REFERAT ARTRITIS GOUT
Disusun oleh: Novita Rahmawati (030.14.146) Aida Umar (030.14.007) Riawanti (030.13.166) Dimas Bambang Frasesa (030.14.053)
Pembimbing: dr. Wahyu Rosharjanto, Sp. OT
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BAGIAN BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER SOESELO SLAWI PERIODE 18 FEBRUARI – 27 APRIL 2019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT ARTRITIS GOUT
Disusun Oleh : Novita Rahmawati (030.14.146) Aida Umar (030.14.007) Riawanti (030.13.166) Dimas Bambang Frasesa (030.14.053)
Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Doktor Soeselo Slawi Periode 18 Februari – 27 April 2019
Jakarta, April 2019
Pembimbing Dr. Wahyu Rosharjanto, Sp. OT i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul “Artritis Gout” dengan baik dan tepat waktu. Referat ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Bedah di RSUD dr. Soeselo Slawi Periode 18 Februari – 27 April 2019. Dalam menyelesaikan laporan kasus, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Wahyu Rosharjanto, Sp. OT, selaku pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dan menjalani Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Bedah di RSUD dr. Soeselo Slawi. 2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD dr. Soeselo Slawi 3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD dr. Soeselo Slawi. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga pembuatan referat ini dapat memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk rekan-rekan kedokteran maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.
Slawi, April 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................................................i KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii DAFTAR ISI............................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................. 3 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sendi ...................................................................................... 3 2.2 Definisi Artritis Gout .................................................................................................. 7 2.3 Epidemiologi ............................................................................................................... 7 2.4 Etiologi........................................................................................................................ 7 2.5 Faktor Risiko............................................................................................................... 9 2.6 Patofisiologi .............................................................................................................. 10 2.7 Manifestasi Klinis ..................................................................................................... 13 2.8 Penegakan Diagnosis ................................................................................................ 13 2.9 Penatalaksanaan ........................................................................................................ 16 2.10 Komplikasi .............................................................................................................. 21 2.11 Prognosis ................................................................................................................ 21 BAB III KESIMPULAN............................................................................................................ 23 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 24
iii
BAB I PENDAHULUAN
Artritis gout merupakan salah satu penyakit sistemik yang sering ditemukan di masyarakat yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat pada sendi dan jaringan lunak. Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin dalam ginjal. Sehingga jika terjadi peningkatan kadar asam urat dan ginjal tidak mampu mengatur keseimbangannya dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan nyeri di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Penyebab penumpukan kristal di daerah tersebut diakibatkan tingginya kadar asam urat dalam darah. Bahan pangan yang tinggi kandungan purinnya dapat meningkatkan kadar urat dalam darah antara 0,5 – 0,75 g/ml purin yang dikonsumsi. Konsumsi lemak atau minyak tinggi seperti makanan yang digoreng, santan, margarin atau mentega dan buah-buahan yang mengandung lemak tinggi seperti durian dan alpukat juga berpengaruh terhadap pengeluaran asam urat.1-2 Artritis gout merupakan salah satu penyakit yang secara epidemiologi sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. prevalensi penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita perempuan dengan rasio 2-7:1. Penelitian meta-analisis di Cina pada tahun 2011 mendapatkan prevalensi hiperurisemia sebesar 21,6% pada pria dan 8,6% pada wanita. Pada laki-laki terjadi peningkatan kadar asam urat dimulai usia pubertas hingga mencapai puncak usia 40-50 tahun. Kadar asam urat pada laki-laki meningkat seiring peningkatan usia dikarenakan laki-laki tidak memiliki hormone estrogen yang dapat membantu pembuangan asam urat. Sedangkan, wanita yang mengalami peningkatan asam urat bila memasuki masa menopause.3,4 Angka kejadian artritis gout di Indonesia masih belum jelas karena data yang masih sedikit. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki berbagai macam jenis etnis dan kebudayaan, jadi sangat memungkinkan jika Indonesia memiliki lebih banyak variasi jumlah kejadian artritis gout. Pada tahun 2009 di Maluku Tengah ditemukan 132 kasus, dan terbanyak ada di Kota Masohi berjumlah 54 kasus. Prevalensi artritis gout di Desa Sembiran, Bali sekitar 18,9%, sedangkan di Kota Denpasar sekitar 18,2%. Tingginya prevalensi artritis gout di masyarakat Bali berkaitan dengan kebiasaan makan makanan tinggi purin seperti lawar babi yang diolah dari daging babi, betutu ayam/itik, pepes ayam/babi, sate babi, dan babi guling.3,5 1
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,jumlah kasus gout artritis dari tahun ketahun mengalami peningktan dibndingkan dengan kasus penyakit tidak menular lainnya. Pada tahun 2007 jumlah kasus artritis gout di Tegal sebanyak 5,7 % meningkat menjadi 8,7 % pada tahun 2008, dari data rekam medik di RSU Kardinah selama tahun 2008 tercatat 1068 penderita baik rawat inap maupun penderita rawat jalan yang melakukan pemeriksan kadar asam urat 40% diantranya menderita hiperurisemia.6
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sendi 2.1.1 Anatomi Sendi
Tipe-tipe persendian Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu dengan ruas tulang lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya. Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Dilihat dari strukturnya, terdapat tiga tipe sendi adalah sebagai berikut. 1. Sendi Fibrosa (Sinartrodial) Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Sendi ini tidak memiliki tulang rawan, dan tulang yang satu dengan tulang yang lainnya dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa. Terdapat dua tipe sendi fibrosa, yaitu sutura (diantara tulang-tulang tengkorak), dan sindesmosis yang terdiri dari suatu membran interoseus atau suatu ligament diantara tulang. Contoh dari sendi ini adalah perlekatan tulang tibia dan fibula di bagian distal.
