Praktikum_sintesis_metil_ester.docx

  • Uploaded by: Ahmad Pratama
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Praktikum_sintesis_metil_ester.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,377
  • Pages: 24
BAB IV SINTESIS METIL ESTER

4.1.

Tujuan Percobaan Memahami reaksi pembentukan biodiesel

4.2.

Tinjauan Pustaka Biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang yang

terkandung dalam minyak nabati untuk digunakan sebagai alternatif yang paling tepat untuk menggantikan bahan bakar mesin diesel. Biodiesel bersifat biodegradable, dan hampir tidak mengandung sulfur. Alternatif bahan bakar terdiri dari metil atau etil ester, hasil transesterifikasi baik dari triakilgliserida (TG) atau esterifikasi dari asam lemak bebas (FFA). Bahan bakar berbentuk cairan yang memiliki sifat seperti solar ini sangat prospek untuk dikembangkan. Biodiesel juga memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan solar seperti: - Ramah lingkungan, karena emisi yang dihasilkan jauh lebih baik (free sulfur, smoke number rendah) - Pembakaran lebih baik karena cetane number yang lebih tinggi - Dapat terurai (biodegradable), dan sifat pelumasan terhadap piston mesin - Renewable energi dan dapat diproduksi secara lokal (Hikmah, dkk., 2010). Biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun demikian, biodiesel lebih sering digunakan sebagai campuran untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas (Yuniarto, dkk., 2008). Biodiesel merupakan kandidat yang paling tepat untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol pada mesin dan dapat diangkut serta dijual dengan menggunakan infrastruktur yang ada sekarang ini (Aldi, 2011).

Sifat-sifat penting dari bahan bakar mesin diesel: - Viskositas Viskositas (kekentalan) merupakan sifat intrinsik fluida yang menunjukkan resistensi fluida terhadap alirannya, karena gesekan di dalam bagian cairan yang berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain mempengaruhi pengatoman bahan bakar dengan injeksi kepada ruang pembakaran, akibatnya terbentuk pengendapan pada mesin. Viskositas yang tinggi atau fluida yang masih lebih kental akan mengakibatkan kecepatan aliran akan lebih lambat sehingga proses derajat atomisasi bahan bakar akan terlambat pada ruang bakar. Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan proses kimia yaitu proses transesterifikasi untuk menurunkan nilai viskositas minyak nabati itu sampai mendekati viskositas biodiesel Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar Solar. Pada umumnya viskositas minyak nabati jauh lebih tinggi dibandingkan viskositas solar, sehingga biodiesel turunan minyak nabati masih mempunyai hambatan untuk dijadikan sebagai bahan bakar pengganti solar. -

Densitas (Rapat Massa) Massa jenis menunjukkan perbandingan massa persatuan volume, karakteristik ini berkaitan dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel persatuan volume bahan bakar. Kerapatan suatu fluida (ρ) dapat didefenisikan sebagai massa per satuan volume.

=

m ………………………………...……….....(4.1) v

ρ = rapat massa (kg/m3) m = massa (kg) v = volume (m3) -

Titik Kabut (Cloud Point) dan Titik Tuang (Puor Point) Titik kabut adalah temperatur saat bahan bakar mulai tampak berkeruh bagaikan kabut (berawan = cloudy). Hal ini terjadi karena munculnya Kristal-kristal (padatan) di dalam bahan bakar. Meski bahan bakar masih dapat mengalir pada suhu ini, keberadaan kristal dalam bahan bakar dapat mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar di dalam filter, pompa dan injektor. Titik kabut dipengaruhi oleh bahan baku biodiesel. Titik tuang adalah temperatur terendah yang masih memungkinkan bahan

bakar masih dapat mengalir atau temperatur dimana bahan bakar mulai membeku atau mulai berhenti mengalir, di bawah titik tuang bahan bakar tidak dapat lagi mengalir karena terbentuknya kristal yang menyumbat aliran bahan bakar. Titik tuang ini dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium), jika semakin tinggi ketidakjenuhan maka titik tuang akan semakin rendah dan juga dipengaruhi oleh panjangnya rantai karbon, jika semakin panjang rantai karbon maka titik tuang akan semakin tinggi. -

