Melokalisir Resiko dengan Prosedur Telaah Analitis
Disusun guna memenuhi tugas resume mata kuliah Auditing dan Atestasi Oleh Kelompok :
Fibriana
(180020100111001)
Eda Zuraeda
(180020113111004)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2019
(1) Penilaian Risiko, Tipe-tipe risiko, Metode dalam menilai risiko, Hubungan Timbal Balik Antar Risiko Resiko adalah segala hambatan yang mungkin terjadi dalam pencapaian suatu tujuan. Sedangkan menurut beberapa ahli arti dari resiko adalah sebagai berikut : •
Resiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu (Arthur Williams dan Richard, M.H)
•
Resiko adalah ketidaktentuan (uncertainy) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss) (A. Abas Salim)
•
Resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarto)
•
Resiko adalah probalitas sesuatu hasil / outcome yang berbeda dengan yang diharapkan (Herman Darmawi) Sedangkan penilaian resiko menurut Muhammad Badrus adalah sebuah aktifitas yang
dilakukan untuk mendeteksi atau mengevaluasi kemungkinan adanya kesalahan atau penurunan kualitas akibat beroperasinya suatu kegiatan. Pendapat lainnya, penilaian risiko adalah mengkuantitatifkan atau menggolongkan tingkatan risiko agar mudah dikelola dan dilakukan penanganan yang tepat sesuai prinsip Cost and Benefit. Penentuan resiko (risk assessment) merupakan hal penting bagi manajemen dan auditor. Bagi manajemen penentuan resiko merupakan tanggungjawab yang tidak terpisahkan dan dilakukan secara terus menerus. Karena manajemen tidak dapat menetapkan tujuan dan dengan mudah mengasumsikan bahwa tujuan tersebut telah tercapai. Banyak hambatan yang timbul dalam pencapaian tujuan tersebut dan hambatan tersebut bisa berasal dari luar entitas maupun dari dalam entitas. Sejumlah resiko tidaklah dalam bentuk yang statis tetapi juga dinamis sesuai dengan perubahan yang terjadi sehingga selalu ada resiko-resiko baru yang muncul setiap waktu. Oleh karena itu penentuan resiko harus berjalan berkelanjutan dalam proses manajemen yang dilakukan secara terorganisir dan berurutan. Sedangkan bagi auditor, dalam kegiatan audit harus memasukan hasil penentuan resiko ke dalam program audit untuk memastikan bahwa kontrol-kontrol yang dibutuhkan memang diterapkan untuk mengurangi risiko. Resiko dalam audit atau resiko audit memperlihatkan resiko yang dihadapi auditor yang menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut telah benar sehingga dan pendapat auditor telah diterbitkan, tetapi pada kenyataannya laporan tersebut ternyata tidak benar dan materialitasnya tinggi. hal tersebut menyebabkan pendapat auditor tersebut menjadi
tidak bermutu bagi para penggunanya. Hal ini bisa terjadi karena auditor hanya mampu mengumpulkan bukti berdasarkan tes transaksi dan kesalahan yang telah diatur sedemikian rupa menyebabkan menjadi sangat sulit dideteksi meskipun auditor telah bekerja sesuai dengan standar audit yang berlaku. Menurut studi yang dilakukan oleh COSO, pembahasan tentang penentuan resiko adalah sebagai berikut: “Setiap entitas menghadapi berbagai resiko baik dari lua maupun dari dalam yang harus ditentukan. Persyaratan awal untuk menentukan resiko adalah adanya penetapan tujuan yang dihubungkan pada tingkat-tingkat yang berbeda dan konsisten di dalam organisasi. Penentuan resiko adalah identifikasi dan analisis resiko-resiko yang relevan untuk mencapai tujuan entitas, yang membentuk suatu dasar untuk menentukan cara pengelolaan resiko. Karena kondisi ekonomi, industri, peraturan, dan operasi akan terus menerus berubah, maka dibutuhkan mekanisme untuk mengidentifikasi dan menangani resiko-resiko khusus yang berhubungan dengan perubahan.” Pada proses perencanaan audit, salah satu proses yang harus dilakukan oleh seorang auditor adalah melakukan penilaian resiko bisnis klien. Auditor mempergunakan pengetahuan yang didapatkan dari pemahaman sistem strategi akan bisnis dan industri klien untuk melakukan penilaian resiko tersebut. Resiko bisnis klien adalah resiko dimana klien akan gagal dalam mencapai tujuannnya. Perhatian utama seorang auditor adalah resiko dari salah saji material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh resiko bisnis klien. Dalam menilai resiko bisnis klien juga harus mempertimbangkan kontrol manajemen yang bisa mengurangi resiko bisnis . Auditor menerima sejumlah tingkat resiko atau ketidakpastian dalam melaksanakan fungsi auditnya. Auditor mengenali bahwa terdapat suatu ketidakpastian tentang kompetensi bukti, ketidakpastian tentang efektivitas dari dari pengendalian intern yang dimiliki klien, serta ketidakpastian tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar pada saat audit telah selesai dilakukan. Auditor yang efektif mengenali kehadiran sejumlah risiko serta akan bergumul dengan risiko-risiko tersebut dalam suatu cara pendekatan yang tepat. Mayoritas risiko yang dihadapi oleh auditor sulit untuk diukur serta membutuhkan pemikiran yang cermat agar dapat direspons dengan tepat. Menjawab berbagai risiko ini secara tepat merupakan suatu hal kritis dalam rangka menghasilkan suatu audit yang berkualitas tinggi.
