Ppok Iyas.docx

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ppok Iyas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,946
  • Pages: 17
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) RUANG CEMPAKA RSUD BANYUMAS

Oleh: TRIAS YUNIARTI 1811040006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2018/2019

a) DEFINISI Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara pada saluran pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini terjadi karena adanya respon inflamasi paru akibat pajanan partikel atau gas beracun yang disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit (Perhimpunan dokter paru Indoesia, 2010). PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan

resistensi

terhadap

aliran

udara

sebagai

gambaran

patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paruparu dan asma bronchiale (S Meltzer, 2012) Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan dengan klasifikasi yang luas termasuk bronchitis, brokiektasis, emfisema, dan asma. Ini merupakan kondisi yang tidak dapat pulih yang berkaitan dengan dispnea pada aktifitas fisik dan mengurangi aliran udara (Smeltzer & Bare 2010) Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan sekumpulan penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya Bronkritis kronis, emfisema paru, dan asma bronkal membentuk satu kesatuan yang disebut Chronic Obstructive Plumonary Disease (COPD) (Corwin, 2008). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis, bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif aktivitas bronkus. .

b) Etiologi Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Mansjoer (2008) adalah: 1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas kimiawi. 2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan. 3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asmaorang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK. 4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisemapada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok. c) Manifestasi Klinik Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah

menjadi

banyak

dan

purulen

seiring

dengan

semakin

bertambahnya parahnya batuk penderita. Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat

ke rumah

sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan

aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut. Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi: 1) Batuk bertambah berat 2) Produksi sputum bertambah 3) Sputum berubah warna 4) Sesak nafas bertambah berat

5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas 6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis 7) Penurunan kesadaran (Muttaqin, 2010) d) Anatomi dan Fisiologi

Saluran Pernapasan Atas a) Lubang hidung (neres anterior) adalah saluran-saluran di dalam lubang hidung . saluran –saluran itu bermuara kedalam bagian yang dikenal sebagai rongga hidung (vastibulum). b) Hidung Secara normal udara masuk ke dalam sistem pernafasan melalui hidung. Ujung hidung di tunjang oleh tulang rawan dan pangkal di tunjang oleh tulang nasalis bagian depan. c) Tekak (Faring) Adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknaya seperti corong, yang besar dibagian atas dan sempit di bagian bawah. Faring mendapat suplay darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Persyarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari fleksus faring yang ekstensif.

d) Pangkal tenggorok (laring) Merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas.bentuknya berbentuk menyerupai limas segitiga, tulang rawan yang menyusun laring. Laring fungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fonasi. Saluran Pernapasan Bawah. a) Batang tenggorokan (trakea) Trakea adalah pipa terbuka yang mempunyai diameter 2,5 cm dan panjang 10-12cm. trakea terletak di bawah laring dan di atas paru-paru. b) Bronkus Merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan ke V. c) Lobus-lobus pada paru-paru Paru-paru merupakan organ yang elastic, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediatinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. d) Peredaran darah paru-paru Suplai darah paru-paru bersifat unik dalam beberapa hal, pertama paruparu mempunyai 2 suplai darah, dari arteria bronkialis dan arteria pulmonalis.

e) Patofisiologi Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponenkomponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mucus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuha atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mucus dan silia ini mengganggu system escalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat

purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur- struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2011) Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus. Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

f) Pathway

\

g) Pemeriksaan Penunjang 1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurisme ventricular. 2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup atau area penurunan kontraktilitas ventricular. 3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding. 4. Kateterisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejesi fraksi/perubahan kontraktilitas. h) Penatalaksanaan Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1) Pemeriksaan radiologi Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garisgaris yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal. 2) Corak paru yang bertambah pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu: Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer. 3) Pemeriksaan faal paru Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi

maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. 4) Analisis gas darah Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. 5) Pemeriksaan EKG Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet. 6) Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi. 7) Laboratorium darah lengkap Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut: a) Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara. b) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara. c) Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.. d) Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran 1 - 2 liter/menit. Tindakan rehabilitasi yang meliputi: a) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus. b) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.

c) Latihan dengan olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani. d) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.

i) Komplikasi a) Hipoxemia Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,

dengan

nilai

saturasi

Oksigen

<85%. Pada

awalnya

klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis. b) Asidosis Respiratory Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea. c) Infeksi Respiratory Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea. d) Gagal jantung Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus

diobservasi

terutama

pada

klien

dengan

dyspnea

berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini. e) Cardiac Disritmia Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory. f) Status Asmatikus Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan

seringkali

tidak

berespon

terhadap

therapi

yang

biasa

diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A.

PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi : 1) Identitas Pasien Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab. 2) Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhankeluhannya tersebut. c. Riwayat Penyakit Dahulu Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang sama. d. Riwayat Penyakit Keluarga e. Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang sama. f. Riwayat Psikososial g. Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. 3) Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual a. Bernafas Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas.

b. Makan dan Minum

c.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. Eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otototot tractus degestivus. Gerak dan Aktivitas Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Istirahat dan tidur Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya. Kebersihan Diri Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu oleh orang lain. Pengaturan suhu tubuh Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°40°C), hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C. Rasa Nyaman Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri dada meningkat karena batuk berulang (skala 5) Rasa Amam Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya

4. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul. a. Bersihan jalan napas efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal. b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen. e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah. f. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat g. peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi. 5. Rencana Asuhan Keperawatan No

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1

Bersihan jalan napas tidak efektif b.d bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,kelelahan/berkurang nya tenaga dan infeksi bronkopulmonal

NOC NOC : Respiratory status : - Ventilation Respiratory status : - Airway patency - Aspiration Control

NIC

1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat korpulmonal. 2. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk. 3. Bantu dalam pemberian Kriteria Hasil : tindakan nebuliser, inhaler -Mendemonstrasikan batuk dosis terukur efektif 4. Lakukan drainage postural -suara nafas yang bersih dengan perkusi dan vibrasi -tidak ada sianosis pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan. -Menunjukkan jalan nafas 5. Instruksikan pasien untuk yang paten menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu -Mampu yang ekstrim, dan asap. mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat 6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus menghambat jalan nafas dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan. 7. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.

8. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenza dan streptococcus pneumoniae 2

Pola napas tidak efektifberhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas

NOC : -Respiratory status Ventilation -Respiratory status : -Airway patency -Vital sign Status

:

Kriteria Hasil : -Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspne -Menunjukkan jalan nafas yang paten -Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah (sistole 110-130mmHg dan diastole 70-90mmHg), nad (60-100x/menit)i, pernafasan (18-24x/menit) 3

Gangguan pertukaran gas Respiratory status: berhubungan dengan -Ventilation ketidaksamaan ventilasi Kriteria Hasil : perfusi -Frkuensi nafas normal (1624x/menit) -Tidak terdapat disritmia -Melaporkan penurunan Dispnea -Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspiras

4

Intoleransi aktivitasberhubungan

NOC : -Energy conservation

1. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan. 2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. 3. Biarkan pasien membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien. 4. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan

1. Deteksi bronkospasme saat auskultasi . 2. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia. 3. Berikan obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya. 4. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan. 5. Pantau pemberian oksigen 1. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah,

5.

dengan ketidakseimbangan -Self Care : ADLs antara suplai dengan kebutuhan oksigen Kriteria Hasil : -Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR -Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

pernapasan 2. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital. 3. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan. 4. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar. 5. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien. 6. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah

1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh. 2. Auskultasi bunyi usus 3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret. 4. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan. 5. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama. 6. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas. 7. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.

NOC : -Nutritional Status : food and -Fluid Intake Kriteria Hasil : -Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan -Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan -Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi -Tidak ada tanda tanda Malnutrisi -Tidak terjadi penurunan berat badan yang berart

6

Kurang perawatan diriberhubungan dengan keletihan sekunder akiba peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi

NOC : -Self care : Activity of Daily -Living (ADLs) Kriteria Hasil : -Klien terbebas dari bau badan -Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs -Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

1. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga 2. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi. 3. Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. (2008). Handbook of Pathophysiology, Edisi ketiga. Diterjemahkan oleh: Subekti, N.B., Editor edisi Bahasa Indonesia: Yudha, E.K., Wahyuningsih, E., Yulianti, D., dan Karyuni, P.E. (2009). Buku Saku Patofisiologi, Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 240. Smeltzer C Suzanne.(2012). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth’s,Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran. Smeltzer,S. C. and Bare, B. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa H. Y. Kuncara, Monica Ester, Yasmin Asih, Jakarta : EGC. Global initiative for chronic Obstruktif Lung Disease (GOLD), (2011),Inc. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention.http://www.goldcopd.com. Muttaqin,Arif. (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika

Related Documents

Ppok
June 2020 19
Ppok
October 2019 40
Ppok Iyas.docx
November 2019 21
Diagnosis Ppok
June 2020 14
Ppok .pptx
December 2019 30
Diagnosis Ppok
June 2020 13