dan BOM (Bill Of Material). MPS membentuk jalinan komunikasi antara bagian pemasaran dan manufaktur sehingga bagian pemasaran dapat memberikan ATP (Available To Promise) janji yang akurat kepada pelanggan. Dalam kegiatan produksi kita juga mengenal adanya Time Fences. Time Fences didefinikan sebagai suatu kebijakan atau petunjuk yang ditetapkan untuk mencatat dimana (dalam zona waktu) terdapat berbagai keterbatasan atau perubahan dalam prosdedur operasi manufacturing. Time fences yang paling umum dikenal adalah Demand of Time Fence (DTF) dan Planning Time Fence (PTF), dimana DTF ditetapkan pada waktu final assembly sedangkan PTF ditetapkan pada waktu tunggu kumulatif (Gaspersz, 2004). Demand of Time Fence (DTF) merupakan periode mendatang dari MPS, dimana dalam periode ini perubahan terhadap MPS tidak diizinkan. Planning Time Fence merupakan periode mendatang dari MPS, dimana dalam periode ini perubahanperubahan terhadap MPS dievaluasi.
2.5 Line Balancing Menurut Gaspersz (2004), Line Balancing adalah suatu analisis yang mencoba melakukan suatu perhitungan keseimbangan hasil produksi dengan membagi beban antar proses secara berimbang sehingga tidak ada proses yang idle akibat terlalu lama menunggu keluarnya peroduk dari proses yang sebelumnya. Adapun tujuan utama dalam menyusun Line Balancing adalah untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan seperti ini maka akan mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stasiun kerja, dimana antara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang. Menurut Gazpersz (2004), terdapat sejumlah langkah pemecahan masalah line balancing, antara lain sebagai berikut. 1.
Mengidentifikasi tugas-tugas individual atau aktivitas yang akan dilakukan.
2.
Menentukan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap tugas itu.
3.
Menetapkan precedence constraints, jika ada yang berkaitan dengan setiap tugas itu.
4.
Menentukan output dari assembly line yang dibutuhkan. 19
5.
Menentukan waktu total yang tersedia untuk memproduksi output.
6.
Menghitung cycle time yang dibutuhkan, misalnya: waktu diantara penyelesaian produk yang dibutuhkan untuk menyelesaikan output yang diinginkan dalam batas toleransi dari waktu (batas waktu yang yang diijinkan).
7.
Memberikan tugas-tugas kepada pekerja atau mesin.
8.
Menetapkan minimum banyaknya stasiun kerja (work stasion) yang dibutuhkan untuk memproduksi output yang diinginkan.
9.
Menilai efektifitas dan efisiensi dari solusi.
10. Mencari terobosan-terobosan untuk perbaiki proses terus menerus (continuous process improvement). Menurut Groover(2001) line balancing dapat diselesaikan dengan menggunakan rumusrumus seperti dibawah ini. 1. Total waktu / proses Twc = waktu agregasi Sumber : Groover (2001:529)
2. Production Rate Sumber : Groover (2001:529) 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑓𝑜𝑟𝑒𝑐𝑎𝑠𝑡
3. Rp = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 (2-13) Sumber : Groover (2001:529)
4. 𝑇𝑐 =
60 𝑥 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑢𝑝 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑅𝑝
(2-14) Sumber : Groover (2001:529)
5. Jumlah workstation 𝑤=
𝑇𝑤𝑐 𝑇𝐶
(2-15) Sumber : Groover (2001:529)
6. Ts = Tc – T setup (2-16) Sumber : Groover (2001:529) 𝑇𝑤𝑐
7. Efisiensi : 𝐸 = 𝑤 𝑥 𝑇𝑠 𝑥 100 % (2-17) Sumber : Groover (2001:529)
20
(2-12)
2.5.1 Algoritma Line Balancing Menurut Nasution A.H (2008), Berikut merupakan beberapa Algoritma Line Balancing, antara lain sebagai berikut: 1. Largest Candidate Rules Prinsip dari algoritma ini ialah menggabungkan proses-proses atas dasar pengurutan operasi dari waktu proses terbesar hingga elemen dengan waktu operasi terkecil. Sebelum dilakukan penggabungan, harus ditentukan dahulu berapa waktu siklus yang akan dipakai. Waktu siklus ini akan dijadikan pembatas dalam penggabungan operasi dalam satu stasiun kerja. Algoritma ini terdiri dari beberapa tahap : a) Mulai dari atas, pilih elemen yang akan ditugaskan pada stasiun pertama, yang memenuhi
persyaratan precedence dan tidak menyebabkan total jumlah Tek pada
stasiun terebut melebihi Ts. b) Jika tidak ada elemen lain yang dapat ditugaskan tanpa melebihi Ts , maka lanjutkan ke stasiun berikutnya. c) Ulangi langkah 1 dan 2 untuk stasiun lainnya sampai seluruh elemen selesai ditugaskan. d) Tentukan nilai efisien, balance delay, smoothness index nya.
2. Killbridge Wester Heuristik Killbridge Wester adalah metode yang dirancang oleh M. Killbridge dan L. Wester sebagai pendekatan lain untuk mengatasi permasalahan keseimbangan lintasan perakitan. Metode ini dilakukan dengan pengelompokan tugas kedalam sejumlah kelompok yang mempunyai tingkat keterhubungan yang sama. Langkah-langkah yang digunakan sebagai berikut : a)
Buat precedence diagram dari persoalan yang dihadapi. Bagi tiap elemen kerja dalam diagram tersebutke dalam kolom dari kiri ke kanan. Kolom I adalah elemen-elemen kerja yang tidak memiliki elemen kerja pendahuluan. Kolom II adalah elemen-elemen kerja yang memiliki pendahulaun di kolom I. Begitu seterusnya dengan kolom selanjutnya.
b) Tentukan waktu siklus dari bilangan prima waktu total elemen kerja dan tentukan jumlah stasiun kerja. c)
Tempatkan elemen-elemen kerja ke stasiun kerja sehingga total waktu elemen kerja tidak melebihi waktu siklus. 21
d) Bila penempatan suatu elemen kerja mengakibatkan total waktu elemen kerja melebihi waktu siklus maka elemen kerja tersebut ditempatkan di stasiun kerja berikutnya. e)
Ulangi langkah 3 dan 4 sampai seluruh elemen kerja ditempatkan.
3. Ranked Positional Weight Ranked Positional Weight adalah metode yang diusulkan oleh Helgeson dan Birnie sebagai pendekatan untuk memecahkan permasalahan pada keseimbangan lini dan menemukan solusi dengan cepat. Konsep dari metode ini adalah menentukan jumlah stasiun kerja minimal dan melakukan pembagian task kedalam stasiun kerja dengan cara memberi bobot posisi kepada setiap task sehingga semua task telah ditempatkan kepada sebuah stasiun kerja. Urutan langkah-langkah pada metode RPW adalah sebagai berikut (Ginting, 2007,p.217):
a)
Hitung bobot setiap elemen kerja. Bobot posisi suatu elemen adalah jumlah waktu elemen-elemen pada rantai terpanjang mulai elemen tersebut mulai elemen tersebut sampai elemen terakhir. Bobot RPW = waktu proses tersebut + waktu proses operasioperasi berikutnya
b) Urutkan elemen-elemen menurut bobot posisi dari besar ke kecil c)
Hitung waktu siklus
d) Tempatkan elemen kerja dengan bobot terbesar pada stasiun kerja sepanjang tidak melanggar precedence dan waktu stasiun tidak melebihi waktu siklus e)
Ulangi langkah 3 sampai seluruh elemen ditempakan.
2.6 Rough Cut Capacity Planning RCCP (perencanaan kapasitas kasar) ini termasuk dalam perencanaan kapasitas jangka panjang. RCCP menentukan kebutuhan kapasitas yang diperlukan untuk melaksanakan MPS (Master Production Schedule) (Gaspersz, 2012). Rough Cut Capacity Planning (RCCP) berperan dalam mengembangkan dan melakukan validasi terhadap MPS . Rough Cut Capacity Planning (RCCP) menentukan tingkat kecukupan sumber daya yang direncanakan untuk melaksanakan MPS. RCCP menggunakan definisi dari unit product loads yang disebut sebagai: profil produk-beban (product-load profiles, bills of capacity, bills of resources, atau bill of labor). Penggandaan beban per unit dengan kuantitas produk yang dijadwalkan per periode waktu akan memberikan beban total per periode waktu untuk setiap pusat kerja (work center). RCCP lebih terperinci dari RRP, karena RCCP menghitung beban untuk semua item yang dijadwalkan dan dalam periode waktu aktual. Apabila proses RCCP mengindikasikan bahwa MPS adalah layak, MPS akan diteruskan ke proses MRP guna
22
menentukan bahan baku atau material, komponen, dan subassemblies, yang dibutuhkan. Dalam perusahaan yang berorientasi pada kapasitas seperti industri kimia, apabila RCCP mengindikasikan terdapat masalah dengan MPS, perencana harus mengubah MPS melalui salah satu penjadwalan ulang pesanan-pesanan pelanggan (costumer orders) atau melalui pemberitahuan ke bagian pemasaran untuk tidak menjual melebihi kapasitas yang ada. RCCP didefinisikan sebagai proses konversi dari Rencana Produksi dan atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber – sumber daya kritis, seperti : tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan. Rough Cut Capacity Planning menentukan kapasitas yang dibutuhkan untuk membuat MPS. Horizon perencanaan sama dengan MPS, biasanya satu sampai tiga tahun. Time buckets paling umum adalah satu minggu, dan revisi secara khas dilakukan mingguan atau bulanan. Kapasitas digambarkan dalam kaitan antara manusia dan/atau jam mesin dengan work center. Seperti pada MPS dalam hubungannya dengan spesifikasi produk akhir, RCCP dapat mempertimbangkan perubahan pada product mix. Bagaimanapun, RCCP tidak mempertimbangkan inventories dari komponen yang siap untuk diproduksi dan dalam penyimpanan atau pekerjaan dalam proses, gambaran singkatnya adalah kapasitas diperlukan mungkin salah. Sumber lainnya dari kesalahan potensial adalah bahwa MPS tidak secara akurat merefleksikan pengaruh dari ukuran lot. Rough Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan prioritas-kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. RCCP melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam hierarki perencanaan prioritas produksi. Guna menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu, khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial (potential bottleneck), adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Pada dasarnya RCCP didefinisikan sebagai proses konversi dari rencana produksi dan/atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber-sumber daya kritis seperti: tenaga kerja, mesin dan peralatan, kapasitas gudang, kapabilitas pemasok material dan parts, dan sumber daya keuangan. RCCP serupa dengan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya (Resource Requirements Planning, RRP), kecuali bahwa RCCP adalah lebih terperinci daripada RRP dalam beberap hal, seperti: RCCP didisagregasikan ke dalam level item atau sku (stockkeeping unit); RCCP didisagregasikan berdasarkan periode waktu harian atau mingguan; dan RCCP mempertimbangkan lebih banyak sumber daya produksi. Pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan untuk melaksanakan RCCP, yaitu: 23
1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS. 2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead times). 3. Menentukan bill of resources. 4. Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP.
2.6.1 Metode RCCP Berikut merupakan metode-metode yang digunakan pada RCCP (Rough Cut Capacity Planning), yaitu: 1.
CPOF (Capacity Planning Overall Factor/Pendekatan total faktor) Menurut Nasution A.H (2008), CPOF membutuhkan masukan yaitu MPS. Waktu total yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk dan proporsi waktu penggunaan sumber. CPOF mengalikan waktu total tiap family terhadap jumlah MPS untuk memperoleh total waktu yang diperlukan pabrik untuk mencapai MPS. Total waktu ini kemudian dibagi menjadi waktu penggunaan masing-masing sumber dengan mengalikan total waktu terhadap proporsi penggunaan sumber.
2.
BOLA (Bill Of Labour Approach / Pendekatan daftar tenaga kerja) Menurut Nasution A.H (2008), Bill of Labour Approach merupakan umlah kebutuhan kapasitas yang diperlukan diperoleh dengan mengalikan waktu tiap komponen yang tercantum pada daftar tenaga kerja dengan jumlah produk dari MPS.
3.
RPA (Resource Profile Approach / Pendekatan profil sumber) Menurut Nasution A.H (2008), RPA merupakan teknik perencanaan kapasitas kasar yang paling rinci tetapi tidak serinci perencanaan kebutuhan kapasitas (Capacity Requirement Planning).
2.7 Material Requirement Planning Menurut Orlicky (2004), Material Requirement Planning (MRP) merupakan suatu teknik atau prosedur logis untuk menterjemahkan Jadwal Induk Produksi (JIP) dari barang jadi atau end item menjadi kebutuhan bersih untuk beberapa komponen yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan JIP. MRP ini digunakan untuk menentukan jumlah dari kebutuhan material untuk mendukung Jadwal Produksi Induk dan kapan kebutuhan material tersebut dijadwalkan. Menurut Yamit (2001), Material Requirement Planning (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu alat atau set prosedur yang sistematis dalam penentuan kuantitas 24
serta waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-komponen permintaan yang saling bergantungan (dependent demand items). Permintaan dependent adalah komponen barang akhir seperti bahan mentah, komponen suku cadang dan sub perakitan dimana jumlah persedian yang dibutuhkan tergantung (dependent) terhadap jumlah permintaan item barang akhir. 2.7.1 Langkah – langkah MRP Sistem MRP memiliki empat langkah utama yang harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item. Langkah-langkah dasar dalam penyusunan proses MRP adalah sebagai berikut (Nasution, 2003): 1.
Netting Netting (kebutuhan bersih) merupakan proses perhitungan untuk menetapkan jumah kebutuhan bersih untuk setiap periode selama horison perencanaan yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan).
2.
Lotting Lotting merupakan penentuan ukuran lot (jumlah pesanan) yang menjamin bahwa semua kebutuhan-kebutuhan akan dipenuhi, pesanan akan dijadwalkan untuk penyelesaian pada awal periode dimana ada kebutuhan bersih yang positif.
3.
Offsetting Offsetting (rencana pemesanan) merupakan salah satu langkah pada MRP untuk menentukan saat yang tepat untuk rencana pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih. Rencana pemesanan didapat dengan cara menggabungkan saat awal tersedianya ukuran lot (lot size) yang diinginkan dengan besarnya waktu ancang- ancang. Waktu ancang-ancang ini sama dengan besarnya waktu saat barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut siap untuk dipakai.
4.
Exploding Exploding merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat (level) yang lebih bawah dalam suatu struktur produk serta didasarkan atas rencana pemesanan.
2.7.2 Metode Ukuran Lot 1.
Lot For Lot (LFL) Lot for lot (LFL) merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana dan mudah dimengerti. Pemesanan dilakukan dengan pertimbangan minimasi ongkos simpan. Pada 25
teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih (Rt) dilaksanakan di setiap periode yang membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanannya (lot size) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Teknik ini biasanya digunakan untuk item-item yang mahal atau yang tingkat kontinuitas permintaannya tinggi. (Rosnani Ginting, 2007 : 194). 2.
Fixed Order Quantity (FOQ) Fixed Order Quantity (FOQ) adalah sistem persedian probalistik yang variabel keputusan menggunakan Q (menotasikan kuantitas) pesanan tetap yang optimal. Kriteria optimal adalah total biaya persediaan yang minimal (Baroto, 2002). Tujuan persediaan dengan metode ini adalah untuk menentukan jumlah pesanan yang paling optimal dengan biaya yang minimal dan titik pemesanan kembali (reorder point). Prinsip FOQ atau pengendalian persediaan sistem Q adalah pemesanan dilakukan pada saat mencapai batas titik pemesanan (reorder point). Jumlah masing-masing unit produk yang dipesan sudah tetap. Namun pemesanannya dapat berbeda waktunya (kapan reorder point dapat tercapai). Jumlah persediaan yang menjadi kebutuhan selama waktu ancang-ancang dengan memperhitungkan kebutuhan yang berfluktuasi selama waktu ancang-ancang tersebut. Persediaan untuk meredam fluktuasi ini dinamakan persediaan pengaman (Tersine, 1994). Dapat dikatakan safety stock dalam FOQ system, diperlukan untuk mengatasi adanya fluktuasi demand selama lead time. Safety stock untuk permintaan probabilistik dengan stockout case lost sales dimana demand yang tidak dapat dipenuhi akan dianggap hilang.
3.
Period Order Quantity ( POQ ) Period Order Quantity (POQ) disebut juga dengan Economic Time CycIe. Teknik POQ ini digunakan untuk menentukan interval waktu order (Economic Order Interval). Keuntungan menggunakan teknik POQ adalah dapat menghasilkan lot size order yang berbeda dalam memenuhi net requirement. Teknik POQ ini akan lebih baik kemampuannya jika digunakan pada saat biaya setup tiap tahun sama tetapi biaya carrying lebih rendah (Imam, 2005). Berikut merupakan rumusa dari period order quantity (POQ). 𝑃𝑂𝑄 = √
2𝑆 𝐷𝐻
Dimana : D = rata-rata kebutuhan
26
S = biaya pesan H = biaya simpan 4.
Least Unit Cost (LUC) Menurut Tersine (1994) perhitungan pada metode LUC mirip dengan Silver Meal, bedanya adalah Silver Meal dalam pemilihan lot size yang optimal dengan melihat biaya paling minimum dari setiap periode, sedangkan LUC melihat biaya paling minimum dari setiap unit. Keputusan ditentukan berdasarkan ongkos per unit (ongkos pengadaan per unit ditambah ongkos simpan per unit) terkecil dari setiap bakal ukuran lot yang akan dipilih. Total biaya relevan per unit adalah menurut Tersine (1994:188) sebagai berikut : 𝑇𝑅𝐶 (𝑇) 𝐶 + 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑇 = ∑𝑇𝑘=1 𝑅𝑘 ∑𝑇𝑘=1 𝑅𝑘 𝐶 + 𝑃ℎ ∑𝑇𝑘=1(𝑘 − 1)𝑅𝑘 = ∑𝑇𝑘=1 𝑅𝑘 Keterangan: C = biaya pemesanan per periode h = persentase biaya simpan per periode P = biaya pembelian per unit Ph = biaya simpan per periode TRC(T) = total biaya relevan pada periode T T = waktu penambahan dalam periode Rk = rata-rata permintaan dalam periode k
2.8 Capacity Requirements Planning Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) membandingkan kapasitas yang dibutuhkan terhadap projected
available
capaity untuk open
manufacturing
orders dan planned
manufacturing orders yang dihasilkan oleh sistem MRP. CRP menggunakan routing files dan informasi pusat kerja untuk menghitung beban yang dijadwalkan pada pusat-pusat kerja, dengan mengasumsikan infinite capacity. Jika projected capacity berbeda dengan yang dibutuhkan oleh projected load, perencana dapat merekomendasikan tindakantindakan korektif kepada manajemen puncak termasuk mengurangi atau menjadwalkan ulang pesanan-pesanan, merekrut atau mengurangi tenaga kerja, mengalihtugaskan pekerja, mensubkontrakkan, atau melakukan alternate routings. Apabila CRP mengindikasikan bahwa beban dari pesanan yang dikeluarkan ditambah jadwal MRP dari pesanan yang
27
direncanakan adalah layak dari sudut pandang kapasitas, pesanan-pesanan yang direncanakan itu dikeluarkan ke Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) untuk dilaksanakan. Capacity Requirements Planning menetapkan kapasitas dibutuhkan untuk membuat rencana kebutuhan material. Secara khusus, horizon perencanaan adalah tahun, time buckets adalah minggu, dan revisi dibuat mingguan atau bulanan. Proyeksi dari kapasitas adalah antara pekerja dan/atau jam mesin dengan work center. Tujuan utama CRP adalah menunjukkan perbandingan antara beban yang ditetapkan pada pusat-pusat kerja melalui pesanan kerja yang ada dan kapasitas dari setiap pusat kerja selama periode waktu tertentu. Melalui identifikasi overloads atau underloads, jika ada, tindakan perencanaan kembali (replanning) dapat dilakukan untuk menghilangkan situasi itu guna mencapai suatu keseimbangan antara beban dan kapasitas (balanced load). Jika arus kedatangan pesanan melebihi kapasitas, beban akan meningkat, yang ditandai olehinventory yang berada dalam antrian kerja yang tidak diproses di depan pusat kerja. Sebaliknya jika arus kedatangan pesanan lebih sedikit daripada kapasitas yang ada, beban (pesanan yang menunggu untuk diproses) akan berkurang. Capacity Requirement Planning adalah fungsi dari pengadaan, pengukuran dan penyesuaian batas/ level dari kapasitas, proses untuk menentukan berapa banyak sumber daya pekerja dan mesin yang dibutuhkan untuk menyelesaikan poduksi. Capacity Requirement Planning merupakan perencanaan kapasitas yang direncanakan telah mampu memenuhi perencanaan produksi yang dibuat untuk melayani kebutuhan atau permintaan. CRP membutuhkan input open shop order dan planned orders dalam system MRP, yang telah diubah kedalam jam kerja pada work center pada periode waktu tertentu. Secara konsep MRP cukup sederhana, MPS yang dieksplode melalui MRP. Nilai planned order release (Porel) dari system MRP kemudian digunakan untuk menjalankan sebuah simulasi deterministic yang menggunakankan lead time offsets untuk menentukan waktu setiap order di setiap work station
2.9 Enterprise Resource Planning Enterprise Resource Planning (ERP) menurut O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010: 272) adalah sistem perusahaan yang meliputi semua fungsi yang terdapat di dalam perusahaan yang didorong oleh beberapa modul software yang terintegrasi untuk mendukung proses bisnis internal perusahaan. Sebagai contoh, software ERP untuk perusahaan manufaktur umumnya dimulai dari memproses data yang masuk, melacak status 28
dari penjualan, inventory, pengiriman barang, dan penagihan barang, serta memperkirakan bahan baku dan kebutuhan sumber daya manusia, sehingga menurut O’Brien, J. A., & Marakas, G. M. (2010: 272) terdapat 5 komponen utama dari sistem ERP. Berikut adalah gambar dari 5 komponen tersebut :
Gambar 2.7: Komponen Utama dari Sistem ERP Sumber : O’Brien & Marakas (2010: 272)
2.10 Odoo Odoo (Open ERP) adalah sebuah aplikasi bisnis open source yang memiliki fitur yang sangat lengkap, mulai dari Customer Relationship Management (CRM), Sales Management, Purchase Management, Accounting, Finance, dan lain-lain. ERP sendiri merupakan sistem informasi yang bertujuan untuk menyatukan seluruh departemen dan fungsi yang ada pada sebuah perusahaan ke dalam sistem komputer terpadau yang dapar mengakomodasi seluruh kebutuhan spesifik dari departemen yang berbeda, sistem inilah yang harus memenuhi kebutuhan departemen dan mereduksi pekerjaan-pekerjaan manual yang ada (Wibisono, 20015).
2.10.1 Fitur Odoo Saat pertama kali menginstal Odoo, modul-modulnya belum lengkap, sehingga diperlukan untuk mengupgrade modul-modul tersebut. Berikut penjelasan mengenai modulmodul utama yang digunakan dalam odoo: a.
Purchase Purchase management memungkinkan anda untuk mencari penjual dari harga penawarannya dan mengkonversikannya menjadi pesanan pembelian. Odoo memiliki beberapa metode pemantauan dan pelacakan faktur penerimaan barang yang dipesan. 29
Kita dapat menangani [eniriman yang partial di Odoo, sehingga kita masih dapat mengetahui barang yang masih akan diantarkan. Odoo memungkinkan sistem untuk menggenertae secara otomatis draft pembelian. b.
