Rintihan Hijau dan Si Belang Karya : Afratul Tasya Cakar dalam luka penuh amarah Meraung mengutuk semak yang perlahan sirna Tempat pengintaian mangsa dan persembunyian kini perlahan dibabat tak karuan… Tangan – tangan keji berjiwa using, mulai beraksi atas nama pembalakan hutan Eskavator dikerahkan, meluluh lantakkan pegunungan Bak budak besi tanpa bayaran, yang bekerja di bawah kendali sang majikan Tangan – tangan keji itu terus bertindak Menumbangkan sang penghasil kesejukan Menebas para semak tanpa alasan Menyamaratakan segala kehijauan pada tanah pijakan… Andai satu auman peringatan, bisa mengoyakkan nyali para pembabat iar Malang, oh malang… Sang raja hutan pun juga jadi incaran Belang indah pembungkus badan, dijadikan jua sumber penghasilan Rasa bersalah tak terpikirkan Hati buta akan keegoisan Nadi tak lagi seutuhnya darah suci, Namun beralirkan jua ketamakan pekat sehitam jelaga…
Kini… Gunung – gunung rindu akan tancapan akar pepohonannya, Merasa sendu tanpa auman penguasanya Dalam sekejap mata… Ketangkasan sang raja hutan, Takluk oleh tangan – tangan kekejaman Miris… Tiap sudut langkah kini hanya bertemu kegersangan Tiap sudut langkah kini nyaris diambang kepunahan Hari ini, tak sekedar ultimatum belaka, terukir penegasan melalui sehelai kertas dan sebatang pena Melalui bait – bait puisi ini… Mari, sadarkan segala perilaku salah pada sang raja hutan Hidupkan kembali para pepohonan Agar terjaga keseimbangan Lestarikan habitat murni sang raja hutan Pulihkan kembali keadaan Tanam dalam pikiran, Hutanku butuh pelestarian Harimauku butuh perlindungan
Tangis Tahta Raja Hutan Karya : Dandy Alfayed Auman buransang terdengar jelas Ketika sebiji pelor lepas dari sarangnya Satu demi satu pergi digoyong Meninggalkan jejak tapak samar di bumi Hilang sudah belang yang melekat Musnahlah kejantanan sang penguasa hutan Karna serakahnya seorang manusia Lain pula si tangan besi Tanpa belas kasih Membabat habis pemberi nafas percuma Mereka lupa hakikat hidup Hanya demi bias berlian dan permata Menutup mata akan kesetaraan alam Melupakan janji antar makhluk Tuhan Beribu kata telah terlontar Cukup!jangan!hentikan! Namun tak dapat ditangkap gendang telinga Berkali ajakan menyapa Namun hati menolak tegas untuk melirik Kini….. Angin sesal yang selalu mengiring Dusertai debu derita Acap kali mengingatkan perbuatan dosa
Kepada siapa mengharap bantuan Seluruhnya telah sirna Disapu ombak menuju samudra Lewat oretan pensil hitam Di atas kayu pinus yang halus Berharap curhatan hati ini Dapat mengubah peradaban Dan secuil cahaya yang tersisa Berharap agar Tuhan tak menutup telinga Atas doa dan permohonan umatNya Putra putri bangsa Kitalah harapan dimasa depan Majulah dikursi terdepan Bersatu kita berontak kekejaman Agar terselamatkan alam dan si belang Demi terciptanya hidup damai dan tentram