Ppkn.docx

  • Uploaded by: Barisan Kata
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ppkn.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,000
  • Pages: 9
1.Kenapa di negara yang demokrasi mengadakan pemilu

-rakyat merasa dihargai -musyawarah -keputusan bersama -menjaga ketentraman bersama -suara rakyat Negara demokrasi mengutamakan kepentingan umum dari pada pribadi, artinya demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dimana formulasi kebijakan, secara langsung atau tidak ditentukan oleh suara mayoritas warga yang memiliki hak suara melalui wadah pemilihan. Demokrasi bicara soal kehendak rakyat, demokrasi juga bisa sebagai kebaikan bersama, jadi pemerintahan demokratis adalah menciptakan kebaikan bersama yang ditetapkan melalui kontrak politik, bicara demokrasi berarti berhubungan dengan pemilihan umum. Dalam sebuah negara demokrasi Pemilu (Pemilihan Umum) merupakan salah satu pilar utama dari sebuah akumulasi kehendak rakyat, pemilu sekaligus merupakan prosedur demokrasi untuk memilih pemimpin. Diyakini pada sebagian besar masyarakat beradab di muka bumi ini, Pemilu adalah mekanisme pergantian kekuasaan (suksesi) yang paling aman, bila dibanding dengan cara-cara lain. Sudah barang pasti bila dikatakan Pemilu merupakan pilar utama dari sebuah demokrasi. Melalui Pemilu rakyat memilih wakilnya, selanjutnya para wakil rakyat ini diserahi mandat kedaulatan rakyat untuk mengurusi negara. Melalui Pemilu rakyat menunjukkan kedaulatannya dalam memilih pemimpin seperti Presiden dan Wakil Presiden. Melalui pemilu lokal yang disebut Pilkada, rakyat juga menunjukkan kedaulatannya untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota.

2.Apa itu pemilu Pemilihan umum (disebut Pemilu) adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatanjabatan politik tertentu.[butuh rujukan] Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.[butuh rujukan] Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.[butuh rujukan] Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan publik, komunikasi massa, lobi dan lain-lain kegiatan.[butuh rujukan] Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.[1]

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye.[butuh rujukan] Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara.[butuh rujukan] Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai.[butuh rujukan] Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.[butuh rujukan] Tujuan dari pemilu adalah sebagai perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan pemerintahan negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ada dua pemilu yaitu pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden. Pemilu legislatif dilaksanakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sedangkan pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan untuk memilih pasangan presiden dan wakil presiden. Menurut Prihatmoko (2003:19) Pemilihan Umum didalam pelaksanaannya mempunyai tiga tujuan, yaitu:   

Sebagai sistem kerja untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum (public policy) Pemilu adalah sarana untuk pemindahan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan badan perwakilan rakyat melewai wakil wakil yang sudah dipilih atau partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjamin Pemilu sebagai sarana memobilisasi, penggerak atau penggalang dukungan rakyat kepada Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut sera dalam proses politik.

Sedangkan tujuan pemilu dalam pelaksanaannya yang berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 2012 pasal 3 yaitu pemilu diadakan untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 3.Bagaimana pemilu di negara lain: Batasan usia pemilih yang paling banyak dianut saat ini adalah 18 tahun. Misalnya, di Australia, Amerika Serikat (AS), Jerman, Inggris, Bolivia, Perancis, China, dan sebagian besar negara lainnya. Sementara di Austria, Brazil, Malta, Kuba, dan Nikaragua, penduduk yang berusia 16 tahun dianggap sudah dewasa dan bisa mendaftarkan diri sebagai pemilih. Di Inggris dan Amerika Serikat pun, sejak lama berbagai kalangan sudah berjuang untuk menurunkan usia pemilih namun belum berhasil sepenuhnya. Di AS, misalnya, baru 19 negara bagian yang membolehkan usia 17 tahun untuk memilih. Tahun lalu, kota Takoma Park, Maryland, menjadi yang pertama menurunkan usia pemilih menjadi 16 tahun, meskipun untuk pemilu tingkat kota. Begitu juga di Jerman, khusus untuk negara bagian Bremen, usia pemilih 16 tahun. Bahkan salah satu partai mengusulkan usia 14 tahun untuk pemilu kota. Negara yang masih memberlakukan batasan usia 21 tahun untuk memilih, antara lain, Kamerun, Kuwait, Malaysia, Libanon, Oman, Samoa, Singapura, dan Kepulauan Solomon. Sementara di Iran sebelum tahun 2007, batasan usia pemilih masih 15 tahun sebelum menjadi 18 tahun. Dua tahuyn kemudian (2009) kembali diturunkan menjadi 15 tahun tapi naik lagi menjadi 18 tahunn pada 2011. Sisanya, beberapa negara memilih batasan usia berbeda menurut pertimbangan masing-masing, seperti,