Manufacturing Dalam modul ini terdapat double-entry stock untuk mempermudah traceability, melakukan kontrol terhadap biaya dan margins proyek, product dan partners, dan mudah untuk menjalankannya. Diintegrasikan dengan accounting untuk transaksi secara otomatis, diintegrasikan dengan HR management untuk mendapatkan ketersediaan resources.
c.
Inventory Modul ini merupakan inti dari operasional sebuah perusahaan. Pemrosesan data inventori sangat mungkin untuk menjadi sulit. Modul inventory dalam Odoo bersifat terintegrasi secara menyeluruh dengan modul lainnya, seperti purchases dan sales. Tidak hanya terbatas pada proses-proses tersebut, modul ini juga dapat terintegrasi dengan e-commerce, manufacturing, dan repairs.
1.1. Perencanaan Gudang Menurut Warman (2010), gudang adalah bangunan yang dipergunakan untuk menyimpan barang dagangan. Penggudangan adalah kegiatan menyimpan dalam gudang. Menurut Hadiguna dan Setiawan (2008), gudang dapat didefinisikan sebagai tempat yang dibebani tugas untuk menyimpan barang yang akan dipergunakan dalam produksi sampai barang diminta sesuai dengan jadwal produksi. Sejak dulu, gudang berfungsi sebagai buffer atau penyeimbang dan untuk menentukan langkah selanjutnya suatu perusahaan akan menggunakan gudang untuk komersial atau lebih baik digunakan sendiri. Menurut Holy dan Martinus (2005:183-184) terdapat beberapa tipe gudang, yaitu: 1.
Manufacturing plant warehouse Manufacturing plant warehouse adalah gudang yang ada di pabrik. Transaksi di dalam
gudang ini meliputi penerimaan dan penyimpanan material, pengambilan material, penyimpanan barang jadi ke gudang, transaksi internal gudang, dan pengiriman barang jadi ke central warehouse, distribution warehouse, atau langsung ke konsumen. 2.
Central warehouse Central warehouse adalah gudang pokok. Transaksi di dalam central warehouse
meliputi penerimaan barang jadi (dari manufacturing warehouse, langsung dari pabrik, atau
30
dari supplier), penyimpanan barang jadi ke gudang, dan pengiriman barang jadi ke distribution warehouse. 3.
Distribution warehouse Distribution warehouse adalah gudang distribusi. Transaksi dalam gudang ini meliputi
penerimaan barang jadi (dari central warehouse, pabrik, atau supplier), penyimpanan barang yang diterima gudang, pengambilan dan persiapan barang yang akan dikirim, dan pengiriman barang ke konsumen. Terkadang distribution warehouse juga berfungsi sebagai central warehouse. 4.
Retailer warehouse Retailer warehouse adalah gudang pengecer, jadi dengan kata lain, gudang ini adalah
gudang yang dimiliki toko yang menjual barang langsung ke konsumen.
1.1.1. Operasional Gudang Menurut Holy dan Martinus (2005:186) dalam pergudangan terdapat 3 fungsi utama, yaitu: movement (perpindahan), storage (penyimpanan), dan information transfer (transfer informasi). 1.
Movement (perpindahan) Fungsi movement ini merupakan fungsi utama, salah satu kegiatannya adalah
memperbaiki perputaran persediaan dan mempercepat proses pesanan dariproduksi hingga ke pengiriman utama. Fungsi movement dibagi menjadi aktivitas-aktivitas meliputi: a.
Receiving (penerimaan) Merupakan aktivitas penerimaan barang di mana di dalamnya terdapat aktivitasaktivitas seperti pembongkaran muatan, penghitungan kuantitas yang diterima dan inspeksi kualitas dan kerusakan, dan jugaaktivitas-aktivitas lain yang berkaitan dengan penerimaan barang di gudang.
b.
Put Away Merupakan proses pemindahan barang dari dok penerimaan ke gudang penyimpanan.
c.
Customer Order Picking Merupakan aktivitas pemindahan barang dari gudang penyimpanan atau dari lokasi packing untuk kemudian disiapkan untuk proses pengiriman.
d.
Packing Proses packing merupakan proses pengepakkan barang yang akan dikirim ke konsumen.
e.
Cross Docking
31
Proses ini merupakan proses pemindahan barang dari area receiving langsung ke lokasi shipping tanpa melalui aktivitas penyimpanan di gudang. f.
Shipping Aktivitas ini merupakan pengiriman produk dan meliputi proses pembuatan dokumen barang yang akan dikirim.
2.
Storage (penyimpanan) Storage merupakan aktivitas penyimpanan barang, baik yang merupakan bahan baku
ataupun barang hasil produksi. Penyimpanan barang dilakukan di dalam gedung gudang. Gudang produk jadi dan bahan baku dapat menjadi satu atau dipisahkan. 3.
Information transfer (transfer informasi) Informasi yang ditransfer dalam aktivitas ini adalah informasi mengenai stock barang
yang ada di gudang atau informasi-informasi lain yang berguna. Informasi ini dapat merupakan informasi untuk pihak di luar gudang atau pihak gudang sendiri.
1.2. Jenis Layout Pemilihan dan penempatan alternatif layout merupakan langkah yang kritis dalam proses perencanaan fasilitas produksi, karena disini layout yang dipili akan menentukan hubungan fisik dari aktivitas-aktivitas produksi yang berlangsung. (Wignjosoebroto, 1996).
1.2.1. Layout Type Susunan mesin dan peralatan pada suatu pabrik akan sangat mempengaruhi kegiatan produksi, terutama dalam hal efektivitas waktu proses produksi. Tata letak yang baik dapat diartikan sebagai penyusunan teratur dan efisien dari semua fasilitas pabrik dan tenaga kerja yang ada. Fasilitas tersebut mencakup service area, yang mana terdapat tempat penerimaan dan pengiriman barang, maintenance, gudang dan sebagainya. Menurut Wignjosoebroyo (1996), terdapat 4 macam tipe layout atau tata letak yang secara umum diaplikasikan dalam desain layout, yaitu : 1.
Tata letak berdasarkan fungsi atau macam proses (process layout) Tata letak berdasarkan process adalah metode pengaturan dan penempatan mesin serta peralatan produksi yang memiliki tipe atau jenis sama kedalam satu departemen. Gambar 2.8 menunjukkan tipe tata letak fasilitas process layout.
32
Gambar 2.8 Process Layout
2.
Tata letak berdasarkan aliran produksi (product layout) Tata letak berdasarkan aliran produksi ini merupakan tipe layout yang paling populer untuk pabrik yang berproduksi masal (mass production). Dalam tata letak tipe ini, suatu produk akan dapat dikerjakan sampai selesai di dalam departemen tersebut tanpa perlu dipindah-pindahkan ke departemen lain.
Gambar 2.9 Products Layout
3.
Tata letak berdasarkan kelompok produk (group technology layout) Tata letak tipe ini didasarkan pada pengelompokan produk atau komponen yang akan dibuat. Produk-produk yang identik dikelompokkan berdasarkan langkah proses, bentuk, mesin, atau peralatan yang dipakai. Pada tipe group technology layout ini mesinmesin atau fasilitas produksi akan dikelompokkan dan ditempatkan dalam sebuah
33
manufacturing cell karena di sini setiap kelompok produk akan memiliki urutan proses yang sama, maka akan menghasilkan tingkat efisiensi yang tinggi dalam prses manufakturnya.
Gambar 2.10 Group Technology Layout
4.
Tata letak berdasarkan lokasi material tetap (fixed material location layout) Tata letak pabrik berdasarkan proses tetap, material atau kelompok produk yang utama akan teteap tinggal pada posisi/lokasinya sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin, manusia, serta komponen-komponen kecil lainnya akan bergerak menuju lokasi material atau komponen produk utama tersebut. Pada proses perakitan maka layout tipe ini sering dijumpai karena disini tools dan peralatan kerja lainnya akan cukup mudah untuk dipindahkan.
Gambar 2.11 Fixed Material Location Layout \
34
1.2.2. Layout Flow Layout flow atau pola aliran berbeda dengan tipe layout, jika pada tipe layout berfokus pada peempatan mesin dan peralatan produksi berbeda halnya dengan pola aliran yang berfokus pada pola aliran/pergerakan yang digunakan untuk pengaturan aliran material dalam proses produksi. Pola aliran dibedakan menjadi : 1.
Pola aliran garis lurus (Straight Line), digunakan untuk proses produksi yang pendek dan sederhana, item tunggal/sedikit, jumlah produksi yang besar. Pola aliran bahan ini akan memberikan jarak perpindahan yang pendek antar proses, proses berlangsung lurus sesuai urutan mesin. Serta jarak perpindahan bahan total akan kecil.
Gambar 2.12 Pola Aliran Garis Lurus Sumber: Wignjosoebroto (1996)
2.
Pola aliran bentuk U, pola ini digunakan jika aliran masuk material dan aliran keluarnya produk pada lokasi yang relatif sama. Hal ini meningkatkan pemanfaatan fasilitas transportasi dan mudah untuk mengawasi keluar masuknya material dan produk jadi. Aliran perpindahan bahan relatif panjang.
Gambar 2.13 Pola Aliran Bentuk U Sumber: Wignjosoebroto (1996)
3.
Pola aliran bentuk circular, pola ini digunakan pada proses yang menghendaki pengembalian material atau produk jadi pada titik awal produksi. Pola ini juga dapat diterapkan pada proses yang menempatkan proses penerimaan bahan/material dan pengiriman barang jadi pada area yang sama.
35
Gambar 2.14 Pola Aliran Bentuk Circular Sumber: Wignjosoebroto (1996)
4.
Pola aliran zig-zag, digunakan jika aliran produksi panjang dan lebih panjang dari ruangan yang ditempati. Karena panjangnya proses, maka aliran bahan dibelokkan atau di zigzag untuk mengurangi panjangnya garis aliran yang ada.
Gambar 2.15 Pola Aliran Bentuk Zig-Zag Sumber: Wignjosoebroto (1996)
5.
ODD Angle, digunakan apabila proses perpindahan bahan (material handling) secara mekanik, terbatasnya ruang dan dikehendaki adanya pola aliran yang tetap. Tujuannya adalah untuk memperoleh garis aliran produk melewati suatu kelompok kerja dari area yang saling berkaitan.
Gambar 2.16 Pola Aliran Bentuk Odd Angle Sumber: Wignjosoebroto (1996)
36
1.3. Sistem Material Handling Menurut Meyers dan Stephens (2005), material handling dapat didefinisikan secara luas sebagai semua penanganan material dalam lingkungan manufaktur. Secara lebih lengkap, material handling dapat didefinisikan sebagai fungsi untuk menyediakan 9R yaitu material dalam jumlah yang tepat (right amount), untuk material yang tepat (right material), dalam kondisi yang tepat (right condition), pada tempat yang tepat (right place), pada waktu yang tepat (right time), dalam posisi yang benar (right position), dalam urutan yang benar (right sequence), dengan biaya yang pantas (right cost) dan dengan menggunakan alat dan metode yang benar (right methods) yang meminimalkan biaya produksi (Tompkins et al., 2003).
1.3.1. Jenis Material Handling Material handling merupakan hal yang perlu dipertimbangkan saat merencanakan tata letak fasilitas, sehingga perlu diketahui jenis material handling. Jenis-jenis material handling adalah sebagai berikut: 1.
Conveyor Conveyor merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan material secara kontinyu
dengan jalur yang tetap. Terdapat beberapa tipe conveyor yang biasa dipergunakan, antara lain belt coveyor, roller conveyor, screw conveyor, dan sebagainya. (Hari Purnomo, 2004:33) 2.
Cranes & Hoists Cranes (derek) dan Hoists (kerekan) adalah peralatan yang digunakan untuk
memindahkan beban secara terputus-putus dengan area yang terbatas. Terdapat beberapa tipe cranes dan hoist antara lain jib crane, bridge crane, gantry crane, tower crane, stacker crane, dan sebagainya. (Hari Purnomo, 2004:33) 3.
Trucks Trucks yang digerakkan tangan atau mesin dapat memindahkan material dengan
berbagai macam jalur yang ada. Yang termasuk dalam kelompok truck adalah fork lift trucks, hand trucks, fork trucks, tailer trains, automated guide vehicles (AGV) dan sebagainya. (Hari Purnomo, 2004:33)
1.3.2. Unit Load Salah satu prinsip pemindahan bahan yaitu prinsip ukuran satuan, yang menyatakan bahwa semakin besar beban yang dibawa, makin rendah biaya tiap satuan yang dipindah.
37
Unit load dapat diartikan yaitu sejumlah barang yang disusun atau dibatasi sehingga beban tersebut dapat dipindah sebagai satu obyek tunggal. Beban tersebut terlalu besar untuk dipindah oleh tangan manusia dan pelepasannya akan menyebabkan penyusunan ulang untuk pemindahan berikutnya. Unit Load menunjukkan sejumlah packaged unit tertentu yang bisa dimuat dalam skid box, pallets, dan lain lain. (Wignjosoebroto, 1996).
1.3.3. Kebutuhan Aisle Jalan lintasan atau aisle dalam pabrik dipergunakan terutama untuk dua hal yaitu komunikasi dan transportasi. Perencanaan yang baik daripada jalan lintasan ini akan banyak menentukan proses gerakan perpindahan dari personil, bahan, ataupun peralatan produksi dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Dengan demikian maka jalan lintasan ini akan dipergunakan antara alain untuk hal-hal seperti : a.
Material handling
b.
Gerakan perpindahan personil
c.
Finished goods product handling
d.
Pembuangan sekrap dan limbah industry lainnya
e.
Pemindahan peralatan produksi baik untuk pergantian baru maupun untuk perawatan Kondisi-kondisi darurat seperti kebakaran, dan lain lain
1.4. Perencanaan Layout Pabrik Tata letak (layout) pabrik adalah suatu rancangan fasilitas, menganalisis, membentuk konsep, dan mewujudkan sistem pembuatan barang atau jasa. Rancangan tata letak pabrik umumnya digambarkan sebagai rancangan lantai, yaitu satu susunan fasilitas fisik (perlengkapan, tanah, bangunan, dan sarana lain) untuk mengoptimalkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran barang, aliran informasi dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha secara ekonomis dan aman (Apple, 1990:2). Tata letak pabrik merupakan salah satu bagian terbesar dari suatu studi perancangan fasilitas (facilities design). Facilities design terdiri dari pelokasian pabrik (plant location) dan perancangan gedung (building design) dimana sebagaimana diketahui bahwa antara tata letak pabrik (plant layout) dengan penanganan material (material handling) saling berkaitan erat (Fred E. Meyers,1993:1). Penyusunan tata letak yang baik dapat memperlihatkan suatu penyusunan daerah kerja yang paling ekonomis untuk dijalankan, disamping itu akan menjamin keamanan dan
38
kepuasan kerja dari pegawai. Prestasi kerja dapat meningkat bila penyusunan tata letak pabrik dilakukan dengan baik.
1.4.1. Systematic Layout Planning Systematic layout planning adalah pendekatan secara umum untuk membuat tata letak dengan mengindikasi prioritas kedekatan, lalu diambil menjadi beberapa faktor selain biaya transportasi (Shim & Siegel, 1999:211). Alasan utama teknik SLP masih popular lebih dari 30 tahun adalah pendekatan langkah-langkah yang sederhana untuk merancang fasilitas. Systematic layout planning memiliki empat fase (Heragu, 2016:76) sebagai berikut: 1.
Fase I Menentukan lokasi dari area dimana departemen akan didirikan. Dalam fase I ini
melibatkan identifikasi lokasi untuk departemen. Contohnya, area ini mungkin berada di sebelah utara dari gedung atau berada dalam gedung yang berdekatan dengan gedung manufaktur yang sudah ada. Fase ini merupakan fase termudah dari empat fase. 2.
Fase II Membuat tata letak secara umum dan keseluruhan. Fase II ini melibatkan penentuan
aliran material antar departemen, memeriksa kebutuhan kedekatan khusus, menentukan ruang yang dibutuhkan untuk setiap departemen, menyeimbangkannya dengan ruang yang tersedia, menggabungkan batasan-batasan (keamanan, budget, dll.) dan menghasilkan sampai lima alternatif rencana tata letak. Rencana tersebut kemudian dievaluasi berdasarkan biaya dan pertimbangan non biaya lainnya dan satu layout dipilih untuk departemendepartemen dan area-area kerja umum. 3.
Fase III Membuat rencana tata letak secara detail. Posisi relatif dari departemen-departemen
yang ditemukan dalam fase II tidak menyediakan detail dari layout dan lokasi spesifik dari setiap mesin, alat-alat bantu, dan layanan pendukung seperti toilet, ruang kebersihan, stasiun inspeksi dan ruang pengisian baterai. Layout detail dari departemen dan layanan pendukung diselesaikan di fase III. Fase III berurusan dengan layout dari mesin-mesin dan alat bantu lainnya di dalam setiap departemen. 4.
Fase IV Menginstalasi layout terpilih. Layout detail harus disetujui oleh orang-orang yang
bersangkutan seperti pegawai yang terlibat, para supervisor, dan para manajer. Lalu layout akhir dipersiapkan. Gambar harus menunjukkan banyak detail karena mereka menggunakannya untuk merencanakan pemindahan ke fasilitas baru. Dalam fase IV, dana 39
dan waktu disesuaikan untuk pemindahan, dan relokasi aktual untuk mesin serta layanan yang dibutuhkan. Prosedur yang digunakan oleh SLP untuk membuat layout keseluruhan dan detail di fase II dan III membutuhkan data input yang diklasifikasikan menjadi lima kategori (Heragu, 2016:78) sebagai berikut: 1.
Produk: Tipe-tipe dari produk yang diproduksi.
2.
Kuantitas: Volume dari setiap tipe part.
3.
Rute: Urutan operasi untuk setiap tipe part.
4.
Services: Layanan pendukung, ruang locker, stasiun inspeksi, dan sebagainya.
5.
Waktu: Kapan tipe part diproduksi? Mesin apa yang akan digunakan selama periode waktu ini? Secara ringkas prosedur pelaksanaan SLP dapat digambarkan dalam diagram berikut :
Gambar 2.17 Prosedur Systematic Layout Planning (SLP)
1.4.2. Activity Relationship Chart Peta keterkaitan kegiatan (activity relationship chart) adalah suatu metode untuk merencanakan dan menganalisis keterkaitan antara setiap kelompok kegiatan yang saling berkaitan. Peta ini berguna untuk :
40
a)
Penyusunan From To Chart.
b)
Lokasi relatif dari pusat kerja.
c)
Lokasi dalam operasi perawatan dan perbaikan.
d)
Lokasi relatif dari daerah pelayanan dalam satu fasilitas produksi.
e) Memperoleh landasan untuk penyusunan daerah selanjutnya. Berikut merupakan contoh dari ARC (activity relationship chart) yang ditunjukkan pada gambar 2.X.
Gambar 2.18 Contoh ARC
Kode huruf yang menjelaskan derajat hubungan antara masing-masing departemen ini secara khusus telah distandarkan, yaitu sebagai berikut : Tabel 2.2 Tabel Kode Derajat Hubungan Antar Fasilitas Derajat (Nilai) Kedekatan Deskripsi Kode Warna A Mutlak Penting E Sangat Penting I Penting O Cukup/Biasa U Tidak Penting X Tidak Dikehendaki
Alasan kedekatan hubungan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel … berikut. Simbol 1
Tabel 2.3 Keterangan Simbol dan Deskripsi Alasan Deskripsi Alasan/Keterangan Urutan aliran proses
2
Melaksanakan kegiatan kerja yang sama
3
Menggunakan tenaga kerja yang sama
41
4
Adanya aliran informasi
5
Lembar kertas kerja yang sering dilakuakan
Tabel 2.3 Keterangan Simbol dan Deskripsi Alasan (Lanjutan) Simbol Deskripsi Alasan/Keterangan 6 Keterkaitan kerja yang sering dilakukan 7
Menggunakan peralatan kerja yang sama
8
Menggunakan luas area yang sama
9
Memungkinkan adanya kondisi yang tidak diinginkan, bising, asap, getaran, risiko keselamatan kerja.
1.4.3. Activity Relationship Diagram Activity Relationship Diagram menjelaskan mengenai hubungan pola aliran bahan dan lokasi dari masing-masing departemen penunjang terhadap departemen produksinya. Untuk membuat ARD, maka terlebih dahulu data yang diperoleh dari ARC dimasukkan ke dalam suatu lembar kerja seperti terlihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4 Lembaran Kerja (Work Sheet) Pembuatan ARD
Data yang sudah dikelompokkan kedalam lembar kerja kemudian dimasukkan kedalam suatu activity template. Berikut contoh Activity Template Block Diagram (ATBD), yaitu :
42
Gambar 2.5 X Activity Template Block Diagram (ATBD)
Setelah membuat ARD dan ATBD, selanjutnya dibuat Space relationship diagram (SRD). Space relationship diagram dibuat berdasarkan Activity Relationship Diagram dengan mempertimbangkan luas ruang yang dibutuhkan dan luas ruang yang tersedia. Selanjutnya penentuan Block layout dapat dibuat memerlukan beberapa percobaan (trial &error). Dengan mempertimbangkan space requirement dan space available, maka layout yang direncanakan dapat dikonstruksikan secara sebenarnya.
1.4.4. Blocplan Blocplan adalah sebuah program yang dikembangkan oleh Donaghey dan Pire pada tahun 1991 dengan mengembangkan tata ruang. Blocplan merupakan algoritma untuk pemecah masalah tata letak fasilitas dan menangani data kuantitatif sebaik data kualitatif. Beberapa algoritma dapat menerima data secara kualitatif, contohnya berupa peta hubungan sedangkan lainnya berupa data aliran secara kuantitatif seperti form to chart. Dalam software Blocplan tersebut data yang dimasukkan berupa departemendepartemen yang ada di dalam perusahaan, kemudian luas ruang dari departemen tersebut. Setelah memasukkan data tersebut, kemudian memeasukkan hubungan kedekatan berdasarkan ARC (activity relationship diagram). Software tersebut akan menghasilkan layout dalam beberapa alternatif. Skor tertinggi dalam R-score adalah yang terbaik.
43
1.4.5. Sketchup SketchUp merupakan suatu program yang mengutamakan pemodelan. pemodelan yang diutamakan adalah pemodelan suatu objek atau benda. program sketchup memiliki plus dan minus. program skecthup ini sangat tepat digunakan untuk memodelkan suatu konsep yang kompleks. seorang designer di beri kemudahan dalam mendesain suatu model dengan memutar, memperbesar dan memperkecil dengan cepat dan tepat. pada Sketchup sendiri tidak hanya membuat gambar tetapi juga dapat membuat video berjalan/animasi. (Stine, 2013:2)
44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas langkah-langkah pengerjaan dan diagram alir dalam praktikum ini.
3.1 Langkah–langkah Pengerjaan Pada studi kasus PT. ADI KARYA GOLF terdapat langkah-langkah pengerjaan, yaitu: 1.
Mulai
2.
Input studi kasus PT. ADI KARYA GOLF
3.
Melakukan identifikasi masalah pada studi kasus yang ada pada proses produksi di PT. ADI KARYA GOLF
4.
Melakukan tinjauan pustaka berdasarkan sumber yang relevan.
5.
Menentukan tujuan dan manfaat pada studi kasus yang ada pada proses produksi di PT. ADI KARYA GOLF
6.
Perencanaan dan pengendaian produksi. a. Melakukan pengolahan data peramalan dengan menggunakan software Minitab 18. Berikut ini adalah langkah-langkah yang digunakan untuk mengolah data dari produk stick golf dengan menggunakan software Minitab 18. 1) Melihat pola data dari produk stick golf a)
Buka software minitab 16.
b) Masukkan data historis permintaan pelanggan untuk produk stick golf pada worksheet C1. c)
Klik Stat – Time series – Time series Plots – Simple – Ok.