3
2. Sendi Kartilaginosa (amfiartrodial) Sendi kartilaginosa merupakan sendi yang ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh rawan hialin, disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit bergerak. Ada dua tipe kartilaginosa, yaitu sinkondrosis dan simfisis. Sinkondrosis adalah sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh rawan hialin. Contohnya adalah sendi kostokondral. Sedangkan simfisis adalah sendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago antara tulang dan selapis tipis rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Contohnya adalah simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang punggung. 3. Sendi sinovial (diartrodial) Merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan kapsul dan ligament artikular yang membungkusnya. Sendi gerak dibagi menjadi lima macam, yaitu sendi peluru, sendi engsel, sendi putar, sendi geser, sendi pelana. 1) Sendi peluru Sendi peluru merupakan hubungan dua tulang yang memungkinkan terjadinya gerakan ke segala arah. Pada jenis persendian ini sering terjadi lepas sendi. Contoh sendi peluru adalah hubungan antar tulang lengan atas dengan gelang bahu dan hubungan antara tulang paha dengan gelang panggul. Pada kedua ujung tulang yang berhubungan ini, ujung yang satu berbonggol, sedangkan ujung yang satunya berlekuk seperti mangkuk. 2) Sendi engsel Sendi engsel merupakan hubungan dua buah tulang yang salah satu tulangnya hanya dapat digerakkan ke satu arah. Sendi ini mirip dengan engsel pintu rumah yang dapat membuka ke satu arah saja sendi engsel terdapat pada lutut dan siku serta antar ruas jari. 3) Sendi putar Sendi putar merupakan hubungan dua buah tulang yang memungkinkan tulang yang satu bergerak memutar pada tulang lainnya. Sendi putar terdapat pada hubungan antara tulang atlas (merupakan ruas pertama dari tulang leher) dengan tulang pemutar yang menyebabkan kepala dapat berputar. Sendi putar juga terdapat di antara tulang hasta dan tulang pengumpil.
4
4) Sendi geser Sendi geser merupakan hubungan dua buah tulang yang memungkinkan pergeseran antar tulang, misalnya sendi yang terdapat pada tulang belakang. 5) Sendi pelana Sendi pelana merupakan hubungan dua buah tulang yang permukaannya berbentuk pelana kuda. Sendi ini terdapat diantara tulang telapak tangan dengan ruas ibu jari, lutut dan siku. Jenis persendian yang paling banyak adalah jenis diarthrosis. Ujung-ujung tulang yang bergabung pada persendian ini dilapisi oleh tulang rawan sendi (articular cartilage) dan dipisahkan oleh rongga sendi (joint cavity) yang berisi cairan synovia. Oleh karena itu persendian ini disebut juga synovial joint.7,8
Macam-Macam Sendi Gerak 2.1.2 Fisiologi Sendi. Sebagian besar sendi kita adalah sendi synovial yaitu sendi yang mempunyai cairan synovial yang berfungsi membantu pergerakan antara dua buah tulang yang bersendi agar lebih leluasa. Permukaan tulang yang bersendi pada synovial joint diselubungi oleh lapisan hyaline cartilage yang tipis yang disebut articular cartilage. Kartilago ini berwarna putih, halus, jaringan pengikat fibrosus yang membungkus ujung tulang untuk melindungi tulang dari gerakan sendi. Kartilago ini juga membuat tulang bergerak lebih bebas terhadap satu sama lain. Kartilago artikular terdapat di ujung akhir dari os femur atau tulang paha, ujung atas os tibia atau tulang kering dan di belakang os patella atau tempurung lutut.9 Keseluruhan daerah sendi dikelilingi sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul sendi. Kapsul sendi merupakan pengikat kedua tulang yang bersendi agar tulang tetap berada pada tempatnya saat terjadi gerakan.10 5
Kapsul sendi terdiri dari 2 lapisan yaitu sebagai berikut.10 1. Fibrous capsul Fibrous capsul merupakan kapsul sendi lapisan luar yang terdiri dari jaringan connective yang kuat dan tidak teratur yang akan berlanjut menjadi lapisan fibrous dari periosteum yang menutupi bagian tulang. Sebagian lagi akan menebal dan membentuk ligamentum. 2. Synovial membrane Synovial membrane merupakan kapsul sendi lapisan dalam yang membatasi cavum sendi dan bagian luar merupakan bagian articular cartilage. Membran ini terdiri dari kumpulan jaringan connective dan tipis. Cairan synovial dihasilkan oleh membran ini yang terdiri dari seum darah dan cairan sekresi dari sel synovial. Cairan synovial merupakan campuran kompleks dari polisakarida protein, lemak dan sel-sel lainnya. Polisakarida mengandung hyaluronic acid yang merupakan penentus kualitas dari cairan synovial dan berfungsi sebagai pelumas dari permukaan sendi sehingga sendi mudah diggerakkan.