Bilangan Iod Bilangan Iod menunjukkan tingkat ketidakjenuhan atau banyaknya ikatan rangkap asam-asam lemak penyusun biodiesel. Kandungan senyawa asam lemak tak jenuh meningkatkan performansi biodiesel pada temperatur rendah karena senyawa ini memiliki titik leleh (Melting Point) yang lebih rendah, sehingga berkorelasi terhadap cloud point dan puor point yang rendah. Namun disisi lain, banyaknya senyawa lemak tak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfer. Biodiesel dengan kandungan bilangan iod yang tinggi akan mengakibatkan tendensi polimerisasi dan pembentukan deposit pada injector noozle dan cincin piston pada saat mulai pembakaran. Nilai maksimum harga angka Iod yang diperbolehkan untuk biodiesel yaitu 115 (g I2/100 g) berdasarkan Standart Biodiesel Indonesia.

-

Kadar air Kadar air dalam minyak merupakan salah satu tolak ukur mutu minyak. Makin kecil kadar air dalam minyak maka mutunya makin baik, hal ini dapat memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan kenaikan kadar asam lemak bebas, kandungan air dalam bahan bakar dapat juga menyebabkan turunnya panas pembakaran, berbusa dan bersifat korosif jika bereaksi dengan sulfur karena akan membentuk asam (Aldi, 2011). Dari peraturan pengujian biodiesel berdasarkan peraturan DIRJEN migas

No.002/P/DM/MIGAS/1979 tanggal 25 Mei 1979 tentang spesifikasi bahan bakar minyak dan gas dan standar pengujian SNI (Standart Nasional Indonesia) dapat dianalisa:

-

Angka Setana Untuk bahan bakar motor diesel digunakan acuan Angka Setana, yaitu dengan bahan referensi normal cetane (C16H34) yang tidak memiliki keterlambatan menyala dan aromat methyl naphtalene (C10H7CH3) yang keterlambatannya besar sekali. Angka Setana dari biodiesel sebesar minimal 51 sedangkan standar dari solar sebesar 48, berarti angka setana biodiesel 1,05 lebih rendah daripada solar. Tetapi angka setana dari biodiesel yang dihasilkan masih termasuk dalam kisaran standar biodiesel yaitu minimal 51. Pada mesin diesel udara dimampatkan sampai tekanan 30 sampai 40 kg/cm2, akibat pembakaran maka tekanan yang ada di dalam ruang bakar mencapai 60 sampai 65 kg/cm2. Disini diharapkan tidak ada keterlambatan dari nyala agar kenaikan tekanan tidak terlalu tinggi. Kenaikan tekanan yang terlalu tinggi akan menyebabkan detonasi. Hambatan lain yaitu proses pembakaran tidak sempurna sehingga terbentuk jelaga. Pada bahan bakar biodiesel yang memiliki angka setana 46,95 berarti bahan bakar tersebut mempunyai kecenderungan menyala pada campuran 46,95 bagian normal angka setana dan 53,05 bagian methyl naphtalena. Apabila dilihat dari angka setana biodiesel yaitu 51 maka dapat digolongkan sebagai bahan bakar mesin diesel jalan cepat (mesin diesel jalan cepat pada angka cetane 40 sampai 70). Makin tinggi angka setananya maka makin rendah titik penyalaannya. Perhitungan CI menggunakan ASTM D-976: CCI = 454,74- 1641,416 D + 774,74 D2 – 0,554 T50 + 97, 803 (log T50)2……...(4.2) Dimana:

-

CCI M D T50

= Calculate Cetane Index = mid-boilling temperature, oF = densitas pada 15 oC, g/ml = mid-boilling temperature, oC (M. Nasikin, dkk. 2002)

Kinematyc Viscosity

Standar kinematyc viscosity dari biodiesel adalah sebesar 2,3 cSt sampai 6 cSt. Jika harga viskositas terlalu tinggi maka akan besar kerugian gesekan di dalam pipa, kerja pompa akan berat, penyaringannya sulit dan kemungkinan kotoran ikut terendap besar, serta sulit mengabutkan bahan bakar. Sebaliknya jika viskositas terlalu rendah berakibat pelumasan yang tipis, jika dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan keausan.

-

Spesific Gravity Specific gravity dari biodiesel masih masuk dalam kisaran solar yaitu antara 0,82 sampai 0,95. Dari pengujian spesific gravity pada 60 oF ini juga dapat ditentukan derajat API.