Auditor mendapat sebuah pemahaman tentang bisnis dan industri klien dan menilai risiko bisnis klien untuk menilai kemungkinan salah saji mateial dalam laporan keuangan klien. Auditor menggunakan model risiko audit untuk mengidentifikasikan lebih jauh potensial untuk kesalahan saji dan dimana mereka paling mungkin terjadi. A. Tipe-tipe Resiko Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Tipe-tipe risiko audit adalah sebagai berikut: 1.
Risiko Deteksi (Detection Risk) Risiko Deteksi (Detection Risk), adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut telah diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam itu bisa timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara keliru hasil audit. Ketidakpastian seperti ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai serta pelaksanaan praktek audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.
2.
Risiko Bawaan (Inheren Risk) Risiko Bawaan (Inherent Risk), adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait (maksudnya bahwa risiko bawaan timbul dengan asumsi pengedalian intern dalam perusahaan tidak ada. Jika sekiranya pengendalian intern dalam perusahaan memadai serta efektif dalam pelaksanaannya dengan sendirinya risiko bawaan akan dapat diminimalisasi). Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Uang tunai dalam perusahaan lebih mudah dicuri daripada persediaan. Suatu akun dalam laporan keuangan yang berasal dari estimasi akuntansi
cenderung mengandung risiko yang lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data faktual. Perusahaan yang bergerak dalam bidang industri yang memproduksi barang-barang hi-tech seperti misalnya handphone akan lebih berisiko terjadinya penumpukan persediaan yang usang karena tidak sesuai lagi dengan tuntutan pasar. 3.
Risiko Pengendalian (Control Risk) Risiko Pengendalian (Control Risk), adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.
4.
Resiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) Resiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) merupakan ukuran atas tingkat kesediaan auditor untuk menerima kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih mengandung salah saji yang material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu laporan audit wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Ketika auditor memutuskan untuk menetapkan suatu tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih rendah, hal tersbut berarti bahwa auditor ingin memperoleh tingkat keyakinan yang lebih tinggi bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji yang material. Resiko nol berarti yakin sekali, dan suatu tingkat resiko sebesar 100 persen berarti benar-benar tidak yakin. Dalam audit terdapat istilah audit assurance atau tingkat keyakinan, yaitu merupakan pelengkap dari resiko akseptibilitas audit. Audit assurance dihitung dengan perhitungan satu dikurangi resiko akseptibilitas audit. Sebagai contoh, tingkat resiko akseptibilitas audit sebesar 2 persen sama dengan tingkat audit assurance sebesar 98 persen. Dengan mempergunakan model audit, akan terlihat adanya hubungan yang searah antara resiko akseptibilitas audit dan resiko deteksi terencana, serta hubungan yang saling berlawanan antara resiko akseptibilitas audit dan bukti audit yang direncanakan. Sebagai contoh, jika auditor memutuskan akan mengurangi nilai resiko akseptibilitas audit, maka akan mengurangi pula resiko deteksi terencana serta bukti audit yang direncanakan akan dikumpulkan harus ditingkatkan. Auditor pun seringkali harus menugaskan staf yang
lebih berpengalaman atau mereview kertas kerja dengan lebih cermat bagi klien dengan tingkat resiko akseptibilitas audit yang lebih rendah. 5.
