Beranda
Makalah Manajemen Pendidikan Islam IAIN Raden Intan Lampung ANDY KEREN LIHAT PROFIL LENGKAPKU
Rabu, 05 Juni 2013
Pembiayaan Pendidikan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbagai level kehidupan, pendidikan memainkan peran yang sangat strategis. Pendidikan memberi banyak peluang untuk meningkatkan mutu kehidupan. Dengan pendidikan yang baik, potensi kemanusiaan yang begitu kaya pada diri seseorang dapat terus dikembangkan. Pada tingkat sosial, pendidikan dapat mengantarkan seseorang pada pencapaian dan strata sosial yang lebih baik. Secara akumulatif, pendidikan dapat membuat suatu masyarakat lebih beradab. Dengan demikian, pendidikan, dalam pengertian yang luas, berperan sangat penting dalam proses transformasi individu dan masyarakat.
Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang diharapkan ini, tidak mungkin terjadi secara alamiah dalam arti tanpa usaha dan pengorbanan. Mutu dari keluaran yang diharapkan banyak dipengaruhi oleh besarnya usaha dan pengorbanan yang diberikan. Semakin tinggi tuntutan mutu, akan berdampak pada jenis dan pengorbanan yang harus direlakan. Pengorbanan yang diterjemahkan menjadi biaya merupakan faktor yang tidak mungkin diabaikan dalam proses pendidikan. Oleh karena itu dapat diperkirakan bagaimana sulitnya seseorang yang tidak memiliki kemampuan ekonomis untuk akses pada pendidikan yang bermutu. Hal ini tidak berarti bahwa hanya orang kaya yang akan memperoleh pendidikan, disini letak peranan pemerintah untuk membangkitkan peran masyarakat dalam arti luas untuk ikut ambil bagian dalam proses pendidikan, untuk itu dituntut keterbukaan dari pemerintah dalam hal pengelolaan biaya yang disediakan melalui APBN setiap tahun, hanya dengan keterbukaan, yang didukung oleh kemampuan pemerintah untuk meyakinkan masyarakat bahwa pengelolaan anggaran pendidikan sudah bebas dari korupsi, kolusi, partisipasi masyarakat akan tumbuh. Partisipasi ini sangat penting kecuali pemerintah menyediakan biaya yang diperlukan untuk seluruh proses pendidikan. Dalam perkembangan dunia pendidikan dewasa ini dengan mudah dapat dikatakan bahwa masalah pembiayaan menjadi masalah yang cukup pelik untuk dipikirkan oleh para pengelola pendidikan. Karena masalah pembiayaan pendidikan akan menyangkut masalah tenaga pendidik, proses pembelajaran, sarana prasarana, pemasaran dan aspek lain yang terkait dengan masalah keuangan. Fungsi pembiayaan tidak mungkin dipisahkan dari fungsi lainnya dalam pengelolaan sekolah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pembiayaan menjadi masalah sentral dalam pengelolaan kegiatan pendidikan. Ketidakmampuan suatu lembaga untuk menyediakan biaya, akan menghambat proses belajar mengajar. Hambatan pada proses belajar mengajar dengan sendirinya menghilangkan kepercayaan masyarakat pada suatu lembaga. Namun bukan berarti bahwa apabila tersedia biaya yang berlebihan akan menjamin bahwa pengelolaan sekolah akan lebih baik.
Dalam memahami permasalahan pembiayaan pendidikan di Indonesia, kita perlu memahami permasalahan apa saja yang timbul serta alternatif penyelesaiannya. Pemahaman tentang pembahasan ini juga akan membawa kita pada bagaimana praktik pelaksanaan pembiayaan pendidikan beserta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pelaksaaannya. Dengan demikian setelah mempelajari makalah tentang pembiayaan pendidikan ini secara umum kita diharapkan dapat menjelaskan permasalahan pembiayaan pendidikan di Indonesia. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pembiayaan pendidikan di Indonesia? 2. Bagaimana permasalahan pembiayaan pendidikan di Indonesia? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pembiayaan pendidikan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui permasalahan pendidikan di Indonesia.
BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Biaya Pendidikan Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (Inderect Cost). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan pemerintah, orang tua, maupun siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (oportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar.[1] Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama lain, yaitu sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuantujuan pendidikan. Untuk sekolah dasar negeri, umumnya memiliki sumbersumber anggaran penerimaan, yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat sekitar, orang tua murid, dan sumber lain.
Berdasarkan pendekatan unsur biaya (ingredient approach), pengeluaran sekolah dapat dikaegorikan ke dalam beberapa item pengeluaran, yaitu : 1. Pengeluaran untuk pelaksanaan pelajaran 2. Pengeluaran untuk tata usaha sekolah, 3. Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, 4. Kesejahteraan pegawai, 5. Administrasi, 6. Pembinaan teknis educative, dan 7. Pendataan.[2]
B. Permasalahan Pembiayaan Pendidikan Permasalahan pendidikan nasional tak pernah usai. Lebih khusus lagi jika menyangkut masalah pembiayaan pendidikan, siapa pun mengakui makin mahalnya biaya untuk memasuki jenjang pendidikan saat ini. Memang tidaklah salah jika dikatakan pendidikan bermutu membutuhkan biaya. Namun persoalannya, daya finansial sebagian masyarakat di negeri ini masih belum memadai akibat sumber pendapatan yang tak pasti. Fenomena pendidikan yang menyedot biaya begitu besar dari masyarakat ini juga sempat terlihat saat pendaftaran siswa baru (PSB) beberapa waktu lalu. Orangtua siswa pun dibuat meradang mengenai biaya yang harus ditanggung dalam menyekolahkan anaknya. Memang harus diakui jika Pemerintah tak lepas tangan membiayai pendidikan. Untuk bidang pendidikan khusus siswa SD-SMP, Pemerintah telah menggulirkan program bantuan operasional sekolah (BOS) untuk BOS tetaplah terbatas. Apalagi jika bicara dana BOS khusus buku yang masih minim untuk membeli satu buku pelajaran berkualitas. Dengan masih terbatasnya dana BOS itu mungkin ada yang berdalih jika Pemerintah sekadar membantu dan meringankan beban masyarakat miskin. Jika benar demikian, maka Pemerintah bisa dikatakan tidak peka. Bukti konkret adalah angka drop out anak usia sekolah antara usia 7-12 tahun pada 2005 lalu. Hasil survei menyebutkan 185.151 siswa drop out dari sekolah. Padahal, siapa pun tahu jika program BOS mulai dirintis sejak 2005.