Gambar 3.1 Menu stat untuk time series plots.
d) Klik C1 at olahraga golf – Select – Ok.
45
Gambar 3.2 Time series plots analysis
2). Melakukan pengujian autokorelasi f) Klik Stat – Time series – Autocorrelation Function
Gambar 3.3 Menu stat untuk autocorrelation
g) Klik C1 alat olahraga golf – Select – Ok.
Gambar 3.4 Autocorrelation function
3) Melakukan peramalan (forecasting) a) Untuk pengujian dengan metode Trend analysis, Klik Stat – Time series –Winters Method .
46
Gambar 3.5 Menu stat untuk trend analysis
b) Masukkan C1 at pada Variable – isi angka 6 pada seasonal length– pilih multiplicative method– Isi angka 0.9 pada level, 0.1 pada trend, dan 0.1 pada seasonal pada weights to use in smoothing– Centang Generate forecasts– isi angka 6 pada Number of forecast– klik OK.
Gambar 3.6 Winters Method
b. Melakukan proses agregasi untuk pengalokasian sumber daya. Untuk melakukan proses agregasi akan dilakuakan dengan menggunakan software Ms. Exel dan dengan mencoba tiga motode agregat yaitu chase, level dan linear programming. Berikut merupakan langkah proses agregasi dengan menggunakan software Ms. Exel. 1) Metode chase a)
Buka software Ms. Exel. 47
b) Masukkan data produksi untuk pembuatan. c)
Tentukan jumlah pekerja yang digunakan sesuai dengan pekerja yang dibutuhkan tiap periode.
d) Tentukan jumlah jam lembur sesuai dengan syarat tidak terjadi backorder. 2) Metode level a)
Buka software Ms. Excel.
b) Masukkan data produksi untuk pembuatan. c)
Tentukan jumlah pekerja yang digunakan sesuai dengan pekerja yang dibutuhkan terbesar dari seluruh periode.
d) Tentukan jumlah jam lembur sesuai dengan syarat tidak terjadi backorder. 3) Metode linear programming a)
Buka software Ms. Excel.
b) Masukkan data produksi untuk pembuatan. c)
Tentukan jumlah pekerja yang digunakan dan jumlah jam lembur dengan menggunakan solver.
d) Buka menu solver – masukkan Total Biaya pada set target cell – Pilih Min pada Equal – isikan cell yang memiliki variabel bebas – isikan constrain atau kendala – Ok
* Gambar 3.7 Solver parameter untuk metode linear programming
48
c. Melakukan proses disagregasi untuk masing-masing jenis golf club dengan metode linear programming menggunakan sofware Ms. Exel. Berikut merupakan langkah-langkah diasgregasi menggunkan sofware Ms. Exel. a) Buka software Ms. Excel. b) Masukkan data waktu produksi yang telah didapatkan dari proses agregat. c) Buka menu solver – Masukkan Total golf club pada set target cell – pilih Value of pada Equal to, isikan dengan Total golf club pada kolom produksi isikan cell yang memiliki variabel bebas – isikan constrain atau kendala – Ok.
Gambar 3.8 Solver parameter untuk metode linear programming
d. Membuat Master Production Schedule dari hasil disagregasi yaitu jumlah produk yang harus di produksi per periode. Output dari disagregasi tersebut merupakan input yang digunakan untuk menjadwalkan produksi. Tabel 3.1 MPS
PRODUK Periode Forecast Production Forecast Actual Demand MPS Projected Avalaible Balance Available To Promise Planned Order
1
2
PTF 3
4
5
6
7
N
49
e. Melakukan uji kelayakan MPS dengan menggunakan Rough Cut Capacity Planning untuk dapat
mengambil
tindakan perbaikan
apabila ditemukan adanya
ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dengan kapasitas yang tersedia. f. Melakukan perencanaan kebutuhan material (MRP). 1) Membuat tabel Material Requirement Planning (MRP) untuk level 0, level 1, level 2, level 3, dan level 4. 2) Untuk MRP level 0 menggunakan metode Lot for Lot untuk item Iron Golf Club dan Putter Golf Club. 3) Untuk MRP level 1 menggunakan metode Lot for Lot untuk item Main Body Iron dan Main Body Putter. Lalu menggunakan metode Fix Order Quantity, Least Unit Cost dan Periodic Order Quantity untuk item Iron Grip dan Putter Grip. 4) Untuk MRP level 2 menggunakan metode Lot for Lot untuk item Putter Shaft, Putter Head, dan Iron Head. 5) Untuk MRP level 3 menggunakan metode Lot for Lot untuk item Brand Emblem, Iron Head Body, dan Putter Head Body. Sedangkan untuk item CounterWeights pada produk Putter Golf Club, metode yang digunakan adalah metode Fix Order Quantity, Least Unit Cost dan Periodic Order Quantity. Sedangkan untuk item Shaft Body, Weights di produk Putter Golf Club, metode yang digunakan adalah metode Fix Order Quantity dan Periodic Order Quantity. 6) Untuk MRP level 4 pada produk Putter Golf Club menggunakan metode Lot for Lot untuk item Putter Lie dan Putter Part. 7) Untuk material Stainless Steel dan Iron pada kedua produk menggunakan metode Fix Order Quantity dan Periodic Order Quantity. Selanjutnya dilakukan perbandingan untuk metode FOQ dan POQ yang ditinjau dari perhitungan biaya penyimpanan, biaya pembelian, biaya pemesanan, dan total biaya. g. Melakukan perencanaan sistem CRP 1) Melakukan perhitungan run time produk iron golf club dan putter golf club 2) Kemudian hitung waktu proses produksi pada setiap mesin dari furnace, casting station, cutting station, polishing station, moulding station, painting station, dan assembly station pada tiap minggu selama periode 27,28,29,30,31 dan 32. 3) Bandingkan waktu rata-rata yang dibutuhkan dengan waktu rara-rata yang tersedia. h. Melakukan perencanaan system ERP 50
Untuk membuat database dari produk dan juga memesan kebutuhan komponen kepada pemasok terkait dengan jumlah berdasarkan hasil yang sudah dilakukan dalam perhitungan MRP. 1) Membuka software odoo 2) Membuat Bill of Material dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club. 3) Membuat modul manufacturing 4) Membuat modul purchasing 5) Membuat modul inventory a.
Merancang tata letak fasilitas dengan metode Systematic Layout Planning (SLP) menggunakan software Blocplan. Melakukan perencanaan fasilitas untuk PT. Adi Karya Golf sehingga dapat diketahui layout yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Berikut merupakan langkah-langkah penggunaan software Blocplan: 1. Membuka aplikasi DOSbox.
Gambar 3.9 Tampilan awal aplikasi DOSbox
2.
Setelah itu, input directory dimana folder software blocplan ditempatkan pada hard disk. Ketik “mount c c:\BlocPLan”, lalu tekan enter. Input “c:\” untuk mengganti directory Z menjadi C: ( C: merupakan tempat dimana blocplan berada). Input directory untuk melihat daftar folder pada directory C:. Pada C:\>input “BPLAN90.exe” lalu tekan enter. Kemudian menekan enter lagi pada jendela awal Blocplan.
51
Gambar 3.10 Tampilan awal aplikasi DOSbox untuk membuka Blocplan
3.
Pilihan input data Disk (D) merupakan file yang sudah disimpan sebelumnya di harddrive computer, sedangkan keyboard (K) merupakan file baru yang akan diinput. Memilih (K). Kemudian memasukkan jumlah departemen di dalam kantor yaitu 7 bagian yang ada pada PT. Adi Karya Golf.
4.
Memasukkan nama-nama departemen beserta luas areanya sampai dengan bagian ke- 7. Kemudian mengonfirmasi data luas area masing-masing bagian.
5.
Memasukkan hubungan kedekatan antar departemen yang didapatkan berdasarkan ARC lalu tekan enter untuk menginput relasi ke departemen selanjutnya.
6.
Masukkan nilai vector dengan menggunakan angka default Blocplan saja.
7.
Merekapitulasi skor tiap departemen yang dihitung berdasarkan nilai vector.
8.
Pada menu utama, pilih opsi 3 single story layout dan opsi nomor 4 automatic search.
9.
Memilih jumlah layout yang ingin dihasilkan, yaitu sebanyak 5 untuk lima alternatif layout yang ingin dimunculkan.
10. Setelah dilakukan komputasi pada 5 (lima) layout, akan ditampilkan adjacency score dari setiap layout yang dihasilkan. Kemudian memilih nilai adjacency yang paling mendekati 1. b.
Desain Layout 1. Mendesain tata letak fasilitas secara 2 dimensi dengan menggunakan software Visio. 2. Mendesain tata letak fasilitas secara 3 dimensi dengan menggunakan software SketchUp.
1) Analisis dan pembahasan.
52
Setelah melakukan perencanaan dan pengendalian produksi, serta membuat perencanaan dan desain layout baru selanjutnya dibuat analisa dan pembahasan mengenai hasil perencanaan yang dapat diterapkan oleh PT. Adi Karya Golf. 2) Kesimpulan dan saran. Setelah melakukan analisis dan pengolahan data, tahap yang terakhit adalah membuat kesimpulan dan saran berdasarkan hasil yang telah didapatkan. 3) Selesai.
53
3.2
DIAGRAM ALIR Berikut merupakan diagram alir dari pengerjaan studi kasus PT. Adi Karya Golf Mulai
Studi Kasus Studi Pustaka
Identifikasi Masalah
Menentukan Tujuan dan Manfaat
Perencaan dan Pengendalian Produksi: 1. Forecast 2. Perencanaan Agregat 3. Perencanaan Disagregat 4. MPS 5. RCCP 6. Line Balancing 7. MRP 8. Perencanaan Sistem ERP
Perencanaan Tata Letak Fasilitas dan Desain Layout
Analisis dan Pembahasan
Desain Layout baru
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 3.9 Diagram alir pengerjaan studi kasus
54
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas mengenai peramalan, perencanaan agregat dan disagregat, master production schedule, line balancing, rough cut capacity planning, berdasarkan studi kasus. Berikut pemaparan mengenai hal tersebut.
4.1 Peramalan Peramalan dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian terhadap sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Untuk melakukan peramalan, diperlukan data permintaan aktual produk alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf. Di bawah ini merupakan data penjualan produk alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf. Tabel 4.1 Data Penjualan Aktual Produk Alata Olahraga golf Periode Demand Periode Demand 1 19 737 1034 2 20 719 1083 3 21 730 1091 4 22 719 1068 5 23 713 1001 6 24 747 1000 7 25 849 1137 8 26 863 1112 9 27 831 1106 10 28 810 1146 11 29 802 1112 12 30 847 1182 13 31 952 1285 14 32 903 1274 15 33 941 1268 16 34 949 1239 17 35 936 1255 18 36 987 1285
Setelah mengetahui data penjualan produk alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf, kemudian dilakukan interpretasi grafik, autokorelasi, peramalan produk, dan perbandingan peramalan. Berikut merupakan interpretasi grafik, autokorelasi, peramalan produk, dan perbandingan peramalan.
55
4.1.1 Interpretasi Grafik Interpretasi grafik merupakan langkah selanjutnya setelah mengetahui data historis penjualan alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf. Interpretasi grafik dilakukan untuk melihat pola data penjualan produk golf club. Berikut merupakan hasil pola data alat olahraga golf dari Minitab 18.
Gambar 4.1 Pola data penjualan alat olahraga golf dengan minitab 18
Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa grafik penjualan alat olahraga golf dari hasil data yang dimiliki terjadi penurunan pada periode 2, namun terjadi peningkatan pada periode ke 3 dan terus terjadi penurunan pada periode 5 kemudian pada periode ke 6 terjadi peningkatan lagi hingga periode ke 8. Pada periode ke 9 terjadi penurunan secara terus menerus hingga periode 12 dan periode ke 13 mengalami peningkatan hingga ke periode 14. Selanjutnya terjadi penurunan pada periode ke 15 serta kenaikan pada periode ke 16 dan penurunan pada periode ke 17, namun terjadi kenaikan kembali pada periode ke 17 hingga periode 21 kemudian terjadi penurunan yang cukup drastis hingaa periode 24. Apabila dilihat dari pola data pada hasil grafik tersebut, pola data hasil penjualan alat olahraga golf cenderung untuk meningkat dari periode-periode sebelumnya sehingga grafiknya berbentuk flutuatif yang cenderung meningkat setiap 6 bulan dan mengalami penurunan setelah mengalami peningkatan. Maka dari pola grafik data permintaan tersebut dapat disimpulkan apabila pola data permintaan bersifat seasonal atau musiman, dimana tiap periode kelipatan 6 selalu mengalami kenaikan permintaan dari periode sebelumnya.
56
4.1.2 Autokorelasi Analisis autokorelasi merupakan analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara masing – masing data pada setiap periode. Suatu data dinyatakan memiliki pola seasonal, apabila terdapat satu atau lebih lag yang melebihi garis putus – putus dan terdapat pola data yang berulang pada interval waktu tertentu. Sedangkan data yang memiliki pola trend dapat diketahui apabila pada periode awal kondisi lag jauh berbeda dari titik nol namun pada periode akhir kondisi lag mendekati nol. Garis warna biru menunjukkan lag sedangkan garis warna merah significance limit apabila bila garis merah memotong garis biru maka data memiliki pola seasonal tren, kalau tidak terpotong maka memiliki pola trend. Berikut merupakan hasil autokorelasi dengan menggunakan software Minitab 18.
Gambar 4.2 Hasil uji autokorelasi alat olahraga golf
Dari hasil uji autokorelasi pada gambar 4.2, terlihat bahwa lag pada periode awal berbeda jauh dari nol dan pada akhir periode kondisi lag mendekati nol. Namun perlu dicermati apabila terdapat pola data yang berulang pada interval waktu 12, 18 dan 24 sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk data penjualan ala tolahraga golf mempunyai pola data trend seasonal. Metode forecast yang tepat digunakan untuk pola data trend seasonal adalah winters’ method. 4.1.3 Peramalan Produk Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai hasil dari peramalan produk alat olahraga golf di PT. Adi Karya Golf selama periode 6 bulan ke depan. Setelah melakukan analisis time series dan analisis autokorelasi diketahui bahwa data memiliki pola trend seasonal
57
maka metode peramalan yang digunakan yaitu winters’ method.. Peramalan ini dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian terhadap sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang.. Berikut merupakan grafik hasil forecast menggunkan metode winter’s method.
Gambar 4.3 Peramalan winters’ method
Dari gambar 4.3 dapat diketahui apabila forecast menggunakan winter’s method menggunakan nilai alpha (level) sebesar 0.9, nilai gamma (trend) sebesar 0.1 dan nilai delta (seasonal) sebesar 0.1 dengan parameter kesalahan MAPE bernilai 2.84, MAD bernilai 28.69 dan MSD sebesar 1542.60. Berikut merupakan tabel hasil forecast dengan menggunakan metode winter’s. Tabel 4.2 Hasil Peramalan metode winter’s Metode Forecast MAPE MAD MSD 1323.77 1320.94 1331.86 Winters’ Method 2.84 28.69 1542.60 Plot 1333.15 1317.35 1379.38
Dari tabel 4.2 diatas dapat diketahui hasil peramalan dengan Winters’ Method Plot menghasilkan MAPE bernilai 2.28, MAD berniali 28.69 dan MSD bernilai 1524.60 dari hasil tersebut hasil forecast dengan menggunakan metode winter’s kemudian akan digukanan untuk perencanaan agregat.
4.2 Perencanaan Agregat Jika sudah didapatkan hasil peramalan dengan eror terkecil maka langkah selanjutnya adalah membuat perencanaan agregat dengan menggunakan data permintaan (demand)
58
berdasarkan MAP, MAD dan MSD terkecil. Perencanaan agregat bertujuan untuk memberikan keputusan yang optimum berdasarkan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk memenuhi permintaan produksi yang dihasilkan. Terdapat tiga strategi dalam perencanaan agregat yaitu chase strategy, level strategy, dan mix strategy. Selanjutnya akan dipilih strategy yang memiliki total biaya terendah. Berikut merupakan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perencanaan agregat. Periode 37 38 39 40 41 42
Tabel 4.3 Hasil Peramalan Permintaan dan Total Permintaan Forecasting Hasil Roundup Waktu (jam) Total Permintaan (jam) 1323,77 1324 1324 1320,94 1321 1321 1331,86 1332 1332 1 1333,15 1334 1334 1317,35 1318 1318 1379,39 1380 1380 Tabel 4.4 Biaya Produksi PT. Adi Karya Golf Jenis Biaya Biaya Biaya Kerja Reguler / jam Rp 25.000 Biaya Kerja Lembur / jam Rp 35.000 Biaya Perekruitan Rp 1.000.000 Rp 1.500.000 Biaya Pemecatan Rp 50.000 Biaya Simpan/pasang/bulan Tabel 4.5 Hari Kerja Keterangan Jumlah Hari Kerja 20 Jam Kerja 160 Jam Lembur 40 Tabel 4.6 Informasi Waktu Proses Produk Waktu (menit) Iron Golf Club 46 Putter Golf Club 60
4.2.1 Chase Strategy Perencanaan
agregat
dengan
chase
strategy
merupakan
strategi
dengan
mempertimbangkan pemecatan (hiring), perekruitan (firing), tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi stick golf serta jumlah tenaga kerja regular dan lembur yang berbeda pada setiap periode. Chase strategy terdapat inventory kumulatif karena berdasarkan kapasitas produksi yang dibuat dan total waktu pekerja digunakan secara penuh sehingga tidak memungkinkan adanya zero inventory. Berikut merupakan perhitungan perencanaan agregat dengan metode chase strategy. Berikut merupakan perhitungan perencanaan agregat degan menggunakan chase strategy.
59
Tabel 4.4 Perhitungan chase strategy Periode Kebutuhan (Unit) Hari Kerja Total Jam Kerja Reguler/Bln Total Jam Kerja Lembur/Bln Total Jam Kerja Tersedia Total Permintaan(Jam) Pekerja Dibutuhkan Pekerja Tersedia Pekerja Digunakan Pekerja Lembur Biaya Pokok Pekerja Biaya Lembur Pekerja Rekrut Pekerja Biaya Perekrutan Pekerja Diberhentikan Biaya Diberhentikan Kapasitas Produksi Reguler Kapasitas Produksi Lembur Kapasitas Produksi Total Unit Diproduksi (Jam) Persediaan (Jam) Kumulative Persediaan Biaya Persediaan
37 1324 20 60
38 1321 20 60
39 1332 20 60
40 1334 20 60
41 1318 20 60
42 1380 20 60
40
40
40
40
40
200
200
200
200
200
1321 7 7 7 5 Rp 28.000.000
0
1332 7 7 7 5 Rp 28.000.000 Rp 7.000.000 0
1334 7 7 7 5 Rp 28.000.000 Rp 7.000.000 0
1318 7 7 7 5 Rp 28.000.000 Rp 7.000.000 0
1380 7 7 7 7 Rp 28.000.000 Rp 9.800.000 0
0
0
0
0
0
0 0
0 0 1120
0 0 1120
0 0 1120
0 0 1120
200
200
200
1320
1320
1320
40 200 1324 7 0 7 6 Rp 28.000.000 Rp 8.400.000 7 Rp 7.0000.000 0 0 1120
Rp 7.000.000
1120
240
200
1360
1320
1360 36
1320 -1
1320 -12
1320 -14
1320 2
1400 20
36 Rp 1.800.000
35
23 Rp 1.150.000
9
11
Rp 450.000
Rp 550.000
31 Rp 1.550.000
Rp 1.750.000
3 4 5 6
60
Pekerja tersedia
8 9
Rekrut pekerja Pekerja digunakan
Rp 7.000.000
1400
Tabel 4.7 Tabel Perhitungan Chase Strategy Periode Pertama Data Periode 37 Perhitungan Kebutuhan = kebutuhan didapatkan dari hasil software minitab Total permintaan (jam) = kebutuhan × family product (jam) = 1324 x 1 = 1324 jam Jam kerja regular/Bln = hari kerja × 8 (1 hari 8 jam kerja) = 160 Jam kerja lembur/Bln = hari lembur × 2 (1 hari 2 jam lembur) = 20 hari x 2 jam lembur = 40 Jam kerja tersedia = jam kerja regular/bulan + jam kerja lembur/bulan = 160 + 40 = 200jam Pekerja dibutuhkan =Kebutuhan waktu produksi/Total Jam Kerja Tersedia = 1324 jam/200 jam
7
Rp 168.000.000 Rp 46.200.000
280
Total Biaya
No 1 2
Cost
= 6,62 pekerja = 7 Pekerja = Pekerja yang digunakan pada periode sebelumnya =0 = 7 =sesuai dengan pekerja yang dibutuhkan =7
Rp 46.200.000 Rp. 7.250.000
10
Pekerja lembur
11
Jam produksi regular
12
Jam lembur yang digunakan
13
Jam produksi total
14
Persediaan (sisa jam)
15
Kumulative persediaan
16
Biaya regular pekerja
17
Biaya lembur pekerja
18
Biaya persediaan
19
Biaya rekrut
20
Biaya fire
=menyesuaikan jumlah pekerja yang digunakan dan jumlah inventory sehingga inventory tidak minus =6 = pekerja digunakan × total jam kerja regular = 7 x 160 = 1120 = pekerja lembur × total jam kerja lembur = 7 x 40 = 280 = jam lembur yang digunakan + jam produksi regular = 280+1120 = 1400 = unit produksi (jam) – total permintaan (jam) = 1360 – 1324= 36 = kumulative persediaan peride sebelumnya + unit produksi (jam) – total permintaan = 1360 – 1324= 36 =pekerja tersedia × jam kerja regular × biaya regular = 7 x 160 x Rp 25.000 = Rp 28.000.000 =pekerja lembur × jam kerja lembur ×biaya lembur = 4 x 40 x Rp 35.000 = Rp 8.400.000 = kumulative persediaan × biaya simpan/jam/bulan =36 x Rp 50.000 = Rp1.800.000 = rekrut pekerja × biaya perekrutan = 7 x Rp 1.000.000 = Rp 7.000.000 = pekerja diberentikan × biaya pemecatan = 0
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa total biaya yang akan dikeluarkan perusahaan apabila menggunakan metode chase strategy untuk proses agregat adalah sebesar Rp 228.450.000,- dengan jumlah pekerja yang dibutuhkan pada jam reguler pada periode 1 sampai 6 adalah 7 pekerja., sedangkan untuk pekerja lembur pada periode 1 adalah 6 pekerja sedangkan untuk periode 2 sampai 5 adalah 5 pekerja dan periode 6 adalah 7 pekerja.
