Bait-Bait Mimpi Antologi Puisi
Penerbit
Bait-bait Mimpi Jaka Sandara, Dkk Copyright © 2015 byLandasan Ilmu
Diterbitkan oleh: CV. Landasan Ilmu Kerinci/Sungai Penuh- Jambi, 37173 Web: landasanilmu.com Instagram: @penerbitlandsanilmu Penyunting: Bastian Layout: Jaka Sandara Desain Cover: Abu Zaid Muntaha
Terbit: Januari 2017 ISBN: 978-602-60109-1-9
Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan bentuk dan cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit.
ii | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Daftar Puisi Hlmn 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
Judul Puisi, Pengarang Langkah Tanpa Arah, Oleh: Pena Chanifah Surat Tanpa Kabar, Oleh: Pena Chanifah Menanti Cahaya Terang, Oleh: Pena Chanifah Sekali Lagi, Oleh: Enda Yuliana Kamulah Alasan, Oleh: Enda Yuliana Mengulang Pagi, Oleh:EndaYuliana Rasa Tak Sampai, Oleh: Farhat Amaliyah Ahmad Ikhlas, Oleh: Farhat Amaliyah Ahmad Matahari di Yogyakarta, Oleh: Farhat Amaliyah Ahmad Menjaga, Oleh: Resti Suparti Mengukir kenangan, Oleh: Resti Suparti Bersama, Oleh: Resti Suparti Kecewa, Oleh: Ghea Rae Sabrina Hilang Harapku, Oleh: Ghea Rae Sabrina Tak Lagi Kamu, Oleh: Ghea Rae Sabrina Kau Ku Bukukan, Oleh : Sari Bulan Pohan Kertas atau Daun, Oleh: Sari Bulan Pohan KOPI, Oleh: Sari Bulan Pohan Kehilangan, Oleh: Lukman Hakim Move on, Oleh: Lukman Hakim Pagi, Oleh: Lukman Hakim Aku Masih Disini, Oleh: Luthfi Ainiya Putri Jingga Senja, Oleh : Luthfi Ainiya Putri Tentang Bintangku, Oleh : Luthfi Ainiya Putri Bertanggangnya Kerinduan, Oleh: Rony Arrohman Matahariku Tertelan Malam, Oleh: Rony Arrohman Keharaman yang Halal, Oleh: Rony Arrohman Hujan yang MengantarmuPergi, Oleh: Nur Suhaera Rais Cerita Musim Semi, Oleh: Nur Suhaera Rais Sang Penggembala, Oleh: Nur Suhaera Rais Gagalkku, Oleh: indah daila sari Gila Karnamu, Oleh: indah daila sari Hanya Kamu, Oleh: Indah daila sari Hilang sudah, Oleh: Dewi Pangastuti ( Deastty Panga) Hutanku, Oleh: Dewi Pangastuti (DeasttyPanga) Kakakku tersayang, Oleh: Dewi Pangastuti ( Deastty Panga) Sebuah Pilihan, Oleh: Niken Triatna Sari Ku Raih Anganku, Oleh: Niken Triatna Sari Kehancuran Cinta, Oleh: Niken Triatna Sari
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | iii
40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84.
Sedih, Oleh: Dwi Sukma Wahyuni My mom, Oleh: Dwi Sukma Wahyuni Ayahku, Oleh: Dwi Sukma Wahyuni Keikhlasan, Oleh: Ramses Parningotan Panjaitan Alto Stratus Senja Di Langit Jingga, Oleh: Ramses Parnigotan Panjaitan Keadilan, Oleh: Ramses Parningotan Panjaitan Terlambat, Oleh: S. Mutmainah Peringatan, Oleh: S. Mutmainah Harapan yang tak diharapkan, Oleh: S. Mutmainah Pelangi Persahabatan, Oleh: Safira Widakuswara Lelaki di BibirJendela, Oleh: Safira Widakuswara Menantimu di Ujung Senja, Oleh: Safira Widakuswara Tentang Rindu, Oleh: Ayu Ratna Sari Sebuah Harap, Oleh: Ayu Ratna Sari Kagum, Oleh: Ayu Ratna Sari Nasib Benda Tak Bertuan, Oleh: Sandra Salfitra Statusmu Palsu!, Oleh: Sandra Salfitra Pelita Yang Tak Pernah Redup, Oleh: Sandra Salfitra Selayu Pasrahku, Oleh: Cahya Intan Murni Aku Cahaya Itu, Oleh: Cahya Intan Murni Menunggu Musim Semi, Oleh: Cahya Intan Murni Semangat, Oleh: Silviana Malaikat tanpa sayap, Oleh: Silviana Penantian, Oleh: Silviana Ayah, Oleh: Siti hasanah Teguran Dari Alam, Oleh: siti hasanah Pesawat, Bumi dan Manusia, Oleh: siti hasanah Pelangi, Oleh: Siti khotimah Tuhanku, Oleh: Siti khotimah DIA, Oleh: Siti khotimah Kekhilafan, Oleh: Siti Maratus Salamah Terlanjur Luka, Oleh: Siti Maratus Salamah Pagi, Oleh: Siti Maratus Salamah Isyarat Senyummu, Oleh: Sofiatunnisa Merah Kuning Hijau, Oleh: Sofiatunnisa Gelas Kosong, Oleh: Sofiatunnisa Wahai Hati, Oleh: Sonifatida Daeli Cinta Sepihak, Oleh: Sonifatida Daeli Teuntuk Kita, Oleh: Sonifatida Daeli Engkau, Oleh: Suci Amalia Sehelai Daun Kering, Oleh: Suci Amalia Haruskah, Oleh: Suci Amalia Hampa, Oleh: Syamsudin Aziz Saputra Setitik Cahya, Oleh: Syamsudin Aziz Saputra Pena Mimpi, Oleh: Syamsudin Aziz Saputra
iv | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
85. 86. 87. 88.
Terlintas Dipikiran, Oleh: Pepi Susianti Cinta Hilang, Oleh: Pepi Susianti Izinkan Aku, Oleh: Pepi Susianti Ayah, Biarlah Rindu Ini Terbasahi Hujan, Oleh: Ahmad Muktar Rudin 89. Sajak Duka Palestina, Oleh: Ahmad Muktar Rudin 90. Sajak Pengkafiran, Oleh: Ahmad Muktar Rudin 91. Kehilanganmu, Oleh: tiara tri dewi 92. Mengharapkanmu tak Pernah Salah, Oleh: tiara tri dewi 93. Harapan, Oleh: Rachma Salsabila 94. Anak Rembulan, Oleh: Rachma Salsabila 95. Anak Jalanan, Oleh: Rachma Salsabila 96. Tentang rasa, Oleh: Karen aulina 97. Kamu, Oleh: Karen aulina 98. Pupus, Oleh: Karen aulina 99. Kehilangan, Oleh: Ima Hermayanti (Petrikor) 100. Depresiku, Oleh: Ima Hermayanti (Petrikor) 101. Aku Rindu, Oleh: Ima Hermayanti (Petrikor) 102. Aku Tak Pernah Suka dengan Hujan, Oleh: Waode Nurul Hasanah 103. Harapan, Oleh: Waode Nurul Hasanah 104. Ini Adalah Kisahku, Oleh: Waode Nurul Hasanah 105. Adorasi Hidup, Oleh: Winy Rifmawati 106. Melesap Renjana, Oleh: Winy Rifmawati 107. Berkelindanmu, Terhenti, Oleh: Winy Rifmawati 108. Hai kamu, Oleh : Sari Mulyanti 109. Menunggumu, Oleh: Sari Mulyanti 110. Rindu, Oleh: Sari Mulyanti 111. Seruan Hati, Oleh: NurRahma 112. Lara, Oleh: NurRahma 113. Ayah, Oleh: Nur Rahma
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | v
Kata Pengantar Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur atas karunia Allah SWT dan Sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat-sahabat beliau yang berjuang menegakkan kalimat Syahadat pada masa-masa awal Islam. Buku yang berjudul:Bait-bait Mimpi ini merupakan hasil dari Diskusi lepas di BBM (Blackberry Massager). Sehingga terlahirlah sebuah antologi Puisi dari 3 Orang Penulis. Ini lah misi dari Penerbit Landasan Ilmu (PLI) bisa menemukan penulis-penulis muda, Karena Penerbit Landasan Ilmu merupan lembaga yangbergerak dalam dunia kepenulisan baik berupa penerbitan, pelatihan & event-event. Mudah-mudahan buku antologi puisi ini bisa menumbuhkan semangat bagi seorang penulis untuk mengasah kemampuannya secara terus menerus dalam dunia kepenulisan, karena dalam buku ini tersaji beberapa gaya tulisan yang berbeda namun tetap menarik untuk dibaca. Salam Karya! Penerbit Landasan Ilmu @Penerbitlandasanilmu Landasanilmu.com
vi | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Langkah Tanpa Arah Oleh: Pena Chanifah
Hati menuntun langah tuk bergerak Angin meniupkan daun-daun kepastian Mata mulai menengok tuk melihatnya Dengan rasa yang mulai beranjak pergi Terdengar naungan gelas pecah berantai Otak mulai menanyakan dimana arah suara Melangkah tanpa kepastian pun dilakukan Dengan ragu tapi nyata Tak ditemukan jalan yang benar Risau terus membayangi keadaan Hinga bibir tak dapat tersenyum cerah Hanya raut bimbang yang menampakan diri Sungguh ini langkah kesesatan Berhenti di tengah derasnya ombak Tak dapat lanjut atau pun kembali Kini hanya bisa berpasrah diri
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 1
Surat Tanpa Kabar Oleh: Pena Chanifah Ku cari-cari selayang daun nan berterbangan Kesana kemari tak kunjung di dapati Hingga putus asa menuntun hati ini Kekecewaan tumbuh lebat tak dapat sirna Tersenyum hati tampak walau terpaksa Menungu akan senbuah kabar nan nyata Dengan sabar yang terpotong waktu Hingga daya habis tak kunjung menanti Hanya ku dapati sepotong gelas suci Berisikan lembaran putih bersih tiada makna Kemana tak tahu akan adanya Surat nan lama dinanti tiada kabarnya Sungguh hati merintih keras tanpa henti Saat semuanya hilang entanh kemana Hanya tersisa sebutir debu yang menghampiri Tanpa sebuah makna yang dapat di mengerti
2 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Menanti Cahaya Terang Oleh: Pena Chanifah Jiwa gunda gulana memikirkan nasib Saat daun sudah tak tetlihat lagi Surya sudah tak menampakan diri Alam sudah tak berjalan kembali Bumi pecah bagai gelas nan jatuh tinggi Tak ada yang perduli akan kebenaran Segalanya terbungkus dari selaput dusta Anging berjalan pun sudah tak tentu arah Sungguh gelap dunia seakan mati dalam nyata Tak ada insan yang dapat tersenyum riang Hanyalah tetesan air darah mengalir dari mata Membentuk sebuah danau kegelapan Mereka rindu akan cahaya terang Yang dapat membangkitkan semangat tanpa batas Menumbuhkan segala kehidupan nyata Tanpa sebuah sarat nan berarti sukar
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 3
Sekali Lagi Oleh: Enda Yuliana
Aku ingin jadi bagian penting di hidupmu Menjadi seseorang yang bisa kau andalkan Menjadi rumah tempat kau pulang Menjadi jingga yang selalu meneman isenja Karena kau adalah senja Yang selalu kutunggu dan alas an bagimana sajaksajak ituter cipta Disela tuntutan kesibukanku „‟aku masih saja memikirkan mu dan tersenyum Rasanya . . Aku ingin kembali kemasa dimana aku mengenal mupertama kali Menyapa mu sekali lagi Atau memulai obrolan sembari meneguk segelas minuman jika kau mau Atau berjalan bersama bersama menyongsong fajar saat daun-daun masih membaur dengan basahnya embun pagi