Sendi synovial
6
2.2 Definisi Artritis Gout Artritis Gout adalah salah satu penyakit sistemik yang terdapat penimbunan kristal monosodium urat pada sendi dan jaringan lunak, sehingga membuat tanda-tanda peradangan seperti nyeri, kemerahan, dan hangat dengan onset yang cepat.1 2.3 Epidemiologi Prevalensi hiperurisemia cenderung meningkat baik pada negara maju maupun negara berkembang dalam beberapa dekade terakhir ini. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi geografis, etnis dan konstitusi faktor genetik. Prevalensi penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita perempuan dengan rasio 2-7:1 yang proporsi puncaknya pada usia lima puluhan. Penelitian meta-analisis di Cina pada tahun 2011 mendapatkan prevalensi hiperurisemia sebesar 21,6% pada pria dan 8,6% pada wanita.3 Sedangkan jumlah kejadian artritis gout di Indonesia masih belum jelas karena data yang masih sedikit. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki berbagai macam jenis etnis dan kebudayaan, jadi sangat memungkinkan jika Indonesia memiliki lebih banyak variasi jumlah kejadian artritis gout Pada tahun 2009 di Maluku Tengah ditemukan 132 kasus, dan terbanyak ada di Kota Masohi berjumlah 54 kasus. Prevalensi artritis gout di Desa Sembiran, Bali sekitar 18,9%, sedangkan di Kota Denpasar sekitar 18,2%. Tingginya prevalensi artritis gout di masyarakat Bali berkaitan dengan kebiasaan makan makanan tinggi purin seperti lawar babi yang diolah dari daging babi, betutu ayam/itik, pepes ayam/babi, sate babi, dan babi guling.3,5 Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah,jumlah kasus artritis gout dari tahun ketahun mengalami peningktan dibndingkan dengan kasus penyakit tidak menular lainnya. Pada tahun 2007 jumlah kasus artritis gout di Tegal sebanyak 5,7 % meningkat menjadi 8,7 % pada tahun 2008, dari data rekam medik di RSU Kardinah selama tahun 2008 tercatat 1068 penderita baik rawat inap maupun penderita rawat jalan yang melakukan pemeriksan kadar asam urat 40% diantranya menderita hiperurisemia.6 2.4 Etiologi Berdasarkan penyebabnya, penyakit asam urat digolongkan menjadi 2, yaitu: 1. Gout Primer Penyebab kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini diduga berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan metabolisme yang
7
dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat. Hiperurisemia atau berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh dikatakan dapat menyebabkan terjadinya gout primer.1,4 Hiperurisemia primer adalah kelainan molekular yang masih belum jelas diketahui. Berdasarkan data ditemukan bahwa 99% kasus adalah gout dan hiperurisemia primer. Gout primer yang merupakan akibat dari hiperurisemia primer, terdiri dari hiperurisemia karena penurunan ekskresi (80-90%) dan karena produksi yang berlebih (10-20%).1 Hiperurisemia karena kelainan enzim spesifik diperkirakan hanya 1% yaitu karena peningkatan aktivitas varian dari enzim phosporibosylpyrophosphatase (PRPP) synthetase, dan kekurangan sebagian dari enzim hypoxantine phosporibosyltransferase (HPRT). Hiperurisemia primer karena penurunan ekskresi kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat yang menyebabkan hiperurisemia. Hiperurisemia akibat produksi asam urat yang berlebihan diperkirakan terdapat 3 mekanisme adalah sebagai berikut.4,11 a) Kekurangan enzim menyebabkan kekurangan inosine monopospate (IMP) atau purine nucleotide yang mempunyai efek feedback inhibition proses biosintesis de novo. b) Penurunan pemakaian ulang menyebabkan peningkatan jumlah PRPP yang tidak dipergunakan. Peningkatan jumlah PRPP menyebabkan biosintesis de novo meningkat. c) Kekurangan enzim HPRT menyebabkan hipoxantine tidak bisa diubah kembali menjadi IMP, sehingga terjadi peningkatan oksidasi hipoxantine menjadi asam urat. 2. Gout sekunder Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan sekresi menurun. Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis de novo terdiri dari kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada syndome Lesh-Nyhan, kekurangan enzim glukosa-6 phosphate pada glycogen storage disease dan kelainan karena kekurangan enzim fructose-1 phosphate aldolase melalui glikolisis anaerob. Hiperurisemia sekunder karena produksi berlebih dapat disebabkan karena keadaan yang menyebabkan peningkatan pemecahan ATP atau pemecahan asam nukleat dari dari intisel. Peningkatan pemecahan ATP akan membentuk AMP dan berlanjut membentuk IMP atau purine nucleotide dalam metabolisme purin, sedangkan hiperurisemia akibat penurunan ekskresi dikelompokkan dalam beberapa kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus, penurunan fractional uric acid clearence dan pemakaian obatobatan.1,4 8
2.5 Faktor Risiko Berikut ini yang merupakan faktor resiko dari gout.1 1. Suku bangsa /ras Suku bangsa yang paling tinggi prevalensi nya pada suku maori di Australia. Prevalensi suku Maori terserang penyakit asam urat tinggi sekali sedangkan Indonesia prevalensi yang paling tinggi pada penduduk pantai dan yang paling tinggi di daerah ManadoMinahasa karena kebiasaan atau pola makan dan konsumsi alkohol. 2. Konsumsi alkohol Konsumsi alkohol menyebabkan serangan gout karena alkohol meningkatkan produksi asam urat. Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk sampingan dari metabolisme normal alkohol. Asam laktat menghambat 5 ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi peningkatan kadarnya dalam serum. 3. Konsumsi ikan laut Ikan laut merupakan makanan yang memiliki kadar purin yang tinggi. Konsumsi ikan laut yang tinggi mengakibatkan asam urat. 4. Penyakit Penyakit-penyakit yang sering berhubungan dengan hiperurisemia seperti obesitas, diabetes melitus, penyakit ginjal, hipertensi, dan dislipidemia. Adipositas tinggi dan berat badan merupakan faktor resiko yang kuat untuk gout pada laki-laki, sedangkan penurunan berat badan adalah faktor pelindung. 5. Obat-obatan Beberapa obat-obat yang turut mempengaruhi terjadinya hiperurisemia seperti diuretik, antihipertensi, aspirin, dsb. Obat-obatan juga mungkin untuk memperparah keadaan. Diuretik sering digunakan untuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, tetapi hal tersebut juga dapat menurunkan kemampuan ginjal untuk membuang asam urat. Hal ini pada gilirannya, dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan menyebabkan serangan gout. Gout yang disebabkan oleh pemakaian diuretik dapat "disembuhkan" dengan menyesuaikan dosis. Serangan Gout juga bisa dipicu oleh kondisi seperti cedera dan infeksi.hal tersebut dapat menjadi potensi memicu asam urat. Hipertensi dan penggunaan diuretik juga merupakan faktor risiko penting independen untuk gout. Aspirin memiliki 2 mekanisme kerja pada asam urat, yaitu: dosis rendah menghambat ekskresi asam urat dan meningkatkan kadar asam urat, sedangkan dosis tinggi (> 3000 mg / hari) adalah uricosurik.
