Kajian Reservat Perikanan Di Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha

  • Uploaded by: Indra Gumay Yudha
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kajian Reservat Perikanan Di Tulang Bawang Lampung Oleh Indra Gumay Yudha as PDF for free.

More details

  • Words: 9,897
  • Pages: 40
KAJIAN USULAN KAWASAN RESERVAT IKAN AIR TAWAR DI KABUPATEN TULANG BAWANG Oleh: Indra Gumay Yudha, M.Si. (Staf Pengajar PS Budidaya Perairan, Fak. Pertanian, Univ. Lampung) Email: [email protected]

1. LETAK GEOGRAFIS Kabupaten Tulang Bawang secara geografis terletak pada 3º45’LS-4º40’LS dan 104º55’BT-105º55’BT dengan luas wilayah mencapai 7.770,84 km2 dan beribu kota kabupaten Menggala. Kabupaten ini dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara. Berdasarkan Perda No.07 tahun 2005, wilayah Kabupaten Tulang Bawang dimekarkan menjadi 24 kecamatan dan 240 kampung/kelurahan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Tulang Bawang merupakan daerah agraris, dimana mata pencaharian pokok penduduknya adalah di sektor pertanian. 2. POTENSI RAWA DI DAS TULANG BAWANG Di wilayah Kabupaten Tulang Bawang terdapat areal lahan basah (wetland) yang cukup luas, yaitu hamparan rawa-rawa air tawar di sepanjang DAS Tulang Bawang bagian hilir. Menurut Karizal (2006), lahan rawa ini merupakan tipe ekosistem rawa gambut yang terbesar di Propinsi Lampung dengan luas lahan mencapai lebih kurang 77.000 ha (87,9%); sedangkan di Lampung Timur luasnya hanya 11.000 ha (12,1%). Pada tahun 1990 hampir seluruh lahan gambut di Provinsi Lampung termasuk gambut sedang yang didominasi oleh hemists/mineral dan umumnya berasosiasi dengan tanah mineral bergambut.

Hingga saat ini, berdasarkan data tahun 2002, komposisinya berubah:

gambut sedang menyusut menjadi 23,3% (20.000 ha) dan terbentuk gambut dangkal 7,7% (6.700 ha) serta gambut sangat dangkal sekitar 69% (60.000 ha). Seluruh gambut sangat dangkal tersebut berada di Kabupaten Tulang Bawang. Rawa-rawa di DAS Tulang Bawang terhampar di areal seluas lebih kurang 86.000 ha yang terletak di antara mulut Sungai Tulang Bawang dan Kota Menggala.

Pada

mulanya hampir 90 persen wilayah ini terdiri dari hutan rawa gelam dan hampir 10

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

1

persen berupa hutan mangrove. Karena kondisi alam yang telah menjadi sekunder, rawa telah mengalami penurunan, baik dalam hal flora maupun faunanya. Hamparan rawa gambut yang terdapat di Kabupaten Tulang Bawang terdiri dari beberapa rawa, antara lain Rawa Pacing (±600 ha), Rawa Kandis (±900 ha), dan ±12.000 ha hamparan yang tediri dari Rawa Tenuk, Rawa Bakung, Rawa Bungur, Bawang Belimbing, Bawang Lambu, dan Bawang Purus. Menurut Thoyib (2006), secara kultural rawa-rawa tersebut sebagian besar dikuasai oleh masyarakat adat Marga Aji, sehingga diperlukan keterlibatan mereka dalam upaya konservasi rawa-rawa tersebut. Dalam hal kegiatan konservasi, masyarakat adat Marga Aji sudah menyatakan kesanggupannya untuk turut berperan serta. 3. POTENSI PERIKANAN RAWA Rawa-rawa di DAS Tulang Bawang menyokong kehidupan sejumlah penting ikan, baik dalam hal keanekaragamanjenis maupun jumlah hasil panennya yang telah memberikan sumbangan yang berarti bagi penghasilan masyarakat setempat.

Berdasarkan hasil

kajian yang dilakukan oleh Noor et al (1994) setidaknya terdapat 88 jenis ikan yang terdapat di sekitar rawa-rawa di DAS Tulang Bawang tersebut. Beberapa jenis ikan rawa yang ekonomis penting antara lain: arwana, belida, jelabat, tawes, seluang, lais, gabus, baung, lele, gurami, dan lain-lain. Beberapa jenis ikan-ikan ini secara periodik beruaya dari rawa ke sungai atau sebaliknya. Pada waktu air sungai meluap menggenangi rawa di sekitarnya, beberapa jenis ikan melakukan migrasi ke rawa tersebut dan memijah di lokasi tersebut. Lokasi ini juga merupakan lokasi bagi pembesaran anakan ikan (nursery ground). Bagi masyarakat setempat, keberadaan ikan-ikan rawa merupakan anugerah yang tak ternilai dalam hal memenuhi kebutuhan gizi masyarakat ataupun sebagai penghasilan jika dijual. Menurut Wiryawan dkk (2002), sistem DAS Tulang Bawang diperkirakan mampu menghasilkan ikan 20-100 kg/ha/tahun, dengan 85% tangkapan berasal dari rawa-rawa. Hasil ini merupakan 40% dari total hasil tangkapan (laut dan daratan) diperoleh dari sungai dan rawa-rawa di Kabupaten Tulang Bawang. Sayangnya, pemanfaatan sumberdaya ini seringkali tidak dilakukan secara bijaksana, bahkan cenderung merusak. Penggunaan racun ataupun arus listrik untuk menangkap ikan, selain penangkapan yang berlebih (overexploitted), diduga menjadi penyebab menurunnya produksi perikanan rawa.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

2

Keadaan tersebut dapat menyebabkan pemusnahan massal biota akuatik, termasuk larva dan anak-anak ikan yang seharusnya menjadi sumber bibit untuk keberlanjutan usaha perikanan di masa mendatang. Kecenderungan lainnya yang terjadi adalah degradasi habitat akibat reklamasi, drainasi, konversi, pencemaran perairan, tangkap lebih, dan tertutupnya perairan oleh eceng gondok (Eichornia crassipes) dan kiambang (Salvinia molesta) Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, pada tahun 2000 diketahui produksi ikan yang berasal dari rawa-rawa di Kabupaten Tulang Bawang adalah 1.384,7 ton dengan nilai produksi Rp 4.554.550.000,- ; sedangkan pada tahun 2004 produksi menurun drastis hingga 245,1 ton atau hanya 17,7% dari produksi tahun 2000. Fakta ini menunjukkan bahwa hanya dalam kurun waktu empat tahun terjadi penurunan produksi rata-rata 284,9 ton per tahun. Tabel 1.

Produksi dan nilai produksi perikanan rawa-rawa di Kabupaten Tulang Bawang tahun 2000-2004

Tahun Produksi (ton) Nilai Produksi (Rp x 1000) 2000 1.384,7 4.554.550 2001 1.009,8 4.401.198 2002 507,0 Tidak ada data 2003 240,6 1.189.340 2004 245,1 1.132.050 Sumber: Data Statistik Perikanan Provinsi Lampung, 2000-2004 Kerusakan lahan basah, termasuk rawa-rawa, juga bisa terjadi akibat pencemaran yang kemudian menyebabkan perubahan keseimbangan ekologis lahan basah. Pencemaran yang kerap terjadi di DAS Tulang Bawang yang berasal dari industri di bagian hulu sungai turun berperan dalam degradasi sumberdaya ikan tersebut. Selain itu, sedimentasi rawa dapat menyebabkan banyak kawasan rawa mengalami pendangkalan, sehingga kemampuannya dalam menyimpan air saat musim kemarau menjadi berkurang. Hal ini juga dialami oleh rawa-rawa di Tulang Bawang. Keadaan ini menyebabkan produksi ikan di peraiaran rawa-rawa juga menurun. Jenis-jenis ikan rawa ekonomis penting yang umumnya tertangkap di Kabupaten Tulang Bawang adalah: tawes, gabus, lais, lele, toman, sepat siam, tambakan, belida, betutu, sidat, dan lainnya. Berdasarkan data tahun 2004, diketahui bahwa ikan gabus dan

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

3

tambakan merupakan ikan yang dominan tertangkap. Hasil tangkapan ini biasanya dijual di Pasar Menggala, bahkan seringkali dijual ke Kota Bandar Lampung. Tabel 2. Produksi ikan rawa di Kabupaten Tulang Bawang tahun 2004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Jenis ikan yang tertangkap Jumlah (ton) Tawes 1.7 Gabus 59.5 Lais 24.0 Lele 18.6 Toman 8.1 Sepat siam 32.0 Tambakan 59.0 Belida 2.6 Betutu 1.9 Sidat 14.0 Ikan lainnya 23.7 Total 245.1 Sumber: Data Statistik Perikanan Provinsi Lampung, 2004

Persentase (%) 0.7 24.3 9.8 7.6 3.3 13.1 24.1 1.1 0.8 5.7 9.7 100

Gambar 1. Suasana stan ikan di Pasar Menggala pada pagi hari

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

4

Gambar 2.

Pemasaran produk ikan olahan di Jalan Lintas Sumatera di sekitar Cakat Nyenyek, Kabupaten Tulang Bawang

Masuknya invasive alien spesies, seperti ikan nila ataupun ikan bawal air tawar (red paccu), dapat menyebabkan hilangnya spesies asli, dan selanjutnya menurunnya keanekaragaman ikan yang ada. Pemasukan (introduksi) jenis ikan baru ke dalam suatu perairan umum dapat merubah struktur populasi ikan yang ada dan dapat menimbulkan persaingan dalam hal pakan dan daerah pemijahan serta mungkin dapat pula menggoyahkan stabilitas, sehingga daya tangkal secara alami terhadap suatu perubahan akan terganggu dan populasi ikan di daerah tersebut mudah terserang penyakit. Ikan yang diintroduksi juga dapat berperan sebagai vektor atau pembawa penyakit. Oleh karena itu, usaha introduksi suatu jenis ikan baru ke dalam suatu perairan yang tadinya tidak terdapat ikan tersebut harus direncanakan dan dikaji secara mendalam agar penambahan unsur baru ke dalam stok ikan yang sudah kompleks dan sukses tidak menyebabkan keseimbangan yang ada terganggu.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

5

Gambar 3. Ikan bawal air tawar dan nila yang berpotensi sebagai invasive alien spesies banyak tertangkap di perairan umum di Tulang Bawang.

4. KERAGAAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN RAWA Keragaan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan rawa-rawa di Kabupaten Tulang Bawang mengalami penurunan. Hal ini dapat diketahui dari data Dinas Kelautan dan Perikanan tentang perkembangan rumah tangga/perusahaan perikanan (RTP) dan upaya penangkapan tahun 2000-2004. Penurunan RTP ini kemungkinan besar disebabkan rendahnya produksi ikan rawa-rawa.

Walaupun RTP pada tahun 2004 mengalami

penurunan yang relatif kecil (13%) dari tahun 2000, namun upaya penangkapan (trip) justru mengalami penurunan drastis. Dari 744.670 trip pada tahun 2000 menjadi hanya 66.488 trip pada tahun 2003 dan 92.856 trip pada tahun 2004.

Data ini

mengindikasikan banyaknya RTP yang tidak beroperasi atau mengurangi operasi penangkapan mereka.

Banyak faktor yang menjadi penyebab penurunan operasi

penangkapan ikan, namun penyebab utama diduga karena sudah semakin menurunnya sumberdaya ikan yang ada. Tabel 3.

Perkembangan rumah tangga/perusahaan perikanan (RTP) dan upaya penangkapan ikan (trip) di perairan rawa-rawa di Kabupaten Tulang Bawang selama 2000-2004

Tahun RTP Upaya penangkapan (trip) 2000 1.119 744.670 2001 1.419 581.025 2002 1.332 242.309 2003 1.042 66.488 2004 972 92.856 Sumber: Data Statistik Perikanan Provinsi Lampung, 2000-2004

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

6

Berdasarkan data tahun 2004 diketahui bahwa rumah tangga/perusahaan (RTP) perikanan perairan rawa di Kabupaten Tulang Bawang sebagian besar masih bersifat tradisional dan dilakukan tanpa menggunakan perahu. Sekitar 53,1% atau 516 RTP melakukan kegiatan penangkapan ikan tanpa menggunakan perahu; sedangkan 454 RTP (46,7%) menggunakan perahu yang tidak dilengkapi dengan motor. Tercatat hanya 2 RTP yang menggunakan perahu bermotor tempel. Tabel 4. Jumlah rumah tangga/perusahaan perikanan rawa di Kabupaten Tulang Bawang tahun 2004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Rumah Tangga/Perusahaan (RTP) Jumlah Tanpa perahu 516 Jukung (tanpa motor) 150 Perahu papan kecil (tanpa motor) 192 Perahu papan sedang (tanpa motor) 70 Perahu papan besar (tanpa motor) 42 Perahu dg motor tempel 2 Total 972 Sumber: Data Statistik Perikanan Provinsi Lampung, 2004

Gambar 4.

Persentase 53.1 15.4 19.8 7.2 4.3 0.2 100

Perahu jukung yang banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk menangkap ikan (Lokasi: Rawa Bakung)

Jenis-jenis alat tangkap yang digunakan sebagian besar juga masih bersifat tradisional. Umumnya masyarakat setempat menggunakan pancing dan bubu untuk menangkap ikan

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

7

di rawa-rawa. Kedua jenis alat tangkap ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Selain biayanya murah, alat tangkap tersebut mudah dioperasikan (praktis). Bubu yang banyak digunakan oleh masyarakat setempat umumnya terbuat dari bambu. Bahan tersebut mudah diperoleh di sekitar tempat tinggal mereka. Cara pengoperasiannya juga relatif mudah, yaitu dengan meletakkan bubu pada daerah penangkapan ikan selama 2-3 hari. Ikan-ikan yang terperangkap dalam bubu tidak mudah menemukan jalan keluar, sehingga mudah ditangkap. Jenis alat tangkap lainnya adalah jaring insang tetap, anco, rawai dan jermal. Tabel 5.

Jenis dan jumlah alat tangkap yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan rawa di Kabupaten Tulang Bawang tahun 2004

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Persentase (%) 7.06 1.07 0.78 39.94 1.07 34.45 15.62 100

Jenis Alat Tangkap Jumlah (unit) Jaring insang tetap 99 Anco 15 Rawai 11 Pancing 560 Jermal 15 Bubu 483 Lainnya 219 Total 1.402 Sumber: Data Statistik Perikanan Provinsi Lampung, 2004

5. KONDISI SOSIAL, EKONOMI, DAN BUDAYA MASYARAKAT Berdasarkan hasil Proyeksi Penduduk 2000-2005, jumlah penduduk Kabupaten Tulang Bawang tahun 2005 sebesar 743.945 orang. Dari jumlah penduduk tersebut, sebanyak 390.158 atau 52,44% berkelamin laki-laki; sedangkan sisanya, yaitu 47,56%

atau

sebanyak 353.787 orang berkelamin perempuan. Dengan luas wilayah sebesar 777.084 ha, berarti kepadatan penduduknya mencapai 96 jiwa per km2. Profil kependudukan di beberapa kecamatan yang menjadi kajian studi disajikan pada Tabel 6. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah; sedangkan yang terendah adalah di Pagar Dewa.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

8

Tabel 6. Jumlah penduduk dan kepadatan di beberapa kecamatan lokasi studi No.

Kecamatan

Luas (ha)

Jumlah pddk (jiwa) 49.053 71.198 4.459 23.026 16.936 68.518

1. Menggala 65.998,6 2. Tulang Bawang Tengah 26.989 3. Pagar Dewa 13.328 4. Gedung Aji 28.622 5. Penawar Aji 10.950 6. Gedung Meneng 47.165 Sumber: Lampung dalam Angka 2004/2005

Kepadatan /km2 74 264 33 80 155 145

Mengetahui tingkat kepadatan penduduk ini sangat bermanfaat untuk dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memprediksi tingkat intensitas penduduk terhadap lahan. Dalam pengelolaan sumberdaya alam, termasuk juga rawa-rawa, jika di suatu wilayah jumlah kepadatan penduduknya masih jarang, maka kemungkinan intensitas pemanfaatan sumberdaya alamnya juga rendah.

Sehubungan dengan pelaksanaan

kegiatan reservat perikanan, maka calon lokasi yang berada pada wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk yang rendah dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih. Sebagai daerah agraris, sebagian besar masyarakat yang tinggal di lokasi kajian memiliki mata pencaharian di bidang pertanian dan perkebunan.

Beberapa jenis

komoditas pertanian yang ditanam oleh masyarakat adalah padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan kacang hijau. Kegiatan perkebunan rakyat meliputi jenis-jenis komoditas kopi, karet, dan kelapa. Selain kegiatan pertanian, aktivitas penangkapan dan budidaya ikan juga dilakukan. Umumnya masyarakat membudidayakan berbagai jenis ikan, seperti nila, patin, dan lele dumbo dalam karamba apung yang terbuat dari bambu (cage). Beberapa di antaranya bahkan membudidayakan ikan-ikan lokal, seperti gabus, toman, dan tambakan, yang benihnya mereka peroleh dari alam. Kegiatan perikanan ini dapat dilakukan sepanjang tahun, namun intensitasnya menurun saat musim kemarau.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

9

Gambar 5.

Keramba yang tidak dioperasikan saat musim kemarau (Lokasi: Rawa Bakung, September 2006)

6. KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG RESERVAT PERIKANAN Dari seluruh luas perairan umum yang ada di Indonesia, baru sebagian kecil saja yang dimanfaatkan sebagai reservat yang lokasinya tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Pembinaan reservat yang telah dilakukan di beberapa daerah masih terbatas pada perlindungan pada musim pemijahan atau pada waktu air surut, restocking, dan pengendalian gulma air; sedangkan binaan untuk pengembangan kegiatan yang lain, seperti penetapan zonasi, peningkatan fungsi dan peranan reservat masih belum dilakukan. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kendala dan keterbatasan yang dihadapi oleh masing-masing daerah. Kebijakan pemerintah dalam melakukan kegiatan reservat di berbagai daerah pada dasarnya telah jelas dinyatakan dalam UU Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4), yaitu: •

Ayat (3): menekankan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh Negara dan dimanfaatkan sebesarnya-besarnya untuk kemakmuran rakyat.



Ayat (4): menekankan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan antara lain berdasarkan atas prinsip keberlanjutan dan berwawasan lingkungan.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

10

Adapun undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya yang menjadi dasar dalam pengelolaan lahan basah (termasuk rawa-rawa) untuk kegiatan reservat, antara lain adalah: •

UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Antara lain berisi tentang asas, tujuan dan sasaran; hak, kewajiban, dan peran masyarakat; wewenang pemerintah; upaya pelestarian fungsi; serta tata-cara penyeselesaian sengketa dan penyidikan kasus-kasus mengenai pengelolaan lingkungan hidup.



UU No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman

Hayati

(United

Nations

Convention

on

Biological

Diversity/CBD): Mengesahkan Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati yang antara lain berisi tentang tindakan umum bagi konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan; identifikasi dan pemantauan keanekaragaman hayati; serta pengkajian dampak dan pengurangan dampak yang merugikan. •

UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang: Mengatur hal-hal yang berkenaan dengan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang (termasuk pemanfaatan ruang kawasan lindung); yang antara lain bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan.



UU No. 5 Tahun 1990 tentang Pelestarian Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya: Mengatur hal-hal yang berkenaan dengan usaha perlindungan seperti perlindungan sistem penyangga, pengawetan keanekaragaman jenis, aktivitas apa saja yang dilarang, dan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya.



UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan: Mengatur hal-hal yang berkenaan dengan pengelolaan, pemanfaatan, dan pengawasan sumberdaya ikan termasuk habitatnya



UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air: Undang-undang ini menegaskan bahwa sumber daya air harus dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

11

Sumberdaya air juga memiliki fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi sehingga pengelolaannya harus dilakukan secara seimbang. •

PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar : Mengatur masalah pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar, yang antara lain meliputi: pengkajian, penelitian, pengembangan, penangkapan, perburuan, perdagangan,

peragaan,

pertukaran,

budidaya

tanaman

obat-obatan,

pemeliharaan untuk kesenangan, pengiriman dan pengangkutan, serta sanksi. •

PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam: antara lain berisi tentang definisi, asas, tujuan, serta kriteria Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam; pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; serta pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (kecuali pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa serta kegiatan kepariwisataaan di zona pemanfaatan).



PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai: Antara lain berisi tentang penguasaan sungai; fungsi sungai; wewenang dan tanggung jawab pembinaan; perencanaan sungai, pembangunan bangunan sungai; eksploitasi dan pemeliharaan sungai dan bangunan sungai; pembangunan, pengelolaan, dan pengamanan waduk; pengamanan sungai dan bangunan sungai; kewajiban dan larangan; pembiayaan; serta ketentuan pidana.



PP No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa: Lingkup pengaturan rawa dalam Peraturan Pemerintah ini adalah penyelenggaraan konservasi rawa yang meliputi perlindungan, pengawetan secara lestari dan pemanfaatan rawa sebagai ekosistem sumber air.



Keppres No.48 Tahun 1991 mengenai Pengesahan Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat : Konvensi ini berisi tentang ketentuan konservasi lahan basah dan situs-situs lahan basah yang mempunyai kepentingan internasional. Pada pengesahan tersebut Pemerintah RI telah mengajukan Taman Nasional Berbak di Jambi sebagai lahan basah yang memiliki nilai penting secara internasional untuk dilindungi.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

12



Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung : Menerangkan tentang ruang lingkup kawasan lindung; pokok kebijaksanaan kawasan lindung (meliputi kriteria jenis-jenis kawasan lindung dan tujuan perlindungannya); tata cara penetapan kawasan lindung; serta upaya pengendalian kawasan lindung.



Keppres No. 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Perdagangan Spesies Flora dan Fauna yang Terancam Punah (Convention on International Trade of Endangered Species of wild Plants and Animals/ CITES): Berisi tentang pembatasan, pelarangan, dan pemantauan terhadap jenis flora dan fauna (terutama yang terancam punah). Konvensi ini terdiri dari tiga lampiran; Lampiran 1 berisi tentang kategori spesies yang terancam punah yang kemungkinan besar disebabkan karena adanya perdagangan spesies tersebut; Lampiran II berisi tentang daftar semua spesies yang masuk dalam kategori tidak benar-benar terancam punah, namun akan menjadi terancam jika perdagangan spesiesnya tidak dikontrol dengan ketat; dan Lampiran III berisi tentang kategori spesies di mana suatu negara menganggapnya perlu untuk diatur dalam yurisdiksinya dengan tujuan mencegah atau membatasi eksploitasi.

Sehubungan dengan kegiatan reservat di Indonesia, beberapa contoh reservat yang ada disajikan pada Tabel 7. berikut. Tabel 7. Beberapa contoh reservat yang ada di Indonesia No. 1.

2.

Provinsi/lokasi Kalimantan Timur: • Danau Jempang • Danau Semayang • Danau Melintang • Danau Tempatung • Danau Gnayam Kalimantan Tengah: • Danau Lagon • Danau Rangkas • Danau Kitang • Danau Limus • Danau Bulan • Danau Bintang • Danau Botong • Danau Maso Ruyan

Luas (ha) 15.000 13.000 11.000 1.300 900 100 35 30 30 25 20 10 10

Kepentingan Perlindungan ikan pesut Perlindungan ikan pesut Perlindungan ikan pesut Perlindungan ikan pesut Perlindungan ikan pesut Perlindungan Arowana Perlindungan Arowana Perlindungan Arowana Perlindungan Arowana Perlindungan Arowana Perlindungan Arowana Perlindungan Arowana Perlindungan Arowana

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

13

3. 4. 5.

6.

7.

8. 9.

10.

DI Aceh: • Danau Laut Air Tawar Sumatera Utara • Danau Toba Sumatera Barat: • Danau Singkarak • Danau Diatas • Danau Dibawah • Danau Maninjau Sumatera Selatan: • Danau Ranau • Lebung Lampan • Teluk Rasau • Danau Raya • Danau Ulak Lia • Lebung Karangan Jambi: • Danau Kerinci Sulawesi Selatan: • Komplek Danau Tempe Sulawesi Utara: • Danau Limboto • Danau Tondano • Danau Moat NTB: • Danau Taliwang

700 113.000 11.000 3.600 1.200 900

Perlindungan ikan endemik Perlindungan ikan batak dan remis toba Perlindungan ikan selusur maninjau dan bilih Perlindungan ikan selusur maninjau dan bilih Perlindungan ikan selusur maninjau dan bilih Perlindungan ikan selusur maninjau dan bilih

6.000 1.200 180 100 30 22

Perlindungan ikan Arowana Perlindungan ikan Arowana Perlindungan ikan Arowana Perlindungan ikan Arowana Perlindungan ikan Arowana Perlindungan ikan Arowana

6.000

Perlindungan ikan Arowana, botia, semah dan hampal

15.000

Perlindungan ikan endemik

6.000 6.000 960

Perlindungan ikan Payangka Perlindungan ikan Payangka Perlindungan anguilla

856

Perlindungan ikan endemik

Sumber: Ditjen Perikanan (1997) Beberapa daerah di Indonesia hingga saat ini telah menambah jumlah reservat yang dimilikinya. Hal ini tidak terlepas dari peranan Departemen Kelautan dan Perikanan RI yang terus berupaya untuk mewujudkan keberadaan kawasan konservasi di perairan umum.

Sebagai contoh, Kalimantan Timur telah menambah areal reservat dengan

sedikitnya sebelas danau yang dikonservasi. Sebelas danau yang menjadi suaka ikan itu adalah Danau Batu Bumbun, Loa Kang, Teluk Kademba, Teluk Berduit, Teluk Selimau, Ngayan, Danau Padam Api, Tanah Liat, Gab, Sungai Batangan Muntai, serta Danau Jantur Malang.

Dalam kondisi baik, danau reservat itu bisa menjadi tempat

perlindungan ikan pada saat kemarau ekstrem yang mengeringkan air tiga danau utama. Reservat yang berupa cekungan dalam biasanya masih terisi air pada saat kemarau. Di Provinsi Kalimantan Selatan setidaknya terdapat 31 daerah suaka perikanan yang baru. Daerah suaka perikanan tersebut adalah: 2 lokasi di Tapin-di antaranya di Rawa Muning, 1 lokasi di Hulu Sungai Selatan-yaitu di Danau Bangkau, 11 lokasi di Hulu Sungai Tengah-di antaranya di Panalatan, 15 lokasi di Hulu Sungai Utara-di antaranya di Banyu Hirang dan Danau Panggang, 11 di Tabalong-di antaranya di Undalan Sungai INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

14

Talan, dan satu lokasi di Banjar-yaitu di Alalak Padang. Selain kegiatan restocking dan budidaya, Kalsel juga menjanjikan konservasi ikan lokal dengan manajemen penangkapan yang lestari. Di beberapa tempat kelompok petani sudah menjalankan manajemen penangkapan ikan dengan kaidah lestari. Saat kemarau, penangkapan di beberapa tempat harus dicegah agar ikan-ikan tidak semuanya diambil. Pada musim hujan terutama saat ikan memijah, masyarakat juga dilarang untuk menangkap ikan tersebut,baik ikan indukan maupun anakannya. Di masa mendatang, konservasi ikan lokal memang akan melibatkan masyarakat secara partisipatif untuk menjaga habitat ikan yang menjadi sumber penghasilan masyarakat. Di beberapa tempat Sistem Pengawasan Masyarakat (Siswamas) ini sudah berjalan.

Walaupun Kalsel telah

menyiapkan program tersebut, hingga kini belum ada perangkat aturan yang bisa dijadikan regulasi perikanan. Semua kebijakan yang terkait manajemen penangkapan ikan masih berupa imbauan. Hanya penyetruman ikan dan penggunaan potas yang mungkin bisa dijerat hukum; sementara menangkap ikan yang sedang memijah, menangkap anakan ikan, dan menangkap ikan di bawah ukuran standar belum bisa diproses. Larangan menangkap ikan lokal di daerah tertentu dan pada waktu tertentu pun secara regulasi juga belum jelas diatur. Di Provinsi Jambi hingga tahun 2005 terdapat 19 suaka perikanan yang ditetapkan oleh DKP, antara lain: Danau Teluk Kenali (Kota Jambi) untuk suaka ikan baung, lambak, betutu, dan udang; Lubuk Teluk Kayu Putih (Kabupaten Tebo) ditetapkan sebagai suaka ikan arwana silver, botia, baung, dan lampam; Lubuk Batu Taman Ciri (Kabupaten Merangin) dijadikan suaka ikan semah, lampam, nilem, dan sebarau; Lubuk Manik (Kabupaten Bungo), Lubuk Sahab (Kerinci), kawasan laut Sungai Dualap (Tanjabar) untuk suaka udang, kepiting, dan kakap; serta laut di Desa Lambur Lestari. Kenyataan di lapangan, jumlah suaka perikanan jauh lebih besar dari yang ditetapkan, karena banyak desa menjadikan sungai atau danau di desanya sebagai lubuk larangan. Kawasan suaka dibagi tiga, yaitu zona inti, penyangga, dan ekonomi. Ikan di zona inti selamanya tidak boleh ditangkap, di zona penyangga ditangkap sekali dua tahun, sedang di zona ekonomi, ikan boleh ditangkap dua kali setahun, bahkan ada yang melelang. Di Provinsi Lampung hingga tahun 2006 belum ada kawasan yang ditetapkan sebagai daerah reservat di perairan umum. Mengingat rawa-rawa di sepanjang DAS Tulang Bawang menyimpan sejumlah besar potensi ikan-ikan ekonomis penting, maka perlu