4.2.2 Level Strategy Perencanaan agregat dengan level strategy merupakan strategi yang memiliki ketentuan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk melakukan produksi tetap untuk setiap periode dan jumlah produksi dibuat mendekati rata – rata jumlah permintaan. Berikut merupakan perhitungan perencanaan agregat dengan metode level strategy. Periode Kebutuhan (Unit) Hari Kerja Total Jam Kerja Reguler/Bln Total Jam Kerja Lembur/Bln Total Jam Kerja Tersedia Total Permintaan(Jam) Pekerja Dibutuhkan Pekerja Tersedia Pekerja Digunakan
37 1324 20 60 40 200 1324 7 0 7
Gambar 4.5 Perhitungan Level Strategy 38 39 40 1321 1332 1334 20 20 20 60 60 60
41 1318 20 60
42 1380 20 60
40
40
40
40
40
200
200
200
200
200
1321 7 7 7
1332 7 7 7
1334 7 7 7
1318 7 7 7
1380 7 7 7
Cost
61
Biaya Lembur Pekerja
Rp 8.400.000
Rekrut Pekerja
7 Rp 7.0000.00 0
0
0
6 Rp 28.000. 000 Rp 8.400.0 00 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 1120
0 1120
0 1120
0 1120
0 1120
240
240
240
240
240
1360
1360
1360
1360
1360
1320
1320
1320
Pekerja Lembur Biaya Pokok Pekerja
Biaya Perekrutan Pekerja Diberhentikan Biaya Diberhentikan Kapasitas Produksi Reguler Kapasitas Produksi Lembur Kapasitas Produksi Total Unit Diproduksi (Jam) Persediaan (Jam) Kumulative Persediaan Biaya Persediaan
6 Rp 28.000.00 0
1120 240 1360
6 Rp 28.000.00 0 Rp 8.400.000
6 Rp 28.000.00 0 Rp 8.400.000
3 4 5 6
62
6 Rp 28.000. 000 Rp 8.400.0 00 0
Rp 168.000.0 00 Rp 50.400.00 0 Rp 7.000.000
1360
1320
36
39
28
26
42
-20
36
75
103
129
171
151
Rp 5.150.000
Rp 6.450.0 00
Rp 8.550.0 00
Rp 7.550.0 00
Rp 1.800.000
Rp 3.750.000
Total Biaya
No 1 2
6 Rp 28.000. 000 Rp 8.400.0 00 0
1400
Rp 33.250.00 0 Rp.
258.650. 000
Tabel 4.8 Tabel Perhitungan Level Strategy Periode Pertama Data Periode 37 Perhitungan Kebutuhan = kebutuhan didapatkan dari hasil software minitab Total permintaan (jam) = kebutuhan × family product (jam) = 1324 x 1 = 1324 jam Jam kerja regular/Bln = hari kerja × 8 (1 hari 8 jam kerja) = 160 Jam kerja lembur/Bln = hari lembur × 2 (1 hari 2 jam lembur) = 20 hari x 2 jam lembur = 40 Jam kerja tersedia = jam kerja regular/bulan + jam kerja lembur/bulan = 160 + 40 = 200jam Pekerja dibutuhkan =Kebutuhan waktu produksi/Total Jam Kerja Tersedia = 1324 jam/200 jam
7
Pekerja tersedia
8 9
Rekrut pekerja Pekerja digunakan
10
Pekerja lembur
11
Jam produksi regular
= 6,62 pekerja = 7 Pekerja = Pekerja yang digunakan pada periode sebelumnya =0 = 7 =sesuai dengan pekerja yang dibutuhkan =7 =menyesuaikan jumlah pekerja yang digunakan jumlah inventory sehingga inventory tidak minus =6 = pekerja digunakan × total jam kerja regular = 7 x 160 = 1120
dan
12
Jam lembur yang digunakan
13
Jam produksi total
14
Persediaan (sisa jam)
15
Kumulative persediaan
16
Biaya regular pekerja
17
Biaya lembur pekerja
18
Biaya persediaan
19
Biaya rekrut
20
Biaya fire
= pekerja lembur × total jam kerja lembur = 7 x 40 = 280 = jam lembur yang digunakan + jam produksi regular = 280+1120 = 1400 = unit produksi (jam) – total permintaan (jam) = 1360 – 1324= 36 = kumulative persediaan peride sebelumnya + unit produksi (jam) – total permintaan = 1360 – 1324= 36 =pekerja tersedia × jam kerja regular × biaya regular = 7 x 160 x Rp 25.000 = Rp 28.000.000 =pekerja lembur × jam kerja lembur ×biaya lembur = 4 x 40 x Rp 35.000 = Rp 8.400.000 = kumulative persediaan × biaya simpan/jam/bulan =36 x Rp 50.000 = Rp1.800.000 = rekrut pekerja × biaya perekrutan = 7 x Rp 1.000.000 = Rp 7.000.000 = pekerja diberentikan × biaya pemecatan = 0
Dari gambar diatas, dapat diketahui bahwa total biaya yang akan dikeluarkan perusahaan apabila menggunakan metode level strategy untuk proses agregat adalah sebesar Rp 258.650.000,- dengan jumlah pekerja yang dibutuhkan pada jam reguler pada periode 1 sampai 6 adalah 7 pekerja, sedangkan untuk pekerja lembur pada periode 1 sampai 6 adalah 6 pekerja.
4.2.3 Metode Linear Programming Perencanaan agregat dengan linear programming merupakan strategi gabungan antara chase strategy (zero inventory strategy) dan level strategy. Hal ini dilakukan untuk meminimumkan biaya perekrutan dan biaya pemberhentian tenaga kerja. Berikut merupakan perencanaan agregat dengan metode linear programming. Periode Kebutuhan (Unit) Hari Kerja Total Jam Kerja Reguler/Bln Total Jam Kerja Lembur/Bln Total Jam Kerja Tersedia Total Permintaan(Jam) Pekerja Dibutuhkan Pekerja Tersedia Pekerja Digunakan Pekerja Lembur Biaya Pokok Pekerja
Gambar 4.6 Perhitungan linear programming 37 38 39 40 1324 1321 1332 1334 20 20 20 20 60 60 60 60 40 200 1324 7 0 8 2 Rp 32.000.00 0
41 1318 20 60
42 1380 20 60
40
40
40
40
40
200
200
200
200
200
1321 7 8 8 1 Rp 32.000.00 0
1332 7 8 8 1 Rp 32.000.00 0
1334 7 8 8 1 Rp 32.000. 000
1318 7 8 8 1 Rp 32.000. 000
1380 7 8 8 3 Rp 32.000. 000
Cost
Rp 192.000. 000
63
Rp 1.400.000
Rp 1.400.000 0
Rp 1.400.0 00 0
Rp 1.400.0 00 0
Rp 4.200.0 00 0
8 Rp 8.0000.00 0
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 1280
0 1280
0 1280
0 1280
0 1280
0 1280
80
40
40
40
40
120
1360
1320
1320
1320
1320
14000
1360
1320
1320
1320
1320
36
-1
-12
-14
2
20
36
35
23
Rp 1.800.000
Rp 1.750.000
Rp 1.150.000
9 Rp 450.00 0
11 Rp 550.00 0
31 Rp 1.550.0 00
Biaya Lembur Pekerja
Rp 2.800.000
Rekrut Pekerja Biaya Perekrutan Pekerja Diberhentikan Biaya Diberhentikan Kapasitas Produksi Reguler Kapasitas Produksi Lembur Kapasitas Produksi Total Unit Diproduksi (Jam) Persediaan (Jam) Kumulative Persediaan Biaya Persediaan
3 4 5 6
64
Rp 8.000.00 0
1400
Total Biaya
No 1 2
Rp 12.600.0 00
Rp 7.250.00 0 Rp. 219.850. 000
Tabel 4.9 Tabel Perhitungan Linear Programming Periode Pertama Data Periode 37 Perhitungan Kebutuhan = kebutuhan didapatkan dari hasil software minitab Total permintaan (jam) = kebutuhan × family product (jam) = 1324 x 1 = 1324 jam Jam kerja regular/Bln = hari kerja × 8 (1 hari 8 jam kerja) = 160 Jam kerja lembur/Bln = hari lembur × 2 (1 hari 2 jam lembur) = 20 hari x 2 jam lembur = 40 Jam kerja tersedia = jam kerja regular/bulan + jam kerja lembur/bulan = 160 + 40 = 200jam Pekerja dibutuhkan =Kebutuhan waktu produksi/Total Jam Kerja Tersedia = 1324 jam/200 jam
7
Pekerja tersedia
8 9
Rekrut pekerja Pekerja digunakan
10
Pekerja lembur
11
Jam produksi regular
12
Jam lembur yang digunakan
13
Jam produksi total
14
Persediaan (sisa jam)
= 6,62 pekerja = 7 Pekerja = Pekerja yang digunakan pada periode sebelumnya =0 = 8 =sesuai dengan pekerja yang dibutuhkan =8 =menyesuaikan jumlah pekerja yang digunakan jumlah inventory sehingga inventory tidak minus =2 = pekerja digunakan × total jam kerja regular = 8 x 160 = 1280 = pekerja lembur × total jam kerja lembur = 2 x 40 = 80 = jam lembur yang digunakan + jam produksi regular = 80+1280 = 1360 = unit produksi (jam) – total permintaan (jam)
dan
15
Kumulative persediaan
16
Biaya regular pekerja
17
Biaya lembur pekerja
18
Biaya persediaan
19
Biaya rekrut
20
Biaya fire
= 1360 – 1324= 36 = kumulative persediaan peride sebelumnya + unit produksi (jam) – total permintaan = 1360 – 1324= 36 =pekerja tersedia × jam kerja regular × biaya regular = 8 x 160 x Rp 25.000 = Rp 32.000.000 =pekerja lembur × jam kerja lembur ×biaya lembur = 2 x 40 x Rp 35.000 = Rp 2.800.000 = kumulative persediaan × biaya simpan/jam/bulan =36 x Rp 50.000 = Rp1.800.000 = rekrut pekerja × biaya perekrutan = 8 x Rp 1.000.000 = Rp 8.000.000 = pekerja diberentikan × biaya pemecatan = 0
Berikut merupakan solver parameter untuk perhitungan agregat merode linear programming.
Gambar 4.7 Solver parameter
Set target cell Equal to By changing variable cells
Subject to the constraint
Tabel 4.10 Solver Parameter Solver Parameter $AA$12 Min $N$5:$N$10;$P$5:$P$10;$R$5:$S$10 $N$5:$N$10= integer $N$5:$N$10>= $O$5:$O$10 $N$5:$N$10>= 0 $P$5:$P$10= integer $P$5:$P$10 >= $Q$5:$Q$10 $P$5:$P$10 >= 0 $R$5:$S$10= integer
Keterangan Total biaya keseluruhan Min Rekrut pekerja,pemecatan pekerja, pekerja digunakan (REGULER), pekerja lembur rekrut pekerja rekrut pekerja rekrut pekerja Pemecatan pekerja Pemecatan pekerja Pemecatan pekerja Pekerja digunakan(REGULER), pekerja lembur
65
$R$5:$S$102 <= $Q$5:$Q$10
$R$5:$S$10>=0
Pekerja digunakan(REGULER), pekerja lembur Pekerja digunakan(REGULER), pekerja lembur
Berdasarkan tabel 4.7, penggunaan solver bertujuan untuk menghasilkan total biaya keseluruhan dengan total pekerja reguler, rekrut pekerja, pemberhentian pekerja dan pekerja lembur yang seharusnya. Selain itu constraint yang digunakan adalah jumlah pekerja reguler, rekrut pekerja, pekerja diberhentikan, dan pekerja lembur harus integer, total rekrut kerja lebih besar dari total pekerja reguler yang digunakan, pekerja diberhentikan lebih besar dari total pekerja tersedia dikurangi pekerja reguler, dan pekerja lembur lebih kecil dari pekerja reguler.
4.2.4 Analisis Metode Agregat Berdasarkan perencanaan agregat menggunakan metode chase, level dan linear programming diperoleh hasil yang berbeda, berikut merupakan perbandingan dari masing – masing metode:
Chase strategy
Tabel 4.11 Perbandingan Metode Perhitungan Agregat Biaya tenga kerja Biaya tenga Biaya rekrut Biaya reguler kerja lembur pemecatan Rp. 168.000.000,- Rp. 46.200.000,Rp 7.000.000 0
Level strategy
Rp. 168.000.000,-
Rp. 50.400.000,-
Rp 7.000.000
0
Linear strategy
Rp. 192.000.000,-
Rp. 12.600.000,-
Rp 8.000.000
0
Metode
Total cost Rp. 228.450.000,Rp. 258.650.000,Rp. 219.850.000,-
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa biaya terkecil terdapat pada perencanaan menggunakan metode linear programming. Metode linear programming memiliki biaya terkecil karena meminimalisir biaya inventory dan memaksimalkan jumlah pegawai, sementara untuk chase strategy menghasilkan biaya yang mahal dibandingkan dengan linear programming karena pada chase strategy jumlah pekerja yang digunakan sesuai dengan jumlah demand yang ada, sehingga terdapat biaya untuk pemecatan dan perekrutan pekerja namun membuat sisa inventory seminimum mungkin. Sedangkan pada level strategy menghasilkan biaya paling mahal diantara ketiga strategy karena pada level strategy menggunakan pekerja yang terbanyak untuk mencukupi kebutuhan pada setiap periode jumlah pekerja yang digunakan sama sehingga produk yang dihasilkan juga banyak yang mengakibatkan biaya inventory tidak dapat ditekan dan akhirnya total biaya juga akan membengkak.
66
4.3 Perencanaan Disagregat Perencanaan disagregat merupakan proses disagregasi yaitu proses merubah hasil rencana produksi agregat menjadi jumlah yang harus diproduksi untuk setiap produk atau item. Proses disagregat dibutuhkan sebelum membuat Master Production Schedule (MPS). Berdasarkan perencanaan agregat metode yang dipilih adalah metode linear programming karena menghasilkan total biaya terkecil. Dalam perhitungan perencanaan disagregat produksi alat olahraga golf dari perhitungan agregat dipisahkan menjadi dua jenis produk tongkat golf yaitu produk tongkat golf jenis Iron Golf Club dan produk jenis Putter Golf Club dengan proporsi penjualan masing-masing produk tongkat golf 70% untuk tongkat golf jenis Iron Golf Club dan 30% tongkat golf jenis Putter Golf Club. Dibawah ini merupakan tabel inventory tongkat golf berdasarkan perhitungan agregat. Periode
37 38 39 40 41 42
Tabel 4.12 Data Jumlah Inventory Demand Produksi Golf Inventory Golf Golf Club Club Club (Komulatif) (jam)
1324 1321 1332 1334 1318 1380 Dibawah ini merupakan waktu yang
1360 1320 1320 1320 1320 1400 dibutuhkan untuk
36.00 35.00 23.00 9.00 11.00 31.00 membuat golf club jenis Iron
Golf Club dan golf club jenis Putter Golf Club. Tabel 4.13 Data Waktu Proses Pembuatan Golf Club Jenis Golf Club Waktu pembuatan (menit) (jam) 46 0.766666667 Iron Golf Club 60 1 Putter Golf Club
Perencanaan disagregat dikerjakan dengan metode linear programming menggunakan bantuan solver pada Microsoft Excel. Dibawah ini merupakan gambar dari solver parameter untuk perhitungan disagregat setiap produk dari golf club.
Gambar 4.8 Hasil perhitungan disgregat periode 1 Tabel 4.14 Tabel Perhitungan Jumlah Inventory
67
No 1
Data Periode 37 Total Iron Golf Club
2
Total Putter Golf Club
3
Total Golf Club periode n
4
Waktu Iron Golf Club
5
Waktu Putter Golf Club
6
Total Waktu
Perhitungan = jumlah tiap minggu Iron Golf Club = 238+238+238+238 = 952 = jumlah tiap minggu Putter Golf Club = 102+102+102+102 = 108 = Iron Golf Club periode n+ Putter Golf Club periode n = 238 +102 = 340 = Jumlah Iron Golf Club n x waktu proses Iron Golf Club = 238 x 0.766666667 = 182.466667 = Jumlah Putter Golf Club periode n x waktu Putter Golf Club = 102 x 1 = 102 = Iron Golf Club + Putter Golf Club = 182.466667 +102= 284.47
Berikut ini merupakan objective (fungsi tujuan) dan changing cell (fungsi keputusan) untuk formulasi di solver dan constrain (batasan) yang digunakan.
Gambar 4.9 Solver parameter
Pada solver diatas, fungsi tujuannya adalah membuat output total sama dengan output total golf club yang diproduksi sesuai dengan hasil perencanaan agregat dan fungsi keputusan adalah jumlah dari man formal shoes dan ankle boots shoes. Berikut merupakan penjelasan constrain permasalahan yang dimasukkan. Tabel 4.15 Solver Parameter Disagregat Solver Parameters $G$15 Set Objective Value of 1360 Equal to $C$13:$F$14 By Changing Cell
68
Subject to the constrains
C$13:$F$18 = integer $C$18:$F$18 <= $C$73:$F$73 $G$13:$G$14 = $H$13:$H$14
4.8.1 Analisis Perencanaan Disagregat Setelah dilakukan disagregasi produk maka didapatkan hasil produksi tiap minggunya. Hasil disagregasi ditampilkan dalam tabel dibawah ini.
Gambar 4.10 Hasil perhitungan disagregat periode 1
Gambar 4.11 Hasil perhitungan disagregat periode 2
Gambar 4.12 Hasil perhitungan disagregat periode 3
69
Gambar 4.13 Hasil perhitungan disagregat periode 4
Gambar 4.14 Hasil perhitungan disagregat periode 5
Gambar 4.15 Hasil perhitungan disagregat periode 6
4.8.2 Analisis Perencanaan Disagregat Berdasarkan hasil perhitungan disagregrat periode selanjutnya diolah menjadi satu tabel seperti pada tabel 4.16 dibawah ini. Periode
1 2 3 4
70
Tabel 4.16 Perhitungan Jumlah Produksi Golf Club Minggu Produksi Total 1 2 3 4 Iron Golf Club 238 238 238 238 952 Putter Golf Club Iron Golf Club Putter Golf Club Iron Golf Club Putter Golf Club Iron Golf Club Putter Golf Club
102 231 99 231 99 231 99
102 231 99 231 99 231 99
102 231 99 231 99 231 99
102 231 99 231 99 231 99
408 924 396 924 396 924 396
Total Produksi 1360 1320 1320 1320
5 6
Iron Golf Club Putter Golf Club Iron Golf Club Putter Golf Club
231 99 245 105
231 99 245 105
231 99 245 105
231 99 245 105
924 396 980 420
1320 1400
Dari hasil disagregrat tabel diatas maka dapat diketahui apabila pada periode 1 perhitungan disagregat sebesar 1360. Hasil perhitungan golf club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 238, sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 102. Pada periode 2 perhitungan disagregat sebesar 1320. Hasil perhitungan golf club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 231. Sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 99. Pada periode 3 perhitungan disagregat sebesar 1320. Hasil perhitungan golf club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 231, sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 99. Pada periode 4 perhitungan disagregat sebesar 1320. Hasil perhitungan golf club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 231, sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 99. Pada periode 5 hasil perhitungan disagregat sebesar 1320. Hasil perhitungan golf club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 231, sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 99. Sedangkan pada periode 6 hasil perhitungan disagregat sebesar 1400. Hasil perhitungan golf club jenis Iron Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 245, sedangkan untuk hasil perhitungan golf club jenis Putter Golf Club minggu 1 sampai dengan minggu 4 sama yaitu sebesar 105. Sehingga pada periode 1 jumlah produksi sebesar 1360 periode 2, 3, 4, 5 memiliki kesamaan jumlah produksi yaitu 1320, sedangkan pada periode 6 memiliki jumlah produksi sebesar 1400. Perbedaan jumlah produksi tersebut dipengaruhi oleh waktu proses serta demand dari hasil peramalan yang telah dilakukan.
4.4 MPS (Master Production Schedule) Master Production Schedule adalah jadwal produksi induk dari hasil aktivitas penjadwalan produksi induk atau juga merupakan pernyataan produk akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) apa saja yang akan diproduksi dalam jumlah dan waktu tertentu. Jadwal induk produksi merupakan ringkasan jadwal produksi produk jadi untuk periode 71
mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan pelanggan atau ramalan permintaan. Adapun tujuan dari MPS adalah untuk menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas, menjadwalkan pesanan produksi dan pembelian untuk item-item MPS, memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas serta memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk kepada pelanggan. Dalam perencanaan MPS langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan PTF dan DTF lalu merencanakan jadwal induk produksinya.
4.4.1 Penentuan PTF dan DTF Pada sub bab ini dijelaskan mengenai penentuan PTF dan DTF dari masing-masing produk yaitu iron golf club dan putter golf club . PTF (Planning Time Fance) adalah periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal yang akan menimbulkan kerugian. Sedangkan DTF (Demand Time Fance) adalah periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan menimbulakn kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. Berikut merupakan hasil gambar gantt chart pada produk yang dihasilkan oleh PT. Adi Karya Golf. Sol Depan Sol Tali Sepatu
Ankle High Boots
Inlay Sol
Formal Shoes
Pola Samping Kulit 0
1
2
3
4
Gambar 4.16 Gantt chart Iron Golf Club dan ankle Putter Golf Club
Berdasarkan gambar 4.16 dapat diketahui bahwa lead time terlama yaitu selama 2 minggu pada stasiun assembly table, casting area, furnace sehingga PTF yang digunakan yaitu 2, sementara untuk DTF yaitu 0 karena produk yang diproduksi oleh PT Adi Karya Golf yaitu produk make to stock.