Risiko Kecurangan Resiko kecurangan merupakan resiko selain 4 resiko di atas dan resiko ini biasanya di perhitungkan di luar dari model resiko audit. Karena resiko kecurangan secara konsep dan praktek sangat sulit untuk dipisahkan faktor-faktornya ke dalam 4 jenis resiko di atas. Kecurangan sendiri memiliki arti kesalahan penyajian yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk penggelapan aktiva dan kecurangan pelaporan keuangan. Untuk menilai resiko kecurangan, auditor mengumpulkan informasi untuk menentukan luasnya keberadaan kondisi kecurangan. Hal-hal yang menyebabkan timbulnya resiko kecurangan antara lain tekanan yang diterima manajemen baik kelompok maupun individual, kesempatan yang tercipta, dan perilaku manajemen untuk membiarkan terjadinya tindakan ketidakjujuran tersebut.
B. Penilaian Resiko 1. Menilai Risiko Yang Dapat Diterima ( Acceptable Audit Risk) Auditor harus memutuskan risiko audit yang dapat diterima yang tepat bagi suatu audit selama perencanaan audit. Pertama, auditor memutuskan risiko risiko penugasan. Risiko penugasan (engagement risk) adalah risiko bahwa auditor atau organisasi yang membawahi auditor akan menderita kerugian setelah selesainya audit, walaupun laporan audit sudah benar. Untuk menilai risiko audit yang dapat diterima, auditor harus menilai setiap faktor yang mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima Faktor faktor utama yang mempengaruhi resiko penugasan dan mempengaruhi resiko yang audit yang dapat diterima antara lain: a. Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan b. Kemungkinan klien mengalami kesulitan keuangan c. Integritas manajemen Metode yang digunakan menilai risiko audit yang dapat diterima a. Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan - Menelaah laporan keuangan - Membaca notulen rapat dewan direksi unruk menentukan rencana masa depan
- Membahas rencana pembiayaan dengan manajemen. b. Kemungkinan klien mengalami kesulitan - Menganalisis keuangan laporan keuangan dan menggunakan prosedur analitis lainnya - Menelaah laporan arus kas historis dan proyeksi, untuk mempelajari arus kas masuk dan keluar c. Integritas manajemen - Menganalisa prosedur penerimaan klien dan kelanjutan klien. - Menelaah laporan arus kas historis dan proyeksi, untuk mempelajari arus kas masuk dan keluar d. Integritas manajemen - Menganalisa prosedur penerimaan klien dan kelanjutan klien.
2. Menilai Resiko Bawaan (Inheren Risk) Auditor
melakukan
penilaian
risiko
inheren
selama
tahap
perencanaan
dan
memperbaharui penilaian tersebut selama audit berlangsung. Auditor harus mengevaluasi informasi yang mempengaruhi risiko inheren serta memutuskan faktor risiko inheren yang tepat bagi setiap tujuan audit. Faktor faktor yang mempengaruhi risiko inheren : a. Sifat bisnis klien Risiko inheren untuk akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Pemahaman auditor atas bisnis klien akan membantu menilai risiko inheren ini. b. Hasil audit sebelumnya Salah saji yang ditemukan dalam audit tahun sebelumnya dapat ditemukan lagi dalam audit tahun berjalan. Oleh karena itu auditor tidak boleh mengabaikan hasil audit tahun sebelumnya selama mengembangkan proses audit di tahun berjalan. c. Penugasan awal vs penugasan berulang Auditor akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang kemungkinan salah saji setelah mengaudit klien selama beberapa tahun. Auditor menetapkan risiko inheren yang tinggi pada tahun pertama audit dan mengurangi tinggkat risikonya pada tahun berikutnya karena telah semakin memahami klien. d. Pihak pihak yang terkait
Pihak yang terkait yaitu perusahaan induk dengan perusahaan anak, serta manajemen dan entitas perusahaan. Risiko inheren atas transaksi pihak yang terkait ini sangat tinggi karena kemungkinan salah saji yang lebih besar. e. Transaksi non rutin Transaksi yang tidak biasa bagi klien lebih besar resikonya dibandingkan transaksi rutin karen pengalaman untuk transaksi non rutin masih sedikit. f. Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi dengan tepat Auditor harus memperbesar risiko inheren karena banyak akun memerlukan estimasi dan banyak pertimbangan manajemen. 3. Menilai Risiko Deteksi (Detection Risk) Para auditor menetapkan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima (risiko deteksi yang direncanakan) yang mempengaruhi tes-tes substantif yang mereka lakukan. a. Jika tingkat risiko deteksi yang direncanakan rendah, maka auditor akan mengumpulkan bukti sebanyak mungkin untuk menurunkan risiko kesalahan saji . b. Tingkat risiko deteksi yang direncanakan tinggi maka auditor mengurangi pengumpulan bukti .