4 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Kamulah Alasan Oleh: Enda Yuliana Aku telah melewati banyak jalan Telah mencoba banya khal Aku bahkan memiliki banyak kebebasan untuk bisa terbang jauh darimu Aku bisa mengepakkan sayapku dan terbang kemanapun yang kumau Tapi Ada yang hilang saat aku ingin benar- benar melangkah meninggalkanmu Aku takut walau aku telah menemukan sosok baru Aku masih tak berani memulai jika itu bukan kamu Ada sesuatu yang begitu sulit dijelaskan Dan jawabannya adalahkamu Aku memandang jauh keluar jendela Di temani segelas kopi yang mengantarkan anganku melayang bersamamu Aku tersenyum mengingat pertemuan pertama kita Saat itu aku masih begitu lugu Belum tau apa arti mencintai terlebih dalam hal menunggu 1/3 rindu setelah itu Ternyata hati kumasih memihakmu Kini aku tak mau lagi jadi penakut Jika yang kau pilih nantinya mungkin bukanaku Karena bagiku mencintaim uadalah kebebasan Layaknya daun yang terbang bebas bersama angin Begitu lah aku dalam hal mencintaimu
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 5
Mengulang Pagi Oleh:EndaYuliana Pagi ini Embun berhembus pelan menerpa daun-daun Sayu hembusan angin serasa menghidupkan kembali melodi jiwa Yang sudah lama bungkam Sendiri, lalu kupandangi lagit empat yang dulu pernah kita singgahi Untuk sekedar bercengkrama Lalu kita membaur dengan senandung alam pagi itu Sekiranya kita dapat mengulang waktu Aku rindu saat memandangimu tersenyum Sembari gelas kaca itu tak lepas dari genggamanmu Aku ingin mengulang pagibersamamu Lekas lah pulang Ada hati yang menunggumu dating
6 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Rasa Tak Sampai Oleh: Farhat Amaliyah Ahmad
Hariku seperti bunga mawar Hatiku selalu tersenyum Mataku tak teralihkan Cukup memandangmu dari kejauhan Tapi aku tak berani jatuh cinta Hatiku seperti gelas kaca Daun-daun seakan tertawa Melihat diriku yang tak berdaya Waktu terus berputar Diriku sudah pindah kota Tanpa ku mengucap sepatah kata Bahwa aku selalu mencintainya
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 7
Ikhlas Oleh: Farhat Amaliyah Ahmad Wahai Daun Ikhlaskah dirimu saat dimakan ulat? Ikhlaskah dirimu saat berubah warna? Ikhlaskah dirimu saat meninggalkan ranting? Wahai Daun Semua sudah kehendak Sang Pencipta Jangan kau merasa sedih atau terluka Karena dunia sudah diatur oleh-Nya Wahai daun Lihatlah gelas cantik itu Dia sama seperti dirimu Maka dari itu, tersenyumlah
8 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Matahari di Yogyakarta Oleh: Farhat Amaliyah Ahmad
Matahari tersenyum dalam keramaian Yogyakarta Daun-daun bernyanyian dalam perjalananku Seperti dentingan gelas saat pengamen itu memainkan angklungnya Sambil ku bersenandung menunggu untuk melaju Delman, becak selalu mengiringi perjalananku Semangat mereka tak mengenal lelah Seperti mentari yang tersenyum padaku Ku buktikan bahwa ku takan mengeluh Wahai sang mentari Engkau begitu gagah setiap hari Selalu mengiringi perjalananku Terimaksih matahariku
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 9
Menjaga Oleh: Resti Suparti
Tenggelam dalam sebuah harapan Berusaha berenang menggapai impian Mengarungi lautan perasaan Hanya untuk sebuah kepastian Tetaplah pada sebuah gelas yang belum tersuguhkan Masih terjaga tanpa tersentuh alat kecupan Terisi atau tidak akan tetap menawan Hingga akhinya yang menjaga akan membutuhkan Hapuslah semua dengan daun pengharapan Agar ikut terjatuh apa yang ditawan Untuk tersenyumnya hati yang penuh dengan harapan Dikembalikanlah semua usaha kita pada tuhan.
10 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Mengukir kenangan Oleh: Resti Suparti
Tak karuanya sebuah perasaan Saat kususun kembali kenangan Yang melambai bagai daun dipepohonan Untuk mengukir sebuah kenangan Tersenyumku melihat semua yang terkenang Bukan lagi sebuah pengharapan Namun nyata telah kulakukan Dengan manis telah ku ukir sebuah kenangan Bagai kelas kaca yang selalu menjadi pajangan Begitupun kenangan selalu kusimpan Menjadi kenangan dalam sebongkah fikiran Yang tak akan pernah kulupakan Duhai tuhan… Jangan pernah hilangkan Ukiran sebuah kenangan Karna itu sangat berharga bak berlian
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 11
Bersama Oleh: Resti Suparti
Tetaplah berpijak pada bumi yang sama Berteduh pada dedaunnan yang nyata Bersanfar pada batang yang sama Saling mengikat untuk menjaga Karena,,,, Sebuah petir selalu dating tak terduga Membuat kaget semua yang bernyawa Jika sudah terkena, bagaikan gelas kaca Yang hancur dengan sengaja Tawa canda suka dan duka Akan kita ukir bersama Agar tersenyumnya kita Bahwa kita pernah berjuang bersama
12 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Kecewa Oleh: Ghea Rae Sabrina Kepercayaanku telah hancur Seperti gelas yang begitu erat kau genggam Hingga tak terasa pecah di tanganmu Sakit ? … tentu saja Dedaunan yang telah menguning Tak mampu lagi di tahan Untuk tetap bertahan Seperti aku, tak sanggup lagi untuk Bertahan denganmu Kala itu kau bilang, senyumanmu adalah bahagiamu Lalu apa artinya sekarang ? Aku tersenyum pun sudah tak kau hirau Tak lagi ada artinya Tak ada lagi rasa Tak ada lagi harap
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 13
Hilang Harapku Oleh: Ghea Rae Sabrina
Retakan gelas itu telah melukai tanganku Juga senyummu yang telah menggores hatiku Kau tersenyum menggores dari kejauhan Menjauhi aku Langkahmu semakin cepat saat kukejar Aku terjatuh Aku menyerah Aku kehilangan Kata seorang penulis ternama pun Daun saja tak pernah membenci angin Dia rela jatuh Ikhlas tanpa melawan Sama sepertiku Tak dapat aku membencimu
14 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Tak Lagi Kamu Oleh: Ghea Rae Sabrina
Aku sadar Aku terlalu sibuk dengan anganku Tentang kamu Kamu tak pernah salah di mataku Selama ini, aku selalu membenarkan keadaan Demi menyelamatkanmu di hatiku Aku salah, daun saja tak mampu selamanya menjadi hijau Retakan gelas pun tak mampu menjadi utuh Sudah cukup Kamu tak mampu lagi membuat kutersenyum Tak mampu lagi membuatku bahagia Dan aku tak mampu lagi untuk bertahan
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 15
Kau Ku Bukukan Oleh : Sari Bulan Pohan
Di kerinduan ku, ku pegang pena ku gemgam gemetar bernada lalu ku tuliskan sebuah rasa yang terkurung rasa ini sudah cukup lama ia berkabung jangan pernah kembali setelah ku tuliskan meski ada seribu penghapus begantungan sebentar lagi rasa ini akan ku terbitkan lalu kemudian rasa ini akan ku bukukan agar semua yang membaca mulai tersenyum bahwa ini sebuah perasaan yang ku gantungkan maka jika kau penasaran apa salahnya beli saja tapi jangan harap kau dapatkan gratisan
16 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Kertas atau Daun Oleh: Sari Bulan Pohan
Begitu pentingkah sebuah harga manusia Sehingga yang mencinta tak boleh batasnya Uang hanyalah kertas yang menakutkan Kau membunuh memberontak untuknya
melewati
Aku memilih menjadi daun Ia terlihat tak bermakna kadang bermakna Jelas beda harga bekas dan harga baru Namun karnanya belum pernah ada kematian Apa yang di butuhkan oleh hamba Sentuhan kertas kan atau belaian daunkah Siapa sangka mereka berbeda Manusia pun layaknya tak sama
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 17
KOPI Oleh: Sari Bulan Pohan
Kopi adalah makhluk yang paling pahit Kamu setuju harusnya kau membenci Tapi nyatanya kopi berniat menjadi pemanis Di banding ia hidup jauh lebih pahit Cara terbaik memafaakan pahitnya ia Cukup seduhkan di gelas Lantas pikirkan manusia terwaras Maka ia sanggup melayangkan kenikmatan Pada kenyataannya ia dan kopi adalah perpaduan rasa Lalu mana yang kau cinta dengan rasa cinta Sanggupkah mereka bersaing dengan rasa cemburu Sungguh kau harus mampu menikmati keduanya
18 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Kehilangan Oleh: Lukman Hakim
Semua sakit tak lagi tertampung Saat dunia tak lagi mampu tuk tersenyum Kau hadirkan duka yang mendalam Lebih dari dalamnya lautan Daun-daun mulai berguguran Membawa arti yang menyakitkan Kesakitan yang tiada tara Karena kehilangan bagian dari kehidupan Air mata tak lagi tertahan Harapan kini telah musnah Bagaikan gelas kaca yang telah hancur Semuanya akan terkubur
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 19
Move on Oleh: Lukman Hakim
Pesona indah yang kau pancarkan Mengusik hati dan belahan jiwa Tatkala dunia tersenyum indah Membuat getaran di jiwa Semua terukir begitu indah Bagaikann gelas kaca yang polos Menyejukkan hati yang patah Patah karena cinta yang salah Rasa ini tak seperti biasa Daun-daun mulai tumbuh Menghasilkan sebuah rasa Karena yang lama telah sembuh
20 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Pagi Oleh: Lukman Hakim
Pernah kita bahagia Tanpa sedikitpun rasa gelisah Hari-hari terasa begitu indah Hingga kita tersenyum lepas Burung-burung kecil mulai berkicau Disaat mentari memancarkan sinarnya Menembus gelas kaca yang polos Sepolos kegiatan hari ini Angin berbisik-bisik ditelingaku Daun-daun menyapaku Mengucap selamat pagi kepadaku Tuk memulai semua aktivitas baru
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 21
Aku Masih Disini Oleh: Luthfi Ainiya Putri
Mentari kala itu Seperti matamu yang meredup kala itu Terlihat bak daun yang terpaksa meranggas dari tuannya Risau kurasa, menyimpan tanya dalam tanda tanya Andai kau tahu Perangaimu selalu terkesan indah dalam bola mataku Yang membuatku selalu tersenyum Sampai-sampai aku terhanyut menikmati indah detikku Namun maaf, di detik yang mencekam ini Terpaksa ku harus menyatakan dusta pertamaku padamu Pelu lidahku seakan merayu „tuk enggan mengatakannya Namun apadaya, kenyataan kejam menusukku memaksa untuk berdusta Jangan tanyakan apapun tentang diri ini Lidahku terlalu keji asbab dustaku padamu Angin menjadi saksi Hatiku tertitip padanya untukmu Ragaku mungkin memang tak terlihat lagi olehmu Namun hatiku selalu dapat kau miliki Aku tetap disini, Masih disini Seperti gelas kosong bertabur debu Sendiri meratapi takdir Aku pergi