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

15

dipertimbangkan adanya suatu kawasan reservat. Dalam kaitannya dengan pengelolaan dan pemanfaatan rawa-rawa ataupun perairan umum lainnya di wilayah Provinsi Lampung, Pemerintah Provinsi Lampung telah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur No.G/132/B.III/HK/1973 tertanggal 9 Juli 1973 tentang Peraturan Pelelangan Lebak Lebung dan Muara Sungai/Kuala Sungai dalam Daerah Propinsi Lampung. Surat Keputusan Gubernur ini pada dasarnya bertujuan untuk melindungi sumberdaya ikan untuk dapat dikelola dengan baik dan dimanfaatkan secara bijaksana, sehingga tidak menimbulkan kemerosotan produksi ikan dan memperkecil income pemerintah. Dalam SK Gubernur tersebut jga dijelaskan beberapa hal sebagai berikut: •

Semua lebak lebung/muara sungai/kuala sungai dan yang sejenis yang berada dalam daerah Provinsi Lampung yang dapat dijadikan tempat penangkapan dan pemeliharaan ikan dikuasai langsung oleh dan dijadikan sumber penghasilan daerah Provinsi Lampung.



Yang ditetapkan sebagai lebak lebung/muara sungai/kuala sungai Kenegerian adalah: o Semua lebak lebung yang dari semula pengurusannya telah dikoordinir oleh Kenegerian. o Semua lebak lebung yang diusahakan oleh rakyat yang berada di sekitar 100 (seratus) meter jaraknya dari lebak lebung Kenegerian. o Semua muara sungai/kuala sungai dalam Daerah Provinsi Lampung.



Ijin pengusahaannya melalui pelelangan yang pelaksanaannya dilakukan oleh suatu panitia pelelangan yang terdiri dari camat (ketua), mantri perikanan (anggota), serta pamong desa dan staf (anggota).



Hak penguasaan lebak lebung/muara sungai/kuala sungai untuk masa 1 (satu) tahun.



Pengawasan atas pengusahaan lebak lebung dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Camat setempat.



Hasil pelelangan lebak lebung dipungut oleh camat sebagai bendaharawan penerima, dengan ketentuan: o 10% untuk administrasi dan panitia pelelangan o 10% untuk pembinaan/pemeliharaan lebak lebung o 30% untuk pembangunan kampung

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

16

o 25% untuk Daerah Tingkat II o 25% untuk Daerah Tingkat I Terkait dengan pencegahan kegiatan penangkapan ikan yang merusak, khususnya penggunaan racun dan arus listrik (strum ikan), pemerintah Kabupaten Tulang Bawang melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Tulang Bawang telah membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Gattau Tejang Wilayah Menggalau, Bakung, Gedung Aji dan Penawar dengan SK tertanggal 23 Desember 2003.

Selain itu

himbauan agar masyarakat tidak melakukan illegal fishing tersebut juga kerap dilakukan, antara lain dengan memasang papan himbauan yang tersebar di beberapa desa.

Penegakkan hukum juga dilakukan terhadap pelaku pelanggaran.

Beberapa

pelaku telah diproses secara hukum.

Gambar 6. Himbauan agar masyarakat tidak menggunakan alat tangkap yang merusak 7. PENELITIAN SEBELUMNYA : KONSERVASI BURUNG AIR Pada bulan Maret-Mei 1994 telah dilakukan penelitian oleh Noor dkk di sekitar rawarawa di Kabupaten Tulang Bawang yang meliputi areal rawa Cakat Raya, Pacing, Sungai Bakung dan Rawa Bakung, Way Pedada, rawa-rawa di sebelah tenggara Gedung Aji, Bawang Belimbing, Bawang Lambu Purus, Rantau Kandis, dan RawaTenuk. Penelitian ini merupakan kelanjutan survei sebelumnya (tahun 1993) untuk meneliti koloni burung-burung air yang terdapat di sepanjang Sungai Tulang Bawang, terutama di Rawa Pacing dan Rawa Tenuk. Penelitian yang dilakukan oleh Noor dkk (1994) INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

17

bertujuan untuk menilai tingkat kepentingan kedua rawa tersebut untuk kegiatan konservasi, khususnya yang berkaitan dengan pelestarian burung-burung air. Berdasarkan hasil penelitian Noor dkk. (1994), disebutkan bahwa rawa-rawa di sekitar DAS Tulang Bawang tersebut merupakan wilayah yang memenuhi kriteria Konvensi Ramsar sebagai wilayah pelestarian lahan basah, yaitu: 1. Lokasi ini terutama merupakan contoh yang baik sebagai areal lahan basah alami atau mendekati alami, yang khas untuk suatu wilayah biogeografi. Rawa Pacing, Rawa Bakung, Rawa Tenuk dan Rawa Gelam sebagai satu kesatuan ekosistem merupakan contoh yang baik dari habitat limpasan banjir pinggir sungai dengan rawa-rawa yang ditumbuhi oleh rumput Phragmites dan gelam (Malaleuca cajuputi) di Sumatera. Lokasi ini mungkin juga merupakan areal yang paling penting untuk tipe rawa sejenis yang saat ini masih tersisa di Sumatera. 2. Lokasi ini memiliki nilai penting bagi masyarakat sekitarnya dalam hal penyediaan makanan. Rawa-rawa di daerah penelitian memiliki nilai penting bagi masyarakat setempat karena menghasilkan ikan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penambah protein. 3. Lokasi ini menyokong kehidupan sejumlah jenis atau anak jenis tumbuhan atau hewan yang telah langka (rare), rentan (vulnerable) atau terancam kepunahan (endangered), atau sejumlah individu dari satu atau lebih jenis-jenis tersebut. Rawa-rawa di daerah penelitian juga menyediakan habitat penting bagi jenisjenis yang terancam kepunahan, rentan dan/atau langka, seperti serati hutan, jenggot solah/bangau tongtong, lepipi/wilwo, burung jing, dan belibis batu. 4. Lokasi ini mempunyai nilai khusus dalam hal pemeliharaan genetis dan keragaman ekologis dari wilayah tersebut karena mutu dan keanehan flora dan faunanya. Rawa Tenuk dan Rawa Bakung memiliki kepentingan nasional atau bahkan internasional untuk konservasi lahan basah, karena mendukung kehidupan sejumlah besar burung-burung air. Koloni berbiak burung air di DAS Tulang Bawang mewakili salah satu koloni yang terbesar di Indonesia untuk burung kuntul kecil, kuntul besar, kuntul putih, kowak maling, dan dendang/pecuk ular

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

18

5. Secara tetap lokasi ini menyokong kehidupan 1% populasi dunia dari suatu jenis atau anak jenis burung air. Sekurangnya 53 ekor atau bahkan 81 ekor burung lepipi ditemukan di daerah rawa Tulang Bawang. Perkiraan jumlah populasi burung ini di seluruh dunia adalah tinggal 6000 ekor (Rose, et.al., 1994). Selain memenuhi kriteria Konvensi Ramsar tersebut, peneliti juga menyimpulkan bahwa setidaknya terdapat beberapa faktor penting lainnya yang menjadi pertimbangan untuk konservasi, yaitu: 1. Merupakan habitat penting untuk berbiaknya jenis-jenis burung pemangsa, seperti elang laut perut putih, elang bondol, Spizaetus cirrhatus, dan Ichtyophaga ichtyaetus. 2. Merupakan habitat penting untuk perikanan Rawa-rawa di daerah penelitian menyokong perikanan bagi penduduk setempat dalam jumlah yang sangat banyak, baik dalam jenis maupun jumlah panen, sehingga memberikan sumbangan yang tak ternilai bagi pendapatan penduduk setempat.

Dalam hal konservasi, peneliti menyatakan bahwa tidak terdapat

konflik antara kegiatan perikanan dan konservasi. 3. Memiliki pemandangan yang khas sebagai suatu areal lahan basah, sehingga berpotensi sebagai daerah tujuan wisata. Selanjutnya Noor dkk (1994) menyarankan agar Rawa Tenuk, Rawa Bakung, Rawa Bungur, Bawang Belimbing dan Bawang Lambu Purus ditetapkan sebagai suaka margasatwa, dan lokasi koloni berbiak burung air di Rawa Pacing dan Rantau Kandis ditetapkan sebagai cagar alam.

Langkah-langkah segera harus diambil untuk

penetapan Rawa Tenuk dan Rawa Bakung, berhubung tingginya tekanan untuk pengembangan rawa di DAS Tulang Bawang serta gencarnya pembangunan di sekitar Rawa Bakung dan Rawa Tenuk. Dengan mempertimbangkan kadar kegiatan yang sedang berlangsung di daerah usulan, maka status yang dirasakan memadai adalah suaka margasatwa. Status yang lebih ketat (cagar alam) harus ditujukan terhadap lokasi Pacing Raya dan lokasi yang berdekatan serta koloni di Rantau Kandis untuk mencegah timbulnya gangguan. Usulan daerah lindung tersebut merupakan ekosistem rawa yang kompak, memanjang dari Rawa Pacing di utara sampai Rawa Tenuk di selatan dan Bawang Belimbing di barat (Gambar 7). Usulan daerah lindung akan mencakup areal

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

19

seluas 13.600 ha meliputi rawa limpasan banjir di Kabupaten Menggala, dengan perincian sebagai berikut: •

Suaka margasatwa: 12.100 ha



Cagar alam Rawa Pacing: 600 ha



Cagar alam Rantau Kandis: 900 ha.