Dalam hal ini, kita perlu memikirkan bersama persoalan pembiayaan pendidikan. Di lihat dari konstitusi, Pemerintah bertanggung jawab mutlak membiayai anak-anak usia sekolah untuk menempuh jenjang pendidikan dasar. Dalam UUD 1945 Pasal 31 (2) ditegaskan mengenai kewajiban pemerintah membiayai pendidikan dasar setiap warga negara. Kita tentu melihat ketidaktaatan Pemerintah terhadap konstitusi. Jika mengacu pada UUD 1945 Pasal 31 (2), anak usia sekolah berhak mendapatkan pendidikan dasar tanpa biaya. Lalu muncul pertanyaan, atas dasar apa pula pihak sekolah sering kali menarik pungutanpungutan kepada siswa dan orang tua siswa. UU No 20/2003 Pasal 34 (2) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pun menggariskan agar Pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa pemungutan biaya. Ditinjau lebih jauh, Pemerintah tampak tak memiliki komitmen politik terhadap pendidikan. Sebut saja misalnya ketentuan anggaran pendidikan sebesar 20 % dalam APBN. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi UU No 18/2006 tentang APBN 2007 yang mengalokasikan anggaran pendidikan 11,8 % bertentangan dengan UUD 1945 malah ditanggapi dingin Pemerintah. Tidak jauh berbeda pada 2006 lalu, dimana Pemerintah tidak merespon positif putusan MK yang memutuskan UU No 13/2005 tentang APBN 2006 dengan alokasi anggaran pendidikan 9,1 % bertentangan dengan UUD 1945.[3] Bagaimana pun, kita tidak bisa menutup mata terhadap mahalnya biaya menempuh jenjang pendidikan di negeri ini. Ketika disinggung tentang anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBN/APBD sebagaimana amanat UUD 1945 dan UU No. 20/2003 Tentang Sisdiknas, pemerintah selalu mengatakan tidak memiliki anggaran yang cukup. Ada sektor kebutuhan non-pendidikan yang semestinya juga harus diperhatikan disamping terus mengupayakan secara bertahap anggaran pendidikan menuju 20 %. Melihat kenyataan pengelolaan anggaran negara di republik ini, tampaknya terjadi ketidakefektifan di samping mentalitas korupsi yang masih akut. Pemerintah tidak bisa tidak memang perlu memikirkan lebih serius lagi pembiayaan pendidikan di Indonesia. Anggaran negara seyogianya dikelola lebih hemat dan efektif agar benar-benar memberikan kontribusi signifikan terhadap penyelenggaraan pendidikan.
Disadari atau tidak, apa yang tertera dalam UUD 1945 tentu menyimpan harapan besar terhadap kemajuan pendidikan nasional. Sebagaimana diketahui, Pasal 31 (2) merupakan perubahan ketiga UUD 1945 yang disahkan 10 November 2001 dan Pasal 31 (4) merupakan perubahan keempat UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002. Rumusan UUD 1945 hasil amandemen itu secara implisit mengajak Pemerintah untuk memperhatikan pembangunan sektor pendidikan. Siapa pun tentu sepakat bahwa pembangunan sektor pendidikan tidak bisa diabaikan mengingat salah satu fungsi negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Terkait dengan pembiayaan pendidikan, kita selalu mengharapkan komitmen Pemerintah agar tidak berlepas tangan. Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan harus dimiliki para penyelenggara negara untuk lebih memprioritaskan pembangunan manusia melalui usaha pendidikan. Hasil pendidikan yang tidak bisa dinikmati seketika mungkin memberatkan para penyelenggara negara yang bermental pragmatis alias ingin menikmati hasil dengan segera. Yang perlu diingat, pendidikan merupakan aspek fundamental meningkatkan kualitas individu-individu manusia. Melalui pendidikan, individu-individu manusia diupayakan memiliki kemampuan dan daya adaptabilitas terhadap perkembangan zaman. Bangsa yang ingin maju tentu saja tidak bisa mengabaikan pendidikan anak bangsanya. Biaya pendidikan memang mahal. Tidak ada satu individu yang dari dirinya sendiri mampu membiayai kebutuhan pendidikan. Karena itu harus ada manajemen publik dari negara. Sebab negaralah yang dapat menjamin bahwa setiap warga negara memperoleh pendidikan yang layak. Negaralah yang semestinya berada di garda depan menyelamatkan pendidikan anak-anak orang miskin. Tanpa bantuan negara, orang miskin tak akan dapat mengenyam pendidikan. Namun, ketika negara sudah dibelenggu oleh empasan gelombang modal, sistem pendidikan pun bisa ditelikung dan diikat oleh lembaga privat. Serangan ini pada gilirannya semakin mereproduksi kemiskinan, melestarikan ketimpangan, mematikan demokrasi dan menghancurkan solidaritas di antara rakyat negeri! Mengapa sekolah mahal bisa dilacak dari relasi kekuasaan antar-instansi ini, yaitu antara lembaga publik negara dan lembaga privat swasta. Ketimpangan