Ethiopia, Timor Leste, Sudan, dan 19 negara bagian AS (17), Korea Selatan (19), Bahrain, Jepang, dan Nauru (20 tahun). Yang cukup unik adalah Italia, yang menetapkan batasan usia 18 tahun, namun khusus untuk memilih anggota senat harus berusia 25 tahun ke atas. Batasan usia pemilih pun tidak sepenuhnya ketat, karena ada beberapa perkecualian. Indonesia misalnya, batasan usia pemilih 17 tahun atau sudah menikah (berapa pun usianya). Begitu juga di Republik Dominika, batasan usia pemilih 18 tahun atau sudah menikah, tak peduli usia berapa. Di Korea Utara mirip dengan Indonesia di mana usia 17 tahun atau sudah menikah sudah memiliki hak pilih. Bedanya, di Korea Utara anggota militer boleh, bahkan harus pilih. Yang tak kalah uniknya di Uni Emirat Arab (UEA) yang berbentuk negara persatuan dari 7 penguasa (emirat). Di negeri ini batasan usia tidak sama karena masing-masing emirat menetapkan sendiri batasan usia minimal pemilih dan juga proporsinya untuk memilih Federal National Council (FNC). Sesungguhnya, hanya 12 persen rakyat UEA yang diberi hak memilih dan alasan siapa yang berhak memilih tidak dipublikasikan. Kenapa tak Boleh Memilih? Meskipun prinsip dasar demokrasi memberikan kebebasan kepada setiap warga negara untuk bersuara dan menentukan pilihan, praktik demokrasi dan sistem pemilu di berbagai negara tidak sepenuhnya demikian, bahkan sebagian bertolak belakang dengan prinsip demokrasi. Di beberapa negara, anggota militer dan polisi tak memiliki hak pilih. Negara-negara yang menerapkan aturan ini, antara lain, Indonesia dan Republik Dominika. Di Guatemala, anggota militer aktif bahkan dilarang keluar barak pada hari pemilihan. Anggota militer dan polisi juga tak punya hak pilih di Kuwait dan Oman. Begitu juga pernah diberlakukan di Peru sebelum 2005. Negara-negara lain yang pernah mengatur masalah serupa, antara lain, Angola, Argentina, Brazil, Chad, Kolombia, Ekuador, Honduras, Paraguay, Senegal, Tunisia, Turki, Uruguay, dan Perancis sebelum 1945. Yang juga nyata bertentangan dengan prinsip demokrasi adalah tak adanya hak pilih bagi para wanita. Pembatasan hak pilih berdasarkan gender ini diberlakukan hanya di Saudi Arabia dan Vatikan. Sebelum 2008, Bhutan juga melarang wanita ikut pemilu. Sebelumnya, sistem pemilu di negeri memberlakukan suara keluarga, artinya hak suara hanya diberikan kepada kepala keluarga (pria) mewakili anggota keluarganya (1 suara). Pada 2015 nanti, ada secercah harapan bagi wanita Saudi Arabia, karena wanita sudah boleh memilih meskipun masih dibatasi pada tingkat pemilu kota. Sementara pemilihan Paus di Vatikan dilakukan oleh kardinal yang memang hanya pria. Di luar usia, gender, dan profesi, sesungguhnya masih banyak batasan bagi seseorang untuk memilih.