-

Nilai Kalor Standar minimal kalori yang dihasilkan oleh biodiesel adalah 17,65 Btu/lb. (Dyah P, Shintawati., 2011)

Parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas biodiesel antara lain: - Viskositas adalah ukuran hambatan cairan untuk mengalir secara gravitasi, untuk aliran gravitasi dibawah tekanan hidrostatis, tekanan cairan sebanding dengan kerapatan cairan. Satuan viskositas dalam cgs adalah cm2 per detik (Stokes). Satuan SI untuk viskositas m2 per detik (104 St). Lebih sering digunakan centistokes (cSt) (1cSt=10-2 St = 1 mm2/s) - Pour point adalah titik suhu terendah dimana bahan bakar masih dapat mengalir. Pour point yang tinggi akan menyebabkan mesin sulit dihidupkan pada suhu rendah. - Flash point adalah temperatur terendah yang harus dicapai dalam pemanasan biodiesel untuk menimbulkan uap yang dapat terbakar dalam jumlah yang cukup, untuk nyala atau terbakar sesaat ketika disinggungkan dengan suatu nyala uap. Apabila flash point bahan bakar tinggi, akan memudahkan dalam penanganan dan penyimpanan bahan bakar tersebut karena bahan bakar tidak perlu disimpan pada temperatur rendah, sebaliknya jika flash point terlalu rendah, akan berbahaya karena menimbulakn resiko tinggi bagi penyalaan, sehingga harus disimpan pada suhu rendah. -

Densitas adalah massa biodiesel per satuan volume pada suhu tertentu. Jika densitasnya rendah kemampuan bahan bakar minyak tinggi.

- Cetane number menunjukkan kemampuan bahan bakar motor diesel menyala dengan sendirinya (auto ignition ) dalam ruang bakar motor diesel. Fungsinya untuk mengetahui kecenderungan bahan bakar motor diesel membentuk ketukan (knocking). Untuk analisa indeks setana ini harus dilakukan destilasi pada produk

biodiesel untuk mendapatkan nilai mid boiling point yaitu temperatur pada saat 50% volume destilat biodiesel tertampung pada saat destilasi. Selain itu angka cetane juga sangat bergantung pada nilai densitas biodiesel. Proses destilasi ini merujuk pada metode tes ASTM D-86 hingga temperatur 300 oC (Mahfud, dkk., 2012). Ester ialah turunan asam karboksilat yang gugus –OH-nya digantikan oleh gugus –OR. Kebanyakan ester merupakan zat yang berbau enak dan menyebabkan cita rasa dan harum dari banyak buah-buahan dan bunga. Diantaranya yang lazim ialah pentil asetat (pisang), oktil asaetat (jeruk), etil butanoat (nanas), dan pentil butanoat (aprikot) (Suminar, 2003). Biodiesel didefinisikan sebagai BBN yang dibuat dari minyak nabati, baik itu baru maupun bekas penggorengan, melalui proses transesterifikasi dan esterifikasi (Aldi, 2011). Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah secara keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari metil ester, pemurnian

metil

ester

(netralisasi,

pemisahan

methanol,

pencucian

dan

pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi dan pemisahan metanol) dan pemurnian metanol tak bereaksi secara destilasi atau rectification. Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester. Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester adalah: (Hikmah, dkk., 2010)

(Trigliserida)

(Metanol)

(Metil Ester)

(Gliserol)

Gambar 4.1. Mekanisme reaksi pembuatan metil (Manurung, 2006)

Pertukaran bagian alkohol dari suatu ester dapat dicapai dalam larutan asam atau basa oleh suatu reaksi reversible antara ester dan alkohol. Reaksi transesterifikasi ini beranologi langsung dengan hidrolisis dalam asam atau basa. Karena reaksi itu reversible, biasanya digunakan alkohol awal secara berlebihan. (Fessenden dan Fessenden. 1992) Proses transesterifikasi bertujuan untuk menurukan viskositas (kekentalan) minyak, sehingga mendekati nilai viskositas solar. Nilai viskositas yang tinggi akan menyulitkan pemompaan atau pemasukan bahan bakar dari tangki ke ruang bahan bakar mesin dan menyebabkan atomisasi lebih sukar terjadi. Hal ini mengakibatkan pembakaran kurang sempurna dan menimbulkan endapan pada nosel (Hambali, Erliza., dkk. 2008). Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut: -

Pengaruh air dan asam lemak bebas Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.

