Republika Online - MK Batalkan Sanksi Media di UU Pemilu
Page 1 of 2
Rabu, 25 Februari 2009 pukul 07:03:00
MK Batalkan Sanksi Media di UU Pemilu JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pemberian sanksi kepada media massa yang ada dalam UU No 10/2008 tentang Pemilu Legislatif bertentangan dengan konstitusi. Karena itu, MK mengabulkan permohonan uji materiil (judicial review) kedua pasal itu. ''Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,'' kata Ketua MK, Mahfud MD, dalam sidang putusan, Selasa (24/2). Pemohon uji materiil adalah delapan pimpinan media cetak, yaitu Tarman Azzam (Harian Terbit), Kristanto Hartadi (Sinar Harapan), Sasongko Tedjo (Suara Merdeka), Ratna Susilowati (Rakyat Merdeka), Badiri Siahaan (Media Bangsa), Marthen Selamet Susanto (Koran Jakarta), Dedy Pristiwanto (Warta Kota), dan Ilham Bintang (Tabloid Cek & Ricek). Yang diuji materiil adalah Pasal 98 ayat (2), (3), dan (3), serta Pasal 99 ayat (1) dan (2). Pemohon menilai kedua pasal ini bertentangan dengan lima norma dalam UUD 1945, yaitu Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28F, Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28J ayat (1). Pemohon menggunakan UU No 40/1999 tentang Pers untuk menguji kedua pasal itu. Pasal 98 menyatakan bila terjadi pelanggaran pemberitaan, penyiaran, dan iklan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atau Dewan Pers menjatuhkan sanksi kepada lembaga penyiaran atau media cetak. Item-item yang harus diawasi termaktub di Pasal 93, 94, dan 95 UU Pemilu Legislatif. Pasal 99 menyatakan sanksi yang bisa diberikan KPI dan Dewan Pers kepada media cetak dan penyiaran itu mulai dari teguran tertulis; penghentian sementara acara yang bermasalah; pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu; denda; pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pada waktu tertentu; hingga pencabutan izin penyiaran/penerbitan. MK menilai pemberian sanksi yang berujung hingga pencabutan izin merupakan norma yang tak perlu. Pasalnya, UU Pers tak lagi mengenal lembaga perizinan. MK juga menilai penggeneralisasian lembaga penyiaran dan media cetak di kedua pasal itu kurang tepat. Pasal 98 dan 99 itu juga dinilai MK mencampuradukkan kedudukan dan kewenangan KPI dan Dewan Pers dengan kewenangan KPU dalam menjatuhkan sanksi kepada pelaksana kampanye pemilu. Menurut MK, jika kedua pasal itu diterapkan akan menyebabkan ketidakpastian hukum, ketidakadilan, dan bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi yang dijamin konstitusi. Selain itu, meniadakan prinsip kebebasan pers. Kendati pemberian sanksi di UU Pemilu dinyatakan tak lagi mengikat, MK menyatakan penanganan pelanggaran lembaga penyiaran dan media cetak dapat menggunakan UU Pers dan UU Penyiaran. ''Sehingga, tidak berarti terjadi kekosongan hukum bagi perlindungan publik,'' kata hakim konstitusi, Abdul Mukhtie Fadjar. Tarman Azzam menyatakan putusan ini memberikan nuansa kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pikiran secara tertulis. Dia menyatakan, putusan itu menunjukkan cara berpikir hakim yang sangat maju
http://ng.republika.co.id/koran/14/33655/MK_Batalkan_Sanksi_Media_di_UU_Pemilu
2/27/2009
Republika Online - MK Batalkan Sanksi Media di UU Pemilu
Page 2 of 2
dan memahami pentingnya perlindungan terhadap masyarakat. nap Kembali ke UU Pers/Penyiaran Setelah MK mengabulkan judicial review Pasal 98 dan 99 UU Pemilu Legislatif, maka sanksi atas pelanggaran Pasal 93, 94, dan 95 UU Pemilu Legislatif diserahkan kepada UU Pers dan UU Penyiaran. Pasal 93 - Iklan kampanye pemilu tak boleh mengganggu kenyamanan pembaca, pendengar, dan/atau pemirsa. - Wajib memberi kesempatan sama kepada peserta pemilu dalam pemuatan/penayangan iklan. Pasal 94 Media cetak dan penyiaran dilarang: - menjual blocking segment atau blocking time untuk kampanye pemilu. - menerima program sponsor dalam format atau segmen apa pun yang dapat dikategorikan sebagai iklan kampanye. - menjual spot iklan yang tak dimanfaatkan peserta pemilu. Pasal 95 Batas maksimum pemasangan iklan kampanye setiap peserta pemilu, setiap hari, selama masa kampanye adalah: - Untuk televisi 10 spot berdurasi paling lama 30 detik untuk setiap stasiun televisi. - Untuk radio 10 spot berdurasi paling lama 60 detik untuk setiap stasiun radio.
http://ng.republika.co.id/koran/14/33655/MK_Batalkan_Sanksi_Media_di_UU_Pemilu
2/27/2009