8. KAJIAN CALON LOKASI RESERVAT PERIKANAN Sebelum dilakukan survei lapangan dalam rangka kegiatan Kajian Calon Kawasan Reservat Di Kabupaten Tulang Bawang, terlebih dahulu tim berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Tulang Bawang.

Berdasarkan masukan, saran dan

informasi lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan, maka survei dilaksanakan di rawa-rawa yang terdapat di sekitar Kecamatan Gedung Aji, Menggala, dan Pagar Dewa. Rawa Pacing (Kecamatan Gedung Aji) menjadi salah satu lokasi yang disurvei dengan pertimbangan bahwa rawa tersebut sebelumnya telah diusulkan menjadi kawasan cagar alam oleh Noor dkk. (1994). Rawa Bakung (Kecamatan Menggala) dan Bawang Lambu (Kecamatan Pagar Dewa) juga disarankan oleh DKP Tulang Bawang untuk dikaji, karena saat musim kemarau ini masih menyisakan air. Informasi lainnya juga diperoleh tim survei bahwa sebagian besar rawa-rawa di Kabupaten Tulang Bawang saat ini mengalami kekeringan dan berubah menjadi padang rumput yang luas. Survei lapangan yang dilakukan pada saat musim kemarau sangat menguntungkan bagi tim survei karena dapat diketahui kondisi perairan (kuantitas air) rawa-rawa yang disurvei. Selain itu, akses menuju rawa-rawa juga lebih mudah dilalui oleh kendaraan bermotor. Beberapa rawa yang telah diusulkan sebagai daerah konservasi oleh Noor, dkk. (1994) mengalami kekeringan dan hanya tersisa sedikit air. Kondisi ini dialami oleh Rawa Tenuk, Rawa Bakung, dan Rawa Lambu Purus; sedangkan Rawa Pacing, Rawa Gelam, dan Rawa Meraksa yang terletak di Kecamatan Gedung Aji, masih menyisakan air dengan kedalaman berkisar antara 0,5-1 m di beberapa tempat yang terdalam dengan sebaran yang relatif kecil. Demikian juga halnya dengan Rawa Bungur, Bawang Belimbing dan Bawang Purus.

Semua rawa-rawa tersebut sebagian besar

arealnya berubah menjadi daratan dan ditumbuhi oleh rerumputan yang disebut rumput suket oleh masyarakat sekitarnya.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

20

Gambar 7. Usulan kawasan konservasi oleh Noor, dkk. (1994)

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

21

Menurut Komnas Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah (2004), tipe rawa jenis ini memang didominasi oleh herba akuatik dan mempunyai badan air yang relatif terbuka. Rawa ini merupakan contoh rawa yang tidak berhutan. Sebagian kalangan menggolongkan rawa herba yang tidak berhutan sebagai danau. Rawa herba/berumput adalah kawasan yang subur dan dipercaya mempunyai keanekaragaman biota perairan yang tinggi. Species tanaman herba yang terdapat di rawa tersebut, menurut Giesen dan Sukotjo (1991), dapat mencapai 600 species.

RAWA TENUK Rawa Tenuk

Rawa Tenuk RawaRA Bakung W

Rawa Pacing

Rawa Bawang

Gambar 8. Beberapa rawa di Tulang Bawang yang mengalami kekeringan saat survei Bagian rawa yang masih terdapat air di Rawa Tenuk, Rawa Bakung dan Rawa Bawang adalah Way Bakung. Way Bakung merupakan sungai yang menghubungkan ketiga rawa tersebut. Saat ini sungai tersebut masih menyisakan sedikit air dengan kualitas yang rendah dan berlumpur, sehingga aktivitas budidaya ikan oleh masyarakat setempat sangat berkurang. Banyak karamba ikan milik masyarakat yang tidak dioperasikan dan hanya diletakkan di pinggir sungai.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

22

Kondisi yang agak berbeda ditemukan di Bawang Lambu (Kecamatan Pagar Dewa) yang masih menyisakan sejumlah besar air. Dengan luas sekitar 50 ha, Bawang Lambu masih menyisakan genangan air yang cukup luas dengan kedalaman air di lokasi yang terdalam (bagian tengah) sekitar 1,5-2 m. Kondisi Bawang Lambu cukup terawat dan tidak ditumbuhi oleh tanaman herba dan rerumputan seperti halnya di Rawa Pacing ataupun rawa-rawa lainnya.

Gambar 9.

Bawang Lambu yang masih menyisakan air cukup banyak di saat perairan lainnya mengalami kekeringan.

Bawang Lambu yang terletak di Kampung Pagar Dewa, Kecamatan Pagar Dewa, secara adat merupakan milik Marga Tegamoan Pagar Dewa. Pengelolaan dan pemanfaatan ikan-ikan yang ada di Bawang Lambu mengikuti ketentuan peraturan pelelangan lebak lebung sesuai dengan SK Gubernur No.G/132/B.III/HK/1973.

Masa penguasaan

bawang oleh pemenang pelelangan berlaku selama satu tahun, yang dimulai pada bulan Januari hingga akhir Desember. Pada tahun 2006 Bawang Lembu dilelang dengan nilai 10 juta rupiah.

Berdasarkan keterangan Bpk. Zainuri, staf DKP Tulang Bawang,

pemenang lelang sebagai pihak yang memanfaatkan Bawang Lambu masih terikat aturan dalam menangkap ikan,

misalnya tidak boleh menangkap ikan dengan

menggunakan bahan beracun ataupun arus listrik.

Demikian pula halnya dengan

ketentuan penangkapan ikan yang menggunakan jaring harus dilakukan 50 m dari tepi bawang. Menurut Bpk Najamuddin, nelayan setempat yang dijumpai saat survei, hasil perikanan yang dapat dimanfaatkan oleh pengelola bawang dapat mencapai 40-50 ton per tahun.

Jenis-jenis ikan yang dominan tertangkap adalah gabus, toman, tawes,

seluang, baung, lais, tembakang, dan sepat. Beberapa ikan hias, seperti botia, ikan sumatera, ikan hitam, dan ikan tikus, juga kerap tertangkap. Ikan arwana (kelesau)

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

23

sudah jarang tertangkap sejak tahun 1990, bahkan saat ini di Bawang Lambu diduga sudah tidak ada lagi. Tabel 8. Kualitas fisika kimia air Bawang Lambu (September 2006) No 1 2 3 4

Parameter FISIKA Temperatur TDS TSS Kekeruhan

1 2 3 4 5 6

KIMIA pH DO BOD5 Phospat Sulfat Nitrat

Satuan

Baku Mutu

Hasil

C mg/l mg/l NTU

Suhu udara ± 3 1000 400 ---

30,5 25 396 120

mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l

6-9 3 6 1 --20

6,08 4,8 90 0,241 50 0,435

0

Sumber : Baku mutu kelas III. PP. No.82 Tahun 2001 tgl 14 Desember 2001

Dari hasil analisis kualitas air Bawang Lambu (Tabel 8) diketahui bahwa kualitas air di perairan tersebut relatif masih baik, kecuali untuk beberapa parameter nilainya melebihi baku mutu, yaitu BOD5. Nilai BOD5 di Bawang Lambu 90 mg/l menunjukkan bahwa setidaknya terdapat sejumlah bahan-bahan organik di perairan tersebut yang didegradasi secara biologi yang dalam waktu 5 hari membutuhkan oksigen sebanyak 90 ppm. Untuk suatu perairan rawa-rawa hal ini merupakan sesuatu yang alami, karena di rawa gambut banyak terdapat materi organik. Dari hasil pengukuran parameter biologi (plankton dan benthos) diketahui bahwa indeks Shannon Wiener (H) untuk plankton adalah 2,3; sedangkan untuk benthos adalah 1,9. Hal ini menunjukkan bahwa skala kategori komunitas plankton di Bawang Lambu adalah 4 (kategori baik, mantap); sedangkan benthos memiliki skala 3 (kategori sedang, cukup mantap). Skoring dilakukan terhadap beberapa rawa-rawa yang dipilih sebagai calon reservat. Skoring ini meliputi beberapa kriteria yang telah ditetapkan. Hasil penilaian dilakukan dengan melihat lokasi langsung, informasi dari masyarakat sekitar, serta berdasarkan kajian-kajian atau penelitian sebelumnya. Hasil skoring disajikan pada Tabel 9.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

24

Tabel 9. Skoring penentuan calon lokasi reservat NO. 1 2 3 4 5 6 7 8

9

10 11 12 13 14

KRITERIA PENILAIAN Kondisi aktivitas penangkapan perairan umum Jarak dengan pemukiman terdekat: Kerawanan/ancaman terhadap gangguan lingkungan atau pencemaran perairan: Penetapan reservat mengganggu sistem tata air Faktor sosial ekonomi masyarakat sekitar Tingkat kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan: Pemanfaatan perairan bagi masyarakat dan instansi terkait Adanya hukum adat atau peraturan daerah Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang masih tunduk di bawah hukum adat (hak ulayat). Program pengelolaan perairan oleh pemerintah daerah Luas perairan umum Keberadaan spesies endemik Keanekaragaman spesies akuatik Kualitas perairan Total Nilai (S xB)

BOBOT R. Pacing R. Bakung R. Kandis B.Lambu R. Tenuk R. Meraksa (B) S SxB S SxB S SxB S SxB S SxB S SxB 2

5

10

5

10

5

10

5

10

3

10

3

6

3

5

15

5

15

5

15

3

9

3

15

3

9

5

3

15

3

15

3

15

5

25

1

15

1

5

2

5

10

5

10

5

10

5

10

5

10

5

10

2

5

10

5

10

5

10

5

10

5

10

3

6

3

3

9

3

9

3

9

5

15

3

9

3

9

2

3

6

3

6

3

6

5

10

3

6

3

6

3

5

15

5

15

5

15

5

15

5

15

5

15

3

1

3

1

3

1

3

1

3

1

3

1

3

2 3 2

1 3 1

2 9 2

1 3 1

2 9 2

1 3 1

2 9 2

1 3 1

2 9 2

1 3 1

2 9 2

1 3 1

2 9 2

3 3

5 3

15 9 130

5 3

15 9 130

5 3

15 9 130

5 5

15 15 150

5 3

15 9 110

3 3

9 9

Keterangan kriteria kesesuaian : 42 - 79 : 79-116 : 116-153 : 153-190 :

100

tidak sesuai agak sesuai sesuai sangat sesuai

Berdasarkan hasil skoring tersebut dapat diketahui bahwa Bawang Lambu memiliki nilai tertinggi untuk ditetapkan sebagai kawasan reservat. Lokasi lainnya adalah Rawa Pacing, Rawa Bakung, dan Rantau Kandis.