Sejarah menunjukkan bahwa bahkan negara yang mengklaim dirinya kampiun demokrasi seperti AS (wilayah barat), Inggris, dan Swedia, pernah melarang wanita ikut pemilu pada 1860-an. Di Republik Maladewa sebelum 2011, bahkan hanya penduduk muslim yang berhak memilih. Dewasa ini, persyaratan seseorang warga negara untuk ikut memilih (atau dipilih) masih tergolong ketat dan berbeda-beda di berbagai negara. Umumnya, mereka yang menjalani atau pernah menjalani hukuman akan kehilangan hak pilih atau dipilih. Di beberapa negara bagian AS, napi dan mantan napi kelas berat tak punya hak pilih. Di Kanada sebelum 2002, hanya napi dan mantan napi yang menjalani hukuman di bawah 2 tahun yang boleh ikut memilih. Namun sejak 2004 semua napi dan mantan napi sudah boleh memilih. Ada pula syarat ketat berupa tempat kelahiran. Di Nikaragua, Peru, dan Filipina, misalnya, hanya warga negara asli, dalam pengertian lahir di negara mereka, yang boleh dipilih sebagai wakil rakyat. Sementara warga negara naturalisasi hanya berhak memilih. Hak atau kewajiban? Prinsip demokrasi adalah kebebasan, Namun negara-negara di dunia belum satu sikap soal penerapan asas itu dalam sistem pemilu. Sebagian besar negara yang mempraktikkan demokrasi menetapkan bahwa memilih dalam pemilu bersifat sukarela (voluntary voting), sementara hingga Agustus 2013, tercatat ada masih ada 22 negara di dunia yang menetapkan bahwa memilih adalah kewajiban. Memilih sebagai kewajiban disebut juga dengan compulsory voting atau compulsory suffrage. Dalam sistem ini, mereka yang tidak menggunakan suaranya bisa didenda atau dikenakan kerja sosial. Negara bagian Georgia di AS pernah memberlakukan compulsory voting pada 1777. Austria, Belanda, Spanyol, Venezuela, dan Chile juga pernah menerapkan ini. Dari 22 negara yang memberlakukan pemilu sebagai kewajiban, hanya 10 negara yang menerapkannya secara tegas. Yang menarik, dari 30 negara anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), yang menerima prinsip demokrasi perwakilan dan ekonomi pasar bebas, 10 negara di antaranya sudah menetapkan bahwa memilih adalah kewajiban, diatur dalam UU, dan menerapkannya secara tegas. Negara-negara yang menetapkan kewajiban memilih dalam UU, juga berbeda-beda dalam pengaturannya. Di Argentina, misalnya, mewajibkan warga negara yang berusia antara 18 hingga 70 tahun. Mereka yang berusia 70 tahun ke atas dan usia antara 16-18 tahun boleh tidak memilih. Batasan usia 18-70 tahun sebagai wajib pilih, juga diatur dalam UU di Brazil dan Peru. Seperti di Argentina, warga Brasil yang menolak memilih diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan. Berbeda dengan Australia yang tidak boleh ada alasan. Pada pemilu lokal di Tasmania, Australia, 2010, ada 6000 warga yang didenda sebesar 26 dolar karena tak ikut memilih. Di Singapura, UU mewajibkan warga yang berusia 21 tahun di atas pada tanggal 1 Januari di tahun pemilu, untuk memilih. Sementara di Ekuador, batasan usia wajib pemilu adalah 18-65 tahun, sementara mereka yang berusia 16-18, dan mereka yang buta huruf, bebas untuk tidak ikut pemilu.