-

Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98%. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol

yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum. -

Pengaruh jenis alkohol Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol (Dyah P, Shintawati., 2011). Methanol dipilih sebagai alkohol yang digunakan dalam transesterifikasi karena biayanya rendah (Nur Alam Syah, Andi. 2006).

-

Pengaruh jenis katalis Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida.

-

Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring.

-

Pengaruh temperatur Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 °C-65 °C (titik didih methanol sekitar 65 °C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat (Dyah P, Shintawati., 2011). Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.

Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester adalah: (Hikmah, dkk., 2010) (Asam Lemak)

(Metanol)

(Metil Ester)

(Air)

Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain: - Waktu Reaksi Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil. -

Pengadukan Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius : K = A e(-Ea/RT)………………………………….(4.3) Dimana,

T = Suhu absolute (oC) R = Konstanta gas umum (cal/gmol) E = Tenaga aktivasi (cal/gmol) A = Faktor tumbukan (t-1) k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)|

Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan minyak-katalis metanol merupakan larutan yang immiscible. -

Katalisator Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1%- 4% berat sampai 10 % berat campuran pereaksi.

-

Suhu Reaksi Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar (Hikmah, dkk., 2010).

Tabel 4.1. Standar mutu biodiesel Indonesia (RSNI EB 020551) (Aldi, 2010) No. Parameter dan satuan 1 2

Massa jenis pada 40 oC kg/m3 Viskositas kinematik pada suhu 40 oC Mn2/s (cSt)

Batas nilai

Metode Uji

Metode Setara

850-890

ASTM D 1298

ISO 3675

2,3-6,0

ASTM D 445

ISO 3104

3

Angka setana

min. 51

ASTM D 613

ISO 5165

4

Titik nyala (mangkok tertutup), oC

min. 100

ASTM D 93

ISO 2710

5

Titik kabut, oC

maks. 18

ASTM D 2500

-

maks. No. 3

ASTM D 130

ISO 2160

maks. 0,05 maks. 0,05 maks. 0,05

ASTM D 4530

ISO 10370

6

7

Korosi bilah tembaga (3jam, 50 oC) Residu karbon - Dalam contoh asli - Dalam 10% ampas distilasi

8

Air dan sedimen, %-vol

maks. 0,05

ASTM D 2709

-

9

Temperatur distilasi, 90%, oC

maks. 360

ASTM 1160

-

10

Abu tersulfaktan, %-b

maks. 0,02

ASTM D 874

ISO 3981

11

Belerang, ppm-b (mg/kg)

maks. 100

ASTM D 5453

PrEN ISO 20884

12

Fosfor, ppm-b (mg/kg)

maks. 10

AOCS Cd 1255

FBI-A05-03

13

Angka asam mg-kho/g

maks. 0,8

AOCS Ca 3-66

FBI-A01-03

14

Gliserol bebas, %-b

maks. 0,02

FBI-A01-03

15

Gliserol total, %-b

maks. 0,24

AOCS Ca 1456 AOCS Ca 1456

16

Kadar ester alkil, %-b

maks. 96,5

Dihitung

FBI-A02-03

17

Angka iodium, %-b (g12/100g)

maks. 115

AOCS Ca 1-25

FBI-A04-03

18

UJi halphen

negatif

AOCS Ca 1-25

FBI-A06-03

FBI-A02-03

4.7. Tinjauan Bahan A. Aquadest (H2O) - Bau

: tidak berbau

- Bentuk

: cair

- Berat Jenis

:1

- Kelarutan/terlarut

: tidak berlaku

- pH

: 7 (Netral)

- Rumus

: H2O

- Titik didih

: 100 oC (212 oF)

-

: tidak berwarna

Warna

B. Indikator fenoftalein - Bau

: tidak berbau

- Bentuk

: padat

- Berat molekul

: 318,33 g/mol

- Rumus

: C20H14O4

- Titik didih

: 260 °C (500 °F)

- Warna

: tidak berwarna

C. Kalium Hidroksida - Bau

: tak berbau

- Bentuk

: butiran padat

- pH

: 13,5

- Rumus

: KOH

- Titik didih

: 2408 oF

- Titik beku

: 741 oF

- Warna

: putih

D. Methanol - Bau

: sedikit bau alkohol

- Bentuk

: cair

- Berat Jenis

: 1.11

- Berat molekul

: 34,04

- pH

: tidak tersedia

- Rumus

: CH3OH

- Titik didih

: 64,7 oC (145,8 oF)

