Resusitasi Jantung Paru Dan Otak (rjpo)

  • Uploaded by: Anwarusy Syamsi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Resusitasi Jantung Paru Dan Otak (rjpo) as PDF for free.

More details

  • Words: 2,207
  • Pages: 23
BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Setiap menit terdapat sekitar 4-6 orang meninggal didunia karena serangan jantung. Dan sangat disayangkan jika seseorang tiba-tiba meninggal, yang tadinya kelihatan segar bugar, dengan kata lain jantungnya yang sehat untuk tiba-tiba tidak berdenyut lagi(1). Di Amerika penyakit jantung merupakan pembunuh nomor satu. Setiap tahun hampir 330.000 warga Amerika meninggal karena penyakit jantung. Setengahnya meninggal secara mendadak, karena serangan jantung (cardiac arrest). Dari semua kejadian serangan jantung, 80% serangan jantung terjadi di rumah, sehingga setiap orang seharusnya dapat melakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau cardiopulmonary resuscitation (CPR). Menurut American Heart Association bahwa rantai kehidupan mempunyai hubungan erat dengan tindakan resusitasi jantung paru, karena bagi penderita yang terkena serangan jantung, dengan diberikan RJP segera maka akan mempunyai kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup kembali(2). RJP biasanya di pelajari oleh dokter, perawat dan para medis lainya, akan tetapi di Amerika RJP di pelajari oleh orang-orang yang bertugas di publik (keramaian orang), seperti satpam, polisi, petugas stasiun dan pekerja publik lainnya. Setiap tahun RJP menolong ribuan nyawa di Ameriksa Serikat. Lebih dari

1

5 juta warga amerika mendapat pelatihan RJP dari American Heart Association dan American Red Cross Course(3).

I.2. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang definisi, indikasi, fase dan prosedur resusitasi jantung paru otak.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Resusitasi atau reanimasi mengandung arti harfiah menghidupkan kembali, dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis(4). Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah prosedur kegawatdaruratan medis yang ditujukan untuk serangan jantung dan pada henti napas(5). RJP adalah kombinasi antara bantuan pernapasan dan kompresi jantung yang dilakukan pada korban serangan jantung(6).

II.2. Indikasi A. Henti Napas Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglotis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya(7). Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan segera maka 3

pasien akan teselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung(7). B. Henti Jantung Henti jantung primer (cardiac arrest) ialah ketidak sanggupan curah jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tentu tidak termasuk henti jantung(7). Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua jenis henti jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung menghilang. Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar(4). Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali(7). 4

II.3. Fase RJPO Resusitasi jantung paru otak dibagi menjadi 3 fase diantaranya(4): 1. FASE I : Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur

pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara benar. Terdiri dari : A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka. B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat. C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru. 2. FASE II : Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support); yaitu

tunjangan hidup dasar ditambah dengan : D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan. E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai KJL, untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal ventricular complexes. F (fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. 3. FASE III : Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support).

G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.

5

H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan neurologic yang permanen. H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu antara 30° — 32°C. H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan. I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang(4).

II.4. Prosedur RJPO Pada dasarnya resusitasi jantung paru terdiri dari 2 elemen: kompresi dada dan mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) napas buatan(8). Sebelum menolong korban, hendaklah menilai keadaan lingkungan terlebih dahulu: 1. Apakah korban dalam keadaan sadar? 2. Apakah korban tampak mulai tidak sadar, tepuk atau goyangkan bahu

korban dan bertanya dengan suara keras “Apakah Anda baik-baik saja?” 3. Apabila korban tidak berespon, mintalah bantuan untuk menghubungi rumah sakit terdekat, dan mulailah RJP.

6

A. Bantuan Hidup Dasar Merupakan prosedur pertolongan darurat tentang henti jantung dan henti napas serta bagaimana melakukan RJP yang benar sampai ada bantuan datang(4). Caranya ialah: 1. Airway (Jalan Napas) Posisikan korban dalam keadaan terlentang pada alas yang keras (ubin), bila diatas kasur selipkan papan(7). Periksa jalan napas korban sebagai berikut : –

membuka mulut korban



masukkan 2 jari (jaritelunjuk dan jari tengah)



lihat apakah ada benda asing, darah, (bersihkan)

Pada korban tidak sadar, tonus otot menghilang, sehingga lidah akan menyumbat laring. Lidah dan epiglottis penyebab utama tersumbatnya jalan napas pada pasien tidak sadar. Lidah yang jatuh kebelakang(drop), menutpi jalan napas(9). 7



Letakkan tangan penolong diatas kening korban dan tangan yang lain didagu korban , tengadahkan/dongakkan kepala korban (Head tilt - chin lift)(4).



Jika

kita

mencurigai

adanya

patah

atau

fraktur

tulang

leher/servikal, maka pakai cara “jaw trust”, lalu buka jalan napas. 2. Breathing (Pernapasan) Untuk menilai pernapasan korban dilakukan 3 cara: –

Look: lihat gerakan dada apakah mengembang atau tidak. 8



Listen: dengarkan suara napas korban ada atau tidak



Feel: rasakan hembusan napas korban pada mulut/hidung ada atau tidak.

Jika tidak ada maka dapat dilakukan napas buatan mulut ke mulut atau mulut ke sungkup, atau mulut ke hidung atau mulut ke lubang trakheostomi sebanyak 2 kali(9).

9

Saat memberi napas buatan, pastika dada korban mengembang yang menandakan bahwa bantuan napas adekuat. 3. Circulation (Sirkulasi buatan) Nilai sirkulasi darah korban dengan menilai denyut arteri besar (arteri karotis, arteri femoralis). –

Apabila terdapat denyut nadi maka berikan pernapasan buatan 2 kali.