22 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Jingga Senja Oleh : Luthfi Ainiya Putri
Rona jingga terlukis di matamu Penuh binar, penuh harap Kau tersenyum seakan harapanmu terkabul kala itu juga Swastamita ternyata baik sekali Mengizinkanku melihat jingga sedekat ini Melihat senyum yang setulus ini Gelas-gelas kerabat senja kali ini Berbisik bergiliran memantulkan cahaya jingga Dalam bisiknya aku mendengar sepenggal kalimat Katanya senja itu baik, Mengizinkan kita memiliki warna yang lain meski hanya sekejap Senyumku melihat kebahagiaan sang gelas Daun pun ternyata turut merasakan baiknya senja Satu persatu daun itu Turun menyapa rerumputan hijau di taman kali ini Daun sadar, meski ia harus jatuh Ia rela Asalkan bisa bertemu Menyapa langsung senja, ratu jingga
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 23
Tentang Bintangku Oleh : Luthfi Ainiya Putri
Hadirmu, Ubah gulita menjadi indah Sejuk ditatap juga dirasa Angin semilir menjadi pelengkap Atas indahnya senyumanmu, Bintangku Kau bersinar terang seakan tersenyum padaku Gelas-gelas yang terpapar dalam lemari hias Tersinari kilauannya olehmu Menjadi bersinar hampir sepertimu Aku suka indah kilauannya Seperti ku menyukai indah kilauanmu Andai bisa aku ingin selalu bersamamu Menghabiskan setiap denting detikku Bersama kilauanmu, Bintangku
24 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Bertanggangnya Kerinduan Oleh: Rony Arrohman
Pintu kayu itu ku ketuk Lalu hadir tatapan tajam menusuk Dua insan itupun saling terdiam Menatap dalam dalam, begitu dalam. Semilir angin berhembus begitu kencang Daun-daun gugur meninggalkan sarang Gelas dalam genggaman bergetar makin kencang Tapi mereka masih tetap bertanggang Menit menit berikutnya suasana pecah Air mata mereka tumpah ruah Membanjiri hati dan pipi yang tak pernah terjamah Bibirnya bergetar tersenyum basah Tapi mereka tetap kokoh, tak bersetuhan Lantas apa yang mereka tunggu saat pertemuan Mengapa tak saling dekap, meski tak harus bercakap cakap Biarkan hati yang berseru, melenyapkan gejolak rindu
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 25
Matahariku Tertelan Malam Oleh: Rony Arrohman
Lentingan gelas di ruang tamu Menyisakan kenangan pahit begitu pilu Diteriakkannya, ibu .. ibu .. ibu .. Mengapa semua ini terjadi padaku? Ayahku begitu tak peduli Semenjak kau pergi dan tak pernah kembali Rembulan yang dulu tersenyum mengasihiku Kini sirna, terganti sayat luka penuh haru Ibu, izinkan aku membenci Tuhan Ketika bunga sedang bermekaran Kenyataan tumbuh begitu menyesakkan Mengapa malah terrenggut Hingga membuatku takut Daun daun rindang nan hijau Perlahan mulai enggan 'tuk bertaut Meninggalkan ranting tanpa ragu Aku tau ini sesuatu yang benar benar tak patut Ibu .. Kumohon, dekaplah aku sekejap Meski aku tak sanggup menatap Hingga saat ini, aku masih berharap Rindu ini kian hari kian merayap
26 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Keharaman yang Halal Oleh: Rony Arrohman
Bak gelas terisi penuh Berkat keringat berpeluh peluh Mendongakkan dagunya tanpa ragu Sombong! Itu yang dia tau Pohon tak berarti tanpa daun Kau tak sadar, atau pura pura pikun Lihat saja, takkan bertahan bertahun-tahun Bisa apa dirimu tanpa dukun Tidakkah kau lihat kerlingan matanya Teduh nan indah, dari putrimu tercinta Kau tumbuhkan dia dengan rezeki hasil menjarah Sungguh, tak ku sangka kau benar benar tega Ketika kau pulang membawa haram Hanya tersenyum yang dia tau Terkutuklah, wahai kaum jahannam Adzab Tuhan, siapa yang tau?
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 27
Hujan yang MengantarmuPergi Oleh: Nur Suhaera Rais Sang petir nan sayu dan hujan yang mulai pergi Lorong kosong dan bunyi gelas pecah Serta daun yang mulai layu Mereka tahu Mereka sangat tahu Peluhmu dan bau keringatmu masih sama Aku menyukaimu Atau lebih tepatnya kau memaksa ku menyukaimu
untuk
Seharusnya aku sadar Setelah hujan berlalu kau juga telah pergi Meninggalkanku di tengah sepi Namun bodoh nya akumasih di sini Berimajinasi tentangmu yang tersenyum padaku Jujur aku rindu Aku rindu tentang caraku menarik lengan bajumu di kala petir menyambar Aku rindu tentang cara mumenyajikan kopi sebagai penghangat Aku rindu tentang caramu bercerita seolah ceritamu tak punya koda Dan aku masih tetap di sini entah itu hujan atau sedang terik Aku terus menghitung hari di mana kita mustahil untuk bertemu kembali
28 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Cerita Musim Semi Oleh: Nur Suhaera Rais
Langit yang mulai cerah kembali Tanah yang tak lagi basah Dan kenangan tentangmu yang mulai pudar Daun sakura itumulai berjatuhan Lambat namun terasa begitu damai Langit seakan tersenyum melihat anak-anak mulai bermain Suara tawa yang tak berhenti Dan terik yang mulai menyinari Lari kecil anak berbaju merah Membawa gelas berisi tangis Sesekali terjatuh, terluka, lalu bangkit kembali Meraih tangan musim semi Berharap tawa akan tercipta sekali lagi Di bawah teduh harapan yang berangsur-angsur pulih
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 29
Sang Penggembala Oleh: Nur Suhaera Rais
Tali gembala yang sudah using Guratan tanah yang terbelah Sapi-sapi yang menunggu dihantar pergi Langkahnya ragu seolah tak bernyawa Ia pun berangkat dengan nafas yang lelah Lengkap dengan rantang dan gelas air minum Sesampainya di sana Di hamparan padang yang sesekali duka Di tempat lara yang paling bahagia Sang penggemba lama menyimpan bungkusan daun itu Bungkusan kehidupan di ambang kematian Gembalanya pun turut berduka Melihat majikannya tersenyum kecil Sesekali meronta berteriak jenuh Namun teriaknya seperti bisikan kecil Lantang namun tidak terdengar
30 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Gagalkku Oleh: indah daila sari
Di situ ada hati yang pernah ku miliki senyuman tampan yang gagal dilupakan bebaskan dari jeratmu sekarang biarkan hati ini berkembang semestinya selayaknya hati yang tak pernah dilukai meski ku bahagia saat mengingatmu masa dimana aku dapat tersenyum tapi sudah…. Semua telah hancur hancur saat angin menghempaskan daun daun tergeletak lemah ditanah layaknya aku saat kau memilih melepaskan aku sekarang… aku dalam keadaan yang tak baik dua tawa lepas masih begitu terasa merindu asmara yang dulu memenuh jiwa ingin rasa kembali kesana mengulang segelas kenangan manis bersama kembalilah… disini ada hati yang berkabung rindu ambil hatiku dan tarik ucapanmu dulu yakin ku tak bisa beralih darimu
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 31
Gila Karnamu Oleh: indah daila sari
Kembali kehapanku kasih Turunkan egomu yang membelenggu diri Cinta yang mengakar tak dapat tumbang sendiri Bukankah kau ingin kembali Merajut gelas cinta begitupun kasih Waktu akan berhenti Menunggu kita memulai baru lagi Hingga daun baru dapat tumbuh dipohon kering ini Siapkan dirimu kasih Intuisiku slalu selaras langkah kakimu Menunggu adalah rutinitasku Kau masih bertahta dihatiku Senyummu masih meraja dimataku Ya benar cintaku…. Ku menggila karnamu Walau kau bilang berheti aku akan tetap maju Jadi tetaplah tersenyum unukku Sadarlah ku adalah wanitamu Dan akan selamanya begitu.
32 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Hanya Kamu Oleh: Indah daila sari
Aku mengharapkanmu Dengan rindu dalam gelasku Dengan yakin cintaku kepadamu Dengan kokoh pendirianku memilihmu Dengan naluriku mengejarmu Dengan takdir untuk bersatu Dengan dua dunia beda yang begitu padus Pintaku hanya satu Tersenyumlah dihadapanku Dan aku akan terus dalam pelukmu Tertawa nyaring bersamamu Menggenggam cinta biru Meski dunia tersa kelabu Denganmu aku tak akan takut Menumbuhkan daun-daun cinta pada pohon kasih sayangku Kamu satu untukku Dan akan terus begitu
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 33
Hilang sudah Oleh: Dewi Pangastuti ( Deastty Panga)
Hingga kini ku tak mampu melihat senyum indahmu lagi.. Ku tak mampu melihatmu tertawa bersamaku lagi.. Sungguh sakit diri ini.. Tersiksa jiwa ini.. Tersayat kalbu ini.. Kau hancur kan hati ini… Bagaikan gelas yang dibanting ke lantai.. Hancur hingga tiada lagi mampu mencintai.. Kau biarkan aku sendiri.. Bagaikan daun yang dihempaskan angin pagi.. Terbang melayang-layang tanpa arah tujuan diri ini… Hanya mengikuti kemanapun angin membawaku pergi..
34 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Hutanku Oleh: Dewi Pangastuti (DeasttyPanga)
Kini daunmu mulai berguguran.. Batangmu mulai hilang diambil orang.. Banyak senyum hilang.. Karna semakin sedikitnya hutan.. Kini segelas air pun sulit didapatkan.. Karna jarangnya hujan.. Semakin sedikit cadangan.. Semakin banyak kehausan.. Kini sedikit orang peduli.. Sedikit orang mengerti.. Betapa berharganya hutan.. Betapa besarmanfaat hutan.. Kini air tinggalahsedikit... Tapi jangan sampai kita juga berfikir sempit..
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 35
Kakakku tersayang Oleh: Dewi Pangastuti ( Deastty Panga)
Seringku teringatmu.. Teringat senyuman manismu padaku.. Teringat canda tawamu.. Teringat kebiasaan kita yang sering minum segelas susu.. Kini.. kau jauh dariku.. Kini.. lama kau tak kunjung pulang ke rumahmu.. Disiniku merindu.. Seiring daun jatuh berguguran.. Aku pun mulai lelah menunggu.. Kakak.. lekaslah kembali, adikmu ini merindu..