corak relasional di antara dua kubu ini melahirkan kultur pendidikan yang abai pada rakyat miskin, menggerogoti demokrasi, dan melukai keadilan. Sekolah kita mahal, pertama, karena dampak langsung kebijakan lembaga pendidikan di tingkat sekolah. Ketika negara abai terhadap peran serta masyarakat dalam pendidikan, pola pikir Darwinian menjadi satu-satunya cara untuk bertahan hidup. Sebab tanpa biaya, tidak akan ada pendidikan. Karena itu, membebankan biaya pada masyarakat dengan berbagai macam iuran merupakan satu-satunya cara bertahan hidup lembaga pendidikan swasta. Ketika lembaga pendidikan negeri yang dikelola oleh negara berlaku sama, semakin sempurnalah penderitaan rakyat negeri. Sekolah menjadi mimpi tak terbeli! Kedua, kebijakan di tingkat sekolah yang membebankan biaya pendidikan pada masyarakat terjadi karena kebijakan pemerintah yang emoh rakyat. Ketika pemerintah lebih suka memuja berhala baru ala Adam Smith yang "gemar mengeruk kekayaan, melupakan semua, kecuali dirinya sendiri," setiap kewenangan yang semestinya menjadi sarana pelayanan berubah menjadi ladang penjarahan kekayaan. Pejabat pemerintah dan swasta (kalau ada kesempatan!) akan berusaha mengeruk uang sebanyak-banyaknya dari proyek anggaran pendidikan. Ketiga, mental pejabat negara, juga swasta, terutama karena tuntutan persaingan di pasar global. Indikasi Noam Chomsky tentang keterlibatan perusahaan besar Lehman Brothers dalam menguasai sistem pendidikan rupanya juga telah menyergap kultur pendidikan kita. "Jika kita dapat memprivatisasi sistem pendidikan, kita akan menggunungkan uang." Itulah isi pesan dalam brosur mereka Banyak perusahaan berusaha memprivatisasi lembaga pendidikan, kalau bisa membeli sistem pendidikan. Caranya adalah dengan memanfaatkan kelemahan moral para pejabat negara. Bagaimana? Dengan membuatnya tidak bekerja! Karena itu, cara paling gampang untuk memprivatisasi lembaga pendidikan adalah dengan membuat para pejabat negara membiarkan lembaga pendidikan mati tanpa subsidi, mengurangi anggaran penelitian, memandulkan persaingan, dan lain-lain. Singkatnya, agar dapat dijual, lembaga pendidikan negeri harus dibuat tidak berdaya. Kalau sudah tidak berdaya, mereka akan siap
dijual. Inilah yang terjadi dalam lembaga pendidikan tinggi kita yang telah mengalami privatisasi. Pendidikan merupakan conditio sine qua non bagi sebuah masyarakat yang solid, demokratis, dan menghormati keadilan. Karena kepentingan strategisnya ini, mengelola pendidikan dengan manajemen bisnis bisa membuat lembaga pendidikan menjadi sapi perah yang menggunungkan keuntungan. Karena itu, sistem pendidikan akan senantiasa menjadi rebutan pasar. Jika pasar melalui jaring-jaring privatnya menguasai sistem pendidikan, mereka dapat merogoh kocek orangtua melalui berbagai macam pungutan, seperti, uang gedung, iuran, pembelian formulir, seragam, buku, jasa lembaga bimbingan belajar, dan lain-lain. Negara sebenarnya bisa berperan efektif mengurangi mahalnya biaya pendidikan jika kebijakan politik pendidikan yang berlaku memiliki semangat melindungi rakyat miskin yang sekarat di jalanan tanpa pendidikan. Jika semangat "mengeruk kekayaan, melupakan semuanya, kecuali diri sendiri" masih ada seperti sekarang, sulit bagi kita menyaksikan rakyat miskin keluar dari kebodohan dan keterpurukan. Maka yang kita tuai adalah krisis solidaritas, mandeknya demokrasi, dan terpuruknya keadilan sosial.
C. Pendidikan Gratis Impian masyarakat akan datangnya pendidikan gratis yang telah ditunggutunggu dari sejak zaman kemerdekaan Republik Indonesia telah muncul dengan seiring datangnya fenomena pendidikan gratis untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Fenomena pendidikan gratis ini memang sangat ditunggu-tunggu, pasalnya Pemerintah mengeluarkan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) untuk menutupi harga-harga buku yang kian hari kian melambung, sumbangan ini-itu, gaji guru yang tidak cukup dan biaya-biaya lainnya. Dilihat dari perkembangannya, fenomena ini tidak lepas dari pro dan kontra. Bagi yang pro, dengan program-program itu mengatakan bahwa itu adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan penurunan angka anak
putus sekolah, sekolah gratis bagi orangtua bisa mengurangi beban pikirannya untuk masalah biaya pendidikan dan tidak ada lagi anak-anak yang tidak boleh ikut ujian hanya karena belum bayar iuran sekolah. Sedangkan yang kontra berkata pemerintah bagaikan pahlawan kesiangan, Hal ini dikarenakan telah ada yang lebih dulu melakukan hal tersebut, yaitu LSM-LSM yang concern pada bidang pendidikan dan penanganan masyarakat tak mampu. Adanya kurang rasa harus sekolah, kesadaran akan pendidikan sangat kurang, anak lebih mementingkan pekerjaan dari pada harus sekolah yang tidak mengeluarkan apaapa. Biaya pendidikan gratis hanya sampai dengan Sekolah Menengah Pertama sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas tidak. Sedangkan tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Ataslah yang merupakan tombak utama dan usia yang mapan untuk mencari pekerjaan serta penghasil devisa negara. Sekolah menjadi bermutu karena ditopang oleh peserta didik yang punya semangat belajar. Mereka mau belajar kalau ada tantangan, salah satunya tantangan biaya. Generasi muda dipupuk untuk tidak mempunyai mental serba gratisan. Sebaiknya mental gratisan dikikis habis. Kerja keras, rendah hati, toleran, mampu beradaptasi, dan takwa, itulah yang harus ditumbuhkan agar generasi muda ini mampu bersaing di dunia internasional, mampu ambil bagian dalam percaturan dunia, bukan hanya menjadi bangsa pengagum, bangsa yang rakus mengonsumsi produk. Paling susah adalah pemerintah menciptakan kondisi agar setiap orangtua mendapat penghasilan yang cukup sehingga mampu membiayai pendidikan anak-anaknya. Tidak hanya murid saja melainkan guru yang terkena imbas dari pendidikan gratis ini. Kebanyakan dari guru sekolah gratisan mengalami keterbatasan mengembangkan diri dan akhirnya akan kesulitan memotivasi peserta didik sebab harus berpikir soal ”bertahan hidup”. Lebih celaka lagi jika guru berpikiran: pelayanan pada peserta didik sebesar honor saja. Jika demikian situasinya, maka ”jauh panggang dari api” untuk menaikkan mutu pendidikan. Sekolah, terutama sekolah swasta kecil, akan kesulitan menutup biaya operasional sekolah, apalagi menyejahterakan gurunya. Pembiayaan seperti listrik, air, perawatan gedung, komputer, alat tulis kantor, transpor, uang makan, dan biaya lain harus dibayar. Mencari donor pun semakin sulit. Sekolah masih