4.4.2 MPS Selanjutnya adalah membuat tabel MPS untuk produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club yang diproduksi oleh PT Adi Karya Golf. Master Production Scheduling merupakan 72
jadwal yang disusun untuk mengetahui kondisi masing-masing barang yang diproduksi, kapan barang tersebut akan dibutuhkan, berapa banyak yang dibutuhkan sehingga dapat digunakan sebagai landasan penyusunan MRP. Data yang dimasukkan ke dalam jadwal produksi tidak sama dengan hasil peramalan dikarenakan hasil peramalan tersebut akan disesuaikan terlebih dahulu dengan kapasitas produksi serta inventory level. Berikut ini merupakan tabel MPS PT. Adi Karya Golf produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club. Tabel 4.17 Perhitungan MPS Iron Golf dan Putter Golf Club PTF
Iron Golf Club Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Forecast
238
238
238
238
231
231
231
231
231
231
231
231
231
238
238
238
Projected Avalaible Balance
-238
-469
-700
-931
-1162
-1393
-1624
-1855
-2086
-2317
Available To Promise Planned Order
238
231
231
231
231
231
231
231
231
231
Production Forecast Actual Demand MPS
Tabel 4.18 Perhitungan MPS Iron Golf Club (Lanjutan) PTF
Iron Golf Club Periode
1
2
3
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Forecast
238
238
238
231
231
231
231
231
231
231
245
245
245
245
238
238
238 -2548
-2779
3010
-3241
-3472
-3703
-3934
-4179
-4424
-4669
-4914
231
231
231
231
231
231
231
245
245
245
245
Production Forecast Actual Demand MPS Projected Avalaible Balance Available To Promise Planned Order
Berikut adalah tabel 4.19 yang merupakan perhitungan MPS untuk produk Putter Golf club. Tabel 4.19 Perhitungan MPS Putter Golf Club PTF
Putter Golf Club Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Forecast
102
102
102
102
99
99
99
99
99
99
99
99
99
102
102
102 -102
-201
-300
-399
-498
-597
-696
-795
-894
-993
102
99
99
99
99
99
99
99
99
99
Production Forecast Actual Demand MPS Projected Avalaible Balance Available To Promise Planned Order
Tabel 4.20 Perhitungan MPS Putter Golf Club (Lanjutan) PTF
Putter Golf Club Periode
1
2
3
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Forecast
102
102
102
99
99
99
99
99
99
99
105
105
105
105
73
Production Forecast Actual Demand MPS Projected Avalaible Balance Available To Promise
102
Planned Order
102
102 -1092
-1191
-1290
-1389
-1488
-1587
-1686
-1791
-1896
-2001
-2106
99
99
99
99
99
99
99
105
105
105
105
Berdasarkan tabel 4.17 dan 4.18 didapatkan hasil MPS pada produksi Iron Golf Club dan Putter Golf Club dari PT. Adi Karya Golf. Hasil tersebut sebenarnya didapatkan dari masing-masing perusahaan dengan mempertimbangkan contohnya safety stock, allowance, dan sebagainya. PT. Adi Karya Golf memproduksi stick golf secara make to stock sehingga memproduksi per unitnya untuk persediaan sehingga tidak ada Project Available Balance. Selanjutnya selama minggu 1 sampai 3 dapat diisikan MPS sama dengan forecast. No 1 2 3 4 5
Tabel 4.21 Perhitungan MPS Variabel Perhitungan Forecast Per periode yang dihasilkan dari perhitungan disagregat PTF dan DTF DTF selama 0 minggu dan PTF 3 minggu DTF(diisi pada baris MPS) = Hasil disagregasi = D7 = 238 PTF (diisi pada baris Planned = Hasil disagregasi Order) = E10 = 238 PAB(Projected Available =PAB periode sebelumnya + MPS - forecast Balance) = 0 + 0 - 238 = -238
4.5 Line Balancing Agar proses produksi dapat seimbang maka dalam melakukan perencanaan dan pengendalian produksi tentunya juga diperlukan pertimbangan mengenai line balancing. Dibawah ini merupakan perhitungan line balancing pada PT. Adi Karya Golf. Twc
Tabel 4.22 Line Balancing Total work content 60
unit
Demand Efisiensi
0.95
persen
Waktu Kerja/bulan
200
hour/month
6.7
demand/hour
8.507462687
minute/unit
8
workstation
8.507462687
minute
0.881578947
persen
Production Rate Tc (Waktu siklus) Min. Workstation Ts Eb
74
Total hasil disaggregasi / (waktu kerja/bulan x 6 ) (Efisiensi x 60)/Rate Production Total work content / waktu siklus Station time = waktu siklus Total work content / (station time x min. work station
Iron
Putter
2228
2231
No 1 2
3
4
5
6
Tabel 4.23 Perhitungan Line Balancing Variabel Perhitungan Demand Total demand hasil forecast = Total demand / (waktu kerja/bulan x jumlah periode) Rate Production = 8040 / (200 x 6) = 6.7 = (60 x efisiensi) / rate production Tc = (60 x 0,95) / 6.7 = 8.507463 = pembulatan ke atas dari (Twc / Tc) Min Wor Station = 60 / 8.507463 =8 = Tc – Setup time Ts = 8.507463- 0 = 8.507463 = Twc / (Min. Work Station x Ts) Eb = 60 / (8 x 8.507463 = 0.881578947
Dari perhitungan diatas maka dapat disimpulkan apabila PT. Adi Karya Golf harus memiliki minimal 8 work station agar penugasan di setiap stasiunnya dapat efisensi 95%. 4.6 Rough Cut Capacity Planning Rough Cut Capacity Planing (RCCP) memiliki tujuan menentukan kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS, menguji kelayakan MPS, dan memberikan umpan balik kepada perencana atau penyusun jadwal produksi induk untuk mengambil tindakan perbaikan apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian antara penjadwalan produksi induk dan kapasitas yang tersedia. RCCP memiliki 3 metode yaitu RPA (Resource Profile Approach) adalah metode yang mirip dengan metode BOLA tetapi lebih memperhatikan lead time offset. Metode ini yang akan digunakan untuk perhitungan kapasitas pada PT. Adi Karya Golf.
4.6.1 penentuan Jumlah Mesin Penentuan jumlah mesin dibutuhkan dari jumlah pekerja pada periode tersebut, waktu agregasi yang didapatkan pada perhitungan agregasi sebelumnya serta waktu proses masingmasing mesin. Berikut merupakan keterangan mesin seperti lead time dan waktu proses untuk setiap produk yang diperoleh dari OPC. Tabel 4.24 Keterangan Mesin Nama Mesin
Lead Time
Furnace Casting Cutting Polishing
2 2 1 1
Waktu Proses Iron golf club
Putter golf club
Max
15 8 2.5 4
19 8 4.5 6
19.0 8.0 4.5 6.0
75
Extursion Compression Painting Assembly
1 0 0 1
5 1.5 2 8
5.0 3.5 2.0 12.0
5 3.5 2 12
Dari keterangan mesin tersebut dapat dihitung jumlah mesin dan keterangan lead time mesin yang diperlukan. dilihat dari setiap periode membutuhkan 8 orang pekerja. Berikut merupakan gambar mengenai jumlah mesin yang dibutuhkan. Tabel 4.25 Jumlah Mesin yang Dibutuhkan Agregasi 8 60
19.0 8.0 4.5 6.0 5.0 3.5 2.0 12.0
3 2 1 1 1 1 1 2
Keterangan : Tabel 4.26 Keterangan Perhitungan Jumlah Mesin yang Dibutuhkan No Keterangan Perhitungan 1. Waktu proses Painting Diperoleh dari waktu proses tiap mesin paling besar antara iron dan putter = 2(waktu proses painting paling besar) 2. Jumlah mesin = (waktu proses mesin/waktu agregasi)*jumlah pekerja = (2/60)*8 = 0.26
Kemudian berikut perhitungan lead time tiap mesin untuk setiap periode dengan 8 pekerja. Tabel 4.27 Lead Time yang Dibutuhkan Periode 1- 6 Pekerja 8
Iron Golf Club
Mesin
2
1
Putter Golf Club 0
2
1
0
Furnace 0.665 0.285 Casting 0.187 0.08 Cutting 0.0525 0.0225 Polishing 0.070 0.03 Extursion 0.058 0.025 Compression 0.041 0.0175 Painting 0.023 0.01 Assembly 0.28 0.12
Keterangan :
76
Tabel 4.28 Keterangan Perhitungan Lead time mesin Keterangan Perhitungan
No 1.
Waktu proses Painting Iron Golf Club
= waktu proses dalam jam * jumlah mesin *proporsi waktu produk Man formal shoes = (2/60)*(1*0,7) = 0,023
2.
Waktu proses Painting Putter Golf Club
= waktu proses dalam jam * jumlah mesin * proporsi waktu produk Ankle high boots = (2/60)*(1*0,3) = 0,001
4.6.2 Resource Profile RPA merupakan teknik perencanaan kapasitas kasar yang paling rinci, metode ini akan mengalikan keterangan lead time tiap mesin dengan demand yang masing-masing produk. Berikut merupakan perhitungan RCCP dengan metode RPA untuk tiap mesin. Tabel 4.29 Perhitungan dengan metode RPA MPS Iron Golf Club MPS Putter Golf Club Iron Golf Club
238
238
238
238
231
231
231
231
102
102
102
99
99
99
99
Furnace
102 1 158.2 7
5 153.61 5
6 153.61 5
7 153.61 5
8 153.61 5
Casting
44.43
Cutting Polishing
12.50 16.66
43.12 12.127 5 16.17
43.12 12.127 5 16.17
43.12 12.127 5 16.17
43.12 12.127 5 16.17
Extursion
13.88
Compression Painting Assembly Total Putter Golf Club Furnace Casting Cutting Polishing Extursion Compression
9.72 5.55 66.64 327.6 5 1 29.07 8.16 2.295 3.06 2.55 1.785
2
3
158.27 44.426666 67
153.615
4 153.61 5
43.12
43.12
12.495 16.66 13.883333 33 9.7183333 33 5.5533333 33 66.64
12.495 16.66 13.883333 33 9.7183333 33 5.5533333 33 64.68
12.495 16.17 13.475 9.7183 33 5.5533 33 64.68
13.475
13.475
13.475
13.475
9.4325
9.4325
9.4325
9.4325
5.39 64.68
5.39 64.68
5.39 64.68
5.39 64.68
327.65 2 29.07 8.16 2.295 3.06 2.55 1.785
319.73 3 28.215 7.92 2.295 3.06 2.55 1.785
318.83 4 28.215 7.92 2.295 2.97 2.475 1.785
318.01 5 28.215 7.92 2.2275 2.97 2.475 1.7325
318.01 6 28.215 7.92 2.2275 2.97 2.475 1.7325
318.01 7 28.215 7.92 2.2275 2.97 2.475 1.7325
318.01 8 28.215 7.92 2.2275 2.97 2.475 1.7325
77
Painting Assembly Total Jumlah Jumlah per Bulan total kapasitas
1.02 12.24 60.18 387.8 3
MPS Iron Golf Club MPS Putter Golf Club Iron Golf Club Furnace Casting Cutting Polishing Extursion Compression Painting Assembly Total Putter Golf Club Furnace Casting Cutting Polishing Extursion Compression Painting Assembly Total Jumlah Jumlah per Bulan total kapasitas
1.02 12.24 60.18
1.02 11.88 58.725
1.02 11.88 58.56
0.99 11.88 58.41
387.83 378.45 1531.49 1600
377.39
376.42
0.99 11.88 58.41
0.99 11.88 58.41
0.99 11.88 58.41
376.42 376.42 1505.68 1600
376.42
Tabel 4.30 Perhitungan dengan metode RPA (Lanjutan) 231 231 231 231 231 231 231 99 99 99 99 99 99 99 9 10 11 12 13 14 15 153.615 153.615 153.615 153.615 153.615 153.615 153.615 43.12 43.12 43.12 43.12 43.12 43.12 43.12 12.1275 12.1275 12.1275 12.1275 12.1275 12.1275 12.1275 16.17 16.17 16.17 16.17 16.17 16.17 16.17 13.475 13.475 13.475 13.475 13.475 13.475 13.475 9.4325 9.4325 9.4325 9.4325 9.4325 9.4325 9.4325 5.39 5.39 5.39 5.39 5.39 5.39 5.39 64.68 64.68 64.68 64.68 64.68 64.68 64.68 318.01 318.01 318.01 318.01 318.01 318.01 318.01 9 10 11 12 13 14 15 28.215 28.215 28.215 28.215 28.215 28.215 28.215 7.92 7.92 7.92 7.92 7.92 7.92 7.92 2.2275 2.2275 2.2275 2.2275 2.2275 2.2275 2.2275 2.97 2.97 2.97 2.97 2.97 2.97 2.97 2.475 2.475 2.475 2.475 2.475 2.475 2.475 1.7325 1.7325 1.7325 1.7325 1.7325 1.7325 1.7325 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 11.88 11.88 11.88 11.88 11.88 11.88 11.88 58.41 58.41 58.41 58.41 58.41 58.41 58.41 376.42 376.42 376.42 376.42 376.42 376.42 376.42 1505.68 1505.68 1600 1600
231 99 16 153.615 43.12 12.1275 16.17 13.475 9.4325 5.39 64.68 318.01 16 28.215 7.92 2.2275 2.97 2.475 1.7325 0.99 11.88 58.41 376.42
Tabel 4.31 Perhitungan dengan metode RPA (Lanjutan) MPS Iron Golf Club MPS Putter Golf Club Iron Golf Club Furnace Casting Cutting Polishing Extursion Compression
78
231
231
231
99 17 153.6 15
99 18 153.6 15
99
43.12 12.12 75 16.17 13.47 5 9.432 5
43.12 12.12 75 16.17 13.47 5 9.432 5
231
245
99
245
105
245
105
245
105
105
19
20
21
22
23
24
162.925 45.73333 33
162.925 45.73333 33
162.925 45.733333 33
162.925 45.733333 33
0
0
0
0
12.1275 16.17
9.4325
9.4325
12.8625 17.15 14.291666 67 10.004166 67
12.8625 17.15 14.291666 67 10.004166 67
12.8625 17.15 14.291666 67 10.004166 67
12.8625 0
13.475
12.1275 17.15 14.29166 67
0 10.0041 67
Painting Assembly Total Putter Golf Club Furnace Casting Cutting Polishing Extursion Compression Painting Assembly Total Jumlah Jumlah per Bulan total kapasitas
5.39 64.68 318.0 1 17 28.21 5 7.92 2.227 5 2.97 2.475 1.732 5 0.99 11.88 58.41 376.4 2
5.39 64.68 318.0 1 18 28.21 5 7.92 2.227 5 2.97 2.475 1.732 5 0.99 11.88 58.41 376.4 2
5.39 68.60
5.39 68.60
5.7166666 67 68.60
5.7166666 67 68.60
5.7166666 67 0.00
5.71666 67 0.00
333.85 19
335.65 20
337.28 21
337.28 22
60.03 23
28.58 24
29.925 8.4
29.925 8.4
29.925 8.4
29.925 8.4
0 0
0 0
2.2275 2.97 2.475
2.2275 3.15 2.625
2.3625 3.15 2.625
2.3625 3.15 2.625
2.3625 3.15 2.625
2.3625 0 0
1.7325 0.99 12.60 61.32
1.7325 0.99 12.60 61.65
1.8375 1.05 12.60 61.95
1.8375 1.05 12.60 61.95
1.8375 1.05 0.00 11.025
1.8375 1.05 0.00 5.25
395.17 1545.31 1600
397.30
399.23
399.23 903.35 1600
71.05
33.83
Keterangan : Tabel 4.32 Keterangan Perhitungan RCCP No. Keterangan Perhitungan 1. MPS Iron Golf Club dan Putter Golf Berdasarkan hasil MPS Club 2. Mesin Furnace untuk Iron Golf Club = Waktu proses*MPS = =IF($O$4 > 0,$O$4*D13,IF($P$4 >0,$P$4*C13,$Q$4*B13)) = 158,27 3. Total = Jumlah dari tiap mesin per minggu = 158,27 + 44,43 + 12,50 + 16,66+ 13,88 + 9,72 + 5,55 + 66,64 = 327,65 4. Jumlah = Total kapasitas Iron Golf Club + Total kapasitas Putter Golf Club = 327,65 + 60,18 = 387,83 5. Jumlah Per Bulan = Jumlah minggu ke 1 sampai minggu ke 4 = 387,83 + 387,83 + 378,45 + 377,39 = 1531,49
Berdasarkan tabel 4.28 diketahui bahwa hasil jumlah per periode selama 6 periode yaitu 1531,49; 1505,68; 1505,68 ; 1505,68; 1545,31 ; 903,35.
4.6.3 Analisis RCCP Setelah dilakukan perhitungan RCCP dengan metode Resource Profile Approach, maka akan didapatkan total produk yang dihasilkan tiap mesinnya dan jumlah produk yang dihasilkan tiap bulannya. Berikut merupakan perbandingan kapasitas waktu pada agregat dengan kapasitas waktu perhitungan pada RCCP tiap bulannya. Periode 1
Tabel 4.33 Perbandingan Kapasitas Waktu Kapasitas Waktu Agregat Kapasitas Waktu RCCP 1.600 1531,49
79
2 3 4 5 6
1.600 1.600 1.600 1.600 1.600
1505,68 1505,68 1505,68 1545,31 903,35
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kapasitas waktu agregat lebih besar daripada kapasitas waktu RCCP, hal itu menunjukkan bahwa MPS yang ditentukan sudah sesuai.
4.7 Material Requirement Planning Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu teknik atau serangkaian prosedur sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses pengendalian bahan baku terhadap komponen-komponen permintaan yang saling bergantun (dependent demand item). MRP bertujuan untuk mengetahui jumlah bahan baku dari setiap produk yang akan diproduksi tiap periode dan perencanaan pengadaan tiap bahan baku dengan mempertimbangkan biaya-biaya. Pada PT. Adi Kaya Golf, MRP dibagi menjadi 5 level yaitu MRP level 0, MRP level 1, MRP level 2, MRP level 3 dan MRP level 4 untuk level material.
4.7.1 MRP level 0 Berikut ini merupakan MRP level 0 dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club. Metode lot sizing yang digunakan pada mrp level 0 adalah metode lot for lot. Metode ini digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan bahan baku dari kedua produk tersebut dengan lead time sebesar 0. Hal ini dikarenakan produk tersebut adalah final product maka nilai Gross Requirement (GR) didapat dari hasil nilai disagregasi dan nilai dari Planned Order Release (Porel) sama dengan nilai Gross Requirement. 1.
Iron Golf Club Hasil perhitungan MRP level 0 pada produk Iron Golf Club.
Gambar 4.17 Perhitungan MRP Level 0 Iron Club Glof
80
Gambar 4.17 Perhitungan MRP Level 0 Iron Club Glof (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.34 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 0 dari Iron Golf Club. No 1. 2. 3.
4.
5.
6.
2.
Tabel 4.34 Keterangan Perhitungan MRP Level 0 untuk Iron Golf Club Keterangan Perhitungan Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Iron Golf Club Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal terima produk Project on Hand = inventory setiap minggu = Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule Receipt + Planned Order Receipt = 0 – 238 – 0 + 238 =0 Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement = Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum = 238 - 0 = 238 Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut = Net requirement = 238 Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0) = Planned Order Receipt = 238
Putter Golf Club Hasil perhitungan MRP level 0 pada produk Putter Golf Club.
81
Gambar 4.18 Perhitungan MRP Level 0 Putter Golf Club
Gambar 4.18 Perhitungan MRP Level 0 Putter Golf Club (Lanjutan)
4.7.2 MRP level 1 Berikut ini merupakan MRP Level 0 pada PT. Adi Karya Golf. Metode lot sizing yang digunakan pada MRP Level 1 adalah metode lot for lot, fixed order quantity, least unit cost, period unit cost. Metode ini digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan bahan baku dari Iron Golf Club dan Putter Golf Club dengan lead time masing – masing. Berikut ini merupakan MRP level 1 dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club. MRP level 1 terdiri dari main body iron, iron grip, main body putter, dan putter grip. Pada MRP level 1 ini digunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time = 0 untuk main body iron dan main body putter serta metode fixed order quantity, least unit cost, dan period unit cost untuk iron grip dan putter grip.
1.
Main Body Iron Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk Main Body Iron.
82
Gambar 4.19 Hasil Perhitungan MRP Main Body Iron dengan Metode Lot for Lot
Gambar 4.19 Hasil Perhitungan MRP Main Body Iron dengan Metode Lot for Lot (Lanjutan)
2.
Iron Grip Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk Iron Grip yang dihitung dengan menggunakan tiga metode yaitu fixed order quantity, least unit cost, dan period order quantity.
a.
Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ) Perhitungan Iron Grip dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada lampiran
b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC) Perhitungan MRP Iron Grip menggunakan lot size sebanyak 1000 buah dengan nilai lead time = 2 dan inventory awal 2000. Berikut merupakan gambar 4.27 yang menunjukkan hasil perhitungan LUC.
83
Gambar 4.20 Perhitungan LUC Iron Grip
Berikut tabel 4.36 yang menjelaskan keterangan perhitungan LUC. No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tabel 4.35 Keterangan Perhitungan LUC Keterangan Perhitungan Periode Kombinasi = Periode yang akan dicoba Trial Lot Size = Jumlah dari GR periode kombinasi Biaya Pesan = Biaya pesan Biaya simpan = POH periode kombinasi dikali biaya simpan Cummulative cost = Biaya simpan ditambah biaya pesan Cost Per unit = Cummulaive cost dibagi trial lot size
Periode kombinasi yang dipilih yaitu periode kombinasi yang menghasilkan cost per unit terkecil, sehingga trial lot size tersebut dimasukan kedalam Planned Order Receipt periode tersebut. Berikut gambar 4.22 yang menunjukkan hasil perhitungan MRP iron grip dengan menggunakan metode LUC.
Gambar 4.21 Hasil Perhitungan MRP Iron Grip dengan Metode LUC
84
Gambar 4.21 Hasil Perhitungan MRP Iron Grip dengan Metode LUC (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.37 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP dari Iron Grip dengan metode LUC. Tabel 4.36 Perhitungan MRP Iron Grip dengan metode LUC Keterangan Perhitungan Gross Requirement (GR) = Porel Iron Golf Club Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n = 2000-238-0+0 = 1762 Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0 = IF(B32-C30<0;ABS(B32-C30);0) =0 Planned Order Receipt = Jumlah ukuran sesuai dengan perhitungan LUC (PoREC) Planned Order Release = Porec 2 Periode setelahnya (PoREL) Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan = SUM(F20:AC20)*F15 Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan = COUNTIF(E22:AC22;">0")*H14 Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item = SUM(E23:AC23)*H15 Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 33.027.000 + Rp 15.000.000 + Rp 544.200.000 = Rp 592.227.000
No 1. 2.
3.
4. 5. 6. 7. 8. 9.
c.
Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ) Perhitungan Iron Grip dengan metode Period Order Quantity dilampirkan pada
lampiran d.
Analisis Perbandingan Tabel 4.37 Analisa Perbandingan = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 45.390.000 + Rp 10.000.000 + Rp 544.200.000 = Rp 599.590.000 Total Biaya Komponen FOQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 47.790.000 + Rp 10.000.000 + Rp 600.000.000 = Rp 657.790.000 Total Biaya Komponen LUC = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 33.027.000 + Rp 15.000.000 + Rp 544.200.000 = Rp 592.227.000 Total Biaya Komponen POQ
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa metode yang paling baik adalah LUC dengan biaya yang paling sedikit yaitu Rp 592.227.000
85
3.
Main Body Putter Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk bagian Main Body Putter.
Gambar 4.22 Hasil Perhitungan MRP Main Body Putter Metode Lot for Lot
Gambar 4.22 Hasil Perhitungan MRP Main Body Putter Metode Lot for Lot (Lanjutan)
4.
Putter Grip Berikut ini merupakan perhitungan MRP untuk bagian Putter Grip.
a.
Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ) Perhitungan Putter Grip dengan metode Period Order Quantity dilampirkan pada
lampiran b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC) Perhitungan MRP Putter Grip menggunakan lot size sebanyak 500 buah dengan nilai lead time = 2 dan inventory awal 1000. Berikut merupakan gambar 4.26 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP dari Putter grip dengan metode LUC.
86
Gambar 4.23 Perhitungan MRP Putter Grip metode LUC
Keterangan tabel perhitungan LUC sebagai berikut pada tabel 4.43. Tabel 4.38 Keterangan Perhitungan dengan LUC Keterangan Perhitungan Periode Kombinasi = Periode yang akan dicoba Trial Lot Size = Jumlah dari GR periode kombinasi Biaya Pesan = Biaya pesan Biaya simpan = POH periode kombinasi dikali biaya simpan Cummulative cost = Biaya simpan ditambah biaya pesan Cost Per unit = Cummulaive cost dibagi trial lot size
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Periode kombinasi yang dipilih yaitu periode kombinasi yang menghasilkan cost per unit terkecil, sehingga trial lot size tersebut dimasukan kedalam Planned Order Receipt periode tersebut. Berikut hasil perhitungan MRP putter grip dengan menggunakan metode Least Unit Cost.
Gambar 4.24 Hasil Perhitungan MRP Putter Grip Metode LUC
Gambar 4.24 Hasil Perhitungan MRP Putter Grip Metode LUC (Lanjutan)
87
Berikut merupakan tabel 4.39 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP dari Putter Grip dengan metode LUC. No 1. 2.
3.
4. 5. 6. 7. 8. 9.
c.
Tabel 4.39 Perhitungan MRP Putter Grip dengan metode LUC Keterangan Perhitungan Gross Requirement (GR) = Porel Iron Golf Club Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n = 1000-102-0+0 = 898 Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0 = IF((E44-F42)<0;ABS(E44-F42);0) =0 Planned Order Receipt (PoREC) = Jumlah ukuran pemesanan sebesar 500 setiap kali butuh Pesan Planned Order Release (PoREL) = Porec 2 Periode setelahnya Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan = SUM(F44:AC44)*F39 Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan = COUNTIF(E46:AC46;">0")*H38 Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item = SUM(E47:AC47)*H39 Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 20.304.000 + Rp 10.000.000 + Rp 423.600.000 = Rp 453.904.000
Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ) Perhitungan Iron Grip dengan metode Period Order Quantity dilampirkan pada
lampiran d.