36 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Sebuah Pilihan Oleh: Niken Triatna Sari
Aku selalu tersenyum Ketika menelusuri jalan denganmu Kau menggenggam tanganku Seolah tak ingin melepasnya Kau sering mengajakku ke taman Ketika matahari akan tenggelam Tapi aku bisa pastikan Hatiku tidak akan ikut tenggelam bersamanya Di antara rumput, dedaunan, dan bunga-bunga Kita bercengkerama Mengenai hal-hal yang mungkin, Tidak masuk akal Tapi membuat kita selalu tertawa Dan menangis bahagia Ketika sedang bersamamu Aku mengibaratkan diriku seperti gelas kaca Di Mana aku bisa melihat diriku sendiri Dan… Aku juga bisa melihat masa depanku Yaitu, Kamu.
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 37
Ku Raih Anganku Oleh: Niken Triatna Sari
Di malam yang sunyi Aku tersenyum Berangan-angan tentang masa depan Yang menjelma seperti kupu-kupu Lihatlah… Ia sedang mengajakku, Mengelilingi dedaunan, Bermain petak umpet, Kemudian menampakkan wujudnya Aku ingin sekali menggenggamnya Lalu. Aku masukkan ke dalam gelas kaca Agar aku selalu bisa melihat Dan, Dekat dengannya Masa depanku…
38 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Kehancuran Cinta Oleh: Niken Triatna Sari
Gelas kaca yang retak itu, Mengibaratkan hatiku saat ini Kata-kata manis yang keluar dari bibirmu Semuanya hanya semu Dulu, Aku merasa seperti bunga Dan kau daunnya Kita saling melengkapi Tapi ternyata… Hanyalah bualan belaka Yang sesungguhnya adalah, Kau telah mengubah Senyumku menjadi senduku.
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 39
Sedih Oleh: Dwi Sukma Wahyuni
Sendu… Lambaian senyum tlah hilang Petir menyam barhati, sebening air Gelas retak satu per satu Hati bagaikan salju tertutup bara api Gerimis demi gerimis mebasahi daun wajah ini Lepas… Hati… Sendu.. Perih, sedalam lautan Hati bergemurung percikan api Membara.. Hangus terasa..
40 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
My mom Oleh: Dwi Sukma Wahyuni
Ibu… Bercucuran air sucimu Engkau bagaikan daun hijau Tangkasmu memecah kan kerasnya gelas kaca Salju slalu menyelimuti hati beningmu Tersenyum slalu wajahmu Nyamankan terasa Tenang… Langkah mumenghancurkan badai Ucapmu menyejukan hati Bahagia slalu terucap di setiap denyu tini Ibu.. Baja, kan slalu menjauhimu Tangguh, tak pernah layu Debu kau senyumi Warna-warni suara merdumu, kau hantarkan Di sedetikl angkahku
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 41
Ayahku Oleh: Dwi Sukma Wahyuni
Ayah… Tulangmu, keringatmu… Matamu… Kau buat untukku Bajamu terlapisi daun suci Tak pernah hilang gelas kopi slalu putih Hujan keringatmu, menguatkan langkahku Kau tak lupa cara tuk tersenyum Ayah… Jeritmu menggairahkan kekuatanku Sapamu, melindungi diri dan jiwaku Ayah… Jangan kau bosan tuk menuangkan percikan air panah nan dingin
42 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Keikhlasan Oleh: Ramses Parningotan Panjaitan
Ketika daun-daun berguguran Dan angin membawa semua helaian itu Aku datang kembali dan menunggumu Seperti sebuah gelas yang menanti taburan kopi Dengan seduhan air yang menghangatkannya Terasa pahit dan sungguh sepi menyelimuti harihariku Sebab aku tau bahwa pertemuan itu tidak nyata Pertemuan yang ada di dalam mimpi Disetiap pertemuan tidak ada kata-kata yang terucap Rasanya berada di dalam kebisuan Sebab mimpi tidak bisa diatur pasti Mimpi datang sendiri dengan kebisuan-kebisuanya Meskipun begitu adanya aku akan selalu mencoba tersenyum dan berbahagia Walaupun sulit untuk menerima itu semua Hingga pada akhirnya yang bisa aku lakukan saat ini Membawa diriku kedalam keikhlasan Samarinda, 18 November 2018
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 43
Alto Stratus Senja Di Langit Jingga Oleh: Ramses Parnigotan Panjaitan
Aku duduk menikmati segelas kopi Bersama hembusan angin yang berkalaborasi dengan pepohonan Untuk membuat daun-daun menari Saat itu cuaca begitu megah dengan awan-awan yang begitu indah Yang kunamakan alto stratus senja di langit jingga Senja itu ketika aku duduk menatap kehadapanmu Kau membentang dengan keikhlasan Dan aku tersenyum diantara ketenangan-ketenangan Sebab ketenanganku dan ketenanganmu adalah imajinasi segala Aku sambut kau dalam kehadiranmu alto stratus seperti kau sambut diriku Dan diantara angin-angin yang berhembus Bersama dengan semua angan-angan Yang ada untuk selalu berkisah Aku cinta padamu alto stratus senja Sebab aku cinta pada kesederhanaan ketenangan
dan
Samarinda, 21 November 2018
44 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Keadilan Oleh: Ramses Parningotan Panjaitan
Segala sesuatu haruslah penuh keadilan Seperti segelas air putih yang netral dan transparan Keadilan juga harus tetap hidup Ibaratkan pohon yang menghasilkan daun-daun dan bunga-bunga Keadilan itu tidak memandang dari pada jabatan Dan juga tidak melihat dari latar belakang Tetapi netral untuk semua yang ada Jangan sampai keadilan itu memihak Jika ada keadaan yang seperti itu Jiwa-jiwa yang tenang bisa terusik Pejuang-pejuang yang memperjuangkan keadilan dengan keberanian Yang telah tersenyum dengan tenangan bisa menjadi murung terkecewakan Jangan sia-siakan perjuangan mereka Harapanya banyak kepada penerus bangsa Kepada agen perubahan bagi bangsa Junjung setinggi-tingginya dan bicaralah kepada langit yang luas Bahwa keadilan harus tetap abadi selamanya Seperti kasih ibu yang membesarkan kita Samarinda,18 November 2018
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 45
Terlambat Oleh: S. Mutmainah
Hamparan dunia yang fana Bumi mulai Tercengang dengan kebodohan Menatap, mendengar, meraba dalam kehinaan daun yang melambai-lambai terhempas entah kemana tak lagi kembali pada jalanya tersenyum dalam topeng kepedihan menyesal dialam sana bersama lorong kegelapan jeritan tak lagi didengar, tangisana tak lagi dihiruakan siksaan yang begitu menghancurkan gelas kaca bening kini telah hitam tak sempat ku bersihkan dengan keimanan oh Tuhan.... aku menyesal, kembalikan aku pada dunia maka aku kan memujimua meghabiskan sisa hidupku beribadah dengan-Mu tak akan lagi aku ulangi
46 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Peringatan Oleh: S. Mutmainah
Jangan kau menjadi air mengalir diatas bebatuan Jadilah air dalam gelas kaca Yang selalu terjaga dari kotoran neraka Berhati-hati dalam menjaga keimanan Karena bumi mulai digoncangkan Pohon yang rimbun meneduhkan qalbu dalam rindu Daun yang gugur mulai membaur tak teratur Ranting mulai patah, pohon mulai roboh Apa arti semua ini sahabat Akankah bumi akan tengelam Masihkan kau tersenyum kesana kamari tak sadar membawa dosa Akan kah kita mati tergulung bumi yang hina Masihkah kau sadar sahabat Tuhan telah menegur umatnya untuk segera kembali Iyaaa, kembali pada jalan Ridhonya
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 47
Harapan yang tak diharapkan Oleh: S. Mutmainah
Aku terbang, melayang semakin tinggi Puing-puing impian mulai ku bangun Namun kau patahkan dengan coretan tangan mu Tersenyum dalam keheningan jiwa Harapan dan impian kini telah terkikis Daun berguguran diatas bumi yang gersang Ranting yang patah namun tak berdarah Bulan purnama entah dimana Kehadiran bulan sabit Membuat ku tersungkur Hati ini seperti gelas kaca Jika kau sentuh maka akan melayang Jika kau genggam maka akan retak Jika kau jatuhkan maka akan pecah Maka pergilah jauh dalam lubuk hatiku Jika terus meukir lara
48 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Pelangi Persahabatan Oleh: Safira Widakuswara
Jika ada kata yang lebih indah dari cinta, itulah persahabatan.. Tertawa, tersenyum, bahagia itulah sahabat.. Tanpa sahabat duniamu akan rapuh Layaknya daun yang jatuh berguguran Pahit, seperti segelas kopi tanpa gula Persahabatan itu bagaikan sekotak crayon.. Berbeda satu sama lain, namun saling melengkapi... Hingga tercipta sebuah warna yang padu... Dan itulah pelangi persahabatan... Tak kenal kata lelah.. Mereka akan selalu ada, saat kau terpuruk atau pun bahagia Bahkan mereka akan memberi saran terkonyolnya Hanya tuk membuat canda mu pulih kembali. Terima kasihsahabat...
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 49
Lelaki di BibirJendela Oleh: Safira Widakuswara
Aku dan kau hanyalah dua orang insan yang berbeda Aku disini, dan kau nan jauh dimata Tiap detik jiwa ini selalu menggenggam kerinduan darimu Sebuah rindu yang mendalam tentangmu Jiwa ini merontah memanggilmu, Namun ragaku tak dapat menggapaimu. Saat sang fajar datang, ku hanya bisa diam membisu... Menikmati hangat peluknya mentari sembari meneguk segelas kopi Merenung dan mengulas baying wajahmu di dalam gelas itu Daun-daun berguguran mengikuti alunan sepoi angin. Sontakku pandang lekat-lekat langit nan biru Ku tersenyum... Meski kau jauh disana, namun langit adalah pemersatu kita.. Sejauh apapun jarak kita, tetap saja kita memandang langit yang sama...