Bawang Lambu memiliki kelebihan

dibandingkan dengan rawa-rawa lainnya, karena pada saat musim kemarau panjang masih menyisakan air dalam genangan yang cukup luas dan dalam. Selain itu, kondisi perairan Bawang Lambu juga cukup terawat dengan tidak adanya tumbuhan herba

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

25

ataupun rerumputan yang menutupi permukaan air. Berdasarkan informasi masyarakat sekitar Kecamatan Gedung Aji dan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Tulang Bawang, Rawa Meraksa memiliki kerawanan terhadap pencemaran yang berasal dari pabrik industri pertanian yang terletak di sekitar rawa tersebut. Rawa Pacing dan Rantau Kandis dipilih sebagai calon kawasan reservat juga berdasarkan pertimbangan penelitian sebelumnya, yang mengusulkan daerah tersebut sebagai cagar alam. Apabila lokasi yang diusulkan oleh Noor dkk (1994) ditetapkan sebagai cagar alam, maka di lokasi tersebut juga dapat diterapkan kawasan reservat untuk perikanan. Berdasarkan informasi Kepala Desa Pacing, umumnya masyarakat Desa Pacing setuju dengan penerapan daerah konservasi, namun masih ada kawasan yang dapat mereka gunakan untuk kegiatan mencari ikan. Apabila kawasan reservat perikanan di Rawa Pacing tidak menempati areal yang sama dengan kawasan pelestarian untuk burung air, maka lahan rawa-rawa yang dapat digunakan oleh masyarakat menjadi semakin sempit. Walaupun pada saat survei lapangan diketahui bahwa Rawa Pacing, Rawa Bakung, dan Rantau Kandis mengalami penyusutan air yang drastis dan hanya menyisakan genangan air yang relatif sedikit, namun kejadian kemarau panjang ini diprediksi tidak berlangsung sepanjang tahun. Berdasarkan informasi Kepala Desa Pacing, kekeringan yang melanda Rawa Pacing dan sekitarnya seperti saat ini merupakan siklus lima tahunan. Hal ini juga diperkuat dari data curah hujan di Provinsi Lampung 2001-2004 yang menunjukkan bahwa terjadinya curah hujan < 100 mm pada 4 tahun terakhir tersebut hanya berlangsung pada bulan-bulan tertentu dan juga masih diselingi oleh turunnya hujan.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

26

Gambar 10 Usulan kawasan reservat perikanan di rawa-rawa Kabupaten Tulang Bawang INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

27

9. PERSEPSI MASYARAKAT Pada saat dilakukan survei lapangan diperoleh beberapa informasi mengenai permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh penduduk setempat.

Beberapa

permasalahan utama adalah kegiatan illegal fishing yang berupa penangkapan ikan dengan menggunakan arus listrik (setrum), penangkapan ikan dengan jaring berukuran mata jaring kecil (waring), penggunaan racun untuk menangkap ikan, dan penangkapan ikan yang berlebih

Gambar 11. Perolehan informasi dari masyarakat setempat untuk mengetahui persepsi mereka tentang keberadaan reservat perikanan

Berdasarkan hasil pengumpulan angket (kuisioner) mengenai reservat yang diberikan kepada 35 orang peserta yang berasal dari berbagai lokasi calon reservat dan sekitarnya, yaitu Rawa Pacing, Rawa Bakung, Bawang Lambu, Rawa Tenuk,

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

28

Cakat Nyenyek, dan Pasar Menggala (khususnya para pedagang ikan), diperoleh persepsi masyarakat sebagai berikut: • Umumnya semua responden belum pernah mendengar istilah reservat dan juga tidak mengetahui pengertian reservat tersebut. (Catatan: Umumnya mereka telah mengetahui istilah konservasi atau daerah pelestarian untuk perlindungan satwa tertentu, misalnya burung air). • Sebagian responden (68,6%) mengetahui manfaat adanya reservat (konservasi ikan), hanya 31,4% yang tidak mengetahuinya. Responden yang mengetahui manfaat reservat (kawasan konservasi) hanya mengetahuinya beberapa saja, misalkan untuk perlindungan ikan-ikan yang hidup di perairan tersebut. • Sebagian besar responden (88,6%) menyetujui pembentukan kawasan reservat di sekitar perairan rawa-rawa Tulang Bawang, dan hanya 4 orang yang tidak menjawab. Umumnya responden beranggapan bahwa dengan adanya kawasan yang dilindungi, terutama dari aktivitas illegal fishing, maka produksi perikanan dapat meningkat. • Beberapa masukan yang diperoleh untuk pembuatan peraturan saat diterapkannya kawasan reservat, dapat diketahui dari hasil kuisioner ini. Beberapa di antaranya adalah: o 71,4% responden (25 orang) setuju adanya larangan menangkap ikan dengan semua jenis alat tangkap di sekitar zona inti. Responden yang tidak setuju beranggapan bahwa penangkapan ikan dapat saja dilakukan di areal tersebut, asalkan dibatasi ataupun larangan hanya diberlakukan pada alat tangkap yang merusak saja. o 65,7% responden setuju adanya larangan untuk melintasi zona inti dengan perahu dengan alasan dapat mengganggu reservat; namun 24,3% responden tidak setuju karena khawatir mereka harus memutar arah dan rute/jalur perahu akan lebih jauh. o 82,8% responden setuju adanya larangan berenang di sekitar zona inti. o 65,7% responden setuju adanya larangan menjangkar kapal atau berlabuh di sekitar zona inti. o 68,5% responden setuju adanya larangan menarik perhatian ikan dengan menggunakan lampu di sekitar zona inti.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

29

o 100% responden setuju adanya larangan membuang sampah di sekitar kawasan reservat dengan alasan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran. o 100% responden setuju adanya larangan penggunaan racun dan setrum di sekitar kawasan reservat. • Sebanyak 28 responden (80%) bersedia mematuhi Peraturan Desa yang akan dibuat, walaupun peraturan tersebut berisi tentang larangan-larangan di areal reservat. • Sebanyak 16 orang responden bersedia menjadi anggota POKMASWAS jika ditunjuk/diminta oleh pemerintah setempat.

Responden yang tidak bersedia

menjadi pengelola umumnya beralasan mempunyai aktivitas lain, kondisi kesehatan yang tidak mendukung, ataupun karena bertempat tinggal jauh dari lokasi calon reservat.

10. RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN RESERVAT 10.1. Permasalahan Reservat Dalam menyusun rencana pengelolaan reservat ada baiknya terlebih dahulu diketahui beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan reservat. Permasalahan yang dihadapi dalam pembinaan dan pengelolaan reservat di Indonesia sangat kompleks, tidak hanya menyangkut masalah aspek perairan itu saja, melainkan juga aspek sosial ekonomi masyarakat yang bermukim di sekitarnya. Secara mendasar permasalahan tersebut disebabkan oleh: •

Kecenderungan penekanan menggali sumberdaya secara kuantitatif (produksi tinggi) dengan mengabaikan kualitasnya.



Kurang memperhatikan faktor-faktor lingkungan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.



Kurangnya koordinasi di antara instansi yang terkait dalam memecahkan masalah pengelolaan perairan umum dilihat dari berbagai kepentingan.



Tidak adanya persepsi atau pengertian terhadap lingkungan perairan sebagai suatu sumberdaya alam yang sifatnya terbatas.



Kurangnya pengetahuan mengenai potensi sumberdaya ikan yang tersedia yang sifatnya terbatas.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

30

Sebagai akibat dari keadaan tersebut, maka kemungkinan akan menimbulkan permasalahan lingkungan sebagai berikut: •

Penurunan kualitas lingkungan perairan karena pendangkalan (siltasi), pencemaran perairan oleh kegiatan industri, sampah kota dan rumah tangga, dan sisa-sisa pestisida dari kegiatan pertanian yang masuk ke perairan.



Cara pengelolaan dan pengusahaan perikanan perairan umum yang belum rasional yang masih berdasarkan pada potensi sumberdaya ikan yang tersedia.



Penggunaan alat-alat tangkap yang kurang terkendali, penggunaan arus listrik dan racun, belum adanya pengaturan baik musim maupun daerah penangkapan, menyebabkan menurunnya stok beberapa jenis ikan tertentu.



Keasaman (pH) air yang rendah di daerah rawa.



Terjadinya penyuburan perairan (eutrofikasi) yang merangsang terjadinya ledakan gulma air.



Berkembangnya hama dan penyakit ikan akibat kualitas perairan yang kurang baik dan menurunnya daya dukung lingkungan.

