BAB I KONSEP MEDIS A. DEFENISI BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra) (Rendy dan Margaretha, 2012). Benigna prostat hyperplasia adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormone prostat, (Yuliana dan Elin, 2011) B. ETIOLOGI Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80% menderita kelainan ini. Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidak seimbangan endokrin. Testoren dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan esterogen (dibuat oleh kelenjar adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat (Rendy dan Margaretha, 2012). Dengan bertambahnya
usia,
akan
terjadi
perubahan
keseimbangan
testosterone menurun dan terjadi testosterone menjadi esterogen pada jaringan adipose diperifer. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan, efek perubahan juga terjadi perlahanlahan. C. KLASIFIKASI Walaupun hyperplasi prostat selalu terjadi pada orang tua, tetapi tidak selalu disertai gejala-gejala klinik.
1. Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala. Gejala BPH berganti-ganti dari waktu-kewaktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi stabil, atay semakin buruk secara spontan. 2. Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi mnejadi 2 kategori : obstruktif (terjadi ketika faktor dinamik dan atau faktor static mengurangi pengosongan kandung kemih) dan iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih). (Yuliana elin, 2011) D. PATOFISIOLOGI BPH terjadi pada umur yang semakin tua (>45 tahun) dimana fungsi testis sudah menurun. akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidak seimbangan hormon testosteron sehingga memacu pertumbuhan atau pembesaran prostat. Mikrokospik dapat mencapai 60-100 gram dankadangkadang lebih besar lagi hingga 200 gram atau lebih. Tonjolan biasanya terdapat pada lobus medius, tetapi tidak mengenai bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai
lobus
posterior,
yang
sering
merupakan
tempat
berkembangnya korsinoma. Tonjolan ini dapat menekan uretrhra menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah.kadangkadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra. Pada penampang, tonjolan itu dapat jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang masih baik. Warnanya bermacammacam tegantung pada unsur yang bertambah. Apabila yang
bertambah terutam unsur kelenjar, maka warnanya kuning kemerahan, berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar cairan seperti susu. E. MANIFESTASI KLINIS Menurut 1. Frekuensi berkemih bertambah 2. Berkemih pada malam hari 3. Kesulitan dalam memulai dan menghentikan berkemih 4. Air kemih masih tetap menetes setelah selesai berkemih 5. Rasa nyeri pada waktu berkemih 6. Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan mengunakan kateter. 7. Selain gejala-gejala diatas oleh karena air kemih selalu terasa dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis
dan
selanjutnya
kerusakan
ginjal
yaitu
hydroneprosis,pylonefritis. Menurut Yuliana Elin (2011). 1. Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala. Gejala BPH berganti dari waktu-kewaktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi stabil, atau semakin buruk secara spontan. 2. Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi menjadi dua kategori : obstruktif (terjadi ketika faktor dinamik dan/
faktor sttik mengurangi pengosongan kandung kemih) dan iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih) Kategori keparahan BPH berdasarkan gejala dan tanda Keparahan
kekhasan gejala dan tanda
Penyakit Ringan
asitomatik Kecepatan urinary puncak<10ml/s Volume urin residual setela pengosongan >25-50 ml Peningkatan BUN dan kreatinin serum
sedang
semua tanda diatas ditambah obstruktifpengihangan gejala dan iritatif penghilan ngan gejala (tanda dari detrusor yang tidak stabil
parah F. KOM
semua yang diatas ditambah satu atau dua lebih komplikasi BPH
PLIK ASI 1. Urinary traktus infection 2. Retensi urin akut 3. Abstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : meliputi ureum (BUN), kratinin, elektrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2. Radiologi: intravena pylografi, retrograde, USG, Ct Scanning, Cytoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultra sonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal. 3. Prostatektomi retro pubis : pembutan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostas. 4. Prostatektomi parineal: yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.r prostat dibuang melalui perineum. H. PENATALAKSANAAN Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan oasien yang diakibatkan olewh penyakit. 1. Penatalaksanaan non farmakologi Watchful waiting, pada Watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya : a. Jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, b. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat)
c. Batasi pengunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropandolamin d. Kurangi makanan pedas dan asin e. Jangan menahan kencing terlalu lama Setiap 6 bulan pasien diminta untuk control dan ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, penilaian IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual. Jika keluhan miksi bertambah jelek dari pada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain 2. Penatalaksanaan farmakologi a. Terapi medika mentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamika atau mengurangi volume prostat sebagai komponen static. Jenis obat yang digunakan adalah : 1) Antagonis adrenergic reseptor ɑ 2) Inhibitor 5 ɑ redukstate, yaitu finasteride dan dutasteride 3) Fitofarmaka b. Terapi intervensi Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat atau pembedahan dan teknik instrumentasi alternative. Termasuk ablasi jaringan prostat adalah : pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, laser prostatektomi. Sedangkan tekik instrument alternative adlah
interstitial laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon dan stent uretra.