50 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Menantimu di Ujung Senja Oleh: Safira Widakuswara
Kala itu, saat sang senja menyapa bersama sinar jingganya... Sebuah janji terucap.. Masih ingatkah kau? Saat kau untai kata menjadi bait puisi indah Dimana daun-daun sontakt erdiam, seolah tak ingin melanjutkan tarian damainya.. Sang mentari pun tersenyum hangat dalam detik terakhirnya. Namun, kini semua hanyalah cerita belaka. Hancur lebur tak berbekas bak puing-puing gelas ... Dimanakah kau, kaki ini tak lagi dapat melanjutkan langkahnya.. Rapuh, gontai, itulah yang kurasa Di penghujung senja ini aku menunggumu Meskiku tau menunggumu dating bagaikan menanti pelangi di ujung senja... Menantikan hal semu yang takkan pernah terjadi
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 51
Tentang Rindu Oleh: Ayu Ratna Sari
Jika angin merindukan daun Mengapa ranting mematahkannya Jika air merindukan wadah Sebongkah gelas yang terpecah Ranting tak mampu bicara Gelas pun tak dapat sempurna Jangan kau salahkan mereka Karena mereka juga punya rasa Satu kata yang mampu buat tersenyum Aku rindu.. Mampukah tersampaikan salam rindu ini Hanya angin yang berlabuh
52 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Sebuah Harap Oleh: Ayu Ratna Sari
Dalam diam dengan tenang Mengharap syahdu akan datang Lewat angin yang semilir Menghantarkan daun dedaunan Gelas kaca yang berembun Menghantarkan nya untuk tersenyum Sampai terasa dalam relung Oh jiwa satu rasa yang membara Bila duka berselimut kalbu Maka suka berkainkan sutra Kita adalah sama Dalam rasa suka maupun duka
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 53
Kagum Oleh: Ayu Ratna Sari
Segores tinta dalam kata Sebening gelas kaca Ada rasa yang membara Tak bisa diungkapkan kata – kata Andai bisa aku berkata Akan aku ungkapkan berjuta kata Yang akan aku rangkai di daun Hanya untuk orang tercinta Ke elokan mu terpancar harum Kemanisan mu dari tersenyum Keromantisan mu bagaikan Hanum Sungguh, aku merasa kagum
54 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Nasib Benda Tak Bertuan Oleh: Sandra Salfitra Sungguh malang ya malang Terombang ambing bak kapal di tengah samudera Bak daun dihalau sang topan Sungguh tak berharga dan tak bisa diperniagakan Sepasang mata pun tak kuasa melirik engkau Ohh. Sungguh malang ya malang Nasib kau benda tak bertuan Menyentuh pun orang tak sudi Ingatkah... Ketika kau masih gagah dan perkasa Bak gelas kristal bergaya di etalase toko ternama Ribuan pasang mata melirik engkau Memaksa engkau dibawa ke istana mereka Setelah habis harga kau Kau dicampakkan bersama sahabat seperjuangan engkau Di tempat yang busuk, lembab, basah Sangat jauh dari kata nyaman Wahai jiwa yang baik hatinya Yang memiliki rasa cinta dan kasih yang berlimpah Tegakah engkau melihat nasib benda yang tak bertuan ini? Mereka tak butuh tempat mewah Mereka cuma butuh perhatian kalian membawa mereka ke habitat asli mereka Mereka hanya butuh berkumpul dengan teman seperjuangan mereka Walaupun menurut kalian tempat yang hina dan bernajis Bahkan tempat bakteri yang dikarantina Tapi bagi mereka tempat yang membuat mereka tersenyum bahagia Kalian pun juga akan merasa nyaman dan tentram Jika benda tak bertuan itu berkumpul bersama teman seperjuangannya Dan semua akan terlihat bersih, indah dan nyaman. Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 55
Statusmu Palsu! Oleh: Sandra Salfitra
Dimata jamaah dua ratus jiwa kau adalah sesosok hamba penghuni surga Bait-baitmu dalam maya seolah hanya kaulah milik Nya Goresan syairmu pun membawa hanyut makhluk seakan kaulah seorang teladan Kau ibarat gelas kristal berlapis emas yang tak mungkin akan ternoda Tapi mengapa, setelah kau berbalik ke belakang hingga nampaklah rupamu sesungguhnya Lunturlah aqidah dua ratus jiwa terhadapmu Bak daun yang berguguran dari ranting yang lapuk Kau pembohong, pendusta, penipu, munafik, celaka kau Topeng yang kau pakai sudah bisa terbaca Tersenyum pun kau pada jamaah sekarang sudah tak berasa Itu semua karna status palsumu yang kau umbar dalam maya Harapku sebagai kawan, kau hijrah dan hijrahmu bukanlah hijrah palsu
56 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Pelita Yang Tak Pernah Redup Oleh: Sandra Salfitra Entah mengapa telah habis sajak untuk melukiskan tentangmu Berjuta kata indah telah habis dirangkai dalam bait-bait rapi oleh mereka Sehingga tiada kata yang tersisa untukku Meskipun begitu tetap kan kurangkai kata-kata indah untuk melukiskanmu duhai pelitaku Wahai pelita hatiku, ketika aku pertama kami membuka mata Bahagianya engkau melihatku, deras keringatmu mengasuhku Air susumu yang mengalir deras dalam darahku Semuanya takkan terganti meski dengan jutaan gelas air dari surga sekalipun Wahai pelita hatiku, sekarang usiaku tak kecil lagi Imutku sudah redup dan remajaku menghampiri Marahmu kuanggap sebagai kebencianmu padaku Diammu pun kuanggap sebagai tak pedulimu terhadapku, betapa egoisnya aku Mengapa baru sekarang kusadari itu Ketika kau sudah tak muda lagi Betapa berdosanya aku terhadapmu Masih sangat sedikit sekali baktiku padamu Wahai pelita hatiku Maafkanlah khilaf salahku padamu Kan kubuktikan ku mampu meraih bintang seperti harapmu Kan kubuat kau bangga memilikiku Wahai pelita hatiku, kan kukatakan sebuah kata istimewa untukmu Kutiupkan kata-kata lembut itu melewati daun telingamu Harapku kau kan tersenyum dan bahagia mendengar kata itu Oh Ibu... Aku Cinta Ibu... Aku Sayang Ibu... Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 57
Selayu Pasrahku Oleh: Cahya Intan Murni
Jika ditarik masa untuk mengartikan kata bukanlah aku ahlinya Jika diminta untuk merindu, bukanlah juga diriku. Kau tau apa artinya ? Dengar! Gelas ini telah pecah bersama harap yang membuncah. Mereka pikir ini lucu, bagiku ini sebuah kata yang rancu. Hey tuan... Coba, coba lihat daun kering mati melayu Itulah gambaran hatiku yang lama resah padamu Karna aku sudah lelah, harapanku telah pasrah Mungkin saja aku yang telah salah Tersenyum mendamba-damba sebuah senja Yang malam pergi hilang entah kemana
58 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Aku Cahaya Itu Oleh: Cahya Intan Murni
Aku ingin berkisah tentang cahaya Yang saat itu kau kagumi warnanya Kulihat ia terjepit disela-sela dedaunan Dia yang selalu menyapa dibawah lindungan hujan Ayah..... katanya cahaya hangat Tapi tak sehangat segelas kopi ayah Ibu.......katanya cahaya indah Tapi bu, itu tak seindah senyum ibu Jadi kapan ayah dan ibu akan menyaksikan cahaya bersama dinda Bagaimana kalian bisa melihat cahaya, sedang kalian buta? Ayah.....ayo lihat cahaya Ibu..... kemarilah gendong lagi putri kecilmu yang dulu
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 59
Menunggu Musim Semi Oleh: Cahya Intan Murni
Kutelisik harmoni dikidung doaku Aku menyaksikanya, jatuh perlahan daun beguguran Saat itu, kudengar guruh menghempas segala ilalang yang berdansa ria disekelilingku Aku menyaksikanya, kau lempari aku dengan peluru menghujam tepat ke jantung hatiku Aku sebenarnya tak ingin ragu dengan segala janjimu Untuk menemaniku disetiap musim semiku, di setiap tersenyumku Namun bagaimana ku tak ragu? Ketika kusaksikan waktu maha menyedihkan Ketika tulang- tulangku rasanya berlari berserakan Bolehkan kau mainkan melodi gelas –gelas kaca Yang mengiringiku menari di pelataran surga Apakah kau ragu? Ataukah menungguku itu semua hanya semu.
60 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Semangat Oleh: Silviana
Secercah cahaya pagi mulai menampakkan sinar nya Membangunkan ku dari tidur lelapku Dan seolah olah mengajak ku menikmati keindahan nya.
untuk
segera
Ku melihat ke luar jendela Dedaunan yang hijau nan subur Sangatlah sejuk untuk di pandang mata Menambah semangat bagiku untuk berjuang. Segelas susu dan sepotong roti ikut menyambut pagi hari ku Di tambah senyuman manis dari ibuku Membuat semangat ku makin berkobar kobar .
Semangat... Perjuangan kan apa yang kita ingin Pantang mundur sebelum tercapai Kita hadapi segala tantangan Demi mewujudkan keinginan kita.
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 61
Malaikat tanpa sayap Oleh: Silviana
Malaikat tanpa sayap.. Itu sangat pantas untuk menjadi sebutanmu Tanpa mengenal lelah kau bekerja Dengan tulus dan selalu tersenyum. Disaat orang orang masih tertidur lelap Kau sudah sibuk mengurus pekerjaanmu Tak perduli seberapa lelah nya dirimu Kau bekerja keras tanpa pernah mengeluh. Berangkat di saat fajar belum terbit Disaat embun baru menetes dari daun Bahkan ayam pun belum berkokok Kau lakukan itu dengan ikhlas setiap harinya. Lantas demi siapa itu semua kau lakukan Badan mu sampai bercucuran keringat Ibarat gelas pecah yang berhamburan Yang bisa mengenaimu hingga jadi luka sayat. Wahai kau malaikat tanpa sayap Jasa mu akan selalu ku kenang Menjadi panutan untuk kehidupan ku Agar senantiasa berbuat kebaikan .
62 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Penantian Oleh: Silviana
Saat sang fajar mulai tenggelam Langit biru perlahan menjadi jingga Masih dengan keadaan yang sama Keadaan dimana aku sendiri tanpa mu.
Mengapa ini terjadi begitu cepat? Secepat daun yang jatuh dari tangkai nya Seperti hamburan gelas kaca yang pecah Rasa nya ini tidak ingin ku terima .
Ingin rasanya ku tersenyum sejenak Melupakan semua hal yang membuat ku sedih Namun mengapa bibir ini tak dapat tersenyum Padahal aku sangat ingin tersenyum . Akankah penantian ini berakhir dengan baik Atau justru menambah kesedihan ku Aku tak dapat berbicara apapun Hanya tuhan yang mengetahui segalanya.
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 63
Ayah Oleh: Siti hasanah
Aku duduk dipojok ruangan tempatku menunggu.. Sambil kuingat-ingat apa yang sudah berlalu.. Cerita yang tak pernah habis, tentangmu.. Tentang segelas kopi yang menemani malammu Tentang sepotong kue manis yang menyambut pagimu Tentang sepeda motor yang di kendarai setiap waktu, Dan tepat di belakangmu ada aku Ayah, aku rindu Tentang semua yang kita lalui sewaktu aku di rumahmu Ayah, aku rindu Ingin aku mengetuk pintu Dan pulang kerumahmu
64 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Teguran Dari Alam Karya: siti hasanah
Ketika angin menerbangkan puing-puing bangunan Daun-daun ikut hanyut dalam ayunan lautan Menari-nari, melambaikan tangan Seolah ingin mengatakan "selamat tinggal manusia yang banyak membuat kerusakan" Pepohonan ikut tumbang, lengkap dengan daun-daun yang berterbangan Tanah menggusur semua yang ada di daratan Goncangannya membuat bumi ketakutan Langit pun ikut menghitam karna ketakutan Dimana aku bisa bersembunyi? Dimana aku bisa lari? Kemana aku harus pergi? Ahh, iya ketempat dimana aku akan kembali....