- Titik lebur

: tidak tersedia

- Warna

: tidak berwarna

E. Natrium Hidroksida - Bau

: tidak berbau

- Bentuk

: padatan kristal

- pH

: tidak tersedia

- Rumus

: NaOH

- Titik leleh

: 318 oC (604 oF)

-

Titik didih

: 1390 oC (2534 oF)

4.4. Alat Dan Bahan A. Alat yang digunakan : - batang pengaduk - Beakerglass - buret - botol aquadest - corong pemisah - Erlenmeyer - gelas arloji - klem - labu leher tiga - labu ukur - Magnetic stirrer - piknometer - pipet tetes - pipet volum - spatula - statif - thermometer

B. Bahan-bahan yang digunakan - Aquadest (H2O) - indikator fenoftaelin (C20H14O4) - kalium hidroksida (KOH) - methanol (CH3OH) - minyak kelapa sawit - natrium hidroksida (NaOH)

4.5. Prosedur Percobaan A. Uji FFA Melakukan uji FFA/angka asam lemak bebad, jika hasil FFA >2% maka dilakukan proses esterifikasi sampai bahan baku mempunyai FFA <2%. Jika FFA<2% maka dapat melakukan proses transesterifikasi. Prosedur pengujian Free Fatty Acid (asam lemak bebas): - Menimbang 20 gram minyak dalam Erlenmeyer

- Memanaskan minyak sampai suhu 40 oC - Memasukkan methanol 96% sebanyak 50 ml dan 3 tetes indikator PP ke dalam Erlenmeyer - Mendinginkan larutan sampai suhu ruangan - Menitrasi larutan dengan larutan KOH 0,1 N yang telah distandarisasi sampai terjadi perubahan warna menjadi merah jambu - Mencatat volume titran yang dibutuhkan - Menyatakan asam lemak bebas sebagai %FFA B. Proses esterifikasi - Memanaskan 1 liter minyak hingga mencapai 60 C-65 C - Menambahkan 2,25 gram methanol dan 0,05 gram asam sulfat untuk setiap gram asam lemak bebas dalam minyak. Mencampurkan asam sulfat dan methanol terlebih dahulu kemudian menambahkannya secara perlahan ke dalam minyak - Melakukan pengadukkan dengan magnetic stirrer selama 1 sampai 2 jam (melalui pengecekan) - Mendinginkan campuran sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas adalah methanol-air-asam sulfat - Mengukur kembali %FFA C. Proses transesterifikasi - Menimbang 2,5 gram natrium hidroksida dan melarutkannya dalam 56,44 gram methanol (1,7616 mol methanol) - Memasukkan 250 gram minyak (0,2936 mol minyak) ke dalam labu leher tiga dan memanaskan minyak pada suhu 60 C - Kemudian memasukkan larutan natrium hidroksida alkoholik ke dalam minyak dan transesterifikasi dilakukan selama 120 menit disertai dengan pengadukan skala sedang (skala 2) - Menghentikan proses setelah waktu reaksi tersebut - Memisahkan lapisan tersebut dengan menggunakan corong pemisah sampai terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan bawah (gliserol dan methanol) dan lapisan atas (metil ester/biodiesel)

- Mencuci kelebihan alkohol dan residu katalis dari metil esternya dengan menggunakan air panas 80 C-90 C - Pencucian diulangi sampai air yang digunakan untuk proses pencucian telah jernih sehingga diperoleh metil ester yang telah bebas pengotor - Penguapan sisa air pencuci yang ada di metil ester dengan memanaskan metil ester sampai temperatur 90 C-100 C D. Uji densitas -

Menimbang piknometer kosong dan mencatat (ml)

-

Memasukkan 25 ml metil ester ke dalam piknometer lalu ditimbang (ml)

-

Menghitung densitas metil ester

4.6. Data Pengamatan No. 1.

Perlakuan Uji FFA - Minyak

Pengamatan

Lar. I

-

Kesimpulan

Bentuk : sedikit encer -

- Lar. 1 + CH3OH 96% + - Warna : kuning PP Lar. 2 terang

- Lar. 2 + KOH 3

Lar.

- Warna : keruh (bagi an atas),

Warna : kuning emas Suhu : 40 oC

- Bentuk: Ada gelem-bung, ter- bentuk 2 la-pisan. La-pisan atas berwarna kuning susu (alkohol) dan lapisan bawah berwarna kuning emas adalah minyak Vtitrasi= 7 mL %FFA=0,7954 %

2.