Negara lain yang mengatur kewajiban memilih dalam UU, masing-masing, Republik Demokratik Kongo, Luxembourg, Nauru, Peru, dan Uruguay. Korea Utara bisa dibilang menerapkan compulsory voting, karena mewajibkan seluruh penduduk untuk memilih. Namun negara ini tak bisa dikatakan menerapkan sistem demokrasi karena hanya ada satu partai, dan pemilunya hanya menawarkan satu calon (baca boks). Sementara itu, ada 12 negara lain yang mewajibkan ikut pemilu dalam UU namun tidak tegas dalam penerapannya. Belgia, misalnya, mewajibkan warga berusia 18 tahun ke atas untuk ikut pemilu, bahkan ada sanksi hukum, namun faktanya belum pernah ada hukuman yang diberlakukan sejak 2003. Negara lainnya adalah Bolivia, Kostarika, Yunani, Honduras, Libya, Panama, Paraguay, Thailand, Republik Dominika, Mesir, dan Libanon. Khusus negara yang terakhir, kewajiban memilih hanya berlaku untuk pria. Meskipun UU di ke-22 negara itu mewajibkan ikut memilih, tetap ada fleksibilitas bagi mereka yang memiliki alasan kuat untuk tidak ikut pemilu. Di Argentina dan Brazil, misalnya, menyertakan surat dokter karena sakit, atau surat keterangan dari kantor polisi jika berada 500 km dari TPS, akan bebas dari kewajiban. Sementara di Belgia, memilih bisa diwakilkan ke orang lain dengan menyertakan surat kuasa dan membawa kartu identitas pemilih yang diwakili. Soal denda bagi yang tak bisa menunjukkan alasan kuat tidak ikut pemilu, Brasil dan Bolivia termasuk ketat dalam aturan namun berbeda dalam penegakan hukum. Brasil ketat dalam memberikan sanksi, yaitu menolak permohonan paspor dan surat resmi dari pemerintah bagi mereka yang lalai ikut pemilu tanpa alasan. Bolivia, meskipun tidak tegas dalam penegakan sanksi, dalam UU-nya mengatur bahwa mereka yang tidak ikut pemilu akan dipotong gajinya selama tiga bulan. Beda Cara Memilih Di seluruh dunia terdapat banyak sekali perbedaan dalam memberikan suara pada pemilu. Di AS, beda wilayah bahkan beda cara memilih. Satu hal yang sama umumnya sama adalah kerahasiaan. Berikut ini beberapa perbedaannya: • Kebanyakan negara menggunakan tinta yang sulit dihapus bagi pemilih yang sudah selesai memberikan suara. Negaranegara yang menerapkan ini, antara lain, Afghanistan, Iraq, India, Mesir, Zimbabwe, Peru. Ada total 40 negara yang menggunakan tinta, dan di kawasan Asia Tenggara hanya Indonesia, Malaysia, dan Filipina yang menerapkan. • Kertas suara umum digunakan di semua negara, tapi tak semua menggunakan tulisan. Di beberapa negara yang tingkat melek hurufnya rendah, calon presiden, calon wakil rakyat, dan partai, diwakili dengan foto, lambang, dan warna. • Ada juga yang tidak menggunakan kertas suara, seperti di Gambia. Di negeri ini, pemilih memasukkan gundu ke gentong pilihan. Sementara di negara lain, pemilih

memberikan cap jempol di sisi lambang partai atau kandidat pilihannya. Di beberapa negara, memilih bisa dilakukan di rumah dan pilihan dikirim lewat pos. • Di beberapa negara, seperti, Yaman, Chile, dan Puerto Rico, bilik suara masih dibedakan atas bilik suara pria dan wanita. Di Bolivia, malam sebelum pemilu dan di hari pemilu, pemilih dilarang keras mengonsumsi alkohol. • Di hampir seluruh negara, pemilu digelar di hari libur atau hari yang diliburkan. Hanya di AS pemilu digelar di hari kerja. AS juga termasuk unik karena beda wilayah beda cara memilih (mekanik, kertas suara, atau komputer), tergantung KPU setempat. • Yang juga unik adalah di Republik Irlandia. Di sini pemilih boleh memilih tiga kandidat namun diurutkan berdasarkan mana yang paling dikehendaki. • Dewasa ini e-voting atau memilih secara virtual sudah umum dilakukan di banyak negara, seperti, India, Estonia, Swiss, Spanyol, Brasil, Australia, dan banyak lainnya. Saat ini ada empat macam mesin pilih yang diganakan dalam pemilu, yaitu Direct Recording Electronic (DRE) di Brasil, open-source software di Australia, internet voting di Estonia yang menggunakan digital IDCard, dan crypto-voting di Spanyol.

4.Slogan Pemilu di Indonesia

Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asas "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru.    

"Langsung" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. "Umum" berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. "Bebas" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun. "Rahasia" berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil" adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