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 65
Pesawat, Bumi dan Manusia Karya: siti hasanah
Langit berdesir di atas bumi, meluluhlantahkan pesawat yang sedang bersafar, kini ia berenang di lautan. Mengambang dengan debu-debu bekas ledakan Di bawah, air laut berirama dengan simfoni yang membuat bumi bergoncang, habis sudah! Manusia, dan puing-puing berserakan Sesak, dada terasa terhimpit Tak ada senyuman, yang ada hanya keikhlasan Dan teriakan "Alahhuakbar", Tak ada yang tersenyum, yang ada hanyalah duka Dan ucapan "innanilahi"
66 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Pelangi Oleh: Siti khotimah
Pagi cerah..... Matahari terbit dan menyambut pagi ini Sudah beberapa hari ini Hujan selalu turun dipagi hari Kupandang daun yang masih basah Akibat hujan beberapa hari Kupegang gelas yang berisi air Untuk menghangatkan suasana yang dingin ini Ku tersenyum melihat pelangi yang muncul Pelangi itu indah sekali Hingga aku teringat lagu yang di nyanyikan ibuku Sewaktu aku kecil dulu Indah memang pelangi ini Dan kuyakin kehidupanku seperti pelangi ini Karna habis gelap terbitlah terang
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 67
Tuhanku Oleh: Siti khotimah
Ya Tuhanku Apa jadinya aku tanpa iman dan taqwaku kepadamu Dalam sujud aku menangis memohon ampunan Atas segala dosa yang kuperbuat selama ini Seperti angin yang mampu menggugurkan daun Dan seperti gelas putih yang tak bernoda Aku tahu dosaku begitu banyak Tapi aku percaya Engkau Tuhan yang maha pengampun Dalam setiap tangisan disepertiga malamku Aku hanya memohon ampun kepadamu Aku coba untuk selalu tersenyum Dalam setiap langkahku Ku tahu Tuhan Semua tercipta atas kuasamu Dan semua akan kembali Hanya kepadamu
68 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
DIA Oleh: Siti khotimah
Siapa dia ? Siapa lelaki yang selalu lewat di depan rumahku Sambil tersenyum ramah kepadaku Aku mulai memperhatikannya Sosok yang sopan yang dan mengesankan Ada apa dengan hati ini ? mengapa ? Apa aku tertarik padanya? Ah ntah lah , aku tak mengerti Aku bangun dari lamunanku Karena ibuku memanggil Sambil ku potong-potong daun pisang ini Karena permintaan ibu untuk membungkus kue Dan kudengarkan cerita ibu Ternyata ibu membicarakan lelaki itu Sontak aku sangat kaget Dan tak sengaja menjatuhkan gelas yang ada di dekatku Karena lelaki yang kuperhatiakan itu Ternyata telah beristri
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 69
Kekhilafan Oleh: Siti Maratus Salamah
Segelas kopi rindu Menemani kesendirian Menanti kepastian yang tak kunjung jumpa Sesak pilu gundah gulana Larut bersama tetesan air mata Remuk hati berkeping-keping Mengingat senyum pahitmu Membalas rasa yang lama terpendam Meski sekejam lalu menghilang Layu lunglai raga jiwa Bak daun-daun di kemarau panjang Merindukanmu sebuah kekhilafan
70 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Terlanjur Luka Oleh: Siti Maratus Salamah
Kubangan rasa menyimpan lara Bergelamuk dalam dada Begitu menyesakkan jiwa Ingin ku luapkan segalanya Agar kau tahu, betapa besar harapku Gelas kaca yang kau hancurkan Tak kan mampu kau satukan Walau kau coba meragakai ulang Namun takkan seperti semula Garis-garis luka masih terasa Meski ku paksa menerima Tersenyum walau tak rela Tapi ku terlanjur terluka Daun yang tlah jatuh Takkan kembali di dahannya
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 71
Pagi Oleh: Siti Maratus Salamah
Mentari tersenyum malu Menampakkan rona bahagia Menyambut pagi menjemput asa Petani-petani desa Berhilir-hilir menuju ladangnya Cangkul di pundak caping di kepala Lengkap sudah ia bawa Bunyi riang gelas-gelas minum di tas bekal Mengiringi langkah kakinya Pohon-pohon yang rindang Hijau segar daun lembayung Menambuh semangatnya Tuk mengais rezeki dari-Nya.
72 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Isyarat Senyummu Oleh: Sofiatunnisa
Kamu adalah kesibukan otakku Melintasi setiap detik waktu Dalam ingatku kau tersenyum padaku Hari - hariku selalu tentangmu Mewarnai bingkai hidupku Saat kau tersenyum padaku Aku tersipu malu Dering ponselku memberi isyarat bertemu ditaman bunga Suara ayam membangunkanku Matahari pun tersenyum Memberi isyarat bahwa lagit pun akan tersenyum Aku bahagia karena alam ikut tersenyum Saat kita bertemu Dan kau menyatakan cinta padaku
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 73
Merah Kuning Hijau Oleh: Sofiatunnisa
Merahku, Kini kau tak berani lagi Kini kau tak semangat lagi Kini kau tak gagah lagi Kuningku, Kini kau tak seperti dulu Kini kau tak secantik dulu Kini kau tak sehebat dulu Hijauku, Kini kau tak hijau lagi Kini kau tak sejuk lagi Kini kau tak subur lagi Merahku, Kuningku, Hijauku Kini kau lebih bebas Tapi kebebasanmu Kau penjarakan Dengan kerangka baja
74 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Gelas Kosong Oleh: Sofiatunnisa
Adalah kata yang terucap Sebagai topeng kekuasaan Suaramu merdu nan syahdu Rakyat terperangkap kata Nafsu yang menutup hati nurani Kau jadikan uang sebagai alat Menjadikan halal semua kesempatan Demi sebuah kekuasaan yang semu Kau berikan janji manis Seolah kau akan mengisi gelas dengan Air Namun, apalah daya kau menjadikan gelas itu kosong Tanpa janji - janji manismu
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 75
Wahai Hati Oleh: Sonifatida Daeli
Wahai hati yang retak bagai puing-puing kaca dari gelas yang pecah Aku tahu berapa banyak harapan ingin memiliki hatinya Aku tahu tidak ingin melihatnya bersama orang lain Aku tahu tiap malam kau menangis tak berdarah Aku tahu kau menyimpan berjuta luka yang paling dalam Wahai hati aku tahu berapa banyak kau menderita karenanya Setelah sekian lama menunggu, dan kini dia memilih pergi tanpa jejak Dia memilih untuk mengabaikan hatimu dan meniadakan rasamu Wahai hati masih sanggupkah bertahan menunggunya kembali? Tak terhingga berapa kali aku memintamu untuk tetap bertahan Aku terus tersenyum mengingat dia bersikap manis kala itu Bersabarlah wahai hati, kelak ia akan kembali dan jatuh seperti daun-daun Yakinlah bahwa dialah yang mampu membuatmu merasa sempura
76 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Cinta Sepihak Oleh: Sonifatida Daeli
Dia yang kau sanjung bahkan tak menghiraukanmu Dia yang kau perjuangkan tidak menghargai lelahmu Dia yang selalu kau banggakan tidak pernah menoleh padamu Bagaimanakah kau katakan itu cinta? Iya, itu namanya cinta sepihak Kini, sesungguhnya posisi kita sama sejak lama Kau yang selalu kusanjung, kau yang kuperhatikan dalam diam, Kau yang selalu kupedulikan, kau yang selalu kubanggakan Memang inilah yang namanya cinta sepihak Aku tersenyum. Tepatnya tersenyum miris Betapa lucunya cinta yang sedang kita perjuangkan Bahkan berkali-kali diabaikan, tetap bangkit dan berjuang lagi dan lagi Sekalipun kita sering jatuh bagaikan daun yang diterpa oleh angin Terus berusaha untuk terbang kemana arah angin membawa pergi Lihatlah, sekarang aku maupun kamu Bagaikan gelas yang retak, bahkan hancur berkeping-keping Hanya karena dia yang mengabaikanmu dan kamu yang tak melihatku.
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 77
Teuntuk Kita Oleh: Sonifatida Daeli Teruntuk kita yang pernah bersama walau tak bertahan lama Aku sengaja merangki kata ini untuk kita, sekalipun kini kita saling melupakan Namun kenangan itu tidak bisa dihapus oleh ingatan dan waktu Bahkan sekuat tenaga untuk tidak mengingat kembali Akan ada waktunya berputar dan terlintas kembali kenangan itu Teruntuk kita yang pernah berjuang walau kini terasa asing Yang akrab dengan sebutan kata kita walau kata itu tak lagi sama Ibarat gelas kaca yang utuh dan tersenggol lalu jatuh dan pecah belah Yang telah direnggut oleh ego dan ambisi masingmasing Bahkan daun hijau yang dulu segar, jatuh kebumi dan menjadi tanah serta debu Ibarat langit yang tiada memancaran mentari dipagi hari dan langit itu kini kelabu Teruntuk kita yang dulu pernah bersatu walau kini terasa asing Kita telah jauh melangkah keluar dari kata yang akrab sebutan kita Kita telah melanjutkan perjalanan kita ke langkah yang lebih baik Kini kita saling kehilangan serta melupakan tanpa membenci Ingatlah, bahwa dulu kita pernah tersenyum bersama.
78 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Engkau Oleh: Suci Amalia
Engkau selalu ada Meski kau tak memiliki apa-apa Engkau selalu tersenyum Meski dalam keadaan luka Engkau sejuk Seperti daun yang menari bersama angin Engkau bagaikan gelas Siap menerima apapun dariku Engkau mentari Yang bersinar menghangatkan pagi Engkau rembulan Yang menemaniku di kala malam
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 79
Sehelai Daun Kering Oleh: Suci Amalia
Kala itu aku berdusta Senyummu hilang seketika Dan tak mau berkata Karena kau terluka Hatimu yang bening telah tergores Pecah bagai gelas yang telah penuh terisi Namun seketika pecah karena emosi Tiada guna menyesali Karena tak bisa kembali Ku tau , ini tak mudah Percaya ku bisa berubah Namun ku ingin berakhir indah Ku rindu melihatmu tersenyum indah Ku bawakan sepucuk surat Juga sehelai daun kering Ku simpan dibawah sajadah panjangmu Kau baca dengan berkaca-kaca Dan kau kembali tersenyum cerita
80 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Haruskah Oleh: Suci Amalia
Detak jantung seirama dengan waktu Haruskah ku turun setelah naik? Aku baru mampu menggapai daun-daun yang jatuh Ku lelah Gelasku masih setengah Belum genap terisi Sudah ku teguk tiada henti Haruskah ku berhenti? Ah, sudahlah Tersenyumlah Yang penting asaku tinggi Tuk gapai hal lebih tinggi
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 81
Hampa Oleh: Syamsudin Aziz Saputra
Hampa tak berisi Asa tak ada mimpi Ketika gelas kosong tak ada air Ketika awan mendung takada hujan Ketika daun tak lagi melambai Saat senyum mulai pudar Hampa tak berisi Merajut asa sunyi sepi Tak mampu lagi terseyum Merataphampa nan gelap gulita Rindu akan setitik cahya Pengisi hampa
82 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Setitik Cahya Oleh: Syamsudin Aziz Saputra
Gelap hatiku Gelapnya fikirku Meretakkan kaca-kaca gelas Membakar hijaunya dedaunan Saat diriku hampa Saat itulah kau datang menggenggam Membawa setitik cahya terang Menerangi hati ku Mencerahkan fikir ku Melebarkan senyuman ku Nyatanya hatimu tak tersenyum Demi setitik cahya yang kau beri untukku
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 83
Pena Mimpi Oleh: Syamsudin Aziz Saputra
Saat ufuk terseyum menyambut Saat semilir angin melambaikan dedaunan Saat teh hangat dituang dalam gelas Asa kembali meraja Pena kembali menggoreskan tinta Goresan halus dalam lembaran putih Menuliskan angan-angan mimpi Mimpi-mimpi ku yang pernah pudar Mimpi-mimpiku yang pernah kalah Membangun lagi mimpi-mimpi indah Walaupun jelas itu tak mudah Ku coba gores menulis asa
84 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Terlintas Dipikiran Oleh: Pepi Susianti
Andaikan aku bisa menjadi gelas, Yang selalu mudah mengabaikan Yang selalu memberi harapan tanpa kepastian dan hati Tiba-tiba begitu saja pecah Andaikan aku juga berada diposisi daun untuk sebentar saja, Yang selalu mengharapkan perhatian darimu Menunggumu tanpa pernah mengeluh Dan berusaha bertahan dalam segala keadaan Andaikan semua situasi itu berganti untuk sesaat saja, Aku akan tersenyum bahagia, Dan aku tidak akan berhenti ketika lelah Namun aku akan berhenti ketika semuanya telah selesai.