Proses Transesterifikasi - NaOH+Methanol Lar.1 - Minyak Lar. 2

merah jambu (bagian bawah) dan terbentuk 2 lapisan seperti sebelumnya - Suhu : 75o C -

Warna putih keruh

(pengadukan skala 4)

- Lar. 1 + Lar. 2 Lar. 3

- Warna : cokelat keruh

dipisahkan - Lar. 3

Lar. 4

- Lapisan atas: metil ester - Bentuk: terbentuk 2 dan Lapisan yaitu lapisan lapisan atas bawah: berwarna gliserol kuning keemasan dan lapisan bawah berwarna cokelat keruh

(pencucian)

-

Lar. 4 + H2O Lar. 5

-

Lar. 5

- Lapisan atas: - Bentuk: biodiesel Terdapat lapisan yang - Lapisan bawah: residu dapat dikocok. Bagian katalis atas berwarna kuning (NaOH dan susu dan bagian methanol) bawah berwarna kuning keruh - Atas: metil ester - Bawah: gliserol - Warna residu putih kekuningan hingga tidak berwarna

(penguapan)

Lar. 6

- Terpisah dari - Warna lebih terang

zat pengotor

3.

Uji Densitas

Berat kosong Berat kosong + isi V piknometer

piknometer Densitas metil = 15,45 g ester = 0,8588 piknometer g/cm3 = 36,92 g = 25 mL

4.7. Gambar Pengamatan 1. Uji %FFA

Gambar 4.1. Preparasi larutan KOH 0,1 N

Gambar 4.2. pemanasan minyak hingga suhu 40 oC

Gambar 4.3. penambahan methanol dan PP

Gambar 4.4. Hasil titrasi dengan larutan KOH

2. Proses Transesterifikasi

Gambar 4.5. Pembuatan larutan NaOH

Gambar 4.7. Penambahan NaOH alkoholik

Gambar 4.9. Pemisahan menjadi 2 lapisan

Gambar 4.6. pemanasan minyak pada suhu 60C

Gambar 4.8. Pengadukan selama 120 menit

Gambar 4.10. Pencucian pertama

Gambar 4.11. pencucian kedua

Gambar 4.12. pencucian ketiga

Gambar 4.13. pencucian keempat

Gambar 4.14. pencucian kelima

Gambar 4.15. residu katalis

3. Uji Densitas

Gambar 4.17. pengujian densitas

Gambar 4.16. pemanasan metil ester

4.8. A.

Perhitungan Penghitungan %FFA Diketahui: VKOH = 5,9 ml NKOH = 0,1 N BM asam lemak = 269,638 Berat contoh = 20 gram Ditanya : %FFA? Jawab : mL KOH ×N KOH ×BM asam lemak %FFA = ×100% Berat contoh ×1000 5,9 mL ×0,1 N ×269,638 = ×100% 20 gram ×1000 =0,7954%

B.

Penghitungan densitas metil ester Diketahui:

massa = 5,9 ml volume = 0,1 N Ditanya : ρ metil ester (CH3OH)? Jawab : m ρ= V (36,92 gram-15,45 gram) = 25 mL = 0.8588 g/cm3 4.9.

Persamaan reaksi

(Trigliserida)

(methanol)

(metil ester)

(gliserol)

4.10. Pembahasan 1. Uji %FFA Tujuan melakukan uji FFA adalah untuk mengetahui proses selanjutnya yang akan dilakukan untuk mensintesis metil ester. Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun

dalam jumlah yang cukup besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester. 2. Proses Transesterifikasi Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol Fungsi bahan yang digunakan: -

Metanol berfungsi sebagai pelarut bahan seperti NaOH

-

Natrium hidroksida berfungsi sebagai katalis basa

-

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan garam yang terbentuk dari bagian sebelumnya. Garam dipisahkan dari campuran metil ester dengan menggunakan air karena kelarutannya besar.