9
6. Jenis Kelamin Pria memiliki resiko lebih besar terkena nyeri sendi dibandingkan perempuan pada semua kelompok umur, meskipun rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama pada usia lanjut. Dalam Kesehatan dan Gizi Ujian Nasional Survey III, perbandingan laki-laki dengan perempuan secara keseluruhan berkisar antara 7:1 dan 9:1. Dalam populasi managed care di Amerika Serikat, rasio jenis kelamin pasien laki-laki dan perempuan dengan gout adalah 4:1 pada mereka yang lebih muda dari 65 tahun, dan 3:1 pada mereka lima puluh 6 persen lebih dari 65 tahun. Pada pasien perempuan yang lebih tua dari 60 tahun dengan keluhan sendi datang ke dokter didiagnosa sebagai gout, dan proporsi dapat melebihi 50% pada mereka yang lebih tua dari 80 tahun. 7. Diet tinggi purin Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa HDL yang merupakan bagian dari kolesterol, trigliserida dan LDL disebabkan oleh asupan makanan dengan purin tinggi 2.6 Patofisiologi Metabolisme asam urat Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Purin merupakan hasil metabolisme asam nukleat yang secara langsung diubah dari makanan. Pemecahan nukelotida purin terjadi di semual sel, tetapi asam urat hanya dihasilkan oleh jaringan yang mengandung xanthine oxsidase (XO) terutama di hepar dan usus kecil. Rerata sintesis asam urat endogen setiap harinya adalah 300-600 mg per hari, dari diet 600 mg per hari lalu diekskresikan ke urin rerata 600 mg per hari dan ke usus sekitar 200 mg per hari. Pada keadaan normal, 90% metabolit nukleotid (adenine, guanine dan hipoxantin) dipakai kembali untuk membentuk adenine monophosphat (AMP), inosinemonophosphat (IMP) dan guanine monophosphate (GMP) oleh enzim adenine phosphoribosyltransferase (APRT) dan hypoxantine guanine phosphoribosyltransferase (HGPRT). Dua pertiga total urat tubuh berasal dari pemecahan purin endogen, hanya sepertiga yang berasal dari diet yang mengandung purin. Pada pH netral, asam urat dalam bentuk ion asam urat (monosodium urat) banyak terdapat dalam darah.12 Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribosa, yaitu 5phosporibosyl-1-porphosphat (PRPP) yang didapat dari ribose 5 fosfat yang disintesis dengan ATP (adenosinetriphosphate) dan merupakan sumber gugus ribosa. Reaksi pertama, PRPP bereaksi dengan glutamin membentuk fosforibosilamin yang mempunyai sembilan cincin purin. Reaksi ini kemudian dikatalisis oleh PRPP glutamil amidotransferase, suatu enzim yang
10
dihambat oleh produk nukleotida IMP, AMP dan GMP. Ketiga nukleotida ini juga menghambat produksi nukelotida purin dengan menurunkan kadar substrat PRPP. IMP merupakan nukleotida purin pertama yang dibentuk dari gugus glisin dan mengandung basa hipoxanthine. IMP berfungsi sebagai titik cabang dari nukelotida adenine dan guanine.12 AMP berasal dari IMP melalui penambahan sebuah gugus amino aspartate ke karbon enam cincin purin dalam reaksi yang memerlukan guanosine triphosphate (GTP). GMP berasal dari IMP melalui pemindahan satu gugus amino dari amino glutamin ke karbon dua cincin purin, reaksi ini membutuhkan ATP. Selanjutnya AMP mengalami deaminasi menjadi inosin, kemudian IMP dan GMP mengalami defosforilasi menjadi inosin dan guanosin. Basa hypoxanthine terbentuk dari IMP yang mengalami defosforilasi dan diubah oleh xanthine oxidase menjadi xhantine serta guanine akan mengalami deaminasi untuk menghasilkan xanthine juga. Xhantine akan diubah oleh xhantine oxidase menjadi asam urat.6
Metabolsime asam urat.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa asam urat dalam peredaran darah dalam bentuk monosodium urat (MSU). Apabila konsentrasi MSU dalam plasma berlebih atau dalam keadaan hiperurisemia yaitu lebih dari 7,0 mg/dL maka akan membentuk kristal. Hal ini terjadi dikarenakan kristal MSU tersebut tingkat kelarutan dalam plasma sangat rendah. Faktorfaktor yang mendorong terjadinya serangan artritis gout pada penderita hiperurisemia belum 11
diketahui pasti. Diduga kelarutan asam urat dipengaruhi oleh pH, suhu dan ikatan antara asam urat dan protein plasma.6 Kristal MSU yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah dengan mengaktifkan sel-sel melalui rute konvensional yaitu opsonisasi dan fagositosis serta mengeluarkan mediator inflamasi. Mekanisme kedua adalah MSU berinteraksi langsung dengan membran lipid dan protein melalui membran sel dan glikoprotein pada fagosit. Dari interaksi tersebut mengaktivasi beberapa jalur transduksi seperti protein G, fosfolipase C dan D, Srctyrosine-kinase, ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase, dan p38 mitogen-activated protein kinase. Mediatormediator tersebut akan menginduksi pengeluaran interleukin (IL) pada sel monosit dan merupakan faktor penentu terjadinya akumulasi neutrofil.12 Pengenalan kristal MSU atau desensitisasi diperantarai oleh Toll-like receptor (TLR) 2 dan TLR 4 yang kemudian kedua reseptor tersebut beserta TLR protein penyadur MyD88 mendorong terjadinya fagositosis. Proses pengenalan oleh TLR 2 dan 4 akan mengaktifkan faktor transkripsi nuclear factor-kB dan menghasilkan berbagai macam faktor inflamasi. Proses fagositosis MSU mengahasilkan reactive oxygen species melalui NADPH oksidase. Keadaan