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 85
Cinta Hilang Oleh: Pepi Susianti
Bukankah akan lebih sakit daun Jatuh dari tangkainya Yang tidak lagi berakhir Dengan baik begitu saja Seperti tiba-tiba menghilangnya Gelas diatas meja bundar Tanpa ada sedikit penjelasan yang pasti Jika sakit hati denganku Jangan membenciku, Seharusnya bila kamu pergi Berilah senyuman untuk terakhir kali Tanpa harus menyakiti hati.
86 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Izinkan Aku Oleh: Pepi Susianti
Terkadang kita perlu Untuk rehat sejenak, Dibawah pohon dengan daun berguguran Dan menenangkan.. Rehat kita bukan untuk berhenti atau menjauh Tapi untuk menenagkan pikiran Agar kembali bangkit dan berjuang Dengan senyuman yang baru... Saat hati yang lelah, Dan tak mampu untuk bangkit Terutama tidak mampu untuk menjalani hari esok Semua rasanya seperti, meminum air didalam gelas tanpa isi.
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 87
Ayah, Biarlah Rindu Ini Terbasahi Hujan Oleh: Ahmad Muktar Rudin
Aku menamainya dengan nama hujan, Sebuah parodi persembahan dari tuhan, Pencipta alam.. Airnya turun membasahi benih benih kerinduan, Kemudian tumbuh menjenjang, Merangkum episode kenangan, Daunnya adalah sajakku, Yang luruh satu persatu Karena kajian maha rindu Tangkainya adalah baitku Yang pupus dalam imajinasi bernada sendu, Aku disini masih menunggumu, Di bawah gerimis tua yang masih terjaga olehku, Berharap sajak kerinduanku, Kau baca dan kau nikmati Bersama kopi kesukaanmu, Dan aku akan tetap disini menantimu, Mengisi senyum dengan seluruh harapan semu, Dengan bertadah gelas pencandu Yang hampir layu termakan waktu Namun lirih ini akan tetap tersenyum seraya melafal, Ayahh,,,
88 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Sajak Duka Palestina Oleh: Ahmad Muktar Rudin Saat aku menjadi selembar daun, Kau ciptakan segelas air rindu, Hingga aku mengering layu, Kemudian aku pun terjatuh, Tertimbun dalam bongkahan tanah yang runtuh, Saat aku menjadi seindah pelangi, Kau hadirkan gemuruh badai, Hingga perlahan tubuhku pupus, Warnaku luntur terhapus, Saat aku menjadi setangkai padi, Kau taburi aku dengan hama hama kepahitan, Sehingga diri ini hanya menelan tangisan, Kau hanya terdiam,Sambil tersenyum kemanisan, Apakah sajakku tak mampu menggetarkan Seisi ruang hatimu? Apakah tangisku tak mampu membuka Celah celah kepalsuanmu? Lalu aku harus bagaimana? Lihat dan bangunlah, Bukalah matamu, Lihatlah apa yang kau perbuat, Kau hadirkan jerit lirit tangisan bayi mungil, Kau bawakan duka lara bagi anak anak kecil, Kau ciptakan kobaran kobaran api Hingga mampu melelap seluruh negeri, Langit murka, Mencuar memerah, Hujan pun turun Memuntahkan air mata dan darah, Ya tuhan, Berilah hamba kekuatan sekuat besi, Berilah hamba keimanan sebesar semesta ini, Berilah hamba ketabahan seberat jeruji, Dan berilah kedamaian dalam hidup ini..
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 89
Sajak Pengkafiran Oleh: Ahmad Muktar Rudin Kau rela menabur hama Dalam sajak kekosonganku Menebar luka disepanjang syair ceritaku Hingga coretan coretan hitam Membekas dalam nadi puisiku Sepaut hijrah yang menunggu Mulai kelam terjerat kerusuhan duniawimu Alam hanya menjanjikan getah sandiwara Menciptakan si dusta angkara murka Menjerat erat akan jiwa yang terlelap komplotan narkoba.. Berkedil kedil miras semakin melimpah ruah Menebar keheningan di setiap mata manusia Menyerta herta akan jiwa yang tak berdosa, Membutakan pandangan dalam gertakan masa, Kau pecahkan gelas gelas kesabaranku, Yang semula berisi air mata tangisanku, Hingga perlahan keping keping kerinduan, Mulai tersayatkan akan kekecewaan, Kau penghancur, Kau pengkufur, kau penghujat kau penjahat, kau tebang kegagahan diri, hingga daun daun naluriku mati, terhempas angin angin yang menggugurkan diri, kau hadirkan berjuta bencana, hingga jasad jasad tak ternilai harganya, ya illahi robbi, damaikanlah negeri ini, Jangan kau taburi minuman minuman jahanamMu, Turunkanlah rahmat agungMU, Agar negeriku menjadi indah bermuara syurgaMu seraya ku tersenyum, bersujud padaMu
90 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Kehilanganmu Oleh: tiara tri dewi
Berpasang pasang mata terjaga di kala itu Ramai tetapi di temani awan kelabu Bibir yang tak mampu lagi tersenyum Tangan yang tak bisa lagi menggapai Kaki yang tak bisa lagi menemuimu Hati selayang pandang bagai tertusuk belati Diri ini sudah menjadi pecahan kaca dari gelas gelas yang berdiri berbaris rapi di lemariku Semesta pun ikut terluka melihatku Kupandangi wajahmu di tengah malam itu Tak sedikit pun kau mengutarakan kata kepadaku Terlihat kau sudah sangat bersahabat dengan tidur mu Terbujur kaku dan membisu Sesak rasa dadaku,ingin ku berlari menyusulmu Sayangnya, tuhan tak izinkan itu Waktu yang berjalan,kini ia telah berlari Berlari membawa sejuta kenangan yang terukir di benakku Sudah ku coba mengejarnya Tapi aku tak kunjung menemuimu Ku coba menanyakan kepada daun daun yang menari disiang itu Dimanakah ibuku ? Ia pun terdiam dan juga membisu Kucoba titipkan rindu ini kepada angin Angin.. Bolehkah sejenak kau sampaikan sejuta rindu untuknya ? Ku menitipkan rindu ini untuk ibuku di surga Karena untuk beradu kening denganya Ibarat punuk merindukan bulan
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 91
Mengharapkanmu tak Pernah Salah Oleh: tiara tri dewi
Teruntukmu Ketika kau tersenyum Tanpa sengaja ku tatap indah senyuman di matamu Terdapat segudang pelangi penuh warna Membuat diri ini terdiam dan terpanah Hanya bisa memandang tak dapat menggenggam Mampuku hanya sebatas mendoakan Rasa ini tak sepahit segelas jamu Juga tak sepahit butiran obat Namun, seindah mekarnya bunga dan dedaunan musim semi Ku tak ingin mengungkapkanya Hanya memberi tau melalui tetesan pena Semoga kau sempat membacanya Tak dapat berkata Hanya bisa mengagumi dengan cara sederhana dan dalam ratusan bahasa Perihal rasa, ia tak pernah salah Datang dengan sendirinya Pulang tanpa kembali menyapa
92 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Harapan Oleh: Rachma Salsabila
Teriakan Amarah Pecahan gelas Dan tangisan Aku ingin bertahan Tetap menggenggam tangannya Tetap ada untuknya Memeluk dalam harap Mentari kan tetap bersinar Daun-daun masih bernafas Dan ia akan tersenyum indah Esok pasti baik-baik saja, kan?
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 93
Anak Rembulan Oleh: Rachma Salsabila
Hai anak rembulan, Tidakkah kau kedinginan? Maukah kau ke dalam Dan meneguk segelas coklat? Hai anak rembulan Hidup memang begitu, kan? Berselimut penderitaan Beralaskan kegagalan Hai anak rembulan, Tersenyum dan menarilah Lupakan kebekuan itu sejenak Esok kau akan melihat dedaunan
94 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Anak Jalanan Oleh: Rachma Salsabila
Tangan-tangan menengadah Kaki-kaki yang telanjang Terseyum tapi diabaikan Eksistensi yang tak diharapkan Ia terbaring lemah Di pinggir jalanan kota Rapuh bagai gelas kaca Terisak menahan perihnya luka Saat bekunya dedaunan, Mereka meringkuk tanpa alas Saat terik menyengat, Mereka tak punya atap
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 95
Tentang rasa Oleh: Karen aulina
Disinalah.... Di tempat ini kita bertemu.... Berbagi rasa.... Berbagi cerita.... Saat daun kering bersentuhan.... Ku terdiam.... Ku tak mampu membendung tangis.... Masih ku ingat.... Raut wajahmu saat kita tertawa bersama.... Pahitmu cukup tuk ku rasa.... Indahmu cukup tuk ku cinta.... Aku tak kuasa menyakinkan ini semua.... Hatiku hancur.... Hatiku pilu.... Seperti gelas yang jatuh ke lantai.... Dan sepi yang menggores luka....
96 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Kamu Oleh: Karen aulina
Senyummu sangat indah.... Wajahmu sangat menawan.... Aura kebahagiaan terpancar dari wajahmu.... Saat duduk di pelaminan berdua.... Aku pun bahagia.... Meski bukanlah aku yang ada di sampingmu.... Seperti gelas yang jatuh dari ketinggian.... Begitu juga denganku.... Hancur tak tersisa.... Namun apalah dayaku.... Aku hanyalah daun yang telah jatuh.... Yang tak akan mungkin kau ambil.... Daun yang jatuh tak akan membenci angin.... Dan aku tak akan pernah membencimu....