Sesuai dengan permasalahan yang ada maka pengelolaan reservat diprioritaskan pada hal-hal yang mendesak, seperti pemanfaatan sumberdaya ikan secara terkendali dengan tetap berpedoman pada asas pelestarian sumberdaya, mencegah terjadinya pencemaran perairan, dan pendangkalan habitat, pengendalian gulma air, meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat nelayan perairan umum (rawa) yang bermukim di sekitarnya. 10.2 Program Lanjutan: Pembentukan Kawasan Reservat Proses pendiriannya kawasan reservat terdiri dari lima tahap, yaitu : 1) pengenalan masyarakat dan sosialisasinya, 2) pelatihan, pendidikan dan pengembangan kapasitas masyarakat, 3) pertemuan, konsultasi dan pembuatan aturan-aturan reservat, 4) pengesahan keputusan kawasan reservat, dan 5) tahap pelaksanaan. Proses tersebut kadang dilakukan secara paralel dalam jangka waktu yang relatif panjang. a. Pengenalan Masyarakat dan Sosialisasi Program Mengingat pendirian kawasan reservat merupakan program yang relatif baru bagi masyarakat maupun pemerintah desa, proses pengenalan dan sosialisasi masyarakat

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

31

mencakup kegiatan-kegiatan yang sifatnya memperkenalkan program kepada masyarakat sekaligus memberi peluang kepada penyelenggara program untuk mengenal masyarakat dan kondisi sumberdaya alam di lokasi sasaran kegiatan. Dalam hal ini, peran pendamping sangat penting melanjutkan kegiatan sosialisasi masyarakat dan melalui pendamping akan diketahui sumberdaya alam desa secara lebih mendalam. Pendamping lapangan berperan menjembatani komunikasi antara masyarakat dengan berbagai pihak terkait. Dalam proses pengenalan masyarakat juga dilakukan beberapa kegiatan penelitian untuk mengenal lebih jauh kondisi masyarakat maupun ekologi desa. Sejumlah studi tentang desa lokasi kegiatan reservat diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan strategi dalam mencapai tujuannya, yaitu baseline-study, penyusunan sejarah lingkungan desa atau eco-history dan studi-studi teknis. Studi ini dilakukan dengan melihat dokumen-dokumen desa dan catatan-catatan lainnya serta wawancara dengan tetua desa dan tokoh masyarakat. Informasi yang diperoleh dari studi teknis dimanfaatkan sebagai bahan penyuluhan kepada

masyarakat

desa

maupun

pemerintah

agar

mereka

mengetahui

kondisi/perkembangan terakhir lingkungan desa sekaligus membuka waawasan mengenai konsekuensi di masa yang akan datang jika tidak ada tindakan terhadap isu-isu yang disampaikan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah proses penyadaran masyarakat akan pentingnya melakukan pengelolaan yang baik terhadap sumberdaya di sekitarnya. b. Pengembangan Kapasitas Masyarakat Melalui Kegiatan Pelatihan, Pendidikan dan Studi Banding .Pengembangan kapasitas masyarakat dilakukan melalui kegiatan belajar bersama seperti pengamatan saat-saat musim ikan memijah, penyuluhan dan pendidikan umum menyangkut sumberdaya ikan lokal dan konsep reservat, habitat dan ekosistem wilayah perairan umum, baik sungai maupun rawa, hukum dan peraturan tentang perairan umum, pelatihan pengorganisasian kelompok dan pengelolaan keuangan. Hal yang tak kalah pentingnya dalam pengembangan kapasitas masyarakat ini adalah melakukan kegiatan studi banding.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

32

Obyek studi banding dan pesertanya disesuaikan dengan konteks program yang akan dilaksanakan. Dengan mengikuti studi banding tersebut, para peserta diharapkan dapat melihat pengalaman-pengalaman yang dilakukan pihak lain sehingga menjadi pertimbangan dalam merencanakan tindakan atau aksi pengelolaan di tempat asalnya. Studi banding ini sangat strategis dalam membuka wawasan peserta tentang perlunya pengelolaan sumberdaya perairan umum secara serius karena mereka akan melihat contoh nyata yang belum pernah terbayangkan bagaimana suatu upaya pengelolaan diwujudkan. c. Pertemuan Konsultasi Sejumlah pertemuan formal dan informal di tingkat desa difasilitasi oleh penyuluh lapangan untuk membicarakan hal-hal khusus yang menyangkut proses pendirian kawasan reservat perikanan. Pertemuan antar masyarakat desa merupakan forum keterlibatan mereka dalam penyusunan peraturan desa tentang kawasan reservat. Dalam forum tersebut peran penyuluh lapangan, kepala desa dan kelompok inti sangat besar dalam memfasilitasi proses penyusunan peraturan bersama masyarakat. Keterlibatan masyarakat sangat penting karena peraturan yang disusun akan mencerminkan keinginan dan komitmen mereka. Mengingat jumlah anggota masyarakat desa yang cukup besar dan memiliki kesibukan dalam mencari nafkah sehari-hari, maka pertemuan-pertemuan yang membahas peraturan kawasan reservat tersebut dikembangkan dengan strategi yang berawal dari kelompok-kelompok kecil, seperti kelompok-kelompok kegiatan agama ataupun dari dusun ke dusun. Di sinilah akan bisa dilihat keberhasilan peran pendamping bersama asistennya memfasilitasi setiap kegiatan. d. Pengesahan Keputusan Kawasan Reservat Surat Keputusan Desa tentang Peraturan Kawasan Reservat mencerminkan komitmen dan keinginan masyarakat desa untuk memelihara lingkungan dan sumberdaya yang ada di sekitar pemukimannya. Untuk penguatan terhadap SK Desa tersebut, diupayakan agar disahkan oleh Camat dan seterusnya Bupati. Garis besar dari keputusan desa adalah : 1) Pertimbangan dan aturan hukum, serta tujuan daerah reservat, 2) lokasi daerah reservat, 3) Tugas clan tanggung jawab dari

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

33

kelompok pengelola, 4) kewajiban dan kegiatan yang diperbolehkan, 5) yang bersifat larangan, dan 6) penetapan sanksi dan sistem pengawasan. e. Pelaksanaan Kawasan Reservat Aktivitas pengelolaan Kawasan Reservat dimulai dengan penentuan badan pengelola yang akan melaksanakan pengelolaan serta menegakkan aturan yang sudah ditetapkan. Selain itu, tanda batas telah dipasang menggunakan bahan yang mudah dilihat dari jarak agak jauh. Titik-titik sudut batas diberi tanda berupa pelampung berbendera yang dijangkarkan ke dasar perairan. Kelompok pengelola dibentuk atas pertujuan aparat desa dan aktif melakukan berbagai pertemuan, dan tugas utamanya adalah menyusun rencana pengelolaan. Dalam rencana pengelolaan tersebut, dicantumkan berbagai rancangan kegiatan, seperti: rencana monitoring perairan dan ikan, upaya-upaya penegakan hukum, melanjutkan penyuluhan dan pendidikan umum kepada masyarakat. Pengelolaan tersebut juga mencakup upaya-upaya untuk memanfaatkan kawasan reservat pada zona selain zona inti sebagai sumber dana untuk dapat mendukung kelangsungan upaya pengelolaan itu sendiri. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa daerah perlindungan iersebut akan dikelola dengan baik oleh masyarakat. Berita tentang keberadaan kawasan reservat melalui media merupakan promosi gratis untuk mengenalkan potensi desa tersebut menjadi menarik untuk dikunjungi. Dengan demikian, kawasan reservat sekaligus berperan sebagai cikal-bakal pengembangan wisata dan pelestarian ikan-ikan lokal (indegenous species). 10.3 Pokok-Pokok Pengelolaan Reservat Pokok-pokok pengelolaan reservat meliputi 3 aspek, yaitu: a. Pengelolaan wilayah perairan dalam zonasi Zonasi adalah pembagian wilayah perairan umum (reservat) yang didasarkan pada keadaan fisik lingkungan serta sifat kehidupan dan penyebaran populasi ikan dalam usaha mengatur pengelolaan sumberdaya perikanan agar sesuai dengan urutan prioritas fungsi perairan umum. Untuk itu dikenal 4 macam zonasi, yaitu: zona inti (suaka), zona penyangga (buffer), zona usaha dan zona bebas.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

34



Zona inti (suaka) adalah zona yang berperan sebagai wilayah pengamanan perairan dan merupakan daerah sasaran yang dilestarikan, termasuk di dalamnya pelestarian sumberdaya ikan dan ekosistemnya.



Zona penyangga (buffer) adalah zona /daerah di wilayah perikanan yang berfungsi untuk melindungi zona inti dari pengaruh-pengaruh atau gangguan yang bersifat merusak.



Zona usaha adalah zona di wilayah perikanan yang berfungsi sebagai ushaa penangkapan ikan.

Penangkapan ikan hanya boleh dilakukan dengan alat

tangkap yang bersifat tradisional. •

Zona bebas adalah zona di wilayah perikanan yang dimanfaatkan untuk usaha penangkapan dan budidaya ikan serta kegiatan lainnya (pariwisata) selama kegiatan-kegiatan tersebut tidak merusak, mencemari perairan dan mengganggu keseimbangan lingkungan perairan.

Sebagai catatan bahwa untuk mengatur dan melaksanakan pokok-pokok pelaksanaan reservat ini perlu ditetapkan terlebih dahulu kebiajksanaan strategi, operasi, serta mekanisme penilaian dampak lingkungan yang sesuai dengan persyaratan utama yang dikehendaki dalam pengembangan wilayah yang bersangkutan. b. Pola usaha penangkapan Karena perairan umum merupakan ekosistem terbuka, maka demi keberhasilan usaha pembinaan reservat kiranya bentuk perikanan yang berpola kemandirian (self sustaining) adalah yang tepat untuk ditetapkan.

Prinsip perikanan mandiri adalah

bahwa optimasi produksinya disesuaikan terhadap potensi kesuburan alami perairan yang eksploitasi produksinya adalah sedemikian rupa sehingga keseimbangan populasi dan komposisi ikan di perairan tetap terjaga. Untuk mencapai tujuan ini maka dalam pola usaha penangkapan ikan perlu diperhatikan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai berikut: •

Pemanfaatan atau penangkapan ikan pada zona-zona yang tidak terlarang diatur dengan suatu ketentuan yang bersifat mengikat (peraturan daerah) dengan mempertimbangkan pelestarian sumber dan azas manfaat, sehingga untuk

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

35

kawasan perairan umum yang sudah ditetapkan sebagai reservat (khususnya zona inti/suaka) tertutup bagi usaha penangkapan ikan. •

Pelarangan untuk melakukan usaha penangkapan ikan dengan bahan-bahan yang berbahaya, seperti bahan peledak, racun, potasium, dan sebagainya, serta peralatan berarus listrik.