Analisis Perbandingan Tabel 4.40 Analisa Perbandingan = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 26.310.000 + Rp 7.500.000 + Rp 423.600.000 = Rp 457.410.000 Total Biaya Komponen FOQ = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 23.910.000 + Rp 7.500.000 + Rp 450.000.000 = Rp 481.410.000 Total Biaya Komponen LUC = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 20.304.000 + Rp 10.000.000 + Rp 423.600.000 = Rp 453.904.000 Total Biaya Komponen POQ
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa metode yang paling baik adalah LUC dengan biaya yang paling sedikit yaitu Rp 453.904.000
4.7.3 MRP level 2 Berikut ini merupakan MRP level 2 dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club. MRP level 2 terdiri dari Pola Putter Shaft, Putter Head, dan Iron Head. 1.
Putter Shaft
Putter Shaft menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time = 0. Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Shaft.
88
Gambar 4.25 Hasil Perhitungan MRP Putter Shaft
Gambar 4.25 Hasil Perhitungan MRP Putter Shaft (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.41 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP dari Putter Shaft No 1. 2.
Keterangan Gross Requirement Schedule Receipt
3.
Project on Hand
4.
Net Requirement
No 5.
6.
2.
Tabel 4.41 Keterangan Perhitungan MRP Putter Shaft Perhitungan = permintaan (Demand) pada MPS Putter Shaft = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal terima produk = inventory setiap minggu = Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule Receipt + Planned Order Receipt = 0 – 102– 0 + 102 =0 = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement = Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum = 102 - 0 = 102
Tabel 4.41 Keterangan Perhitungan MRP Putter Shaft Keterangan Perhitungan Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut = Net requirement = 102 Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0) = Planned Order Receipt = 102
MRP Pola Putter Head
Pola Putter Head menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time = 0. Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Head.
89
Gambar 4.26 Hasil Perhitungan MRP Putter Shaft
Gambar 4.26 Hasil Perhitungan MRP Putter Shaft (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.42 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 2 dari pola Putter Head No 1. 2. 3.
No 4.
5.
6.
3.
Tabel 4.42 Keterangan Perhitungan MRP Level 2 untuk Putter Head Keterangan Perhitungan Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Putter Head Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal terima produk Project on Hand = inventory setiap minggu = Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule Receipt + Planned Order Receipt = 0 – 102– 0 + 102 =0 Tabel 4.42 Keterangan Perhitungan MRP Level 2 untuk Putter Head Keterangan Perhitungan Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement = Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum = 102 - 0 = 102 Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut = Net requirement = 102 Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0) = Planned Order Receipt = 102
MRP Pola Iron Head
Pola Putter Head menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time = 0. Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Head.
90
Gambar 4.27 Hasil Perhitungan MRP Iron Head
Gambar 4.27 Hasil Perhitungan MRP Iron Head (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.43 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 2 dari pola Iron Head No 1. 2.
No 3.
4.
5.
6.
1.7.2
Tabel 4.43 Keterangan Perhitungan MRP Level 2 untuk Iron Head Keterangan Perhitungan Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Iron Head Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal terima produk
Tabel 4.43 Keterangan Perhitungan MRP Level 2 untuk Iron Head Keterangan Perhitungan Project on Hand = inventory setiap minggu = Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule Receipt + Planned Order Receipt = 0 – 238– 0 + 238 =0 Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement = Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum = 238 - 0 = 238 Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut = Net requirement = 238 Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0) = Planned Order Receipt = 238
MRP Level 3
91
Berikut ini merupakan MRP level 3 dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club. MRP level 3 terdiri dari Counterweight, Brand Emblem, Iron Head Body, Putter Head Body, Shaft Body, dan Weights. 1. Counterweights Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk counterweights. a.
Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ) Perhitungan Counterweight dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada
lampiran b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC) Perhitungan Counterweight dengan metode Least Unit Cost dilampirkan pada lampiran c.
Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ) Counterweights menggunakan metode Period Order Quantity yaitu 500 buah dengan
nilai lead time = 2 dan inventory awal 300. Berikut hasil perhitungan MRP Counterweights dengan metode POQ. 2×𝑆 2 × 900.000 𝑄= √ = √ ≈3 𝑑×ℎ 201 × 1000
Keterangan : S = Setup cost d = Rata – rata demand h = holding cost
Gambar 4.28 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Counterweights Metode POQ
92
Gambar 4.28 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Counterweights Metode POQ (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.44 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 3 untuk Counterweights dengan metode POQ. No 1. 2.
3.
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tabel 4.44 Perhitungan MRP Iron Golf Club dengan metode POQ Keterangan Perhitungan Gross Requirement (GR) = Porel Putter Shaft Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n = 300-204-0+0 = 96 Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0 = IF((E8-F6)<0;ABS(E8-F6);0) =0 Planned Order Receipt = Jumlah ukuran pemesanan sebesar 500 setiap kali butuh (PoREC) Pesan Planned Order Release = Porec 2 Periode setelahnya (PoREL) Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan = SUM(F44:AC44)*F39 Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan = COUNTIF(E46:AC46;">0")*H38 Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item = SUM(E47:AC47)*H39 Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 7.236.000 + Rp 5.400.000 + Rp 200.400.000 = Rp 213.036.000
d. Analisis Perbandingan Total Biaya Komponen FOQ
Total Biaya Komponen POQ
Total Biaya Komponen LUC
Tabel 4.45 Analisa Perbandingan = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 6.140.000 + Rp 9.000.000 + Rp 225.000.000 = Rp 240.140.000 = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 7.236.000 + Rp 5.400.000 + Rp 200.400.000 = Rp 213.036.000 = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 6.140.000 + Rp 9.000.000 + Rp 225.000.000 = Rp 240.140.000
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa metode yang paling baik adalah POQ dengan biaya yang paling sedikit yaitu Rp 213.036.000
2.
Brand Emblem Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk Brand Emblem.
93
Gambar 4.29 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Brand Emblem Metode Lot for Lot
Gambar 4.29 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Brand Emblem Metode Lot for Lot (Lanjutan)
3.
Iron Head Body Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk Iron Head Body.
Gambar 4.30 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Iron Head Body Metode Lot for Lot
Gambar 4.30 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Iron Head Body Metode Lot for Lot (Lanjutan)
4.
Putter Head Body Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk Putter Head Body.
Gambar 4.31 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Putter Head Body Metode Lot for Lot
94
Gambar 4.31 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Putter Head Body Metode Lot for Lot (Lanjutan)
2.
Shaft Body Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk Shaft Body.
Gambar 4.32 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Shaft Body Metode Lot for Lot
Gambar 4.32 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Shaft Body Metode Lot for Lot (Lanjutan)
3.
Weights
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level 3 untuk weights. a. Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ) Perhitungan Weight dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada lampiran b.
Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC)
Weight menggunakan metode lot size yaitu 2000 buah dengan nilai lead time = 2 dan inventory awal 2000. Berikut merupakan tabel 4.22 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 3 untuk weights dengan metode LUC.
95
Periode Kombina Trial Lot Size si 5 197 5,6 626 5,6,7 1055 5,6,7,8 1484 8 429 8,9 858 8,9,10 1287 11 429 11,12 858 11,12,13 1287 13 429 13,14 858 13,14,15 1287 15 429 15,16 858 15,16,17 1287 17 429 17,18 858 17,18,19 1287 19 429 19,20 858 19,20,21 1313 21 455 21,22 910 21,22,23 1365 23 455
Biaya Pesan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000 900.000
Biaya Simpan Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
429.000 1.287.000 2.574.000 429.000 1.287.000 429.000 1.281.000 429.000 1.281.000 429.000 1.281.000 429.000 1.281.000 429.000 1.339.000 455.000 1.365.000 -
Cumulative Cost Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
900.000 1.329.000 2.187.000 3.474.000 900.000 1.329.000 2.187.000 900.000 1.329.000 2.181.000 900.000 1.329.000 2.181.000 900.000 1.329.000 2.181.000 900.000 1.329.000 2.181.000 900.000 1.329.000 2.239.000 900.000 1.355.000 2.265.000 900.000
Cost Per Unit Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
4.568,53 2.123,00 2.072,99 2.340,97 2.097,90 1.548,95 1.699,30 2.097,90 1.548,95 1.694,64 2.097,90 1.548,95 1.694,64 2.097,90 1.548,95 1.694,64 2.097,90 1.548,95 1.694,64 2.097,90 1.548,95 1.705,26 1.978,02 1.489,01 1.659,34 1.978,02
Gambar 4.34 Perhitungan MRP Iron Grip metode LUC
Keterangan tabel perhitungan LUC sebagai berikut pada tabel 4.59. No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tabel 4.46 Keterangan Perhitungan dengan LUC Keterangan Perhitungan Periode Kombinasi = Periode yang akan dicoba Trial Lot Size = Jumlah dari GR periode kombinasi Biaya Pesan = Biaya pesan Biaya simpan = POH periode kombinasi dikali biaya simpan Cummulative cost = Biaya simpan ditambah biaya pesan Cost Per unit = Cummulaive cost dibagi trial lot size
Periode kombinasi yang dipilih yaitu periode kombinasi yang menghasilkan cost per unit terkecil, sehingga trial lot size tersebut dimasukan kedalam PoREC periode tersebut. Berikut hasil perhitungan MRP weights menggunakan LUC.
Gambar 4.35 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Weights Metode LUC
96
Gambar 4.35 Hasil Perhitungan MRP Level 3 Weights Metode LUC (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.47 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 3 dari Weights dengan metode LUC. No 1. 2.
3.
4. 5. 6. 7. 8. 9.
c.
Tabel 4.47 Perhitungan MRP LUC dari Weights Keterangan Perhitungan Gross Requirement (GR) = Porel Main Body Putter + Iron Head Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n = 2000-442-0+0 = 1558 Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0 = IF((E8-F6)<0;ABS(E8-F6);0) =0 Planned Order Receipt (PoREC) = Jumlah ukuran pemesanan sesuai dengan LUC yang dipilih Planned Order Release (PoREL) = Porec 2 Periode setelahnya Total Biaya Simpan = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan = SUM(F44:AC44)*F39 Total Biaya Pesan = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan = COUNTIF(E46:AC46;">0")*H38 Total Biaya Pembelian = Jumlah Porel dikali biaya item = SUM(E47:AC47)*H39 Total Biaya Komponen = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 7.389.000 + Rp 7.200.000 + Rp 678.780.000 = Rp 693.369.000
Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ)
Perhitungan Weight dengan metode Period Order Quantity dilampirkan pada lampiran d.
Analisis Perbandingan
Total Biaya Komponen FOQ
Total Biaya Komponen POQ
Total Biaya Komponen LUC
Tabel 4.48 Analisa Perbandingan = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 23.870.000 + Rp 4.500.000 + Rp 900.000.000 = Rp 928.370.000 = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 16.606.000 + Rp 4.500.000 + Rp 760.680.000 = Rp 781.786.000 = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 7.389.000 + Rp 7.200.000 + Rp 678.780.000 = Rp 693.369.000
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa metode yang paling baik adalah LUC dengan biaya yang paling sedikit yaitu Rp 693.369.000 1.7.5 MRP Level 4 Berikut ini merupakan MRP level 4 dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club. MRP level 4 terdiri dari Putter Lie dan Putter Part.
97
1.
MRP Pola Putter Lie
Pola Putter Lie menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time = 0. Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Lie.
Gambar 4.36 Hasil Perhitungan MRP Level 4 Putter Lies
Gambar 4.36 Hasil Perhitungan MRP Level 4 Putter Lies (lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.49 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 4 dari Iron Golf Club. No 1. 2. 3.
4.
5.
6.
2.
98
Tabel 4.49 Keterangan Perhitungan MRP Level 4 untuk Putter Lie Keterangan Perhitungan Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Putter Lie Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal terima produk Project on Hand = inventory setiap minggu = Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule Receipt + Planned Order Receipt = 0 – 102 – 0 + 102 =0 Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement = Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum = 102 - 0 = 102 Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut = Net requirement = 102 Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0) = Planned Order Receipt = 102
MRP Pola Putter Part
Pola Putter Part menggunakan metode lot size yaitu lot for lot dengan nilai lead time = 0. Berikut hasil perhitungan MRP pola Putter Part.
Gambar 4.37 Hasil Perhitungan MRP Level 4 Putter Part Metode LFL
Gambar 4.37 Hasil Perhitungan MRP Level 4 Putter Part Metode LFL (lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.50 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level 4 dari Iron Golf Club. No 1. 2. 3.
4.
5.
6.
Tabel 4.50 Keterangan Perhitungan MRP Level 4 untuk Putter Part Keterangan Perhitungan Gross Requirement = permintaan (Demand) pada MPS Putter Part Schedule Receipt = penjadwalan terima produk, pada studi kasus ini tidak ada jadwal terima produk Project on Hand = inventory setiap minggu = Project on hand periode sebelum – Gross Requirement – Schedule Receipt + Planned Order Receipt = 0 – 102 – 0 + 102 =0 Net Requirement = jumlah barang yang dibutuhkan untuk memenuhi gross requirement = Gross Requirement - Project on Hand periode sebelum = 102 - 0 = 102 Planned Order Receipt = jumlah produk yang akan diterima pada periode tersebut = Net requirement = 102 Planned Order Release = jumlah produk yang dipesan pada periode tersebut (leadtime = 0) = Planned Order Receipt = 102
1.7.6 MRP level Material Berikut ini merupakan MRP level material dari produk Iron Golf Club dan Putter Golf Club. MRP level material terdiri dari Pola Stainless steel dan Iron. 1. Stainless Steel
99
Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level material untuk Stainless Steel. a.
Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ) Perhitungan Stainless Steel dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada
lampiran b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC) Perhitungan Stainless Steel dengan metode Least Unit Cost dilampirkan pada lampiran c.
Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ) Stainless Steel menggunakan metode lot size yaitu 2000 buah dengan nilai lead time =
2 dan inventory awal 1500. Berikut hasil perhitungan MRP Stainless Steel. 2×𝑆 2 × 1.500.000 𝑄= √ = √ ≈6 𝑑×ℎ 220 × 500 Keterangan : S = Setup cost d = Rata – rata demand h = holding cost
Gambar 4.38 Hasil Perhitungan MRP Level material Stainless Steel Metode POQ
Gambar 4.38 Hasil Perhitungan MRP Level material Stainless Steel Metode POQ (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.51 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level material dari Stainless Steel dengan metode POQ. No 1. 2.
100
Tabel 4.51 Perhitungan MRP Stainless Steel dengan metode POQ Keterangan Perhitungan Gross Requirement (GR) = Porel Stainless Steel Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n = 1500-223-0+0
No
Keterangan
3.
Net Requirement (NR)
4.
6.
Planned Order Receipt (PoREC) Planned Order Release (PoREL) Total Biaya Simpan
7.
Total Biaya Pesan
8.
Total Biaya Pembelian
9.
Total Biaya Komponen
5.
d.
Perhitungan = 1277 = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0 = IF(B32-C30<0;ABS(B32-C30);0) =0 = Jumlah ukuran sesuai dengan perhitungan LUC = Porec 2 Periode setelahnya = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan = SUM(F20:AC20)*F15 = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan = COUNTIF(E22:AC22;">0")*H14 = Jumlah Porel dikali biaya item = SUM(E23:AC23)*H15 = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 7.392.000 + Rp 4.500.000 + Rp 451.680.000 = Rp 463.572.000
Analisis Perbandingan
Total Biaya Komponen FOQ
Total Biaya Komponen LUC
Total Biaya Komponen POQ
Tabel 4.52 Analisa Perbandingan = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 11.220.000 + Rp 3.000.000 + Rp 480.000.000 = Rp 494.220.000 = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 6.109.000 + Rp 6.000.000 + Rp 451.680.000 = Rp 463.789.000 = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 7.392.000 + Rp 4.500.000 + Rp 451.680.000 = Rp 463.572.000
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa metode yang paling baik adalah POQ dengan biaya yang paling sedikit yaitu Rp 463.572.000.
2.
Iron Berikut ini merupakan perhitungan MRP Level material untuk Iron.
a.
Metode Lot Sizing Fixed Order Quantity (FOQ) Perhitungan Iron dengan metode Fixed Order Quantity dilampirkan pada lampiran
b. Metode Lot Sizing Least Unit Cost (LUC) Iron menggunakan metode lot size yaitu 500 buah dengan nilai lead time = 2 dan inventory awal 800. Berikut merupakan gambar 4.56 yang menunjukkan hasil perhitungan LUC.
101
Gambar 4.39 Perhitungan MRP iron metode LUC
Berikut tabel 4.53 yang menggambarkan tabel perhitungan LUC. No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tabel 4.53 Keterangan Perhitungan dengan LUC Keterangan Perhitungan Periode Kombinasi = Periode yang akan dicoba Trial Lot Size = Jumlah dari GR periode kombinasi Biaya Pesan = Biaya pesan Biaya simpan = POH periode kombinasi dikali biaya simpan Cummulative cost = Biaya simpan ditambah biaya pesan Cost Per unit = Cummulaive cost dibagi trial lot size
Periode kombinasi yang dipilih yaitu periode kombinasi yang menghasilkan cost per unit terkecil, sehingga trial lot size tersebut dimasukan kedalam Planned Order Receipt periode tersebut. Berikut hasil perhitungan MRP Iron.
Gambar 4.40 Hasil Perhitungan MRP Level material Iron Metode LUC
Gambar 4.40 Hasil Perhitungan MRP Level material Iron Metode LUC (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.54 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level material dari Iron dengan metode LUC. No 1. 2.
3.
4.
102
Tabel 4.54 Perhitungan MRP Iron dengan metode LUC Keterangan Perhitungan Gross Requirement (GR) = Porel IRON Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n = 800-37-0+0 = 743 Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0 = IF(B32-C30<0;ABS(B32-C30);0) =0 Planned Order Receipt = Jumlah ukuran sesuai dengan perhitungan LUC (PoREC)
No 5. 6.
Keterangan Planned Order Release (PoREL) Total Biaya Simpan
7.
Total Biaya Pesan
8.
Total Biaya Pembelian
9.
Total Biaya Komponen
c.
Perhitungan = Porec 2 Periode setelahnya = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan = SUM(F20:AC20)*F15 = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan = COUNTIF(E22:AC22;">0")*H14 = Jumlah Porel dikali biaya item = SUM(E23:AC23)*H15 = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 3.960.000 + Rp 1.500.000 + Rp 48.960.000 = Rp 54.420.000
Metode Lot Sizing Period Order Quantity (POQ) Iron menggunakan metode lot size yaitu 500 buah dengan nilai lead time = 2 dan
inventory awal 800. Berikut hasil perhitungan MRP iron. 𝑄= √
2×𝑆 2 × 1.500.000 = √ ≈ 11 𝑑×ℎ 56 × 500
Keterangan : S = Setup cost d = Rata – rata demand h = holding cost
Gambar 4.41 Hasil Perhitungan MRP Level material Iron Metode POQ
Gambar 4.41 Hasil Perhitungan MRP Level material Iron Metode POQ (Lanjutan)
Berikut merupakan tabel 4.55 yang menunjukkan keterangan perhitungan MRP level material dari Iron dengan metode POQ. No 1. 2.
3.
Tabel 4.55 Perhitungan MRP Iron dengan metode POQ Keterangan Perhitungan Gross Requirement (GR) = Porel Stainless Steel Project On Hand (POH) = POH periode sebelumnya – GR periode n + Porec Periode n = 800-37-0+0 = 743 Net Requirement (NR) = Apabila selisih POH periode sebelumnya kurang dari GR
103
No
Keterangan
4.
6.
Planned Order Receipt (PoREC) Planned Order Release (PoREL) Total Biaya Simpan
7.
Total Biaya Pesan
8.
Total Biaya Pembelian
9.
Total Biaya Komponen
5.
Perhitungan periode ke n, maka tulis absolute selisih, jika tidak tulis 0 = IF(B32-C30<0;ABS(B32-C30);0) =0 = Jumlah ukuran sesuai dengan perhitungan LUC = Porec 2 Periode setelahnya = Jumlah POH dikali dengan biaya simpan = SUM(F20:AC20)*F15 = Jumlah Pemesanan dikali biaya pesan = COUNTIF(E22:AC22;">0")*H14 = Jumlah Porel dikali biaya item = SUM(E23:AC23)*H15 = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 3.960.000 + Rp 1.500.000 + Rp 48.960.000 = Rp 54.420.000
d. Analisis Perbandingan Total Biaya Komponen FOQ
Total Biaya Komponen LUC
Total Biaya Komponen POQ
Tabel 4.56 Analisa Perbandingan = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 3.990.000 + Rp 3.000.000 + Rp 90.000.000 = Rp 96.990.000 = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 3.960.000 + Rp 1.500.000 + Rp 48.960.000 = Rp 54.420.000 = Total simpan + total biaya pesan + total biaya pembelian = Rp 3.960.000 + Rp 1.500.000 + Rp 48.960.000 = Rp 54.420.000
Berdasarkan dari ketiga metode yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa metode yang paling baik adalah POQ dan LUC dengan biaya yang paling sedikit yaitu Rp 54.420.000
4.8 Capacity Requirement Planning Capacity Requirement Planning merupakan perencanaan kapasitas yang direncanakan telah mampu memenuhi perencanaan produksi yang dibuat untuk melayani kebutuhan atau permintaan. Di bawah ini merupakan CRP dari PT. Adi Karya Golf.