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 97
Pupus Oleh: Karen aulina
Dikala embun pagi.... Burung-burung bernyanyi.... Sang surya mulai memancarkan sinarnya.... Ku pegang gelas yang berisikan teh hangat.... Ku nikmati detik demi detik hari itu.... Daun-daun menggugurkan diri dari tangkainya.... Tak memperdulikan kepedihan orang di sekitarnya.... Disana.... Ku melihatmu tertawa tanpa beban.... Terlukias raut bahagia itu.... Meskipun.... Bukan diriku yang melukiskannya....
98 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Kehilangan Oleh: Ima Hermayanti (Petrikor)
Senyum itu perlahan memudar Bersama sesak yang kian menyelimuti gundah hatinya Kehilangan membuat akalnya berhenti memproduksi kewarasan Mulutnya meronta melapalkan sampah serapah kebencian tanpa memiliki pelampiasan Hatinya tak lagi utuh Ia berserakan layaknya gelas kaca yang menemui ajal Tubuh kekar tak dapat menyembunyikan kerapuhan yang kian erat memeluknya Ia hancur, tercabik, bahkan ia menebas batas emosialnya Lamunannya tak menemukan tempat menetap kali ini Pikirannya hilir mudik secara acak Bagai daun yang berguguran diterpa kemarahan angin Jatuh, kemudian berlalu di perasingan hingga melebur
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 99
Depresiku Oleh: Ima Hermayanti (Petrikor)
Aku terperangkap dalam dimensi gelap Hampa udara, hampa rasa, hampa suara dan hampa cahaya Entah berapa lama aku memilih untuk tak bersua Menyepi, menyumpahi diri yang kian hilang kendali Daun yang selama ini ku puja Angin yang selama ini menerpa Hujan yang selama ini jadi sumber bahagia Nyaris tak pernah ku kenali lagi rasa dan bentuknya Semua emosi terhapus dari memori Bahkan aku sudah tak paham bagaimana caranya tersenyum Konon katanya, itu adalah ekspresi yang sangat indah Hingga menyejukan hati penikmatnya Aku mulai gusar Menapaki diri yang semakin lemah dan menyerah Kubanting gelas-gelas tak bernyawa itu Mereka pecah, tak berdaya, sepertiku
100 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Aku Rindu Oleh: Ima Hermayanti (Petrikor)
Malam ini aku meringkuk di atas ranjang Tangisan awan yang mengguyur tubuhku dari balik dedaunan Membuat bibirku menggigil membiru Suhu tubuhku memanas saat nadi mulai beku Aku teringat pada sosok perempuan terhebat Ia selalu tersenyum saat melihatku Menghangatkan hati yang kelu menyatakan rindu Telepati antara kita cukup memberitahukan rasa terpendam itu Dinginnya mulai menyiksa kali ini Ku seduhkan sekantong teh hijau ke dalam gelas Dengan sedikit terisak, ku tuangkan air panas Mataku nanar, dadaku sesak Rindunya tak sudi untuk ku simpan lebih lama lagi
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 101
Aku Tak Pernah Suka dengan Hujan Oleh: Waode Nurul Hasanah
Aroma petrikor menusuk indera penciumanku Menyingkap resah, tersenyum pun tak mampu Aku tak pernah suka dengan hujan Semua menjadi basah Bajuku, celanaku, dalamanku, dan pipiku Hujan pernah menampung asa di gelas cinta Bercampur bumbu-bumbu rencana masa depan Namun gelas tak cukup besar menampung rencana yang meluap-luap Hingga pecah berkeping-keping Aku duduk di bangku taman yang masih basah Ku ambil selembar daun yang bertuliskan namamu Lalu ku bakar dengan air mata
102 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Harapan Oleh: Waode Nurul Hasanah
Daun-daun yang gugur menyanyikan cinta yang ramai Menambah lantunan bunyi alam menuju harapan Tubuhnya menari-nari mengikuti musik yang menguasai telinganya Melupakan kesesatan jalan yang berkelok terdahulu Gelombang langkahnya yang cantik terhenti Dia tersenyum menyapa, lalu kembali melangkah hati-hati Degup jantungnya menambah satu lantunan lagi “Aku sudah sampai” katanya dalam hati Alam memang memiliki kuasa yang hebat Dia tak berhenti bersyukur Air asin di ujung matanya menyerupai air terjun Dia telah menemukan gelas kosong yang siap diisi oleh kisah yang baru
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 103
Ini Adalah Kisahku Oleh: Waode Nurul Hasanah Ini adalah kisahku Seorang perempuan yang selalu tersenyum semu Begitu pun ketika aku menemuimu Berpura-pura biasa ketika menatap kedua bola matamu Gelas kopi di hadapanmu menambah gairahku Kau meletakkan segala emosi disetiap tegukkanmu Aku menyembahmu saat pertama kali kau berbicara tentang kopi Isi otakmu semakin memeriahkan pesta kupu-kupu didalam perutku ini Ini adalah kisahku Seorang perempuan yang terlalu lama mengais daun-daun kering didalam hatinya Tak mampu berkata, hanya mampu memainkan drama Ini adalah kisahku Seorang perempuan yang memanfaatkan sekitarmu untuk mencuri perhatianmu Mengorbankan orang lain, hanya untuk mendekatimu Ini adalah kisahku Seorang perempuan yang pandai bersilat lidah Menjaga hatimu walau kau tak sedikit pun tahu keberadaanmu di hatiku
104 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Adorasi Hidup Oleh: Winy Rifmawati
Spektrum warna kau torehkan pada kanvas, Abstrak imaji terpapar dalam sapuan, Tersenyum dalam keresahan atma, Masygul gelas terisi bayu, Melesap kefakiran nutrisi pada daksa-daksa, Sementara, Mereka tengadahkan tangan tak hiraukan sekitar, Lesatkanmu demi sembilan nyawa, Tersenyum dalam pahitnya kehidupan, Derik langkah kau ayunkan, Menembus shyam, Menembus petrikor di bawah daun terserak, Demi sesuap rindu.
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 105
Melesap Renjana Oleh: Winy Rifmawati
Ketika nabastala mulai menjingga, Sumarah melipir menampakkan keluasan atma, Cinta, adorasikan darah muda, Hingga gelasmu kosong, dahaga .... Ketika marjinal usia mendekati batas, Renjana membuncah, Titipkan rindu pada dedaunan, Berkelindan menelisik kalbu, Mematri janji sakral pada altar, Memilin dawai-dawai asmaraloka, Meretas cadas keangkuhan, Sabitkan bibirmu, Tersenyum.
106 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Berkelindanmu, Terhenti Oleh: Winy Rifmawati
Senja meretas cakrawala, Temani jingga hingga surut, Laron, Membasuh daksa dengan aneka kembang, Oleskan gincu pada bibir ranum, Menguar aroma dedaunan kelas dua, Kenakan gaun kebesaran membelah dada, Anindya, Melangkah masygul menembus nabastala kelam, Berkelindan mencarituan penikmat syurga dunia, Bilur-bilur sesal kau simpan dalam gelas, Agar tak lihat kepalsuan itu, Adorasi cinta kuatkan atma, Demi sebongkah asa penyambung nyawa buah hatinya, Nak, Minumlah pereda sementara pengerip nutrisi, Kau tersenyum duka, Temukan anakmu dalam mimpi kekalnya. Bandung, 24 November 2018
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 107
Hai kamu Oleh : Sari Mulyanti
Hai kamu yang disana bagaimana bisa senyumanmu membuat seisi dunia seakan berhenti, aku terpana melihat senyumanmu Terlebih saat kau tersenyum kepadaku Kau tuangkan senyuman kedalam gelas, dan ingin rasanya aku meminumnya Tunggu, apakah ini akan menjadi racun bagiku jika meminumnya? Atau malah menjadi candu bagiku Hai kamu, sadarkan aku jika nantinya aku terlalu mabuk oleh pesonamu Kamu tak hanya tampan tapi kepribadianmu juga baik Mencintaimu saja aku merasa sempurna Dan terasa lebih sempurna bagiku jika dapat memilikimu Aku butuh orang seperti mu dalam hidupku Karena aku banyak belajar darimu Akankah semesta setuju menakdirkan kita bersama Karena daun yang gugur pun belum tentu setuju denganku
108 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Menunggumu Oleh: Sari Mulyanti
Malam terasa lebih dingin dari biasanya Langit mendung semakin membuat gelap malam ini Rintikan hujan mulai turun membasahi wajah Aku masih menunggumu disini Aku terdiam sendiri bersama gelas yang sudah kosong ini Apakah yang aku tunggu ini akan segera datang? Atau bahkan pergi seperti daun yang terbawa angin? Aku tetap menunggumu disini Aku masih ingat senyumanmu saat itu Kau tersenyum kepadaku saat aku tiba Apakah senyumanmu mengartikan kemarahan? Dan apakah ini caramu membalasku? Tidak, aku tau kamu juga menungguku, dan biarkan kini aku yang setia menunggumu
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 109
Rindu Oleh: Sari Mulyanti
Daun pun bingung mengapa kamu tak kunjung datang Awan pun mulai mendung sama halnya yang memunggmu Apakah kamu akan datang? Atau kamu pergi lagi tanpa pamit kepadaku Oh langit sampaikan pada sang tuan bahwa aku masih setia menunggunya Aku tak bisa melupakannya, bahkan senyumannya selalu menghantui pikiranku Kata-katanya selalu menjadi sebuah irama yang indah di telingaku Perhatiannya masih selalu aku rasakan Oh tuan aku harap kamu kembali lagi Aku akan setia menunggumu disini Seperti gelas yang selalu merindukan air Dan seperti gelas yang selalu menjadi wadah untuk menampung segala hal
110 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Seruan Hati Oleh: NurRahma
Walau gelas telah rapuh Jiwa ini masih utuh Walau waktu tlah berlalu Jiwa ini masih terpukul Banyak waktu tlah berlalu Menutup luka yang mebeku Ku ingin terbang dengan bebas Tersenyum ria tanpa beban Ingin ku terbang bagai daun Terbawa angin yang berhembus Ku ingin melupa walau sulit Namun kutak sanggup karena terlalu sakit.
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 111
Lara Oleh: NurRahma
Bukan maksud tuk mengungkit Rasa sesak yang didada Bukan maksud tuk mendendam Namun hati terlalu sakit Apa dayaku tak bisa Tersenyum lepas seperti dulu Karena gelas telah pecah Maka tak mungkin kau satukan Hati ini telah jatuh Bagai daun yang berguguran Kelak kau akan tahu Arti rasa yang ku damba
112 | Puisi “Gelas, Daun & Tersenyum”
Ayah Oleh: Nur Rahma
Berat beban yang kaupikul Untuk ananda dikemudian hari Banyak sudah yang kau taruhkan Untuk kami yang kau sayangi Terik mentari yang kian tinggi Tak jadi penghalang dalam bekerja Hujan deras yang mengguyur Tak membuatmu luntur dalam bekerja Kadang hati terasa teriris Melihatmu tersenyum dalam sembilu Daun telah bergugur Membawa kenangan yang telah lalu Andai kata aku mampu bebrbuat Ku ingin menyusun kembali pecahan kaca Kaca gelas yang pernah jatuh Untuk membawa kembali senyuman itu
Kelas Puisi bersama: Jaka Sandara | 113