tersebut mengakitfkan NLRP3, MSU juga menginduksi pelepasan ATP yang nantinya akan mengaktifkan P2X7R. Ketika P2X7R diaktifkan akan terjadi proses pengeluaran cepat kalium dari dalam sel yang merangsang NLRP3. Kompleks makro molekular yang disebut dengan inflamasom terdiri dari NLRP3, ASC dan pro-caspase-1 dan CARDINAL. Semua proses diatas nantinya akan menghasilkan IL-1alfa.12 Salah satu komponen utama pada inflamasi akut adalah pengaktifan vascular endothelial yang menyebabkan vasodilatasi dengan peningkatan aliran darah, peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma dan pengumpulan leukosit ke dalam jaringan. Aktivasi endotel akan menghasilkan molekul adhesi seperti E-selectin, intercellular adhesion molecule1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang kemungkinan disebabkan karena adanya faktor TNF-alfa yang dikeluarkan oleh sel mast.12 Neutrofil berkontribusi pada proses inflamasi melalui faktor kemotaktik yaitu sitokin dan kemokin yang berperan pada adhesi endotel dan proses transmigrasi. Sejumlah faktor yang diketahui berperan dalam proses artritis gout adalah IL-1alfa, IL-8, CXCL1 dan granulocyte stimulating-colony factor.12 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kadar MSU dalam darah dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu produksi dan ekskresi. Apabila kedua faktor tersebut terganggu maka akan
12
memengaruhi kadar MSU, bisa berlebih ataupun bisa berkurang. Hiperurisemia adalah kadar MSU dalam darah yang berlebih yaitu lebih dari 7 mg/dL.12 2.7 Manifestasi Klinis 1. Akut Radang sendi pada stadium ini sangat akut yang timbul sangat cepat dalam waktu singkat, Pasien tidur tampa gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Bersifat monoartikuler keluhan utama nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam mengigil dan merasa lelah. Lokasi yang sering MTP-1 yang biasa disebut podagra. 2. Interkritikal Kelanjutan stadium akut dimana asimtomatik. Tidak didapatkan tanda radang akut tapi pada aspirasi cairan sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukan proses peradangan terus berlanjut. Tanpa penanganan yang baik dan pengaturan asam urat yang benar, maka timbul serangan akut lebih sering. Tampa manejemen yang benar akan berlanjut ke stadium kronis. 3. Kronis Pada stadium ini biasa pasien mengobati sendiri sehingga dalam waktu lama tidak berobat teratur ke dokter.. Berupa tofi yang banyak dan poliartikular. Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang dapat timbul infeksi sekunder.13 2.8 Penegakan Diagnosis Diagnosis artritis gout dilakukan sesuai dengan kriteria dari The American College of Rheumatology (ACR) yaitu terdapat kristal urat dalam cairan sendi atau tofus dan/atau bila ditemukan 6 dari 12 kriteria yaitu sebagai berikut.14 1. Inflamasi maksimum pada hari pertama, 2. Serangan akut lebih dari satu kali 3. Artritis monoartikuler 4. Sendi yang terkena berwarna kemerahan 5. Pembengkakan dan nyeri pada sendi metatarsophalangeal 6. Serangan pada sendi metatarsofalangeal unilateral
13
7. Adanya tofus 8. Hiperurisemia, 9. Foto sinar-X tampak pembengkakan sendi asimetris 10. Kista subkortikal tanpa erosi, dan kultur bakteri cairan sendi negatif. Sedangkan menurut Fauci et al, diagnosis artritis gout meliputi kriteria analisis cairan sinovial, terdapat kristal-kristal asam urat berbentuk jarum baik di cairan eksraseluler maupun intraseluler, asam urat serum, asam urat urin, ekskresi >800 mg/dl dalam diet normal tanpa pengaruh obat, yang menunjukkan overproduksi, skrining untuk menemukan faktor resiko, seperti urinalisis, serum kreatinin, tes fungsi hati, kadar glukosa dan lemak, dan hitung darah lengkap, jika terbukti karena overproduksi, konsentrasi eritrosit hypoxantine guanine phosporibosyl transferase (HGPRT) dan 5-phosphoribosyl-1-pyrophosphate (PRPP) terbukti meningkat, foto sinar-X, menunjukkan perubahan kistik, erosi dengan garis tepi bersklerosi pada artritis gout kronis.14 Artritis gout memiliki diagnosis banding seperti artritis septik, psoriasis, calcium pyrophosphate deposition disease (CPPD), dan artritis rematik. Untuk diagnosis definitif artritis gout dikonfirmasikan dengan analisis cairan sendi dimana pada penderita artritis gout mengandung monosodium urat yang negatif birefringent (refraktif ganda) yang juga ditelan oleh neutrofil (dilihat dengan mikroskop sinar terpolarisasi) (Setter dan Sonnet, 2005). Analisis cairan sinovial dan kultur sangat penting untuk membedakan artritis septik dengan artritis gout. Artritis gout cenderung tidak simetris dan faktor reumatoid negatif, sedangkan pada artritis rematik cenderung terjadi simetris dan lebih dari 60% kasus memiliki faktor reumatoid positif. Hiperurisemia juga sering terjadi pada penderita psoriasis dan adanya lesi kulit membedakan kasus ini dengan artritis gout.15 Pemeriksaan Penunjang 1. Serum asam urat Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini mengindikasikan hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau gangguan ekskresi. 2. Angka leukosit Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3 selama serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam batas normal yaitu 5000 - 10.000/mm3.