4. Menilai Resiko Pengendalian (Control Risk) Auditor harus memahami perancangan dan pengimplementasian pengendalian internal untuk melakukan penilaian pendahuluan atas risiko pengendalian. Setelah memahami pengendalian internal, auditor dapat membuat penilaian pendahuluan atas risiko pengendalian sebagai bagian dari penilaian risiko secara keseluruhan. Penilaian ini merupakan ukuran ekspektasi auditor bahwa pengendalian internal akan mencegah salah saji material atau mendeteksi dan mengoreksinya jika terjadi. Banyak auditor menggunakan matriks risiko pengendalian (control risk matrix) untuk membantu proses penilaian risiko pengendalian. Tujuannya adalah menyediakan cara yang mudah untuk mengatur penilaian risiko pengendalian bagi setiap tujuan audit. Langkah langkah dalam penilaian risiko pengendalian:
Mengidentifikasi tujuan audit
Mengidentifikasi pengendalian yang ada
Menghubungkan pengendalian dengan tujuan audit
Mengidentifikasi dan mengevaluasi defisiensi pengendalian, defisiensi yang signifikan dan kelemahan yang material
Menghubungkan defisiensi yang signifikan dan kelemahan yang material dengan tujuan audit terkait.
Menilai risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit.
5. Menilai Risiko Kecurangan Dalam menilai risiko kecurangan, SAS 99 memberikan pedoman bagi auditor. Auditor harus mempertahankan sikap skeptisisme profesional ketika memepertimbangkan serangkaian informasi termasuk faktor faktor risiko kecurangan, untuk dapat mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan a. Skeptisisme professional Selama penugasan, bahwa tim auditor harus mempertahankan sikap dan pikiran yang selalu mempertanyakan. b. Evaluasi kritis atas bukti Auditor harus menyelidiki secara mendalam permasalahan dan kemungkinan kesalahan salah saji yang material karen kecurangan. c. Komunikasi di antara tim audit Diantara auditor dapat saling bertukar pendapat terutama dengan yang telah berpengalaman mengenai penilaian risiko kecurangan, dan bagaimana kecurangan kecurangan itu biasanya terjadi dalam organisasi atau entitas yang diaudit. d. Mengajukan pertanyaan kepada manajemen Untuk menilai risiko kecurangan, auditor dapat menanyakan beberapa pertanyaan secara langsung kepada manajemen ataupun pihak lain dalam organisasi, sehingga terbuka kesempatan datangnya informasi yang dalam kondisi lain tidak diungkapkan oleh manajemen ataupun pihak lain dalam organisasi. e. Prosedur analitis Auditor harus melakukan prosedur analitis selama tahapan perencanaan audit dan penyelesaian audit untuk membantu mengidentifikasi kecurangan kecurangan. f. Faktor faktor risiko
Untuk menilai resiko kecurangan, kondisi yang harus diperhatikan adalah adanya faktor faktor risiko kecurangan (segitiga kecurangan/ fraud triangle), yaitu adanya tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi.
C. Metode dalam menilai risiko Cara utama yang dipergunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan risiko yang ada dalam merencanakan bukti audit yang akan dikumpulkan adalah melalui penerapan model risiko audit (audit risk model). Sumber dari model risiko audit ini adalah literatur profesional yang terdapat dalam SAS 39 (AU350) tentang sampling audit serta dalam SAS 47 (AU 312) tentang materialitas dan risiko. Model resiko audit umumnya digunakan bagi berbagai tujuan perencanaan untuk memutuskan berapa banyak bukti audit yang akan dikumpulkan pada setiap siklusnya. Formula atas model resiko audit adalah sebagai berikut:
𝐷𝑅 =
𝐴𝑅 𝐼𝑅 𝑥 𝐶𝑅
Keterangan : DR
: Detection Risk (rentang bukti yang harus dikumpulkan auditor)
AR
: Audit Risk (tingkatan resiko yang masih bisa diterima auditor)
IR
: Inheren Risk (keyakinan atas tidak adanya salah saji diluar SPI)
CR
: Control Risk (keyakinan atas efektifitas SPI)
D. Hubungan Timbal Balik Antar Risiko Konsep – konsep materialitas dan resiko dalam auditing saling terkait erat dan tak terpisahkan. Resiko merupakan suatu pengukuran atas ketidakpastian, sementara materialitas merupakan suatu pengukuran atas ukuran atau besaran. Secara bersama-sama, kedua hal tersebut mengukur tingkat ketidakpastian suatu nilai pada suatu besaran tertentu. Sebagai contoh, suatu pernyataan bahwa auditor berencana untuk mengumpulkan bukti audit sedemikian rupa hingga hanya terdapat suatu tingkat resiko (resiko akseptibilitas audit) sebesar 5 persen saja atas kegagalan dalam mengungkapkan suatu salah saji yang melebihi nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi sebesar $400,000 (materialitas) merupakan suatu