bertahan hanya berlandaskan semangat pengabdian pengelolanya. Tanpa iuran dari peserta didik, bagaimana akan menutup pembiayaan itu. Pemberlakuan sekolah gratis bukan berarti penurunan kualitas pendidikan, penurunan minat belajar para siswa, dan penurunan tingkat kinrerja guru dalam kegiatan belajar mengajar di dunia pendidikan. Untuk itu bukan hanya siswa saja yang diringankan dalam hal biaya, namun kini para guru juga akan merasa lega dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan akan kesejahteraan guru. Tahun 2011 ini pemerintah telah memenuhi ketentuan UUD 1945 pasal 31 tentang alokasi APBN untuk pendidikan sebesar 20%. Sehingga tersedianya anggaran untuk menaikkan pendapatan guru, terutama guru pegawai negeri sipil (PNS) berpangkat rendah yang belum berkeluarga dengan masa kerja 0 tahun, sekurangkurangnya berpendapatan Rp. 2 juta. Dari dana BOS yang diterima sekolah wajib menggunakan dana tersebut untuk pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), pembelian buku teks pelajaran, biaya ulangan harian dan ujian, serta biaya perawatan operasional sekolah. Sedangkan biaya yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memiliki biaya besar, seperti: study tour (karyawisata), studi banding, pembelian seragam bagi siswa dan guru untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris sekolah), serta pembelian bahan atau peralatan yang tidak mendukung kegiatan sekolah, semuanya tidak ditanggung biaya BOS. Dan pemungutan biaya tersebut juga akan tergantung dengan kebijakan tiap-tiap sekolah, serta tentunya pemerintah akan terus mengawasi dan menjamin agar biaya-biaya tersebut tidak memberatkan para siswa dan orangtua. Bagaimana jika suatu waktu terjadi hambatan atau ada sekolah yang masih kekurangan dalam pemenuhan biaya operasionalnya? Pemerintah daerah wajib untuk memenuhi kekurangannya dari dana APBD yang ada. Agar proses belajar-mengajar pun tetap terlaksana tanpa kekurangan biaya. Melihat kondisi di atas, semua itu adalah usaha pemerintah untuk mensejahterahkan rakyatnya dalam hal ekonomi dan pendidikan, tapi alangkah baiknya tidak memberlakukan sekolah gratis melainkan sekolah murah, dan program bea siswa. Mengapa sekolah harus murah. Diantaranya; sekolah murah adalah harapan semua orang, tidak hanya para murid dan orangtuanya, namun juga para guru selagi kesejahteraannya mendapatkan jaminan dari pemerintah.
Sekolah murah dalam banyak hal bisa menyenangkan, tanpa dibebani tanggungan biaya sekolah sang anak yang mahal, orangtua dapat tenang menyekolahkan anaknya dan urusan pencarian dana untuk memenuhi kebutuhan keluarga lebih dikosentrasikan kepada kebutuhan sandang, pangan, papan dan kesehatan. Sang anak pun bisa tenang melakukan aktivitas pendidikan, sebab tidak lagi merasa menjadi beban bagi orangtua. Dan bukankah suasana yang menyenangkan salah satu faktor terpenting dalam proses belajar-mengajar? Bagaimana peserta didik dapat belajar dengan baik jika konsentrasinya harus terbagi memikirkan dana sekolahnya yang belum terlunasi orangtuanya. Ataupun waktu di luar sekolahnya harus terbagi untuk membantu orangtuanya mencari tambahan penghasilan. Tidakkah kasus muridmurid yang bunuh diri karena biaya sekolah yang mencekik belum menjadi peringatan? Adanya sekolah murah yang dana aktivitas pendidikannya terbanyak atau sepenuhnya ditanggung pemerintah, bisa menumbuhkan kepercayaan masyarakat akan peran dan keberadaan pemerintah. Kebijakan-kebijakan pemerintah akan segera didengar dan dipatuhi masyarakat selagi masyarakat benar-benar merasa pemerintah
berada
di
pihak
mereka
dan
berusaha
menyejahterahkan
masyarakatnya. Sebaliknya, pemerintah pun akan memiliki bargaining politik yang kuat. Salah satu prasyarat pemerintahan yang kuat dan berdaulat adalah harus mendapatkan cinta dari rakyatnya. D. Konsekuensi Pendidikan Gratis Pendidikan gratis seperti kita ketahui bersama, mungkin saja dapat dilaksanakan oleh suatu pemerintahan, namun tentunya dengan menimbulkan beberapa konsekuensi yaitu anggaran pemerintah daerah di bidang pendidikan akan terkuras untuk membiayai operasional pendidikan di daerah tersebut, sehingga anggaran untuk peningkatan mutu pendidikan yang menyangkut perbaikan/peningkatan sarana-prasarana tentulah harus dikalahkan. Konsekuensi lainnya pendidikan gratis untuk semua dapat dilakukan, namun dengan mutu yang sangat minim atau dengan kualitas yang seadanya. Sebab, seluruh anggaran telah terkuras untuk operasional sekolah saja.