-

penambahan air ini bertujuan untuk menghilangkan sisa katalis, sabun, metanol dan gliserol bebas

-

Pemisahan bertujuan untuk melarutkan gliserol dalam metil ester rendah karena adanya perbedaan kepolaran antara gliserol dengan ester

-

Pengaruh suhu pada reaksi bertujuan

untuk meningkatkan konversi

biodiesel yang dihasilkan dan karakter biodiesel dan cenderung semakin memenuhi spesifikasi bahan bakar diesel. 4.11. Kesimpulan Pembentukan biodiesel dapat melalui beberapa proses yaitu proses esterifikasi dan transesterifikasi. Penentuan proses yang akan dipilih berdasarkan %FFA yang diketahui dari uji %FFA. %FFA yang diperoleh sebesar 0,7954% dan densitas metil ester sebesar 0,8588 g/cm3.

DAFTAR PUSTAKA 1.

Aldi. 2011. Analisis Efesiensi Tanaman Penghasil Biodiesel. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara. 2. Dyah P, Shintawati. 2011. Produksi Biodiesel dari Mikroalga Chlorella Sp dengan Metode Esterifikasi In-Situ. Tesis tidak diterbitkan. Semarang: Universitas Diponegoro. 3. Fessenden dan Fessenden. 1992. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. 4. Hikmah, Maharani Nurul, dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) Dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi Dan Transesterifikasi. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Semarang: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. 5. Hart, Harold, Suminar. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Jakarta. Penerbit: Erlangga. 6. Hambali, Erliza., Siti Mudjalipah, Armansyah Halomoan, Tambunan, Abdul Waries Pattiwiri, dan Roy Hendroko. 2008. Teknologi Bioenergi. Jakarta: AgroMedia Pustaka. 7. M. Nasikin, Rita Arbianti dan Abdul Azis. 2002, Agustus. Paditif Peningkat Angka Setana Bahan Bakar Solar yang Disintesis dari Minyak Kelapa. Makara, Teknologi, 6(II):84. 8. Mahfud, Muharto, R.A, Pramudita., Marwanto, Adhy. 2012. Pengaruh Metode Pencucian pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Surabaya: Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS. 9. Manurung, Renita. 2006, Januari. Transesterifikasi Minyak Nabati. Jurnal Teknologi Proses, 5(I): 47. 10. Nur Alam Syah, Andi. 2006. Biodiesel Jarak Pagar Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. Jakarta: AgroMedia Pustaka. 11. Yuniarto, Wakid., Hoerudin, Agus Heri., dan Hanny. 2008. Penggunaan Katalis Heterogen Berbasis Zinc Oxide (ZnO) Untuk Produksi Biodiesel. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

APPENDIKS

DAFTAR PUSTAKA 1. Fessenden

dan

Fessenden.

1992.

Kimia

Organik

Edisi

Ketiga.

Jakarta:Erlangga. 2. Suminar, Hart. 1990. Kimia Organik Edisi kesebelas 3. (http,___blog.ub.ac.id/home/files/2012/10/Contoh-Proposal-PKMP.pdf) 4. (http,___eprints.undip.ac.id/13465/1/ARTIKEL_ILMIAH.pdf) 5. (http,___eprints.undip.ac.id/13469/1/SKRIPSI.pdf) 6. (http,___repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29536/4/Chapter%20II.pdf) 7. (http,___repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../1/tkp-jan2006%20(9).pdf)

Dyah P, Shintawati (2011) PRODUKSI BIODIESEL DARI MIKROALGA CHLORELLA Sp DENGAN METODE ESTERIFIKASI IN-SITU. Masters thesis, Universitas Diponegoro. 1. Fessenden dan Fessenden. 1992. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta:Erlangga. 2. Suminar, Hart. 1990. Kimia Organik Edisi kesebelas 3. Hikmah, Maharani Nurul, dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) Dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi Dan Transesterifikasi. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Semarang: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. 4. (http,___repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29536/4/Chapter%20II.pdf) Aldi. 2011. Analisis Efesiensi Tanaman Penghasil Biodiesel. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara. 5. Yuniarto, Wakid., Hoerudin, Agus Heri., dan Hanny. 2008. Penggunaan Katalis Heterogen Berbasis Zinc Oxide (ZnO) Untuk Produksi Biodiesel. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Bandung: Institut Teknologi Bandung. 6. (http,___repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../1/tkp-jan2006%20(9).pdf) Manurung, Renita. 2006, Januari. Transesterifikasi Minyak Nabati. Jurnal Teknologi Proses, 5(I): 47. 7. Hikmah, Maharani Nurul, dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) Dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi Dan

Transesterifikasi. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Semarang: Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

More Documents from "Ahmad Pratama"