pernyataan yang sangat akurat dan penuh arti. Jika, baik bagian yang menyatakan risiko atau materialitas dari pernyataan tersebut dihapuskan, maka pernyataan tersebut tidak akan memiliki arti apapun. Suatu tingkat risiko sebesar 5 persen tanpa diikuti dengan suatu ukuran materialitas yang spesifik dapat menyatakan secara tidak langsung bahwa suatu salah saji yang bernilai $100 atau $1,000,000 pun dapat diterima. Suatu overstatement sebesar $442,000 tanpa diikuti dengan suatu tingkat risiko yang spesifik dapat menyatakan secara tidak langsung bahwa suatu tingkat risiko sebesar 1 persen atau 80 persen pun dapat diterima. Matriks hubungan antar risiko dan bukti audit Situasi 1 2 3 4 5
Audit Risk Tinggi Rendah Rendah Sedang Tinggi
Inheren Risk Rendah Rendah Tinggi Sedang Rendah
Control Risk Rendah Rendah Tinggi Sedang Sedang
Detection Risk Tinggi Sedang Rendah Sedang Sedang
Jumlah Bukti yang Diperlukan Rendah Sedang Tinggi Sedang Sedang
Sedangkan hubungan antara komponen risiko audit dengan sifat, saat, dan luas nya pengujian substantif dapat dilihat pada gambar di bawah.
(2) Prosedur Analitis DEFINISI Prosedur analitik adalah evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur analitis sebagai “evaluasi informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data nonkeuangan.” Prosedur analitis terdiri dari kegiatan mempelajari dan membandingkan data yang memiliki hubungan(Jusup, 2001:137). Prosedur analitis mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data (Jusup, 2001:188). Prosedur ini mencakup perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana, analisis vertikal atau laporan perbandingan, perbandingan antara jumlah sesungguhnya dengan data historis atau anggaran, dan penggunaan model-model matematika dan statistika seperti analisa regresi. Prosedur analitis menghasilkan bukti analitis.
TUJUAN DAN MANFAAT PROSEDUR ANALITIS Tujuan prosedur analitis dalam auditing, antara lain: 1. Pada tahap perencanaan audit, untuk membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan luas prosedur audit lainnya. 2. Pada tahap pengujian, sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu, yang berhubungan dengan saldo rekening atau jenis transaksi. 3. Pada tahap review akhir audit/penyelesaian audit, sebagai review menyeluruh informasi keuangan dalam laporan keuangan setelah diaudit. Dalam tahap perencanaan audit, prosedur analitis akan dapat membantu auditor dalam: 1. Meningkatkan pemahaman auditor atas usaha klien 2. Mengidentifikasi hubungan-hubungan yang tidak biasa dan fluktuasi yang tidak diharapkan dalam data yang bisa menunjukkan bidang-bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko salah saji. Manfaat dari prosedur audit ini disebut sebagai tujuan pengarah perhatian dari prosedur analitis.
Prosedur Analitis dapat dilakukan pada setiap fase selama sebuah penugasan kerja berlangsung : 1. Prosedur analitis diperlukan dalam fase perencanaan untuk membantu menentukan sifat, keluasan dan waktu dalam prosedur pengauditan. 2. Prosedur analitis sering kali dilakukan dalam fase pengujian audit sebagai pengujian substantif untuk mendukung saldo-saldo kun. 3. Prosedur analitis juga diperlukan selama fase penyelesaian audit.
PROSEDUR ANALITIS UTAMA 1. Perbandingan data absolut. Prosedur ini melibatkan perbandingan sederhana suatu jumlah saat ini (seperti saldo akun) dengan suatu jumlah yang diharapkan atau diprediksi. 2. Laporan keuangan ukuran umum (atau analisis vertikal). Teknik ini melibatkan penghitungan persentase dari total yang berhubungan yang direpresentasikan oleh komponen laporan keuangan (misalnya kas sebagai persentase dari total aktiva). Persentase kemudian dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan. 3. Analisis Rasio. Sejumlah rasio yang seringkali digunakan oleh manajemen atau analis keuangan dapat dihitung dan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan untuk rasio tersebut. Jumlah dari hasil perhitungan dapat dianalisis secara individual atau dalam kelompok yang berhubungan seperti rasio solvabilitas, efisiensi, dan profitabilitas. 4. Analisis tren. Analisis ini melibatkan perbandingan beberapa data untuk beberapa periode akuntansi untuk mengidentifikasi perubahan penting yang tidak dapat diketahui hanya dengan membandingkan data dua periode berurutan. 5. Hubungan antara informasi keuangan dengan nonkeuangan yang relevan. Contohnya : data nonkeuangan seperti jumlah karyawan mungkin berguna dalam memperkirakan saldo akun beban gaji.