Di samping itu dengan terkonsentrasinya dana pendidikan untuk pendidikan gratis maka kesejahteraan dan peningkatan kualitas SDM pendidik akan dikesampingkan, dan menempati urutan berikutnya. Apabila ini telah terjadi maka akan sia-sia saja memberikan pendidikan gratis tetapi output-nya atau lulusannya tidak bermutu. Yang patut dan harus diprogramkan adalah memberikan pendidikan gratis bagi anak didik tertentu saja, yaitu yang memiliki kemampuan tinggi dan prestasi yang bagus (pintar), dan bagi yang kehidupan perekonomian orangtuanya di bawah rata-rata (miskin), atau pun bagi anak-anak yatim piatu. Anak-anak yang tergolong seperti itulah yang patut dan wajib mendapatkan pendidikan gratis dari pemerintah. Kata gratis sering menjebak kita dan memberikan harapan besar kepada masyarakat, akan lebih tepat kalau kata itu diganti sesuai realitas. Misalnya, pendidikan yang disubsidi. Atau pendidikan yang terjangkau, atau pendidikan bagi yang tidak mampu. Kesan bombastis melekat dalam ungkapan gratis, karena kenyataan pungutan sekolah sering lebih mahal dari komponen yang digratiskan. Kata gratis memang mudah sekali diklaim keberhasilan elite politik tertentu. Padahal, fakta di lapangan gratis, tetapi masih banyak pungutan. Penyelenggaraan
pendidikan
bermutu
tidak
lepas
dari
partisipasi
masyarakat. Kata gratis membuat masyarakat enggan berpartisipasi sekaligus membuat masyarakat kian bergantung. Selama ini, masyarakat mengerti gratis tanpa pungutan tambahan, seperti sekarang ini gratis. Untuk mengatasi kesenjangan pendidikan, tidakkah lebih baik, misalnya, pemerintah menerapkan konsep subsidi silang yang sudah lama dirintis oleh para penyelenggara pendidikan swasta? Mereka cukup berpengalaman mengelola subsidi silang dari anak-anak mampu kepada anak-anak miskin. Model ini lebih berkeadilan daripada mengkampanyekan sekolah gratis. Masyarakat dan terutama orangtua adalah pilar penting pendidikan yang tidak bisa diabaikan begitu saja. E. Permasalahan Pembiayaan Pendidikan Di Tingkat Mikro Hal paling krusial yang dihadapi pendidikan kita adalah masalah pembiayaan/keuangan, karena seluruh komponen pendidikan di sekolah erat
kaitannya dengan komponen pembiayaan sekolah. Meskipun masalah pembiayaan tersebut tidak sepenuhnya berpengaruh langsung terhadap kualitas pendidikan, namun pembiayaan berkaitan dengan sarana-prasarana dan sumber belajar. Berapa banyak sekolah-sekolah yang tidak dapat melakukan kegiatan belajar mengajar secara optimal, hanya masalah keuangan, baik untuk menggaji guru maupun untuk mengadakan sarana dan prasarana pembelajaran. Dalam kaitan ini, meskipun tuntutan reformasi adalah pendidikan yang murah dan berkualitas, namun pendidikan yang berkualitas senantiasa memerlukan dana yang cukup banyak. Keempat, terkait dengan efisiensi dan efiktifitas, sekolah harus mampu memenej keuangan yang ada sehingga dapat menghindari penggunaan biaya yang tidak perlu. Efektifitas pembiayaan sebagai salah satu alat ukur efisiensi, program kegiatan tidak hanya dihitung berdasarkan biaya tetapi juga waktu, dan amat penting menseleksi penggunaan dana operasional, pemeliharaan, dan biaya lain yang mengarah pada pemborosan. Menurut Bobbit yang kami kutip dari sumber internet (1992), sekolah secara mandiri dan berkewenangan penuh menata anggaran biaya secara efisien, karena jumlah enrollment akan menguras sumber-sumber daya dan dana yang cukup besar. Suatu contoh efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (pemkab) Jembrana-Bali. Kabupaten Jembrana sejak tahun 2001 yang mampu memberikan pendidikan gratis 12 tahun bagi warga asli daerah tersebut. “Pemerataan pendidikan, manajemen pendidikan yang efektif, dan peningkatan partisipasi masyarakat merupakan pijakan dalam memuluskan program pendidikan di Jembrana”. Adanya konsep manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya menampilkan konsep pengelolaan anggaran pendidikan dengan tujuan untuk menjawab persoalan bagaimana mendayagunakan sumber-sumber pembiayaan yang relatif kecil dan terbatas itu secara efektif dan efisien, bagaimana mengembangkan sumber-sumber baru pembiayaan bagi pembangunan pendidikan, agar tujuan pendidikan tercapai secara optimal. Dalam kondisi dana yang sangat terbatas dan sekolah dihadapkan kepada kebutuhan yang beragam, maka sekolah harus mampu membuat keputusan dengan berpedoman kepada peningkatan mutu. Manakala sekolah memiliki
rencana untuk mengadakan perbaikan suasana dan fasilitas lain seperti memperbaiki pagar sekolah atau memperbaiki sarana olah raga. Tetapi pengaruhnya terhadap peningkatan mutu proses belajar mengajar lebih kecil dibanding dengan pengadaan alat peraga atau laboratorium, maka keputusan yang paling efisien adalah mengadakan alat peraga atau melengkapi laboratorium. Dalam biaya pendidikan, efisiensi hanya akan ditentukan oleh ketepatan di dalam mendayagunakan anggaran pendidikan dengan memberikan prioritas pada faktor-faktor input pendidikan yang dapat memacu prestasi belajar siswa. 9 Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) merupakan suatu rancangan pembiayaan pendidikan di sekolah dalam rangka mengatur dan mengalokasikan dana pendidikan yang ada sumbernya dan sudah terkalkulasi jumlah dan besarannya baik yang merupakan dana rutin bantuan dari pemerintah berupa Dana Bantuan Operasional atau dana lain yang berasal dari sumbangan masyarakat atau orang tua siswa. Dalam merancang dan menyususn Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya masalah efektivitas pembiayaan sebagai salah satu alat ukur efisiensi. Efektivitas pembiayaan merupakan faktor penting yang senantiasa diperhitungkan bersamaan dengan efisiensi, artinya suatu program kegiatan tidak hanya menghitung waktu yang singkat tetapi tidak memperhatikan anggaran yang harus dikeluarkan seperti biaya operasional dan dana pemeliharaan sarana yang mengarah pada pemborosan. Jadi dalam hal ini Kepala Sekolah bersama-sama guru dan Komite Sekolah dalam menentukan anggaran pembelajaran harus berdasarkan kebutuhan yang riil dan benar-benar sangat dibutuhkan untuk keperluan dalam rangka menunjang penyelenggaraan proses pembelajaran yang bermutu.[4]
F. Penganggaran Penganggaran merupakan kegiatan atau proses penyusunan anggaran (Budget).[5]Budget merupakan rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan lembaga dalam kurun waktu tertentu. Oleh
karena itu, dalam anggaran tergambar kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu lembaga. Penyusunan
anggaran
merupakan
langkah-langkah
positif
untuk
merealisasikan rencana yang telah disusun. Kegiatan ini melibatkan pimpinan tiap-tiap unit organisasi. Pada dasarnya, penyusunan anggaran merupkan negosiasi atau perundingan/kesepakatan antara puncak pimpinan dengan pimpinan dibawahnya dalam menentukan besarnya alokasi biaya suatu penganggaran. Hasil akhir dari suatu negosiasi merupakan suatu pernyataan tentang pengeluaran dan pendapatan yang diharapkan dari setiap sumber dana.[6] 1. Fungsi Anggaran Apabila melihat perkembangannya, anggaran mempunyai manfaat yang dapat digolongkan ke dalam 3 jenis yaitu : a.