Pelarangan untuk melakukan usaha penangkapan ikan dengan peralatan aktif maupun pasif yang secara langsung maupun tidak langsung akan mengganggu keseimbangan lingkungan serta dapat menimbulkan masalah pertentangan sosial, ekonomi dan budaya antar nelayan/masyarakat.



Pelarangan untuk mengadakan usaha penangkapan ikan pada malam hari dmi ketertiban dan keamanan serta memudahkan pengawasan.



Pelarangan penangkapan ikan pada saat musim pemijahan (close season) sehingga untuk sementara waktu perlu penutupan perairan dari kegiatan penangkapan pada zona pemanfaatan.

c. Pelestarian lingkungan perairan Didasarkan pada sifat kegiatan perikanan di perairan umum, maka hendaknya kegiatan ini jangan sampai merusak atau mencemari perairan sehingga menjadi kendala dalam berfungsinya perairan umum, khususnya reservat di perairan umum tersebut. Sebagai corak kegiatan penangkapan dan budidaya ikan yang kiranya akan merusak atau mencemari lingkungan perairan, baik langsung maupun tidak langsung, harus dapat dicegah. Untuk itu perlu diperhatikan pokok-pokok kebijaksanaan pengelolaan perairan umum sebagai berikut: •

Pengaturan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan dengan peralatan statis (termasuk di dalamnya penggunaan tumbuhan air/gulma air).



Pelarangan untuk mengadakan penangkapan dan pembudidayaan ikan dengan cara merubah/merusak bentuk (pinggiran) rawa yang akan dapat merusak, mencemari dan menimbulkan pendangkalan perairan.



Pertimbangan dan kajian mendalam terhadap introduksi jenis ikan baru.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

36



Perencanaan pemantauan reservat dan lingkungannya yang bersifat koordinatif, meliputi beberapa hal sebagai berikut: o Kualitas air (pH, DO, BOD, kekeruhan, kesadahan, padatan tersuspensi, dan lain-lain). o Perkembangan hama dan penyakit ikan. o Perkembangan populasi ikan dan biota akuatik lainnya. o Keanekaragaman jenis sumberdaya ikan. o Pendangkalan habitat. o Tingkat kehidupan dan biota air lainnya. o Keseimbangan ekosistem akuatik o Perkembangan gulma air. o Predator dan kompetitor

10.4 Cara Pengelolaan Reservat Beberapa upaya pengelolaan reservat antara lain dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pengendalian gulma air. b. Penebaran bibit ikan lokal (restocking) untuk meningkatkan stock populasi ikan dan produksi ikan. Restocking dilakukan terutama untuk meningkatkan jumlah ikan lokal yang mengalami penurunan, sehingga dalam kegiatan ini diperlukan adanya kajian khusus yang mempelajari kondisi sumberdaya ikan yang ada. Suatu sumberdaya ikan dengan resiliensi (daya lenting) yang sangat rendah, yaitu waktu penggandaan populasi minimum lebih dari 14 tahun, perlu diprioritaskan untuk di-restocking. Demikian pula halnya dengan jenis ikan dengan resiliensi rendah. Ikan-ikan yang memiliki resiliensi medium hingga tinggi tidak menjadi prioritas untuk di-restocking, karena secara alamiah mampu mengembangkan populasinya dalam waktu relatif cepat. Peranan BBI Menggala dan BBI Mulya Asri di masa depan sangat diharapkan karena merupakan ujung tombak untuk menghasilkan benih ikan lokal dari jenis-jenis yang terancam punah, yaitu jenis ikan yang memiliki resiliensi rendah dan sangat rendah. c. Introduksi jenis-jenis baru guna meningkatkan stock populasi yang ada atau mengisi relung (niche) yang kosong.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

37

d. Pelarangan penangkapan ikan pada daerah terlarang (zona inti/suaka) dan pada musim pemijahan , dengan maksud untuk memberi kesempatan induk dan calon induk untuk berkembang biak dan tumbuh secara alami. e. Melarang penangkapan ikan dengan alat-alat dan atau zat yang dapat merusak lingkungan perairan. f. Mencegah pencemaran perairan. g. Budidaya/pengembangbiakan ikan dan biota akuatik lainnya dalam kondisi yang terkontrol. h. Perlindungan terhadap struktur fisik lingkungan perairan. i. Pemantauan secara berkala terhadap kualitas air. j. Penyuluhan dan penegakan hukum (law enforcement).

11. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: •

Hasil kajian ini memiliki arti penting dalam upaya pelestarian biota air, terutama untuk jenis-jenis ikan lokal (indegenous species) di rawa-rawa Tulang Bawang yang terus mengalami penurunan, baik jumlah maupun jenisnya.



Kawasan yang diusulkan untuk dijadikan reservat perikanan adalah di perairan sekitar Rawa Pacing, Rawa Bakung, Bawang Lambu dan Rantau Kandis.



Masyarakat yang tinggal dan memiliki aktivitas yang terkait dengan rawa-rawa Tulang Bawang pada umumnya menyetujui dan mendukung program pelestarian ikan-ikan lokal melalui penetapan kawasan reservat.

12. REKOMENDASI •

Hasil kajian ini merupakan bahan pertimbangan bagi pemerintah setempat dalam rangka pelestarian sumberdaya perairan, terutama ikan-ikan lokal yang saat ini populasinya terus menurun. menetapan

kawasan

Pemerintah dapat menindaklanjutinya dengan

reservat

melalui

peraturan

daerah

(perda)

dan

mensosialisasikannya kepada masyarakat. •

Diharapkan rencana induk (master plan) pengelolaan lahan basah rawa-rawa Tulang Bawang dapat segera disusun sebagai panduan pengelolaan kawasan

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

38

tersebut untuk jangka pendek, menengah dan panjang. Masterplan ini tentunya dapat menampung semua aspirasi berbagai pihak, termasuk pengelolaan kawasan reservat perikanan. •

Dalam pelaksanaan reservat Dinas Kelautan dan Perikanan harus berkoordinasi dan bekerjasama dengan beberapa instansi pemerintah lainnya, seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Pertanian, BKSDA, Bapedalda, KLH, BPN, dan lain-lain, serta melibatkan pihak swasta dan LSM yang peduli terhadap kelestarian lahan basah tersebut.

Upaya yang sungguh-sungguh, baik dari

pemerintah, masyarakat, LSM, dan pihak terkait lainnya, sangat diharapkan untuk saling mensinergiskan rencana pengembangan dan pelaksanaan kawasan reservat tersebut, sehingga tujuan penetapan kawasan reservat untuk mempertahankan dan melestarikan habitat perairan sebagai tempat berlindung, daerah asuhan, tempat memijah, mencari makan, dan ruang bagi ikan dan biota air lainnya, dapat tercapai. •

Keterlibatan masyarakat lokal secara aktif perlu diprioritaskan sebagai ujung tombak pelaksanaan reservat di lokasi yang telah ditetapkan.

Untuk itu

pemerintah

pengawas

perlu

memberdayakan

kelompok

masyarakat

(Pokmaswas) yang ada dengan memberikan sarana yang memadai untuk pelaksanaan pengawasan maupun pengelolaan kawasan reservat. Masyarakat lokal juga perlu ditingkatkan pemahaman dan pengetahuan mereka melalui penyuluhan, pelatihan, ataupun studi banding ke daerah lain yang dinilai berhasil dalam mengembangkan kawasan reservat. •

Pengelolaan kawasan reservat juga harus diikuti dengan program pemberdayaan masyarakat lokal melalui berbagai kegiatan ekonomi produktif, sehingga diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap kawasan di sekitar reservat. Beberapa program pemberdayaan masyarakat yang dinilai baik dapat diterapkan di lokasi tersebut melalui pendekatan yang disesuaikan dengan nilai-nilai budaya setempat.



Dalam kaitannya dengan upaya pelestarian ikan-ikan lokal, terutama yang memiliki resiliensi rendah dan sedang, maka perlu dilakukan riset terpadu yang melibatkan berbagai pihak, seperti perguruan tinggi, Balai Riset Kelautan dan

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

39

Perikanan (BRKP), LIPI, Kementerian Ristek, dan lain-lain tentang berbagai aspek biota tersebut. Lebih lanjut diharapkan Balai Benih Ikan (BBI), baik lokal maupun sentral, dapat berperan dalam mengembangbiakan jenis ikan tersebut untuk selanjutnya di-restocking di perairan yang telah ditetapkan sebagai reservat. Pengembangan upaya-upaya budidaya ikan lokal juga perlu dilakukan sehingga pemanfaatan invasive alien species sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat dapat dihindari. •

Beberapa program yang dilakukan baik oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, pihak swasta (industri), LSM, maupun masyarakat setempat yang menyangkut kegiatan stocking ikan non spesies lokal perlu dikaji ulang. Keberadaan invasive alien species diketahui dapat menyebabkan keseimbangan ekosistem setempat terganggu dan penurunan jenis ikan-ikan lokal secara biologi. Untuk itu perlu dikembangkan panduan dan tata cara pencegahan, pengendalian, atau bahkan penghilangan invasive alien species dalam ekosistem lahan basah tersebut.



Perlu dilakukan publikasi berbagai informasi yang menyangkut keberadaan spesies-spesies ikan lokal, baik jenis maupun jumlahnya, sehingga masyarakat mengetahui status terkini tentang sumberdaya ikan di wilayah mereka. Hal ini juga bermanfaat untuk menggugah kesadaran dan kepedulian masyarakat setempat akan pentingnya upaya-upaya pelestariannya.

INDRA GUMAY YUDHA: Kajian Usulan Kawasan Reservat Ikan Air Tawar di Kabupaten Tulang Bawang

40

Related Documents


More Documents from "Indra Gumay Yudha"