Lima Jenis Prosedur Analitis : Dalam setiap kasus auditor membandingkan data klien dengan hal-hal berikut ini : 1. Data industri Membandingkan data klien dan industri.
•
Sebuah bantuan untuk memahami bisnis klien dan indikasi dari kemungkinan kegagalan keuangan .
•
Kelemahan rasio industri yaitu adanya perbedaan diantara sifat informasi keuangan klien dan perusahaan membentuk total industri.
2. Data yang sama diperiode sebelumnya Membandingkan data klien dengan data periode sama yang sebelumnya
Membandingkan saldo tahun ini dengan tahun sebelumnya Menyertakan hasil neraca saldo tahun lalu yang telah disesuaikan dalam kolom terpisah dari lembar kerja neraca saldo tahun ini.
Membandingkan rincian total saldo dengan rincian yang sama untuk tahun sebelumnya. Digunakan bila tidak ada perubahan yang signifikan dalam operasional klien di tahun ini.
Menghitung hubungan rasio dan persentase untuk dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Memasukkan beberapa rasio dan perbandingan internal untuk menunjukkan keluasan penggunaan analis rasio.
3. Hasil ekspektasi yang ditentukan oleh klien Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang telah ditentukan klien. •
Data klien dibandingkan dengan anggaran.
•
Auditor harus mengevaluasi apakah anggaran itu adalah rencana yang realistis.
•
Kemungkinan bahwa informasi keuangan saat ini telah diubah oleh karyawan klien untuk menyesuaikan dengan anggaran.
4. Hasil ekspektasi yang ditentukan oleh auditor Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang telah ditentukan auditor.
Auditor menghitung saldo dugaan untuk dibandingkan dengan saldo sebenarnya.
Auditor membuat sebuah perhitungan tentang apakah saldo akun itu seharusnya dengan menghubungkannya dengan neraca lajur lainnya atau akun laporan pemasukan atau rekening dengan membuat sebuah proyeksi berdasarkan pada suatu tren historis.
5. Ekspektasi hasil dengan menggunakan data non keuangan Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang menggunakan data non keuangan.
Fokus utama dalam penggunaan data non keuangan adalah keakuratan data itu sendiri.
PENTINGNYA PROSEDUR ANALITIS Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam hubungan ini mencakup antara lain, peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji (SA 329.02). Dengan demikian, hasil analisis terhadap hubungan data dapat digunakan dalam tahap perencanaan audit, tahap pengujian, dan tahap review akhir audit/penyelesaian audit, sebagaimana tersebut di atas.
PROSEDUR ANALITIS DAN PERTIMBANGAN AUDITOR Pemahaman hubungan keuangan adalah penting dalam merencanakan dan mengevaluasi hasil prosedur analitik, dan secara umum juga menuntut dimilikinya pengetahuan tentang klien dan industri yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman atas tujuan prosedur analitik dan keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu, identifikasi hubungan dan jenis data yang digunakan, serta kesimpulan yang diambil apabila membandingkan jumlah yang tercatat dengan yang diharapkan, membutuhkan pertimbangan auditor. (SA 329.03)
PROSEDUR AUDIT: PERBANDINGAN DENGAN HARAPAN AUDITOR Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor. Auditor mengembangkan harapan tersebut dengan mengidentifikasi dan menggunakan hubungan yang masuk akal, yang secara pantas diharapkan terjadi berdasarkan pemahaman auditor mengenai klien dan industrinya. Berikut ini adalah contoh sumber informasi yang digunakan dalam mengembangkan harapan:
1. Informasi
keuangan periode sebelumnya yang dapat diperbandingkan dengan
memperhatikan perubahan yang diketahui. 2. Hasil yang diantisipasikan, misalnya anggaran atau prakiraan termasuk ekstrapolasi dari data interim atau tahunan. 3. Hubungan antara unsur-unsur informasi keuangan dalam satu periode. 4. Informasi industri bidang usaha Mien, misalnya informasi laba bruto. 5. Hubungan informasi keuangan dengan informasi nonkeuangan yang relevan.
