Renungan Kebaktian Natal‐Tutup Tahun‐Purna Bakti‐Syukur 29 Desember 2008, pukul 13:00 di Jln. Pemuda Asli II No. 15/21 Bacaan 1: Yesaya 9:1‐3; 5 Mazmur tanggapan: Maz. 139:1‐12 Bacaan 2: 1 Yoh. 4:10 Injil: Mat. 20: 17‐19 Yang berbahagia ialah orang yang membaca, merenungkan dan melakukan Firman Tuhan dalam kehidupannya sehari‐hari. Haleluya. Bapak, Ibu dan Saudara‐saudara yang dikasihi Tuhan kita Yesus Kristus, Bulan ini ada banyak sekali hari‐hari penting yang kita rayakan, ada hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember yang lalu, hari Natal yang kita rayakan setiap tahun, bahkan semenjak awal Desember kita semua sudah disibukkan dengan segala persiapan menyambut Natal tersebut. Dalam kalender gerejawi kita kenal masa penantian kedatangan atau menyambut Natal dengan istilah Advent. Tentu yang dimaksud dengan Advent agar kita bukan hanya mempersiapkan segala sesuatu yang berupa fisik belaka untuk perayaan Natal, namun terlebih penting mempersiapkan hati, pikiran dan diri kita serta melakukan refleksi tentang apa yang kita alami dan responi di dalam kehidupan selama tahun ini. Kedatangan Kristus ke bumi merupakan wujud Kasih Allah yang telah dinubuatkan jauh sebelumnya oleh para Nabi, seperti Nabi Yeyasa dalam bacaan pertama kita tadi. Suatu tindakan penyelamatan oleh Allah akibat dosa manusia yang membawa ke kematian. Memang, sejak manusia jatuh dalam dosa, sebenarnya terang kemuliaan Allah yang mula‐mula dimiliki manusia telah sirna, digantikan dengan kegelapan, dan manusia mencari‐cari terang itu dengan usahanya sendiri, melalui filsafat, animisme, dinamisme, antropoisme dan humanisme dimana manusialah yang menjadi pusat segala‐galanya, atau bahkan ateisme yang meniadakan Allah. Terang‐terang tadi ternyata tidak membawa ke tujuan, tapi malah makin membawa manusia ke kegelapan tiada taranya.
1
Tindakan Allah yang turun dari Surga dan menghampiri manusia ciptaanNya merupakan tindakan Kasih yang tanpa batas, tanpa catatan, tanpa prestensi atau dalam Bah. Inggris unconditional love. Suatu bentuk Kasih tanpa “jikalau kamu…maka aku…” tapi bentuk Kasih dari “meskipun kamu…maka aku tetap…” Ini pun nampak sejak semula, ketika Maria menerima rahmat Allah untuk mengandung bayi Yesus, meskipun Maria masih berstatus tunangan dengan Yusuf. Dan Yusuf pun harus mempraktekkan bahwa “meskipun Maria dikandung (oleh Roh Kudus) bukan karena Yusuf, tetapi Yusuf tetap mengambilnya menjadi istrinya.” Bayangkan situasi hubungan muda‐mudi saat ini atau bagaimana perilaku manusia saat ini, “sudah berbuat, eh, tidak mau bertanggung‐jawab pula!” Kegembiraan hidup atau semangat hidup seringkali kita wujudkan atau rasakan saat Natal saja, ingat istilah Kristen “kapal selam”? Jemaat yang hanya muncul saat Natal & Tahun Baru? Mungkin karena dipengaruhi suasana Natal yang memang selalu gembira, penuh ketawa‐ketiwi, penuh makanan‐minuman, baju dan sepatu baru? Jadi usai Natal, hidup itu kembali seperti sediakala, penuh kesusahan, penuh perjuangan, ah ribet! Padahal, justeru kita sebagai orang Kristen patut diberi gelar orang yang paling berbahagia di antara umat manusia lainnya! Mengapa? Karena kita sekurang‐kurangnya punya tiga Kegembiraan atau Kesukacitaan yang diberikan Tuhan hanya kepada kita! Apa itu? Pertama‐tama, kegembiraan Natal, seperti yang diungkapkan tadi juga dalam Yesaya: Terang itu datang, kita tidak lagi tinggal dalam kegelapan. Allah kita adalah yang solider yang tidak berpangku tangan di singgasananya dan menunggu laporan serta memberi titah, tapi Dia datang menghampiri persis ketika Adam & Hawa berbuat dosa, maka Allah datang mencari mereka berdua. Mengapa? Karena kita adalah ciptaannya, buah tangannya, Dia tahu betul siapa kita seperti yang diungkapkan dalam Mazmur yang kita telah baca tadi. Kedua, kegembiraan yang juga tidak kalah pentingnya, bahkan amat penting terungkap dari bacaan Matius 20: 17‐19 dan sejajar dengan dari 1 Yoh 4: 10, yang mengungkapkan betapa unconditional love ditunjukkan Tuhan kepada kita, dalam bentuk pengorbanannya di kayu salib. Lho, kok gembira, bukannya sedih? Ya, 2
memang kalau kita lihat bagaimana penggambaran penyiksaan Yesus dalam film‐ film, kita patut bersedih, tapi kalau hal itu tidak terjadi maka, sama seperti Paulus katakan, bahwa sia‐sialah kepercayaan kita, bahkan Paulus mengatakan kita termasuk manusia yang paling malang, kalau Yesus tidak mati di kayu salib dan tidak bangkit pada hari ketiga. Karena itulah misi utama kedatangannya ke bumi, menyelamatkan makhluk ciptaanNya! Kegembiraan ketiga, dan menurut saya ini adalah kegembiraan yang tiada taranya (the ultimate joy) yaitu kepastian bahwa Ia akan datang kembali, Maranatha, untuk menjemput dan menyediakan tempat bagi siapapun anak‐anakNya yang setia sampai akhir. Di situlah kita akan berjumpa muka‐dengan muka dengan Anak Domba Allah, Raja kita. Bapak, Ibu, Saudara yang saya kasihi dalam Yesus Kristus, Di akhir tahun ini ada juga peristiwa di UKI yaitu purna baktinya kekasih kita Pak Marno, yang sudah mengabdi di UKI lebih dari 30 tahun. Pak Marno yang kita kenal tetap dari dulu sampai sekarang tidak berubah, kecuali tentu perawakan yang semakin tua, tapi kebaikan hatinya, siap sedia menolong dan menjalankan tugas, itu yang patut juga kita tiru. Selain itu, baru saja kita mendapatkan pemimpin baru di tingkat universitas, semoga pemimpin yang baru membawa angin segar pembaharuan yang selama ini kita nanti‐nantikan. Karena perjuangan untuk menuju UKI yang lebih baik tentulah menjadi tanggung‐jawab kita bersama. Sanggupkah kita menunjukkan unconditional love kepada siapa pun yang kita jumpai di hari‐hari mendatang? Semoga Tuhan sumber Kasih dan Damai Sejahtera itulah yang memberi kekuatan kepada kita. Amin. (AS)
3