14
3. Eusinofil Sedimen rate (ESR) Meningkat
selama
serangan
akut.
Peningkatan
kecepatan
sedimen
rate
mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat dipersendian. 4. Urin spesimen 24 jam Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi dan asam urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 - 750 mg/24 jam asam urat didalam urin. Ketika produksi asam urat meningkat maka level asam urat urinmeningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam mengindikasikan gangguan ekskresipada pasien dengan peningkatan serum asam urat.Instruksikan pasien untuk menampung semua urin dengan peses atau tisu toilet selama waktu pengumpulan. Biasanya diet purin normal direkomendasikan selama pengumpulan urin meskipun diet bebas purin pada waktu itu diindikasikan. 5. Analisis cairan Aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau materialaspirasi dari sebuah tofi menggunakan jarum kristal urat yang tajam, memberikan diagnosis definitif gout. 6. Pemeriksaan radiografi Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan menunjukkan tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit berkembang progresif maka akan terlihat jelas/area terpukul pada tulang yang berada di bawah sinovial sendi.14
15
2.9 Penatalaksanaan Tujuan pengobatan pada penderita artritis gout adalah : 1. Mengurangi rasa nyeri 2. Mempertahankan fungsi sendi 3. Mencegah terjadinya kelumpuhan. Terapi yang diberikan harus dipertimbangkan sesuai dengan berat ringannya artrtitis gout. Penatalaksanaan utama pada penderita artritis gout meliputi edukasi pasien tentang diet, lifestyle, medikamentosa berdasarkan kondisi obyektif penderita, dan perawatan komorbiditas. Pengobatan artritis gout bergantung pada tahap penyakitnya. Hiperurisemia asiptomatik biasanya tidak membutuhkan pengobatan. Serangan akut artritis gout diobati dengan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid atau kolkisin. Obat-obat ini diberikan dalam dosis tinggi atau dosis penuh untuk mengurangi peradangan akut sendi. Beberapa lifestyle yang dianjurkan antara lain menurunkan berat badan, mengkonsumsi makanan sehat, olahraga, menghindari merokok, dan konsumsi air yang cukup. Modifikasi diet pada penderita obesitas diusahakan untuk mencapai indeks masa tubuh yang ideal, namun diet yang terlalu ketat dan diet tinggi protein atau rendah karbohidrat sebaiknya dihindari. Untuk latihan fisik penderita artritis gout sebaiknya berupa latihan fisik yang ringan, karena dikhawatirkan akan menimbulkan trauma pada sendi.
16
Algoritma Terapi American College Of Rheumatology
Indikasi terapi hiperurisemia adalah tofus, gambaran radiografik adanya erosi akibat gout, nefrolitiasis karena asam urat, nefropati urat, profilaksis untuk kemoterapi yang menginduksi artritis gout, dan penderita kambuhan yang mengganggu kualitas hidup . Target terapi pada artritis gout adalah untuk mengurangi keluhan dan gejala dimana kadar asam urat yang dituju adalah sekurangkurangnya <6 mg/dl atau <5 mg/dl. Obat golongan xantin oksidase inhibitor seperti alopurinol dan febuxostat direkomendasikan sebagai lini pertama untuk pengobatan atau urate lowering therapy (ULT). Pada penderita artritis gout Dosis awal alopurinol yang diberikan sebaiknya tidak lebih dari 100 mg perhari dan dosis ini dikurangi apabila didapatkan CKD, namun dosis pemeliharaan dapat mencapai 300 mg perhari walaupun menderita CKD. Direkomendasikan untuk meningkatkan dosis pemeliharaan alopurinol tiap 2 sampai 5 minggu untuk mendapatkan dosis yang efektif bagi penderita artritis gout, untuk itu perlu dilakukan monitor kadar asam urat tiap 2 sampai 5 minggu selama titrasi allopurinol. Febuxostat merupakan obat golongan xantin oksidase inhibitor yang 17
direkomendasikan sebagai terapi hiperurisemia pada penderita artritis gout yang memiliki kontraindikasi ataupun intoleransi terhadap allopurinol. Febuxostat memiliki struktur yang berbeda dengan alopurinol, bersifat lebih poten terhadap xantin oksidase dan tidak memiliki efek terhadap enzim lain pada metabolisme purin dan pirimidin. Dosis yang disarankan adalah 80 mg perhari, dan dapat ditingkatkan 120 mg perhari bila target kadar asam urat tidak tercapai setelah 2 sampai 4 minggu. Obat lain yang diberikan pada artritis gout adalah probenesid, obat golongan urikosurik ini diberikan sebagain alternatif lini pertama pengobatan apabila didapatkan kontraindikasi terhadap obat golongan xantin oksidase inhibitor. Dosis yang diberikan pada orang dewasa yakni 500 mg, diberikan 2 kali perhari dan dosis maksimal 2 gram perhari. Namun obat ini tidak dapat diberikan pada penderita yang mengalami penurunan fungsi ginjal dan riwayat batu saluran kemih.