PROSEDUR ANALITIS DAN EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS AUDITOR Kepercayaan auditor terhadap pengujian substantif untuk mencapai tujuan audit yang berhubungan dengan suatu asersi dapat berasal dari: 1. pengujian rinci, 2. prosedur analitik, atau 3. kombinasi keduanya. Dalam beberapa hal, prosedur analitik lebih efektif atau efisien daripada pengujian rinci untuk mencapai tujuan pengujian substantif. Keputusan mengenai prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan audit tertentu didasarkan pada pertimbangan auditor terhadap efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari prosedur audit yang ada. Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari pengujian substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang mana, atau kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut. Untuk asersi tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan memadai. Namun, pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien pengujian rinci dalam memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan. Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain: 1. Sifat asersi. Prosedur analitik mungkin merupakan pengujian efektif dan efisien atas asersi yang kemungkinan salah sajinya tidak akan tampak dari pemeriksaan bukti rinci atau bila bukti yang rinci tidak langsung tersedia. Sebagai contoh, perbandingan dari kumpulan gaji
yang dibayar dengan jumlah karyawan mungkin menunjukkan pembayaran yang tidak sah yang mungkin tidak tampak dari pengujian transaksi individual. Perbedaan dari hubungan yang diharapkan dapat juga menunjukkan kemungkinan penghilangan dari catatan akuntansi bilamana bukti transaksi individual dari pihak yang independen yang seharusnya dibukukan tidak langsung tersedia. 2. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan. Penting bagi auditor untuk memahami alasan yang membuat hubungan menjadi masuk akal sebab data kadang-kadang seperti berkaitan padahal kenyataannya tidak demikian, sehingga dapat mengarahkan auditor ke pengambilan kesimpulan yang salah. Di samping itu, adanya satu hubungan yang tidak diharapkan dapat memberikan bukti yang penting jika diteliti secara memadai. Karena tingkat keyakinan yang lebih tinggi diharapkan dari prosedur analitik dibutuhkan lebih banyak hubungan untuk mengembangkan harapan. Hubungan dalam satu lingkungan yang stabil biasanya lebih dapat diduga daripada hubungan dalam satu lingkungan yang dinamis atau tidak stabil. Hubungan yang melibatkan akun laba-rugi cenderung lebih dapat diduga dari pada hubungan yang melibatkan hanya akun neraca, karena akun laba-rugi mencerminkan transaksi selama satu periode waktu, sementara akun neraca mencerminkan saldo pada satu titik waktu. Hubungan yang menyangkut transaksi yang tergantung pada keputusan manajemen kadang-kadang kurang dapat diduga. Sebagai contoh, manajemen mungkin memilih untuk mengeluarkan biaya pemeliharaan dari pada mengganti aktiva tetap atau mereka mungkin menunda suatu pengeluaran klien. 3. Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan. Data mungkin atau tidak mungkin langsung tersedia untuk mengembangkan taksiran bagi beberapa asersi. Sebagai contoh, untuk menguji asersi kelengkapan, penjualan yang ditaksir bagi jenis usaha tertentu mungkin dapat dikembangkan dari statistik produksi atau ukuran tempat penjualan. Bagi jenis usaha lain, data yang relevan untuk asersi kelengkapan penjualan mungkin tidak langsung tersedia dan mungkin akan lebih efektif clan efisien untuk menggunakan catatan pengiriman yang rinci dalam menguji asersi tersebut.