Sebagai alat penaksir
b. Sebagai alat otorisasi pengeluaran dana, dan c.
Sebagai alat efisiensi
2. Tahap penyusunan anggaran Tahap penyusunan anggaran adalah sebagai berikut : a.
Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama periode anggaran.
b. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan dalam uang, jasa, dan barang. c.
Semua sumber dinyatakan dalam bentuk uang sebab anggaran pada dasarnya merupakan pernyataan finansial.
d. Memformulasikan anggaran dalam bentuk format yang telah disetujui dan dipergunakan oleh instansi tertentu. e.
Menyusun usulan anggaran untuk memperoleh persetujuan dari pihak yang berwenang.
f.
Melakukan revisi usulan anggaran
g. Persetujuan revisi usulan anggaran. h. Pengersahan anggaran.[7]
BAB III
PENUTUP A. Kesimpulam Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (Inderect Cost). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan pengajaran dan kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pelajaran, sarana belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan pemerintah, orang tua, maupun siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (oportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama belajar. Permasalahan pendidikan nasional tak pernah usai. Lebih khusus lagi jika menyangkut masalah pembiayaan pendidikan, siapa pun mengakui makin mahalnya biaya untuk memasuki jenjang pendidikan saat ini. Memang tidaklah salah jika dikatakan pendidikan bermutu membutuhkan biaya. Namun persoalannya, daya finansial sebagian masyarakat di negeri ini masih belum memadai akibat sumber pendapatan yang tak pasti. Impian masyarakat akan datangnya pendidikan gratis yang telah ditunggutunggu dari sejak zaman kemerdekaan Republik Indonesia telah muncul dengan seiring datangnya fenomena pendidikan gratis untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Fenomena pendidikan gratis ini memang sangat ditunggu-tunggu, pasalnya Pemerintah mengeluarkan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) untuk menutupi harga-harga buku yang kian hari kian melambung, sumbangan ini-itu, gaji guru yang tidak cukup dan biaya-biaya lainnya. Pemberlakuan sekolah gratis bukan berarti penurunan kualitas pendidikan, penurunan minat belajar para siswa, dan penurunan tingkat kinrerja guru dalam kegiatan belajar mengajar di dunia pendidikan. Untuk itu bukan hanya siswa saja yang diringankan dalam hal biaya, namun kini para guru juga akan merasa lega dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan akan kesejahteraan guru. Tahun 2011 ini pemerintah telah memenuhi ketentuan UUD 1945 pasal 31 tentang alokasi APBN untuk pendidikan sebesar 20%. Sehingga tersedianya anggaran untuk menaikkan pendapatan guru, terutama guru pegawai negeri sipil (PNS)
berpangkat rendah yang belum berkeluarga dengan masa kerja 0 tahun, sekurangkurangnya berpendapatan Rp. 2 juta. B. Komentar Pembiaaan pendidikan merupakan salah satu komponen penting didalam dunia pendidikan. Bagaimana tidak, pembiayaan pendidikan selalu mengharapkan komitmen pemerintah agar tidak berlepas tangan dalam arti selalu memperhatikan dari segi pembiayaan dengan jalan mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait pembiayaan pendidikan terutama di Indonesia. Pemerintah harus memiliki kesadaran terhadap pendidikan melalui pembiayaan demi meningkatkan mutu pendidikan nasional.Karena menurut kami pemerintah yang baik tentu tidak bisa mengabaikan pendidikan para putra dan putri bangsa ini. Sebagai calon penerus bangsa tentunya pemerintah tidak ingin melihat angka putus sekolah ataupun permsalahan ekonomi didalam pendidikan terus menjadi alasan masyarakat Indonesia untuk tidak mengenyam pendidikan yang tinggi. Dalam perkembangan dunia pendidikan dewasa masalah pembiayaan menjadi masalah yang cukup pelik untuk dipikirkan oleh para pengelola pendidikan. Karena masalah pembiayaan pendidikan akan menyangkut masalah tenaga pendidik, proses pembelajaran, sarana prasarana, pemasaran dan aspek lain yang terkait dengan masalah keuangan. Ketidakmampuan suatu lembaga pendidikan untuk menyediakan biaya, akan menghambat proses belajar mengajar. Karena dengan ini akan berdampak pula pada perkembangan para peserta didiknya. Sehingga dari sini menurut kami akan memunculkan persepsi ketidakpercayaan masyarakat terutama orang tua siswa terhadap lembaga pendidikan tersebut. Namun bukan berarti bahwa apabila tersedia biaya yang berlebihan akan menjamin bahwa pengelolaan sekolah akan lebih baik. Dengan ini dari pemakaran materi diatas bahwa diharapkan kita dapat mencari segala permasalahan pendidikan di Indonesia terutama dari segi pembiayaan yang merupakan salah satu masalah yang ada didalam masyarakat, serta kita selaku mahasiswa dapat mengetahui pula solusi untuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan pendidikan yang baik, potensi kemanusiaan yang begitu kaya pada diri seseorang dapat terus dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA Nanang Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Rosda Karya, Bandung, cet ke-1, 2000. www.kabarindonesia.com/beritaprint. Pendidikan Gratis dalam kaka22mln.blogspot.com/2011/02/pendidikan-gratis.html
[1] Nanang Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, Rosda Karya, Bandung,
cet ke-1, 2000, hal.23 [2] Ibid.,hal. 24 [3] www.kabarindonesia.com/beritaprint.php
[4] kaka22mln.blogspot.com/2011/02/pendidikan-gratis.html [5] Nanang Fattah, Op.Cit., hal. 47 [6] Ibid., hal. 49 [7] Ibid., hal. 50 Diposting oleh andy keren di 18.45 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
4 komentar:
1. Helmi Fitra12 Juni 2016 20.01 mantap Balas
2.