18
Treatment Algoritm for Acute Gouty Artritis
Untuk penderita artritis gout yang mengalami peptic ulcers, perdarahan atau perforasi sebaiknya mengikuti standar atau guideline penggunaan NSAID. Kolkisin dapat menjadi alternatif namun memiliki efek kerja yang lebih lambat dibandingkan dengan NSAID. Kortikosteroid baik secara oral, intraartikular, intramuskular, ataupun intravena lebih efektif diberikan pada gout monoartritis, penderita yang tidak toleran terhadap NSAID dan penderita yang mengalami refrakter terhadap pengobatan lainnya. 19
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebaiknya pengobatan serangan artritis gout diobati dalam 24 jam pertama serangan, salah satu pertimbangan pemilihan obat adalah berdasarkan tingkatan nyeri dan sendi yang terkena. Terapi kombinasi dapat dilakukan pada kondisi akut yang berat dan serangan artritis gout terjadi pada banyak sendi besar. Terapi kombinasi yang dilakukan adalah kolkisin dengan NSAID, kolkisin dan kortikosteroid oral, steroid intraartikular dan obat lainnya. Untuk kombinasi NSAID dengan kortikosteroid sistemik tidak disarankan karena dikawatirkan menimbulkan toksik pada saluran cerna. 1. NSAID Obat golongan NSAID yang direkomendasikan sebagai lini pertama pada kondisi artritis gout akut adalah indometasin, naproxen, dan sulindak. Ketiga obat tersebut dapat menimbulkan efek samping serius pada saluran cerna, ginjal, dan perdarahan saluran cerna. Obat golongan cyclooxigenase 2 inhibitor (COX 2 inhibitor) seperti celecoxib merupakan pilihan pada penderita artritis gout dengan masalah pada saluran cerna.
2. Kolkisin Kolkisin efektif digunakan pada gout akut, menghilangkan nyeri dalam waktu 48 jam pada sebagian besar pasien. Kolkisin mengontrol gout secara efektif dan mencegah fagositosis kristal urat oleh neutrofil, tetapi seringkali membawa efek samping, seperti nausea dan diare. Dosis efektif kolkisin pada pasien dengan gout akut berhubungan dengan penyebab keluhan gastrointestinal. Obat ini biasanya diberikan secara oral pada awal dengan dosis 1 mg, diikuti dengan 0,5 mg setiap dua jam atau dosis total 6,0 mg atau 8,0 mg telah diberikan. Kebanyakan pasien, rasa sakit hilang 18 jam dan diare 24 jam, peradangan sendi reda secara bertahap pada 75-80% pasien dalam waktu 48 jam. Pemberian kolkisin dosis
20
rendah dapat menurunkan efek samping gastro-intestinal ataupun efek toksisitas dari kolkisin itu sendiri. 3. Kortikosteroid Pemilihan kortikosteroid sebagai terapi inisial serangan gout artritis akut direkomendasikan untuk mempertimbangkan jumlah sendi yang terserang. Satu atau dua sendi kecil yang terserang sebaiknya menggunakan kortikosteroid oral, namun jika sendi yang terserang adalah sendi besar, disarankan pemberian kortikosteroid intraartikular. Kortikosteroid oral dapat diberikan seperti prednison 0,5 mg/kg/hari dengan lama pemberian 5 sampai 10 hari atau2 sampai 5 hari dengan dosis penuh kemudian ditappering off selama 7 sampai 10 hari . Didapatkannya peran NLRP3 inflamasom yang mana menghasilkan IL-1â diasumsikan sitokin ini dapat menjadi target terapi untuk keadaan inflamasi artritis gout. IL-1inhibitor, juga menunjukkan keefektifan dalam menekan artritis gout akut dan kadar C reactive protein.16,17,18,19 2.10 Komplikasi Komplikasi dari artritis gout meliputi severe degenerative artritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin, kemokin, protease, dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi akut juga berperan pada proses inflamasi kronis sehingga menyebabkan sinovitis kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi tulang. Kristal monosodium urat dapat mengaktifkan kondrosit untuk mengeluarkan IL-1, merangsang sintesis nitric oxide dan matriks metaloproteinase yang nantinya menyebabkan dekstruksi kartilago. Kristal monosodium urat mengaktivasi osteoblas sehingga mengeluarkan sitokin dan menurunkan fungsi anabolik yang nantinya berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang.16 Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan peningkatan resiko terjadinya batu ginjal. Penderita dengan artritis gout membentuk batu ginjal karena urin memilki pH rendah yang mendukung terjadinya asam urat yang tidak terlarut). Terdapat tiga hal yang signifikan kelainan pada urin yang digambarkan pada penderita dengan uric acid nephrolithiasis yaitu hiperurikosuria (disebabkan karena peningkatan kandungan asam urat dalam urin), rendahnya pH (yang mana menurunkan kelarutan asam urat), dan rendahnya volume urin (menyebabkan peningkatan konsentrasi asam urat pada urin).16 2.11 Prognosis Prognosis penyakit artritis gout merupakan prognosis penyakit yang menyertainya. Artritis gout sering dikaitkan dengan morbiditas yang cukup besar, dengan episode serangan akut yang sering menyebabkan penderita cacat. Namun, artritis gout yang diterapi lebih dini 21