4.8.1 Penentuan Beban Workcenter Dibawah ini merupakan tabel yang berisi run time Iron Golf club, Putter Golf Club dan tabel perhitungan CRP dari kedua produk tersebut. Tabel 4.57 Run Time Iron Golf Club Iron Golf Club Part Iron Head Body Brand Emblem
104
Process
Machine
Melting Steel Head Casting Polishing Head Heating Iron Compression Moulding Cut to Shape
Furnace Casting Area Polishing Machine Furnace Compression Machine Cutting Machine
Run Time (Min) 6 8 2 3 1.5 1.5
Run Time (Hour) 0.100 0.133 0.033 0.050 0.025 0.025
Iron Head
Shaft Body
Main Body Iron Iron Golf Club
Painting Iron Head Assembly Melting Steel Shaft Extursion Moulding Cut to Lenght Polishing Shaft
Paint Sprayer Assembly Table Furnace Extursion Machine Cutting Machine Polishing Machine
2 2 6 5 1 2
0.033 0.033 0.100 0.083 0.017 0.033
Main Body Assembly
Assembly Table
2
0.033
Final Assembly & Inspection
Assembly Table
4
0.067
Tabel 4.58 Run Time Putter Golf Club Putter Golf Club Process
Machine
Run Time (Min)
Melting Steel Casting Polishing Heating Steel Compression Moulding Cut to Shape Polishing Putter Head Body Assembly Heating Iron Compression Moulding Cut to Shape Painting Putter Head Assembly Melting Steel Shaft Extursion Moulding Cut to Lenght Polishing Shaft Counterweight Assembly Main Body Putter Assembly Final Assembly & Inspection
Furnace Casting Station Polishing Machine Furnace
6 8 2 4
Run Time (Hour) 0.100 0.133 0.033 0.067
Compression Machine
2
0.033
Cutting Machine Polishing Machine
2 2
0.033 0.033
Assembly Table
2
0.033
Furnace
3
0.050
Compression Machine
1.5
0.025
Cutting Machine Paint Sprayer Assembly Table Furnace Extursion Machine Cutting Machine Polishing Machine
1.5 2 2 6 5 1 2
0.025 0.033 0.033 0.100 0.083 0.017 0.033
Assembly Table
2
0.033
Assembly Table
2
0.033
Assembly Table
4
0.067
Part
Putter Part
Putter Lie
Putter Head Body
Brand Emblem
Putter Head
Shaft Body
Putter Shaft Main Body Putter Putter Golf Club
Tabel 4.59 Perhitungan CRP Month
37
38
39
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Iron Head Body
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
24
Brand Emblem
17
17
17
17
17
17
17
17
17
17
17
17
Shaft Body
34
34
34
34
33
33
33
33
33
33
33
33
Week
PD
Furnace
105
Putter Part
11
11
11
11
10
10
10
10
10
10
10
10
Putter Lie
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
Total
93
93
93
93
91
91
91
91
91
91
91
91
Iron Head Body
32
32
32
32
31
31
31
31
31
31
31
31
Putter Part
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
Total
46
46
46
46
45
45
45
45
45
45
45
45
Brand Emblem
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
Shaft Body
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
Putter Lie
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
Total
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
Casting
Cutting
Polishing Iron Head Body
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
Shaft Body
12
12
12
12
11
11
11
11
11
11
11
11
Putter Part
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
Putter Lie
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
Total
28
28
28
28
27
27
27
27
27
27
27
27
Brand Emblem
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
Putter Lie
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Total
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
Shaft Body
29
29
29
29
28
28
28
28
28
28
28
28
Total
29
29
29
29
28
28
28
28
28
28
28
28
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
Compression
Extursion
Compression Brand Emblem Putter Lie
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
Total
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
Brand Emblem
12
12
12
12
11
11
11
11
11
11
11
11
Total
12
12
12
12
11
11
11
11
11
11
11
11
Iron Head
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
Main Body Iron
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
Iron Golf Club
16
16
16
16
16
16
16
16
16
16
16
16
Putter Head Body
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
Putter Head
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
Putter Shaft
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
Painting
Asembly
Main Body Putter Putter Golf Club Total
55
55
55
55
55
55
55
55
55
55
55
55
Week Total
304
304
304
304
298
298
298
298
298
298
298
298
Month Total
1216.000
1192.000
1192.000
Capacity
1600
1600
1600
Tabel 4.59 Perhitungan CRP (lanjutan)
106
40
41
42
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
24
24
24
24
24
24
24
24
25
25
25
25
17
17
17
17
17
17
17
17
18
18
18
18
33
33
33
33
33
33
33
33
35
35
35
35
10
10
10
10
10
10
10
10
11
11
11
11
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
91
91
91
91
91
91
91
91
96
96
96
96
31
31
31
31
31
31
31
31
33
33
33
33
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
14
45
45
45
45
45
45
45
45
47
47
47
47
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
8
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
11
11
11
11
11
11
11
11
12
12
12
12
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
27
27
27
27
27
27
27
27
29
29
29
29
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
28
28
28
28
28
28
28
28
30
30
30
30
28
28
28
28
28
28
28
28
30
30
30
30
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
13
11
11
11
11
11
11
11
11
12
12
12
12
11
11
11
11
11
11
11
11
12
12
12
12
8
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
8
8
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
16
16
16
16
16
16
16
16
17
17
17
17
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
107
55
55
55
55
55
55
55
55
58
58
58
58
298
298
298
298
298
298
298
298
313
313
313
313
Average
1192.000
1192.000
1252.000
1206.000
1600
1600
1600
1600.000
Dari perhitungan CRP diatas maka dapat diketahui apabila pada periode 37 membutuhkan waktu produksi selama 1216 jam, pada periode 38 membutuhkan waktu produksi selama 1192 jam, pada periode 39 membutuhkan waktu produksi selama 1192 jam, pada periode 40 membutuhkan waktu produksi selama 1192 jam, pada periode 41 membutuhkan waktu produksi selama 1192 jam, dan pada periode 42 membutuhkan waktu produksi selama 1252 jam.
4.8.2 Analisis CRP Berdasarkan hasil perhitungan CRP diatas dibututuhkan waktu rata-rata produksi periode 37 hingga 42 sebesar 1206 jam. Waktu rata-rata produksi tersebut lebih rendah daripada ratarata waktu produksi total yang tersedia yaitu 1600 jam sehingga dapat dipastikan apabila kapasita yang telah direncanakan telah mampu memenuhi perencanaan produksi yang dibuat untuk melayani kebutuhan permintaan.
4.9 Enterprise Resource Planning (ERP) Enterprise Resource Planning atau biasa disebut ERP bertujuan untuk menyatukan seluruh departemen dan fungsi yang ada pada sebuah perusahaan ke dalam sistem komputer terpadu yang dapat mengakomodasi seluruh kebutuhan dari departemen yang berbeda, sistem inilah yang harus memenuhi semua kebutuhan departemen dan mereduksi pekerjaanpekerjaan manual yang ada. Begitu pula dengan PT. Adi Karya Golf clubakan diterapkan sistem ERP untuk memudahkan dalam mengakomodasi kebutuhan sistem infrmasi dari masing-masing departemen. Dimana departemen yang ada pada PT. Adi Karya Golf dalah departemen purchase, manufacture, dan inventory.
4.9.1 Bill of Material Berikut merupakan langkah-langkah untuk membuat bill of material dengan menggunakan Odoo. 1.
Buka modul Manufacturing, lalu pilih Bill of Materials hingga muncul tampilan seperti pada gambar 4.42.
108
Gambar 4.42 Modul manufacturing
2.
Klik create untuk input bill of materials level 0 dari produk Iron Golf Club seperti pada gambar 4.43.
Gambar 4.43 Create BOM untuk iron golf club
3.
Untuk mengisi bagian product, pilih create and edit hingga muncul tampilan seperti gambar 4.44 dan 4.45 lalu isilah masing-masing data seperti pada gambar. Kemudian klik save.
109
Gambar 4.44 General Information untuk iron golf club
Gambar 4.45 Inventory untuk iron golf club
4.
Untuk komponen setelah level 0, klik Add an Item pada tab Components, lalu masukkan data seperti pada gambar 4.46.
Gambar 4.46 Inventory untuk perangkat main body iron
110
5.
Untuk BOM level 1, inputkan produk seperti pada gambar 4.47 dengan memilih main body iron yang sebelumnya telah dibuat.
Gambar 4.47 Create BOM untuk main body iron
6.
Untuk masing-masing komponen level 1, masukkan data seperti pada gambar 4.48.
Gambar 4.48 Inventory untuk komponen iron head
7.
Untuk BOM level 2, inputkan produk seperti pada gambar 4.49 dengan memilih iron head yang sebelumnya telah dibuat.
111
Gambar 4.49 Create BOM untuk
8.
iron head
Untuk masing-masing komponen level 2, masukkan data seperti pada gambar 4.50.
Gambar 4.50 Inventory untuk komponen iron
9.
head body
Untuk BOM level 3, inputkan produk seperti pada gambar 4.51 dengan memilih iron head body yang sebelumnya telah dibuat.
Gambar 4.51 Create BOM untuk iron head body
112
10. Untuk masing-masing komponen level 3, masukkan data seperti pada gambar 4.52.
Gambar 4.52 Inventory untuk komponen stainless steel
11. Ulangi langkah-langkah sebelumnya untuk menyusun bill of materials level 0 untuk produk putter golf club. 4.9.2 Purchasing Berikut merupakan langkah-langkah untuk membuat modul purchasing. 1.
Buka modul Purchases, lalu klik create untuk membuat data pesanan bahan baku.
2.
Akan muncul formulir request for quotation seperti pada gambar 4.53.
Gambar 4.53 Modul Purchase
3.
Untuk data mengenai supplier bahan baku, masukkan data supplier dengan klik create and edit pada kolom Vendor kemudian klik save.
113
4.
Masukkan data produk bahan baku yang akan dipesan seperti pada gambar 4.54 untuk membuat pesanan. Lalu klik save.
Gambar 4.54 Data request for quotation
5.
Setelah data lengkap, klik save lagi maka akan muncul rincian bahan baku hingga total harganya.
6.
Jika produsen telah mendapat persetujuan penerimaan pesanan dari supplier, maka admin Odoo dapat mengubah status order dengan membuka menu klik confirm order.
7.
Kemudian rincian pesanan akan berpindah ke purchase order.
8.
Ketika bahan baku sudah siap diterima dari supplier, maka status pesanan dapat diubah dengan klik receive products seperti pada gambar 4.55.
114
Gambar 4.55 Receive products dari purchase orders
4.9.3 Inventory Berikut merupakan langkah-langkah untuk membuat modul inventory. 1.
Buka modul inventory.
Gambar 4.56 Tampilan awal modul inventory
115
2.
Kemudian klik receipt, pilih receipt dari pemesanan yang sebelumnya telah dilakukan.
Gambar 4.57 Validate pesanan yang telah masuk
3.
Klik validate, lalu pilih apply untuk memperbaharui data stok bahan baku di dalam warehouse.
Gambar 4.58 Apply untuk memperbaharui stok bahan baku di inventory
4.
Untuk memastikan apakah stok bahan baku sudah diperbaharui, klik products pada menu master data, lalu pilih salah satu bahan baku yang sebelumnya telah dipesan.
116
4.9.4 Manufacturing Order 1.
Setelah semua bahan baku terpenuhi, maka proses produksi dapat dilakukan dengan melakukan permintaan produksi menggunakan manufacturing orders di dalam modul manufacturing. Klik create untuk membuat permintaan produksi.
Gambar 4.59 Create Manufacturing Order
2.
Masukkan data pada form seperti pada gambar 4.60 Klik save.
Gambar 4.60 Data untuk Form Manufacturing Order
117
3.
Jika produk siap untuk diproduksi, maka klik produce.
Gambar 4.61 Ringkasan Data Manufacturing Order
4.
Jika proses produksi sudah selesai maka manufacturing order dapat diakhiri dengan klik mark as done. Hingga menampilkan seperti gambar 4.62
Gambar 4.62 Mark as Done
118
5.
Manufacturing Orders yang telah selesai diproduksi ditunjukkan dengan tampilan pada gambar 4.63
Gambar 4.63 Hasil modul Manufacturing Order
4.1. Perencanaan Gudang Setiap pabrik atau perusahaan tentunya memiliki fasilitas untuk menyimpan bahan baku, barang setengah jadi ataupun barang jadi. Menurut Warman (2010), gudang adalah bangunan yang dipergunakan untuk menyimpan barang dagangan. Sementara menurut Hadiguna dan Setiawan (2008), gudang dapat didefinisikan sebagai tempat yang dibebani tugas untuk menyimpan barang yang akan dipergunakan dalam produksi sampai barang diminta sesuai dengan jadwal produksi. Perencanaan gudang pada perusahaan atau pabrik sangat diperlukan untuk menunjang proses produksi dan distribusi pada pabrik tersebut.
4.1.1. Fungsi Gudang Menurut Hadiguna dan Setiawan (2008), dalam memfasilitasi proses dan aktivitas pengelolaan barang, fungsi utama gudang yaitu : 1.
Penerimaan (receiving), yaitu menerima material pesanan perusahaan, menjamin kualitas material yang dikirim supplier, serta mendistribusikan material ke lantai produksi.
2.
Persediaan, yaitu menjamin agar permintaan dapat dipenuhi karena tujuan perusahaan adalah memenuhi kepuasan pelanggan.
3.
Penyimpanan (storage), yaitu bentuk fisik barang-barang yang disimpan sebelum ada permintaan.
119
4.
Pengambilan pesanan (order picking), yaitu proses pengambilan barang dari gudang sesuai permintaan.
4.1.2. Operasional Gudang Dalam operasional gudang di suatu pabrik, gudang terbagi menjadi 2 yaitu gudang bahan baku dan gudang penyimpanan barang jadi. Gudang bahan baku merupakan gudang yang akan menyimpan setiap material yang dibutuhkan atau digunakan untuk proses produksi. Lokasi gudang bahan baku umumnya berada di dalam bangunan pabrik, namun beberapa jenis barang tertentu dapat juga diletakkan diluar bangunan pabrik sehingga perusahaan dapa menghemat biaya gudang karena tidak memerlukan bangunan khusus. Sementara gudang penyimpanan barang jadi yaitu gudang yang memiliki fungsi untuk menyimpan produk yang telah selesai dikerjakan. 1.
Gudang Bahan Baku Pada PT. Adi Karya Golf, gudang bahan baku merupakan gudang yang digunakan untuk menyimpan bahan baku iron dan stainless steel. Tabel 4.60 Data Gudang Bahan Baku
No
Nama
Fungsi
Jumlah
Ukuran (p x l x t)
5 batch
100 cm x 40 cm x 60 cm
2 batch
100 cm x 40 cm x 60 cm
Stainless steel batch
1. Penyimpanan Stainless steel
1.
Iron batch
2. 1.
120
Peyimpanan Iron
2.
Gudang Barang Jadi Gudang produk jadi digunakan untuk menyimpan iron golf club dan putter golf club.
Dimana pada gudang ini menggunakan rak yang tersusun dari rak 4 tingkat. Setiap sepasang produk man formal shoes dan angkle high shoes dipacking dengan menggunakan kardus dan ditelakan di rak sesuai dengan jenis sepatu. No
Nama
Tabel 4.61 Data Gudang Barang Jadi Fungsi
Jumlah
Ukuran (p x l x t)
Rak Penyimpan
Peyimpanan Box
1.
8
120 cm x 50 cm x 210 cm
59 kotak
110 cm x 40 cm x 25 cm
Box
2
Penyimpanan iron golf club dan putter golf club
Perecanaan Gudang pada PT. Adi Karya Golf menggunakan metode FIFO (First In First Out). Metode ini digunakan agar barang yang pertama dibuat juga pertama untuk didistribusikan hal tersebut untuk mencegah terjadinya kerusakan terhadap material yang terlalu lama disimpan.
4.2. Perencanaan Aliran Dan Kebutuhan Ruang Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam melakukan perancangan tata letak fasilitas suatu pabrik atau perusahaan adalah aliran pergerakan bahan baku ataupun produk di dalam setiap workstation, dalam departemen, ataupun antar departemen. Selain itu juga hal yang harus diperhatikan adalah kebutuhan ruang untuk tiap departemen. Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai perencanaan aliran dan kebutuhan ruang dari PT. Adi Karya Golf.
121
4.2.1. Jenis Aliran Aliran meliputi aliran material, informasi, dan manusia antara departemen (Tompkins, 2003). Suatu perencanaan aliran yang efektif meliputi pengkombinasian suatu pola aliran dengan aisle yang mencukupi untuk memperoleh pergerakan yang baik dari tempat asal ke tempat yang dituju.
4.2.1.1 Aliran Antar Workstation Aliran antar workstation digunakan dimana kita menentukan aliran dari awal proses produksi dimulai hingga menjadi produk jadi dan disimpan menuju gudang. Aliran antar workstation dapat ditentukan dengan melihat dari dimana gudang material berada, lantai produksi yang ada hingga dimana gudang produk jadi berada. Pada PT. Adi Karya Golf mempunyai workstation 1 dimana merupakan awal proses produksi yaitu proses Furnace sehingga berdekatan dengan gudang bahan baku. Kemudian, untuk workstation 2 adalah proses casting, workstation 3 adalah proses cutting , workstation 4 adalah proses polishing, workstation 5 adalah proses moulding, workstation 6 adalah proses painting, dan workstation 7 merupakan proses assembly dari produk sehingga mengikuti sesuai dengan urutan produk stick golf ini. Kemudian workstation 8 digunakan untuk melakukan inspeksi sehingga terletak di akhir sehingga berdekatan gudang produk jadi. Berikut merupakan langkah perhitungan penentuan jumlah workstation lantai produksi PT. Adi Karya Golf. 1.
Membuat tabel operasi masing-masing produk untuk kemudian diagregatkan. Hasil agregat kemudian digunakan untuk input pengurutan waktu proses.
Operation 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
122
Tabel 4.62 Gabungan Operasi Name Iron Putter Melting Steel 6 6 Casting 8 8 Polishing 2 2 Heating Steel 4 Compression Moulding 2 Cut to Shape 2 Polishing 2 Putter Head Body Assembly 2 Heating Iron 3 3 Compression Moulding 1,5 1,5 Cut to Shape 1,5 1,5 Painting 2 2 Head Assembly 2 Melting Steel 6 6 Extrusion Moulding 5 5 Cut to Length 1 1
Tek 6 8 2 4 2 2 2 2 3 1,5 1,5 2 2 6 5 1
Predecessor 1 2 4 5 6 3,7 10 11 12 3, 8,12 14 15
17 18 19 20 21
Polishing Counterweight Assembly Main Body Assembly Final Assembly Inspection
2 2 2 2
2 2 2 2 2
2 2 2 2 2
16 17 13,17,18 19 20
Tek adalah waktu yang terlama dari masing-masing produk. Misalnya pada operation final assembly, baik iron ataupun putter golf club memiliki waktu 2 menit. Sehingga Tek yang digunakan yaitu 2. 2.
Membuat precedence diagram Precedence berguna untuk mengetahui proses yang harus dilakukan terhadap produk terlebih dahulu sebelum dikenai proses berikutnya. Berikut merupakan precedence diagram dari proses di PT. Adi Karya Golf pada gambar 4.56.
Gambar 4.64 Precedence diagram
3.
Ranked Positional Weight Dalam menentukan workstation, data Ranked Positional Weight (RPW) akan diurutkan berdasarkan waktu terbesar. Tabel 4.63 Hasil Perhitungan Ranked Positional Weight Operation Name RPW Tek 1 Melting Steel 26 6 14 Melting Steel 22 6 2 Casting 20 8 4 Heating Steel 20 4 5 Compression Moulding 16 2 9 Heating Iron 16 3 15 Extrusion Moulding 16 5 6 Cut to Shape 14 2 10 Compression Moulding 13 1.5 3 Polishing 12 2 7 Polishing 12 2 11 Cut to Shape 11.5 1.5 16 Cut to Length 11 1 12 Painting 10 2 17 Polishing 10 2 8 Putter Head Body Assembly 8 2
123
13 18 19 20 21
4.
Head Assembly Counterweight Assembly Main Body Assembly Final Assembly Inspection
8 8 6 4 2
2 2 2 2 2
Perhitungan workstation Dalam mengelompokkan operation ke workstation tertentu, waktu proses tidak boleh lebih dari waktu yang telah dihitung di line balancing sebelumnya yaitu sebesar 8,5 menit. Station WS1 WS2 WS3 WS4
WS5
WS6
WS7
WS8
Tabel 4.64 Pengelompokkan Workstation Operation Tek Waktu Total (Menit) 1 6 6 14 6 6 2 8 8 15 5 16 1 8 17 2 4 4 5 2 8 6 2 9 3 10 1.5 8 11 1.5 12 2 3 2 7 2 8 8 2 13 2 18 2 19 2 8 20 2 21 2
Dilihat dari aliran antar workstation tersebut, dapat digunakan aliran berbentuk circular. Pola ini diterapkan untuk aliran pada proses yang menghendaki pengembalian material atau produk jadi pada titik awal produksi. Pola ini juga dapat diterapkan pada proses yang menempatkan proses penerimaan bahan/material dan pengiriman barang jadi pada area yang sama.
124
Work Station 8
Work Station 1
Work Station 7
Work Station 2
Work Station 6
Work Station 3
Work Station 5
Work Station 4
Gambar 4.65 Aliran antar workstation
4.2.2. Sistem Material Handling Material handling merupakan alat yang digunakan oleh perusahaan untuk mengangkut dan menyalurkan segala bahan baku maupun barang jadi di dalam perusahaan antar departemen maupun antar workstation. Sistem material handling yang digunakan pada PT. Adi Karya Golf adalah menggunakan manual material handling, hand truck. Penggunaan material handling ini sebagai alat transportasi dalam perusahaan agar dapat mengurangi bebas pekerja dalam proses perpindahan barang. Berikut merupakan sistem material handling trolley hand truck digunakan di lantai produksi, gudang jadi dan bahan baku. Tabel 4.65 Material Handling Keterangan
Dimensi
Dimensi
740 x 680 mm
Tinggi
830 mm
Berat
15 kg
125
Kapasitas
350 kg
Hand Truck
4.2.2.1 Unit Load Unit load dapat diartikan yaitu sejumlah barang yang disusun atau dibatasi sehingga beban tersebut dapat dipindah sebagai satu obyek tunggal. Beban tersebut terlalu besar untuk dipindah oleh tangan manusia dan pelepasannya akan menyebabkan penyusunan ulang untuk pemindahan berikutnya. Salah satu prinsip pemindahan bahan yaitu prinsip ukuran satuan, yang menyatakan bahwa semakin besar beban yang dibawa, makin rendah biaya tiap satuan yang dipindah. Pada Handtruck kapasitas yang dapat ditampung adalah sebesar 350.
4.2.2.2 Kebutuhan Aisle Aisle (lebar lorong) digunakan untuk memberikan pertimbangan keamanan pada sebuah sistem material handling, oleh karena itu dilakukan efisiensi pada alokasi ruang dalam perancangan dengan menyediakan lebar lorong yang cukup sesuai dengan jenis peralatan material handling yang digunakan (Heragu, 2008). Aisle yang ideal sangat mempengaruhi proses untuk melakukan perpindahan barang. Karena aisle yang terlalu lebar dapat memberikan efek space untuk tempat penyimpanan barang semakin sempit sehingga proses simpan dan packing akan menjadi lebih lama. Aisle space untuk handtruck = 2 x Dimensi terpanjang handtruck yang melintas = 740 mm = 1480 mm = 1.48 m 4.2.3. Kebutuhan Luas Manfaat kebutuhan luas adalah mengasah intuisi akan kebutuhan khusus tiap ruang, memperkirakan proporsi ruang yang lebih baik (kotak atau persegi panjang), alokasi jendela, titik-titik akses pintu dan keterkaitan furniture dan peralatan di dalam setiap ruang. Agar dapat bekerja lebih praktis, cepat dan efisien (Mark, 2007). Untuk menentukan kebutuhan luas maka perlu dilakukan perhitungan mengenai kebutuhan luas pada setiap fasilitas yang ada pada PT. Adi Karya Golf. Perhitungan kebutuhan luas lantai produksi digunakan untuk mengetahui luas area yang dibutuhkan untuk produksi yang berkaitan dengan penempatan mesin produksinya.
126
4.2.3.1 Kebutuhan Luas per Workstation Data yang diperlukan dalam melakukan perhitungan luas lantai antara lain jenis mesin/peralatan, ukuran mesin, dan jumlah operator yang bekerja pada workstation yang bersangkutan. Pada tabel berikut akan dijelaskan mengenai kebutuhan luas pada setiap workstation di PT. Adi Karya Golf. Tabel 4.66 Pembagian Workstation
Station WS1 WS2 WS3 WS4
WS5
WS6
WS7
WS8
N o
Workstation
1.
Workstation 1
2.
Workstation 2
3. 4.
Workstation 3 Workstation 4
Operation 1 14 2 15 16 17 4 5 6 9 10 11 12 3 7 8 13 18 19 20 21
Tek 6 6 8 5 1 2 4 2 2 3 1.5 1.5 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Waktu Total (Menit) 6 6 8
Tabel 4.67 Jumlah Pekerja dan Jumlah Mesin Operasi Total Waktu Produksi Putter Golf Iron Golf Club (menit) Club Melting Steel Melting Steel untuk Iron untuk Putter (6)+(6) = 12 Head Body Part 1 Melting Steel Melting Steel untuk Shaft untuk Shaft (6)+(6) = 12 Body Body Casting untuk Casting untuk (8)+(8) = 16 Iron Head Body Iron Head Body Extrusion, Cut Extrusion, Cut to to Length, dan Length, dan (5+1+2)+(5+1 Polishing Polishing untuk +2) = 16 untuk Shaft Shaft Body Body
8
8
8
8
8
Jumlah Pekerja
Jumla h Mesin
(12/60)*8=1,6 ≈2
2
(12/60)*8=1,6 ≈2
2
(16/60)*8=2,13 ≈3
3
(16/60)*8=2,13 ≈3
3
127
5.