Auditor memperoleh keyakinan dari prosedur analitik berdasarkan atas konsistensi jumlah yang tercatat dengan harapan yang dikembangkan dari data yang diperoleh dari sumber lainnya. Keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan harus sesuai dengan tingkat keyakinan yang diinginkan dari prosedur analitik. Auditor harus menilai keandalan data dengan mempertimbangkan sumber data dan kondisi yang melingkupi pengumpulan data serta pengetahuan lain yang mungkin dimiliki auditor mengenai data itu. Faktor berikut ini mempengaruhi pertimbangan auditor terhadap keandalan data untuk mencapai tujuan audit: a) Apakah diperoleh dari sumber yang independen di luar entitas atau dari sumber di dalam entitas. b) Apakah sumber dari dalam entitas independen dari mereka yang bertanggung jawab atas jumlah yang diaudit. c) Apakah data dikembangkan dari sistem yang dapat diandalkan dengan pengendalian memadai. d) Apakah data menjadi sasaran pengujian dalam tahun berjalan atau tahun sebelumnya. e) Apakah harapan dikembangkan dengan memakai data dari berbagai sumber. 4. Ketepatan harapan. Harapan auditor harus cukup tepat untuk memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan sehingga perbedaan yang mungkin merupakan salah saji yang material, baik secara individu atau secara kelompok, dengan salah saji lainnya, akan teridentifikasi untuk diaudit oleh auditor. Ketika harapan menjadi lebih tepat, toleransi perbedaan yang diharapkan menjadi lebih sempit, sehingga jika terjadi perbedaan yang signifikan antara hasil prosedur analitik dengan angka sesungguhnya, perbedaan tersebut kemungkinan besar karena salah saji. Ketepatan harapan tergantung pada, antara lain, identifikasi dan pertimbangan auditor terhadap faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi jumlah yang diaudit dan tingkat kerincian data yang digunakan untuk mengembangkan harapan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hubungan keuangan. Sebagai contoh, penjualan dipengaruhi oleh harga, volume dan campuran produk. Sebaliknya, masing-masing hal itu dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan faktor yang bertentangan dapat menutupi salah saji. Identifikasi yang lebih efektif terhadap faktor yang secara signifikan mempengaruhi
hubungan umumnya dibutuhkan sejalan dengan meningkatnya keyakinan yang diinginkan dari prosedur analitik. Harapan yang dikembangkan pada tingkat yang rinci biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih besar dalam mendeteksi salah saji jumlah tertentu dari pada perbandingan secara luas. Jumlah bulanan biasanya akan lebih efektif dari pada jumlah tahunan dan perbandingan berdasarkan lokasi atau jalur usaha biasanya akan lebih efektif dari pada membandingkan perusahaan secara keseluruhan. Tingkat kerincian yang cocok akan dipengaruhi oleh sifat klien, besarnya dan kerumitannya. Umumnya risiko salah saji yang material menjadi kabur akibat meningkatnya faktor yang bertentangan karena operasi klien menjadi lebih rumit dan lebih beragam. Penguraian masalah akan membantu mengurangi risiko ini.
WAKTU PROSEDUR ANALITIS DILAKUKAN Untuk semua audit laporan keuangan yang dilakukan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia,prosedur analitis wajib dilakukan pada tahap: 1. Perencanaan audit Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Penggunaan prosedur analitis dalam tahap perencanaan audit yang efektif meliputi tahapan-tahapan sistematis berikut ini: a) Mengidentifikasi perhitungan-perhitungan/perbandingan yang akan dibuat b) Mengembangkan ekspektasi c) Melakukan perhitungan-perhitungan/perbandingan-perbandingan. d) Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang signifikan. e) Menyelidiki perbedaan signifikan yang tak diharapkan f) Menentukan pengaruhnya terhadap perencanaan audit. 2. Penyelesaian audit Tujuan prosedur analitik yang diterapkan dalam tahap review menyeluruh adalah untuk membantu auditor dalam menilai kesimpulan yang diperoleh dan dalam mengevaluasi penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Berbagai macam prosedur analitik
mungkin bermanfaat untuk tujuan ini. Review menyeluruh umumnya meliputi pembacaan laporan keuangan dan catatannya serta mempertimbangkan: a) Kecukupan bukti yang terkumpul sebagai respon terhadap saldo yang tidak biasa atau yang tidak diharapkan, yang diidentifikasi pada waktu perencanaan audit atau dalam pelaksanaan audit, dan b) Saldo atau hubungan yang tidak biasa atau tidak diharapkan yang sebelumnya tidak diidentifikasi. Hasil review menyeluruh dapat menunjukkan bahwa bukti tambahan mungkin diperlukan Prosedur analitis yang dilakukan pada tahap pengujian bersifat pilihan (opsional). Akan tetapi Boynton, Johnson, dan Kell (2002:296) menyarankan untuk merancang prosedur analitis dalam rangka memperoleh bukti mengenai setiap saldo akun yang material atau golongan transaksi.
DAFTAR PUSTAKA
http://dhianadhe.at.ua/_ld/0/15_2-Risk_Asessmen.docx http://estehmanishangatnggakpakegula.blogspot.com/2012/04/konsep-risiko-3-habis-risikoaudit.html PSA No. 22 (SA Seksi 329). Prosedur Analitik. Standar Profesional Akuntan Publik. Jusup, A.H. 2001. Auditing. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu YKPN. Boynton, W.C., Johnson, R.N. dan Kell, W.G. 2001. Modern Auditing. Jakarta: Penerbit Erlangga.