5.Bagaimana cara memilih pemimpin yang baik

1. Mengenal Kepribadian calon Pemimpin Dalam memilih pemimpin yang baik, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengenali kepribadian calon pemimpin. Carilah informasi sebanyak mungkin mengenai calon pemimpin yang akan anda pilih. Kenalilah bagimana dia bersikap di masyarakat dan lingkungan organisasi yang akan dipimpinnya. Kepribadian seseorang bisa terlihat bagaimana dia berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Jika dia disukai oleh banyak orang, ini bisa menjadi indikasi bahwa dia memiliki kepribadian yang baik. Namun jika sebaliknya, bisa jadi dia bukan pribadi yang baik. Sosok pemimpin harus memiliki kepribadian yang baik agar bisa diterima oleh semua kalangan. 2. Memiliki Tujuan dan Tahu Cara Mencapainya Pemimpin yang memiliki visi merupakan pemimpin yang mempunyai pandangan hidup jauh dan bertekad membawa kelompoknya ke arah yang lebih baik. Pilihlah pemimpin yang memiliki visi dan misi realistis dan bukan hanya janji semata yang mustahil untuk direalisasikan. 3. Seseorang yang Adil Pastikan bahwa calon pemimpin yang akan anda pilih adalah orang yang adil. Dia cenderung akan menempatkan segala sesuatu pada porsinya yang tepat. Meski keadilan adalah hal yang relatif, namun anda bisa mengetahuinya dengan cara bagaimana dia bersikap dan menentukan keputusan. 4. Dapat Dipercaya Kepercayaan kepada seorang pemimpin mutlak sangat diperlukan agar organisasi tersebut bisa berjalan dengan lancar. Sosok pemimpin harus memiliki jiwa amanah sehingga dia tidak mungkin akan melakukan tindakan korup yang menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan orang banyak. 5. Sosok yang Bertanggung Jawab Tidak semua pemimpin bisa bertanggung jawab dengan baik. Meski dia telah mengatakan bahwa dia bertanggung jawab, namun kadangkala tidak ada tindakan nyata yang bisa dilakukan. Ingatlah bahwa bertanggungjawab tidak hanya di dalam ucapan saja, melainkan juga dilakukan dalam bentuk tindakan. Misalnya ketika seorang pemimpin bisnis mengetahui bahwa aktifitas bisnisnya mengganggu kenyamanan masyarakat di sekitarnya. Maka tindakan tanggung jawab

yang harus dilakukan adalah melakukan pendekatan dan memberikan kompensasi kepada masyarakat agar mereka menerima keberadaan bisnis tersebut.

6.Bagaimana latar belakang pemimpin

7.Visi Misi

Visi Prabowo-Sandi, yaitu: "Terwujudnya bangsa dan negara Republik Indonesia yang adil, makmur, bermartabat, relijius, berdaulat, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian nasional yang kuat di bidang budaya serta menjamin kehidupan yang rukun antarwarga negara tanpa memandang suku, agama, ras, latar belakang etnis dan sosial berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945." Sedangkan misi Prabowo-Sandi, yaitu: 1. Membangun perekonomian nasional yang adil, berkualitas, dan berwawasan lingkungan dengan mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia melalui jalan politik-ekonomi sesuai pasal 33 dan 34 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 2. Membangun masyarakat Indonesia yang cerdas, sehat, berkualitas, produktif, dan berdaya saing dalam kehidupan yang aman, rukun, damai, dan bermartabat serta terlindungi oleh jaminan sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi.
 3. Membangun keadilan di bidang hukum yang tidak tebang pilih dan transparan, serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia melalui jalan demokrasi yang berkualitas sesuai dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 PILIHAN REDAKSI   

Rupiah Anjlok, Prabowo-Sandiaga Kritik Keras Jokowi-JK Hasil Pleno Pilpres 2019: Jokowi Nomor 1, Prabowo Nomor 2 Jokowi Tak Boleh Gunakan Istana untuk Kampanye Pilpres 2019

4. Membangun kembali nilai-nilai luhur kepribadian bangsa untuk mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, bermartabat, beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia (sesuai UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat 3), dan bersahabat yang diberkati oleh

Tuhan YME. 
 5. Membangun sistem pertahanan dan keamanan nasional secara mandiri yang mampu menjaga keutuhan dan integritas wilayah Indonesia. Sedangkan 8 pilar ekonomi Prabowo-Sandi, yaitu: 1. Menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan di bidang ekonomi, dengan mewujudkan sumber daya manusia yang produktif dan mampu bersaing di tingkat dunia. 2. Menciptakan lapangan kerja sebesar-besarnya. 3. Menjaga harga kebutuhan pokok yang stabil dan terjangkau. 4. Mendorong pertumbuhan dunia usaha dan koperasi yang efisien dan unggul. 5. Mendorong pembangunan berkualitas yang mengurangi kemiskinan dan 
ketimpangan sosial ekonomi. 6. Meningkatkan daya beli masyarakat. 7. Menciptakan sumber-sumber pertumbuhan baru, termasuk pariwisata, 
ekonomi digital, startup, industri syariah dan maritime. 8. Mendorong pembangunan ekonomi nasional dengan meningkatkan 
produktivitas dan nilai tambah untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan yang berkeadilan sosial.

More Documents from "Barisan Kata"

Ppkn.docx
December 2019 4
April 2020 4
Stability.docx
July 2020 4
Mod 2
April 2020 14