6.
7.
8.
Workstation 5
Workstation 6
Workstation 7
Workstation 8
-
Heating Steel, Compression Moulding, Cut to Shape, dan Painting untuk Brand Emblem Polishing untuk Iron Head Body dan Iron Head Assembly
Main Body Assembly, Final Assembly, dan Inspection TOTAL
Heating Steel, Compression Moulding, Cut to Shape, dan Polishing untuk Putter Lie Heating Steel, Compression Moulding, Cut to Shape, dan Painting untuk Brand Emblem Polishing untuk Putter Part 1, Polishing untuk Putter Lie, Putter Head Assembly, Putter Head Assembly untuk Iron Counterweight Assembly, Main Body Assembly, Final Assembly, dan Inspection
(0)+(4+2+2)= 8
(8/60)*8=1,06≈ 2
2
(3+1.5+1.5+2 )+( 3+1.5+1.5+2) = 16
(16/60)*8=2,13 ≈3
3
(2+2)+(2+2+2 +2) = 12
(12/60)*8=1,6≈ 2
2
(2+2+2)+( 2+2+2+2) = 14
(14/60)*8=1.86 ≈2
2
106
19
19
Tabel 4.69 Fasilitas yang Dipakai pada Workstation Gambar Mesin Nama Mesin
Lengkung Tungku Peleburan
180T Die Casting Mesin
128
Keterangan
Digunakan pada workstation 1 dan 2
Digunakan pada workstation 3
Tabel 4.70 Fasilitas yang Dipakai pada Workstation (lanjutan) Gambar Mesin Nama Mesin Keterangan
Aluminium Extrusion Press Machine
Digunakan pada workstation 4
1.
DIGUNAKAN PADA WORKSTATI ON 4, 5, DAN 6
3.
DIGUNAKAN PADA WORKSTATI ON 4 DAN 7
Metal Laser Cutting Machines
2.
ALUMINUM PROFILE POLISHING MACHINE
129
4.
COMPRESSI ON MACHINE ASTM C-39
5.
DIGUNAKAN PADA WORKSTATI ON 5 DAN 6
Tabel 4.71 Fasilitas yang Dipakai pada Workstation (lanjutan) Gambar Produk Nama Mesin Keterangan
7. 6.
Worksta tion
1
130
KURSI FUTURA 405
DIGUNAKAN PADA WORKSTATION 4, 5, DAN 6, 8
Tabel 4.72 Perhitungan Kebutuhan Luas per Workstation Operasi Peralat Dimensi Kebutuha an yang Iron (P x l x t) n Total kebutuhan (m2) Putter digunak Golf 2 (m) (m ) Golf Club an Club Mesin 1,9x3,5x 1,9 x 1.5 x Furnace 2,196 2 = 5.7 (2) Space 1 x 0.4 x 1 x 0.4 x 2 bahan 0.6 = 0.8 baku Melting Aisle Melting Steel 5.7+0.8+1.48+4+0.9 antar Steel (Furnac = 12.88 WS 1 1.48 (Furnace) e) dan WS 2 Ruang gerak
-
2x2=4
allowanc e
-
0.9
Worksta tion
2
Operasi Iron Putter Golf Golf Club Club
Melting Steel (Furnac e)
Melting Steel (Furnace)
Peralat an yang digunak an Mesin Furnace (2) Space bahan baku Aisle antar WS 1 dan WS 2 Ruang gerak
3
4
Casting
Extrusio n, Cut to Length, dan Polishin g
Casting
Extrusion, Cut to Length, dan Polishing
allowanc e Mesin casting (1) Keranja ng (1) Aisle antar WS 2 dan WS 3 Ruang gerak allowanc e Mesin extrusio n (1) Mesin cutting (1) Mesin polishin g (1) Keranja ng (3) Kursi (3) Aisle antar WS 4 dan WS 5 Ruang gerak Allowan ce
Dimensi (P x l x t) (m)
Kebutuha n (m2)
1,9x3,5x 2,196
1,9 x 1.5 x 2 = 5.7
1 x 0.4 x 0.6
1 x 0.4 x 2 = 0.8
-
1.48
-
2x2=4
-
0.9
3,03 x1,06 x1,3
3,03 x1,06 x1 = 3.21
1,1x0,5x1 -
1.1 x 0.5 = 0.55 1.48
-
1x1=1
-
0.9
1,9x0,87x 1,2
1.9x0.87= 1.653
0,89x1,06 x1,26
0,89x1,06= 0.943
8 x 2,5 x 2,5
8 x 2.5= 20
1,1x0,5x1
1.1 x 0.5 x3 = 1.65 0,42 x 0,47 x 3 = 0,59
0,42 x 0,47 x 0,87 -
Total kebutuhan (m2)
5.7+0.8+1.48+4+0.9 = 12.88
3.21+0.55+1.48+1+ 0.9 =7.14
1.653+0.943+20+0.55+0.5 9+1.48+1+0.9 =27.116
1.48
-
1x1=1
-
0.9
131
Worksta tion 5
6
7
132
Operasi Iron Putter Golf Golf Club Club Heating Steel, Compress ion Moulding, Cut to Shape, dan Polishing
Heating Steel, Compres sion Mouldin g, Cut to Shape, dan Painting untuk Brand Emblem
Polishin g untuk Iron Head Body dan Iron Head Assembl y
Heating Steel, Compress ion Moulding, Cut to Shape, dan Painting untuk Brand Emblem
Polishing untuk Putter Part 1, Polishing untuk Putter Lie, Putter
Peralat an yang digunak an Mesin cutting (1)
Dimensi (P x l x t) (m)
Kebutuha n (m2)
Total kebutuhan (m2)
0,89x1,06 x1,26
0,89x1,06= 0.943
=0.943+1.86+1.1+0.59+1.48 +1+0.9 = 7.873
Mesin Compres sion (1) Keranja ng (2) Kursi (3) Aisle antar WS 5 dan WS 6 Ruang gerak Allowan ce Mesin Furnace (2) Mesin cutting (1) Mesin Compres sion (1) Keranja ng (4) Kursi (1) Aisle antar WS 6 dan WS 7 Ruang gerak Allowan ce Mesin polishin g (1)
Keranja ng (1) Aisle antar
1,4x1,3x1, 9
1,4x1,3=1. 86
1,1x0,5x1
1.1 x 0.5 x 2 = 1.1 0,42 x 0,47 x 2 = 0,59
0,42 x 0,47 x 0,87 -
1.48
-
1x1=1
-
0.9
1,9x3,5x 2,196
1,9 x 1.5 x 2 = 5.7
0,89x1,06 x1,26
0,89x1,06= 0.943
1,4x1,3x1, 9
1,4x1,3=1. 86
1,1x0,5x1 0,42 x 0,47 x 0,87 -
1.1 x 0.5 x 4= 2.2 0,42 x 0,47 x1 = 0.197 1.48
-
2x2=4
-
0.9
8 x 2,5 x 2,5
8 x 2.5= 20
1,1x0,5x1
1.1 x 0.5 x 1 = 0.55 1.48
-
5.7+0.943+1.86+2.2+1.48+ 4+0.9 = 17.083
20+0.55+1.48+1+0.9 =23.93
Worksta tion
8
Operasi Iron Putter Golf Golf Club Club Head Assembly, Putter Head Assembly untuk Iron Main Counterw Body eight Assembl Assembly, y, Final Main Assembl Body y, dan Assembly, Inspecti Final on Assembly, dan Inspectio n
Peralat an yang digunak an WS 7 dan WS 8 Ruang gerak Allowan ce Keranja ng (2) Kursi (2) Meja (2)
Dimensi (P x l x t) (m)
Kebutuha n (m2)
-
1x1=1
-
0.9
1,1x0,5x1 0,42 x 0,47 x 0,87 1.3x0.6x0. 8
1.1 x 0.5 x 2 = 1.1 0,42 x 0,47 x2 = 0.394 1.3x0.6x2= 1.56
-
1.48
-
1x1=1
-
0.9
Aisle antar WS 7 dan WS 8 Ruang gerak Allowan ce Total
Total kebutuhan (m2)
1.1+0.394+1.56+1.48+1+0. 9 =6.434
115.336
4.2.3.2 Kebutuhan Luas per Departemen Tabel 4.58 adalah tabel kebutuhan luas dari per departemen. Kebutuhan luas dari department didasarkan dengan jumlah pekerja dan fungsi dari depertemen tersebut sehingga dapat diketahui untuk kebutuhan ukuran dari area tersebut.
Departemen
Quality Control
Jumlah Operator 1
Tabel 4.73 Luas per Departemen Jobdesc tiap Kebutuhan Dimensi (m) operator Fasilitas Untuk memeriksa hasil produksi
Meja (1)
1.3x0.6x0.8
Menyimpan dokumen
Kursi (1)
0,42 x 0,47 x 0,87
Lemari (1)
0.9x0.6x1.8
Ruang gerak
1x1
Kebutuhan Luas (m)
0.78+1.29+0.54+1+0.9 = 4.51
133
Mengawasi pengaturan mesin Maintance
0.9
Meja (1)
1.3x0.6x0.8 0.78+1.29+0.54+1+0.9
Kursi (1)
0.5x0.5x0.9
Lemari (1)
0.9x0.6x1.8
Ruang gerak
1x1
Allowance
0.9
Meja (1)
1.3x0.6x0.8
Kursi (1)
0.5x0.5x0.9
Lemari (1)
0.9x0.6x1.8
= 4.51
1 Menjaga perawatan mesin
Melakukan perencanaan produksi Produksi
Allowance
0.78+1.29+0.54+1+0.9
1 =4.51 Ruang gerak
1x1
Allowance
0.9
4.2.3.3 Kebutuhan Luas Gudang Kebutuhan luas gudang meliputi dua gedung yaitu gudang untuk bahan baku dan gudang untuk menyimpan barang jadi. Penentuan kebutuhan luas gudang berdasarkan jumlah material yang akan disimpan, kemudian media penyimpanan, rak untuk penataan dan juga material handling yang digunakan. Berikut adalah tabel 4.59 yang merupakan kebutuhan dari luas gudang.
Departemen Gudang bahan baku
Tabel 4.74 Kebutuhan Luas Gudang Kebutuhan Fasilitas Dimensi (m) Kebutuhan Luas (m) Space bahan baku (2)
1 x 0.4 x 0.6
Aisle hand truck
1.48
0.8 +1.48++1+0.9
1x1=1
= 4.18
Ruang gerak
Gudang Produk Jadi
Allowance
0.9
Rak penyimpanan (8)
1,2x 0.5 x 2.1
Aisle hand truck
1.48
4.8 +1.48++1+0.9 = 8.18 Ruang gerak
134
1x1=1
Allowance
0.9
4.2.3.4 Kebutuhan Luas Fasilitas Pendukung Kebutuhan fasilitas pendukung yang dimaksud adalah kebutuhan fasilitas penunjang atau pelengkap dalam perusahaan yang tidak terkait secara langsung pada proses produksi maupun kegiatan administrasi manajerial, meliputi kebutuhan penunjang terkait kebutuhan karyawan/pekerja serta operator lantai produksi dan ruang penunjang lainnya dalam perusahaan. Penentuan fasilitas pendukung didasarkan dari total karyawan yang bekerja pada perusahaan sehingga didapatkan jumlah dan luas dari setiap fasilitas pendukung.
Departemen
Tabel 4.75 Kebutuhan Luas Fasilitas Pendukung Kebutuhan Fasilitas Dimensi (m) Kebutuhan Luas (m)
Toilet
Closet(2)
0,35x0,6=0,21
Washtafel(2)
0,4x0,48=0,19 4,6
Ruang gerak(2)
Parkiran
1x1=1
Allowance(2)
0.9
Lahan parkir
7,5x4=30
Ruang gerak
1x1=1
Allowance
31,9
0.9
4.2.3.5 Kebutuhan Luas Pabrik Dari keselurahan analisa kebutuhan ruang yang dilakukan maka dapat ditentukan Luas area pabrik sebagai berikut. Tabel 4.76 Kebutuhan Luas Pabrik No.
Fasilitas
Total Luas (m2)
1
Kebutuhan Luas per Workstation
115.336
2
Kebutuhan Luas Area Gudang
12,69
3
Kebutuhan Luas per Departemen
13,53
4
Kebutuhan Fasilitas Pendukung
36,5
135
Total
178.056
4.3. Perencanaan Layout Pabrik Pada sub-bab ini akan dijelaskan mengenai Systematic Layout Planning, Activity Relationship Chart, Activity Relationship Diagram. Space Requirement, Space Availability, Space Relationship Diagram, Modifiying Consideration, Pratical Consideration, alternatif layout dan analisa yang akan digunakan dalam perencanaan layout pabrik.
4.3.1. Sistematik Layout Planning Systematic Layout Planning merupakan pendekatan sistematis dan terorganisir untuk perencanaan layout yang telah dibuat oleh Richard Muther (1973). Langkah SLP ini banyak diaplikasikan untuk berbagai macam problem antara lain produksi, material handling, pergudangan, supporting service, perakitan, aktivitas-aktivitas perkantoran dan lain-lain.
4.3.2. Activity Relationship Chart Activity Relationship Chart atau biasa juga disebut Peta Hubungan Aktivitas adalah suatu cara atau teknik yang sederhana di dalam merencanakan tata letak fasilitas atau departemen berdasarkan derajat hubungan aktivitas yang sering dinyatakan dalam penilaian “kualitatif” dan cenderung berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang bersifat subjekif dari masing-masing fasilitas/departemen (Wignjosoebroto, 2009). Berikut merupakan tabel mengenai derajat kedekatan pada ARC. Tabel 4. 77 Derajat Kedekatan ARC Simbol Penjelasan
136
A
Mutlak
E
Sangat penting
I
Cukup penting
O
Biasa-biasa saja
U
Tidak penting
X
Tidak boleh didekatkan
Gambar 4.66 Activity Relativity Chart
Tabel 4.78 Kedekatan Alasan ARC NO
Kedekatan ARC
1
Urutan Aliran Material
2
Keterkaitan Aktifitas
3
Kemudahan Pengawasan
4
Memudahkan Perpindahan Barang
5
Mengontrol Bahan Baku, Produk dan proses produksi
6
Keterkaitan aliran informasi dan data
7
kebutuhan personal pekerja
8
berdebu dan kotor
4.3.3. Activity Relationship Diagram Pada dasarnya diagram ini menjelaskan mengenai hubungan pola aliran bahan dan lokasi dan masing-masing departemen penunjang terhadap departemen produksinya. Berikut merupakan tabel mengenai derajat kedekatan pada ARD. Tabel 4.79 Simbol Kedekatan ARD Penjelasan Garis Warna Mutlak
Merah
Sangat penting
Jingga
Cukup penting
Hijau
137
Biasa-biasa saja Tidak penting Tidak boleh berdekatan
Biru Tidak ada garis
Tidak ada warna Coklat
Gambar 4.67 Activity Relationship Diagram
4.3.4. Space Requirement Space Requirement merupakan kebutuhan luas ruangan yang diperlukan untuk merancang layout pabrik PT. Adi Karya Golf. Berikut adalah Tabel 4.65 yang merupakan tabel kebutuhan luas setiap fasilitas pada PT. Adi Karya Golf. Tabel 4.80 Kebutuhan Luas Fasilitas Kebutuhan fasilitas Jumlah Luas (m2) Lantai produksi 1 115.336 Quality control 1 4.51 Produksi 1 4.51 Toilet 2 4.6 Gudang bahan baku 1 4.18 Gudang produk jadi 1 8.18 Maintenance 1 4.51 Parkiran 1 31.9 177.72 Total
4.3.5. Space Available Lahan yang tersedia untuk mendirikan fasilitas produksi PT. Adi Karya Golf adalah 200 m2. Jumlah kebutuhan luas untuk fasilitas produksi tidak melebihi tempat yang tersedia, tetapi jumlah kebutuhan luas total untuk keseluruhan layout akan bertambah bila
138
memperhatikan unused space dan aisle pada fasilitas produksi, hal ini akan menjadi pertimbangan pada perancangan layout total fasilitas produksi.
4.3.6. Space Relationship Diagram Space Relationship Diagram (SRD) merupakan modifikasi dari Activity Relationship Diagram (ARD). Dengan menggunakan pertimbangan space requirement dan space available, maka layout yang direncanakan dapat dikonstruksikan secara sebenarnya. Berikut merupakan beberapa alternatif layout untuk yang didapat dari Blocplan untuk perencanaan SRD.
Gambar 4.68 Space Relationship Diagram
4.3.7. Modifying Consideration Aliran yang terjadi di dalam workstation yang memperlihatkan pola aliran part/bahan baku pada proses assembly pembuatan iron golf dan Putter golf. Pola aliran yang digunakan adalah pola aliran O dengan arah aliran masuk material dan aliran keluarnya produk pada lokasi yang relatif sama. Hal ini meningkatkan pemanfaatan fasilitas transportasi dan mudah untuk mengawasi keluar masuknya material dan produk jadi. Aliran perpindahan bahan relatif panjang.
139
Gambar modifying layout terpilih
4.3.8. Pratical Limitation Dalam melakukan pengembangan desain alternatif layout dibutuhkan adanya batasan batasan. Diantara batasan-batasan dalam mengembangkan atau mendesain alternatif layout pada fasilitas umum di PT. Adi Karya Golf salah satunya adalah masing masing gudang terletak paling pinggir dengan pertimbangan menuju gudang menggunakan Hand truck yang berdimensi panjang 740 mm, lebar 680 mm, dan tinggi 830 mm. 4.3.9. Alternatif Layout Berikut ini merupakan 5 hasil layout yang didapatkan dari blocplan sehingga dapat digunakan sebagai pilihan dari layout yang akan digunakan: a.
Blocplan Layout 1 Pada layout 1 diketahui layout score yaitu 0,76 dengan panjang lantai produksi yaitu 18,4 m dengan lebar 5,8 m, panjang toilet 4,7 m dengan lebar 1,0 m, panjang divisi maintenance 4,6 m dengan lebar 1,0 m, panjang quality control 4,6 m dengan lebar 1,0 m, panjang gudang bahan baku 1,7 m dengan lebar 2,4 m, panjang gudang produk jadi 3,4 m dengan lebar 2,4 m dan panjang divisi produksi 4,6 m dengan lebar 1,0 m, panjang parkiran 13,2 dengan lebar 2,4.
140
Gambar 4.69 BlocPlan Layout1
Gambar 4.70 Analisis Blocplan Layout 1
Gambar 4.71 Denah Layout 1
141
b.
Blocplan Layout 2
Pada layout 2 diketahui layout score yaitu 0,78 dengan panjang lantai produksi yaitu 17,1 m dengan lebar 6,2 m, panjang toilet 2,3 m dengan lebar 2,0 m, panjang divisi maintenance 4,7 m dengan lebar 1,0 m, panjang divisi quality control 4,7 m dengan lebar 1,0 m, panjang gudang bahan baku 4,3 m dengan lebar 1,0 m, panjang gudang produk jadi 1,3 m dengan lebar 6,2 m dan panjang divisi produksi 4,7 m dengan lebar 1,0 m, panjang parkiran 16,1 dengan lebar 2,0.
Gambar 4.72 Blocplan Layout 2
Gambar 4.73 Analisis Layout 2
142
Gambar 4.74 Denah Layout 2
c.
Blocplan Layout 3 Pada layout 3 diketahui layout score yaitu 0,76 dengan panjang lantai produksi yaitu 17,6 m dengan lebar 6,0 m, panjang toilet 1,9 m d1engan lebar 2,4 m, panjang divisi maintenance 0,7 m dengan lebar 6,0 m, panjang quality control 6,3 m dengan lebar 0,7 m, panjang gudang bahan baku 5,8 m dengan lebar 0,7 m, panjang gudang produk jadi 3,4 m dengan lebar 2,4 m dan panjang divisi produksi 6,3 m dengan lebar 0,7 m, panjang parkiran 13,1 dengan lebar 2,4.
Gambar 4.75 Blocplan Layout 3
143
S Gambar 4.76 Analisis Layout 3
Gambar 4.77 Denah Layout 3
d.
Blocplan Layout 4
Pada layout 4 diketahui layout score yaitu 0,78 dengan panjang lantai produksi yaitu 16,9 m dengan lebar 6,3 m, panjang toilet 2,1 m dengan lebar 2,2 m, panjang divisi maintenance 6,5 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi quality control 6,5 m dengan lebar 0,7 m, panjang gudang bahan baku 1,9 m dengan lebar 2,2 m, panjang gudang produk jadi 11,8 m dengan lebar 0,7 m dan panjang divisi produksi 0,7 m dengan lebar 6,3 m, panjang parkiran 14,4 dengan lebar 2,2.
144
Gambar 4.79 Blocplan Layout 4
Gambar 4.80 Analisis Layout 4
145
Gambar 4.81 Denah Layout 4
e.
Blocplan Layout 5
Pada layout 5 diketahui layout score yaitu 0,80 dengan panjang lantai produksi yaitu 17,0 m dengan lebar 6,0 m, panjang toilet 6,2 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi maintenance 6,1 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi quality control 0,7 m dengan lebar 6,0 m, panjang gudang bahan baku 1,7 m dengan lebar 2,4 m, panjang gudang produk jadi 3,4 m dengan lebar 2,4 m dan panjang divisi produksi 6,1 m dengan lebar 0,7 m, panjang parkiran 13,2 dengan lebar 2,4.
Gambar 4.82 Blocplan Layout 5
Gambar 4.83 Analisis Layout 5
146
Gambar 4.84 Denah Layout 5
4.3.10. Denah (2 Dimensi) Berdasarkan pada beberapa alternative layout dari hasil blocplan, selanjutnya dibuat denah pabrik 2 dimensi. Berikut merupakan denah 2 dimensi pada tata letak fasilitas PT. Adi Karya Golf dengan luas tanah yang tersedia adalah 200 m2.
Gambar 4.85 Denah layout 2D
Pada layout 5 diketahui layout score yaitu 0,80 dengan panjang lantai produksi yaitu 17,0 m dengan lebar 6,0 m, panjang toilet 6,2 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi maintenance 6,1 m dengan lebar 0,7 m, panjang divisi quality control 0,7 m dengan lebar 6,0 m,
147
panjang gudang bahan baku 1,7 m dengan lebar 2,4 m, panjang gudang produk jadi 3,4 m dengan lebar 2,4 m dan panjang divisi produksi 6,1 m dengan lebar 0,7 m, panjang parkiran 13,2 dengan lebar 2,4Layout 4 merupakan layout yang sesuai dengan luas kebutuhan pabrik sehingga layout 4 dipilih.
4.3.11. Denah (3 Dimensi) Berikut merupakan denah berbentuk 3 dimensi dengan menggunakan software sketchup pada PT.Adi Karya Golf. Berikut merupakan gambar 3D dari tampak luar
Gambar 4.86 Gambar 3D tampak depan Selain tampak depan PT Adi Karya Golf mendesain bagian dalam pada layout untuk mengetahui kebutuhan perusahaan.
Gambar 4.87 Gambar 3D tampak dalam
148
Selain tampak belakang PT Adi Karya Golf mendesain bagian samping pada layout untuk mengetahui kebutuhan perusahaan
Gambar 4.88 Dimensi 3D tampak samping
Gambar 4.89 Dimensi 3D tampak atas
149
Gambar 4.90 Dimensi bagian produksi
Gambar 4.81 Dimensi 3D bagian gudang bahan baku
Gambar 4.82 Dimensi 3D maintance
150
Gambar 4.83 Dimensi 3D toilet
151
152
153
154