Apabila tidak terdapat denyut nadi maka lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali(10).

10

Posisi kompresi dada, dimulai dari melokasi proc. Xyphoideus, dan tarik garis ke cranial 2 jari diatas proc. Xyphoideus, dan lakukan kompresi pada tempat tersebut(11).

11

Kemudian berikan 2 kali napas buatan dan teruskan kompresi dada sebanyak 30 kali. Ulangi siklus ini sebanyak 5 kali(10). Kemudian cek nadi dan napas korban, apabila: –

Tidak ada napas dan tidak ada nadi : teruskan RJP sampai bantuan datang



Terdapat nadi tetapi tidak ada napas: mulai lakukan pernapasan buatan



Terdapat nadi dan napas: korban membaik.

12

13

RJP pada bayi dan anak : Pada anak dipakai satu tangan, sedangkan untuk bayi hanya dipakai ujung jari telunjuk dan tengah. Ventrikel bayi dan anak kecil terletak lebih tinggi dalam rongga dada, jadi tekanan harus dilakukan di bagian tengah tulang dada.

14

15

B. Bantuan Hidup Lanjut Terdiri atas Bantuan hidup dasar ditambah langkah-langkah: D (Drugs): Pemberian obat-obatan. Obat-obat tersebut dibagi menjadi 2 golongan: 1. Penting: a. adrenalin : Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta,

dosis yang diberikan 0,5 – 1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai

kebutuhan

dan

yang

perlu

diperhatikan

dapat

meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel(4). b. Natrium

Bicarbonat: Penting untuk melawan metabolik

asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama(4). c. Sulfat

Atropin:

Mengurangi

tonus

vagus

memudahkan

konduksi atrioventrikuler dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalam mencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang 16

dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar. d. Lidokain: Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek

antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml) (4). 2. Berguna: a. Isoproterenol: Merupakan obat pilihan untuk pengobatan

segera (bradikardi hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (110 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60

17

kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine(4). b. Propanolol: Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti

aritmianya terbukti berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat(4). c. Kortikosteroid: Sekaranfg lebih disukai kortikosteroid sintetis

(5 mg/kgBB methyl prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam(4). E (EKG): Diagnosis elektrokardigrafis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan monitoring. F: (Fibrilation Treatment) Gambaran EKG pada Ventrikel Fibrilasi ini menunjukan gelombang listrik tidak teratur baik amplitudo maupun frekuensinya.

18

Terapi definitifnya adalah syok electric (DC-Shock) dan belum ada satu obatpun yang dapat menghilangkan fibrilasi.

19

Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang sebelah kiri putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas. C. Bantuan Hidup terus-menerus

G (Gauge) : Tindakan selanjutnya adalah melakukan monitoring terusmenerus terutama system pernapasan, kardiovaskuler dan system saraf. 20

H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan neurologic yang permanen. H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu antara 30° — 32°C. H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan. I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang. Keputusan untuk mengakhiri resusitasi Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis, tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler penderita. Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil, tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasan spontan dan refleks. Keadaan tidak sadar yang dalam tanpa pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian jantung

sangat

memungkinkan

terjadi

bila

tidak

ada

aktivitas

elektrokardiografi ventrikuler secara berturut-turut selama 10 menit atau lebih sesudah RJP yang tepat termasuk terapi obat(4).

21

BAB III KESIMPULAN

1. Reusitasi jantung paru adalah usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk

mencegah suatu episode henti jantung dengan bantuan pernapasan dan kompresi dada. 2. Indikasi dilakukan RJP adalah henti napas dan serangan jantung 3. Fase-fase pada RJP adalah Bantuan Hidup Dasar, Bantuan Hidup Lanjut dan Bantuan terus-menerus. 4. Prosedur RJP terbaru adalah kompresi dada 30 kali dengan 2 kali napas

buatan. 5. Prosedur RJP dapat diterapakan pada bayi, anak dan dewasa.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Sanif E., 2008. Metode Baru Resusitasi Jantung Paru. Diakses dari

http://www.jantunghipertensi.com/index.php?option=com_content&task=v iew&id=206&Itemid=9 2. Stoppler M.C., 2008. The Importance of CPR. Diakses dari http://www.emedicinehealth.com/cardiopulmonary_resuscitation_cpr/articl e_em.htm 3. Dar Ahmed B., 2008. Cardiopulmonary Resuscitation. Assocaiate Prof of Medicine. Chinkipora Sopore Kashmir, India. 4. Andrey, 2008. Resusitasi Jantung Paru Pada Kegawatan Kardiovaskuler. Diakses dari http://yumizone.wordpress.com/2008/11/27/resusitasijantung-paru-pada-kegawatan-kardiovaskuler/ 5. Wikipedia, 2009. Cardiopulmonary Resuscitation. Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/ Cardiopulmonary_ resuscitation 6. American Heart Association. 2009. Cardiopulmonary resuscitaion. Diakses dari http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=4479 7. Latief S.A., 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta. 8. Mayo Clinic staff. 2008. Cardiopulmonary Resusistation. Diakses dari http://www.mayoclinic.com/health/first-aid-cpr/FA00061 9. Agarwal P.S.& Jadon A., 2008. Cardiopulmonary Resuscitation. TATA Motors Hospital. Jamshedpur. India. 10. American Heart Association. 2005. Part 4 Adult Basic Life Suppot in Circulation Jurnal. 11.Liza. 2008. Resusitasi Jantung dan Paru. Diakses dari http://www.pdfcoke.com/doc/6240591/Resusitasi-Jantung-Dan-Paru

23

Related Documents


More Documents from "Aditya Perdana Dharma Wiguna"