dan benar akan membawa prognosis yang baik jika kepatuhan penderita terhadap pengobatan juga baik. Jarang artritis gout sendiri yang menyebabkan kematian atau fatalitas pada penderitanya. Sebaliknya, artritis gout sering terkait dengan beberapa penyakit yang berbahaya dengan angka mortalitas yang cukup tinggi seperti hipertensi, dislipidemia, penyakit ginjal, dan obesitas. Penyakit-penyakit ini bisa muncul sebagai komplikasi maupun komorbid dengan kejadian artritis gout.16 Dengan terapi yang dini, artritis gout dapat dikontrol dengan baik. Jika serangan artritis gout kembali, pengaturan kembali kadar asam urat (membutuhkan urate lowering therapy dalam jangka panjang) dapat mempengaruhi aktivitas kehidupan penderita. Selama 6 sampai 24 bulan pertama terapi artritis gout, serangan akut akan sering terjadi.16 a. Luka kronis pada kartilago intraartikular dapat mengakibatkan sendi lebih mudah terserang infeksi. b. Tofus yang mengering dapat menjadi infeksi karena penumpukan bakteri. Tofus artritis gout kronis yang tidak diobati dapat mengakibatkan kerusakan pada sendi. c. Deposit dari kristal monosodium urat di ginjaldapat mengakibatkan inflamasi dan fibrosis, dan menurunkan fungsi ginjal
22
BAB III KESIMPULAN
Artritis Gout merupakan penyakit sistemik yang terjadi gangguan keseimbangan metabolisme dan eksresi asam urat yang merupakan produk akhir dari metabolisme purin, sehingga terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah. Peningkatan kadar asam urat akan menyebabkan perasaan nyeri di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya.1-2 Artritis Gout terjadi lebih banyak pada laki-laki dibandingkan wanita. Prevalensi penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan penderita perempuan dengan rasio 2-7:1. Hal ini disebabkan kadar asam urat pada laki-laki mengalami peningkatan seiring peningkatan usia dikarenakan laki-laki tidak memiliki hormone estrogen yang dapat membantu pembuangan asam urat. Selain itu terdapat faktor risiko dari gout artritis berupa suku bangsa/ras, konsumsi alkohol dan ikan laut, penyakit-penyakit dan obat-obat yang berhubungan dengan hiperurisemia serta diet tinggi purin.3-4 Diagnosis artritis gout berdasarkan The American College of Rheumatology yaitu yaitu terdapat kristal urat dalam cairan sendi atau tofus dan/atau bila ditemukan 6 dari 12 kriteria yaitu inflamasi maksimum pada hari pertama, serangan akut lebih dari satu kali, artritis monoartikuler, sendi yang terkena berwarna kemerahan, pembengkakan dan nyeri pada sendi metatarsophalangeal, serangan pada sendi metatarsofalangeal unilateral, adanya tofus hiperurisemia, foto sinar-X tampak pembengkakan sendi asimetris, kista subkortikal tanpa erosi, dan kultur bakteri cairan sendi negatif.14 Terapi pada artritis gout memiliki tujuan untuk mengurangi rasa nyeri, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah terjadinya kelumpuhan. Namun, untuk pemberian terapi pada artritis gout bergantung pada ringan dan berat penyakit tersebut. Pemberian terapi pada penderita artritis gout berupa edukasi pasien tentang diet terutama pada penderita obesitas, perubahan kearah gaya hidup sehat, medikamentosa berdasarkan kondisi obyektif penderita, dan perawatan komorbiditas.16,17
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S,Sergen JS. (eds) Kelley’s Textbook of Rheumatology. 8th ed. Philadelphia: W.B Saunders. 2009. 2. Krisnatuti. Perencanaan Menu untuk Penderita Gangguan Asam Urat. Jakarta: Penebar Swadaya. 2008. 3. Talarima. Faktor Risiko Gouty Athritis di Kota Masohi Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2010. Makara-Kesehatan. 2012; Vol. 16 (2): 90. 4. Wortmann RL. Gout and hyperuricemia. Kelley`s Textbook of Rheumatlogy. 8th ed. Philadeplhia: Saunders. 2001. 5. Hensen, TRP 2007, Hubungan Konsumsi Purin Dengan Hiperurisemia Pada Suku Bali di Daerah Pariwisata Pedesaan, Jurnal Penyakit Dalam, Vol. 8, No. 1, pp. 38 6. Purwaningsih.
“Faktor-faktor
Risiko
Hiperurisemia”.
Semarang:
Universitas
Diponegoro. 2009. 7. Price SA, Wilson LM. Patafisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6; Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kodokteran EGC. 2006. 8. Moore, Keith. L, Anne M. R. Agur. Anatomi Klinik Dasar. Hiopokrates. Jakarta. 2002. 9. Muscolino J. Kinesiology: The Skeletal System and Muscle Function. Third Edition. New York: Elsevier Inc. 2017 10. Snell RS, Stephen, Tate. Anatomy and Physiology. 6th Ed. New York: Mc Graw Hill. 2003. 11. Wang J.G, Staessen J.A, Fagard RH, et al. Prognostic Significance of Serum Creatinin and Uric Acid in Older Chinese Patients with Isolated Hypertension. Hypertension. 2001; 37:1069. 12. Khanna, D et al. American College of Rheumatology Guidlelines for Management of Gout, Part 1: Systematic Nonpharmacologic and
Pharmacologic Therapeutic
Approaches to Hyperuricemia. American College of Rheumatology. 2012; Vol. 64 (10): 1431-1446. 13. Sudono AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Internal Publishing; 2010. p. 1085-92 p. 2550-60. 14. Fauci et al. Gout, Pseudogout, and Related Disease in Harrisons’s Manual of Medicine 17th Edition, The McGraw Hill Companies, USA 2008. pp. 903-904
24
15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006, Pharma-ceutical Care Untuk Pasien Penyakit Artritis Rematik, Jakarta 16. Widyanto FW. Artritis Gout dan Perkembangannya. Ejournal UMM. 2014; 10(2):14552. 17. Keenan R. Limitations of the Current Standarts of Care for Treating Gout and Crystal Deposition in THE Primary Care Setting: A Review. Clinical Therapeutics 2017;39(2):430-41. 18. Rnst ME, Clark EC. Gout and Hyperuricemia. In: Di Piro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM, eds. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. 8th ed. http://accesspharmacy.com/content.aspx?aid=7997829. 19. Sholihah FM. Diagnosis and Treatment Gout Artritis. JMajority 2014;3(7): 39-45
25