BAB II KONSEP KEPERAWATAN A.
PENGKAJIAN Fokus pengkajian, yaitu : a. Pengkajian Pengkajian merupakan dasar utama atau langka awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/ informasi tentang klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa keperawatan. Tujuan pengkajian
keperawatan
adalah
mengumpulkan
data,
mengelompokkan data dan menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan.pengkajian yang dilakukan diantarnya : a) Identitas Klien b) Anamnesa, mengkaji riwayat kesehatan klien. Mengkaji dengan menggunakan PQRST c) Mengumpulkan data objektif dari klien d) Melakukan pemeriksaan fisik yaitu e) Melakukan pemeriksaan penunjang. b. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status
atau
masalah
kesehatan
yang
bertujuan
untuk
mengidentifikasi adanya masalah berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit dan faktor-faktor penyebab adanya masalah serta kemampuan klien dalam mencegah atau menghilangkan masalah.
B.
PENENTUAN DIAGNOSA a) Nyeri akut (00132) b) Retensi urine (00023) c) Resiko infeksi (00004)
NO Diagnosa keperawatan (NANDA) 1
Kriteria hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
Nyeri akut
NOC :
NIC :
Domain Domain 12 kenyamanan
Batasan karakteristik
Pemberian analgesic
Kelas 1 kenyamanan fisik
Relaksasi otot 3
Cek adanya alergi obat
Defenisi :
Posisi yang nyaman 3
Berikan
Pengalaman emosional dengan
sensorik tidak
atau
digambarkan
dan Sakit kepala 4
menyenangkan Nyeri otot 5 potensial,
yang dapat membantu relaksasi untuk mempasilitasi penurunan nyeri
2 : cukup berat
Manajemen
intensitas
3 : sedang
kenyamanan
ringan hingga berat, terjadi konstan
4 : ringan
atau berulang yang berakhirnya
5 : tidak ada
atau
tidak
suatu
kenyamanan dan aktivitas lain
1 : berat
kerusakan
sebagai
atau Ket :
kebutuhan
awitan yang tiba-tiba
lambat
dapat
dengan
diantisipasi
atau
diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga bulan
lingkungan
:
Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk istirahat Ciptakan
lingkungan
tenang dan mendukung
yang
Batasan karakteristik : Perubahan pola tidur Ekspresi wajah nyeri
Sediakan lingkungan aman dan bersih Posisikan pasien pada posisi
Pelaporan tentang perilaku nyeri
yang nyaman.
atau perubahan aktifitas
Manajemen nyeri Lakukan pengkajian nyeri Observasi adanya pertunjukan nonverbal mengenai ketidak nyamanan Pastikan
perawat
analgesic
bagi pasien dilakukan dengan pemantauan yang ketat Gali
pengetahuan
dan
kepercayaan pasien mengenai nyeri
ajarkan
farmakologi
teknik
non
misalnya
relaksasi. 2 3.
Patofisiologi Hormone esterogen dan testosterone tidak seimbang
Faktor usia Sel stroma pertumbuhan berpacu
Menghambat aliran urina
Retensi urine
Penyempitan lumen ureter prostatika
Penekanan serabut-serabut saraf nyeri
Peningkatan resistensi leher V.U dan daerah V.U
Peningkatan ketebalan ototdistruksor (fase kompensasi) Terbentuknya sakula atau trabekula
Sel prostat umur panjang
Prolikerasi abnormal sel strein
Sel yang mati kurang
Produksi stroma dan eptel berlebihan
Prostat membesar
Resiko perdarahan
TURP
Pemasangan folley cateter
Kerusakan mukosa urogenital
1Iritasi mukosa kandung kencing, terputusnya jaringan, trauma bekas insisi
Penurunan pertahanan tubuh
Rangsangan syaraf diameter kecil
Resiko infeksi
Obstruksi oleh jendolan darah post op
Gangguan eliminasi urine Kurangnya informasi terhadap pembedahan
Gate kontrole terbuka
Media pertumbuhan kuman
Residu urin berlebih
Hidronefrosis Refluk urine
Resiko ketidak efektifan pervusi ginjal