Asmawati Anas2 November 2016 18.34 Nice Balas
3. Nurliana Novi22 Maret 2018 15.44 Selamat hari untuk semua warga negara Indonesia dan juga semua ASIA, nama saya Nyonya Nurliana Novi, tolong, saya ingin berbagi kesaksian hidup saya di sini di platform ini untuk semua warga negara Indonesia dan seluruh asia untuk berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Allah telah benar mendukung saya melalui ibu yang baik Nyonya Elina Setelah beberapa periode mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan ditolak terus, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya ditipu dan saya kehilangan Rp 15.000.000 dengan pemberi pinjaman yang berbeda. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya yang kemudian intorduce saya kepada Nyonya Elina, yang adalah pemilik dari sebuah perusahaan pinjaman global, jadi teman saya meminta saya untuk mengajukan permohonan dari Nyonya Elina, jadi saya mengumpulkan keberanian dan menghubungi Ny. Elina. Saya mengajukan pinjaman sebesar Rp500.000.000 dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui dengan mudah tanpa stres dan semua pengaturan dilakukan pada transfer kredit, karena fakta bahwa itu tidak memerlukan jaminan dan jaminan untuk pinjaman transfer saya hanya diberitahu untuk mendapatkan sertifikat perjanjian lisensi aplikasi Mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari dua jam uang pinjaman telah disetorkan ke rekening bank saya. Saya pikir itu adalah lelucon sampai saya menerima panggilan dari bank saya bahwa akun saya dikreditkan dengan jumlah Rp500.000.000. Saya sangat senang bahwa ALLAH akhirnya menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang telah memberi saya keinginan hati saya. Mereka juga memiliki tim ahli yang akan menyarankan Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan bagaimana menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda.
Semoga ALLAH memberkati Ibu Elina untuk membuat hidup mudah bagi saya, jadi saya menyarankan siapa pun yang tertarik untuk mendapatkan pinjaman untuk dapat menghubungi Ibu Elina melalui email:
[email protected] untuk pinjaman Anda Ada perusahaan palsu lain online menggunakan kesaksian saya untuk mencapai keinginan egois mereka, saya adalah satu-satunya dengan kesaksian yang benar ini, ketika Anda menghubungi kemudian meminta mereka untuk bukti pembayaran di sana kepada ibu ,, harap berhati-hati dari orang-orang ini baik-baik saja Akhirnya saya ingin berterima kasih kepada Anda semua karena meluangkan waktu untuk membaca kesaksian hidup saya yang sebenarnya tentang kesuksesan saya dan saya berdoa Tuhan akan melakukan kehendak-Nya dalam hidup Anda. Satu lagi nama saya adalah mrs nurliana novi, Anda dapat menghubungi saya untuk informasi lebih lanjut melalui email saya:
[email protected] Balas
4. Unknown10 Juli 2018 15.10 Pembiayaan pendidikan menurut amanat uu adalah menjadi beban dan tanggung jawab pemerintah...orang tua siswa...dan masyarakat...dengan adanya wacana pendidikan gratis berarti secara tidak langsung meniadakan peran dan tanggung jawab orang tua dan masyarakat...pertanyaanya sudah siap dan mampukah pemerintah?... Balas Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Abduh, Ghanim. (2003). Kritik atas Sosialisme Marxisme. Al Izzah. Abdullah, Muhammad H. (2002). Studi Dasar-Dasar Pemikiran Islam. Pustaka Thariqul Izzah. Abdullah, Muhammad H. (2003). Mafahim Islamiyah. Al Izzah. Abdurrahman, Hafidz. (2004). Diskursus Islam Politik dan Spiritual. Al Azhar Press. Al-Jawi, M Shiddiq. (2005). Ilmu dan Tsaqafah. alwa’ie no 59. Al-Jawi, M Shiddiq. (2003). Mafahim, Maqayis, & Qana’at. al-wa’ie no 39. AlWa’ie. (2004). Fitrah. al-wa’ie no 51. Al-Wa’ie. (2005). Biografi Singkat Pendiri Hizbut Tahrir Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani. Al-Wa’ie no 55, 31-38. Al-Wa’ie. (2006). Mengenal Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir (Bagian I). Al-Wa’ie no 74, 23-27. Al-Wa’ie. (2006). Mengenal Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir (Bagian II - Habis). Al-
Wa’ie no 75, 24-27. Ancok, Djamaludin & Suroso, Fuad N. (2005). Psikologi Islami. Pustaka Pelajar. An-Nabhani, Taqiyuddin. (2002). Pembentukan Partai Politik Islam. Pustaka Thariqul Izzah. An-Nabhani, Taqiyuddin. (2003). Hakekat Berpikir. Pustaka Thariqul Izzah. An-Nabhani, Taqiyuddin. (2003). Peraturan Hidup dalam Islam. Pustaka Thariqul Izzah. An-Nabhani, Taqiyuddin. (2003). Syakhshiyah Islam (Jilid 1). Pustaka Thariqul Izzah. An-Nabhani, Taqiyuddin. (2006). Mafahim Hizbut Tahrir. Pustaka Thariqul Izzah. Atkinson & Hilgard’s. (2003). Introduction to Psychology. Wadsworth. 126 saktiyono.wordpress.com Badri, Malik B. (1986). Dilema Psikolog Muslim. Pustaka Firdaus. Bastaman, Hanna D. (1995). Integrasi Psikologi dengan Islam. Yayasan Insan Kamil & Pustaka Pelajar. Bordens, Kenneth S & Abbott, Bruce B. (2005). Research Design and Methods. McGraw Hill. Brillianty, Amalia R & Sugiyanto. (2007). Pengaruh Program Konseling Kognitif Spiritual terhadap Kesalahan Berpikir Kriminal. PSIKOLOGIKA, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, No. 24, 97-105. Chaplin, J P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. PT RajaGrafindo Persada. Corey, Gerald. (2009). Theory and Practice of Counseling and Psychotheraphy (eighth edition). Thomson Brooks / Cole. Feist, Jess & Feist, Gregory J. (2002). Theories of Personality. McGraw Hill. Folensbee, Rowland W. (2007). The Neuroscience of Psychological Therapies. Cambridge University Press. Hall, Calvin S., Lindzey, Gardner & Campbell, John B. (1998). Theories of Personality. John Wiley & Sons, Inc. Ismail, Muhammad M. (2004). Refreshing Pemikiran Islam. Al Izzah. Jati, Muhammad S P & Yusanto, Muhammad I. (2002). Membangun Kepribadian Islami. Khairul Bayan. Kurnia, M R. (2005). Menjadi Pembela Islam. Al Azhar Press. Kurnia, M R. (2002). Reposisi ‘Dakwah Qalbu’. al-wa’ie no 25. Maghfur, Muhammad. (2002). Koreksi atas Kesalahan Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam. Al Izzah. Morgan, Clifford T. (1986). Introduction to Psychology. McGraw Hill. Najati, M ‘Utsman. (1997). Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa. Penerbit Pustaka. Nashori, Fuad. (1997). Psikologi Islami Agenda Menuju Aksi. Pustaka Pelajar & FOSIMAMUPSI. 127 saktiyono.wordpress.com Nashori, Fuad. (2002). Agenda Psikologi Islami. Pustaka Pelajar. Pervin, Lawrence A., Cervone, Daniel & John, Oliver P. (2005). Personality Theory and Research. John Wiley & Sons, Inc. Purwoko, Saktiyono B. (2007). Suatu Tinjauan Pemikiran An- Nabhani Tentang Kepribadian. Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Psikologi UNISBA. Richards, P. Scott & Bergin, Allen E. (2006). A Spiritual Strategy for Counseling and Psychotherapy (2nd edition). American Psychological Association. Washington, DC, US. Sarafino, Edward P & Smith, Timothy W. (2011). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions (7th edition). John Wiley & Sons, Inc. Shalih, Hafizh. (2003). Falsafah Kebangkitan. CV IDeA Pustaka Utama. Shaw, Marvin E & Costanzo, Philip R. (1982). Theories of Social Psychology. McGraw Hill. Supratiknya. (1993). Psikologi Kepribadian. Kanisius. Suryabrata, Sumadi. (2002). Psikologi Kepribadian. PT RajaGrafindo
Persada. Tahrir, Hizbut. (2004). Pilar-Pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah. HTI Press. Whitley Jr, Bernard E. (2002). Principles of Research in Behavioral Science. McGraw Hill. Wiramihardja, Sutardjo A. (2005). Pengantar Psikologi Abnormal. PT Refika Aditama.
Terjemahkan Popular Posts
Fungsi-Fungsi Manajemen (POAC) BAB 1 POAC 1.1 POAC Sebagai Proses Manajemen Dalam bahasan kelompok kami terdapat dua sub bab, yaitu POAC dan POSDCORBE. Hal yan...
Pembiayaan Pendidikan di Indonesia BAB I P ENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Dalam berbagai level kehidupan, pendidikan
memainkan peran yang sangat strategis. P...
Jurnal KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI: HARAPAN UNTUK PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN oleh Nyoman Dantes Jurusan Bimbingan Konseling ...
Pemanfaatan Sumber Belajar BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Hidup manusia sangat dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Tekhno...
Asas Metode Pendidikan Islam BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Dilihat dari segi penanaman suatu mata
pelajaran, sebenarnya agama Islam itu bukan suatu m...
Pengertian Akhlak BAB I PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Masalah
Pembahasan Ilmu Akhlak
adalah membahas tentang perbuatan-per...
Budaya Organisasi BAB II PEMBAHASAN A.
Definisi ...
Ilmu Budaya Dasar BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Dalam rangka penyelengaraan tri darma
perguruan tinggi untuk memenuhi tuntuntan masyarakat...
Cara Menulis Makalah PENULISAN LAPORAN HASIL PENELITIAN Oleh: HERU JUABDIN SADA, M.Pd.I.** [1] Disampaikan pada acara seminar dan pelatihan pembuatan k...
Anak Gifted PENDAHULUAN Secara umum bakat adalah potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Den...
Daftar Link
http://www.facebook.com
Blogger news Blogroll
Blog Archive o
▼ 2013 (13) ▼ Juni (13)
Fungsi-Fungsi Manajemen (POAC)
Jurnal
Cara Menulis Makalah
Pengertian Akhlak
Ilmu Budaya Dasar
Ilmu Budaya Dasar
Budaya Organisasi
Pemanfaatan Sumber Belajar
Anak Gifted
Asas Metode Pendidikan Islam
Pembiayaan Pendidikan di Indonesia
Aliran Mu'tazilah
Tokoh Filsafat Islam Copyright © 2019 Makalah Manajemen Pendidikan Islam IAIN Raden Intan Lampung . Designed for Universities in California - Universities in Texas, Universities in New York, Universities in Florida