Portofoliokasus Medikolegal-1.docx

  • Uploaded by: jasvidarni fadillah
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Portofoliokasus Medikolegal-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,535
  • Pages: 21
Portofolio Kasus Etik dan Medikolegal

KASUS MALPRAKTEK

Oleh: dr.Elsa Prima Putri

Pendamping: dr. Sherly Monalisa

Wahana: RSUD PARIAMAN

KOMITE INTERNSHIP DOKTER INDONESIA PUSAT PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM KESEHATAN BADAN PPSDM KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2018 0

PORTOFOLIO KASUS MALPRAKTEK Topik: Malpraktek Tanggal (Kasus):

Presenter : dr. Elsa Prima Putri

Tanggal Presentasi : 2018

Pendamping : dr. Sherly Monalisa

Tempat Presentasi : RSUD Pariaman Objektif Presentasi : ѵ

Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

TinjauanPustaka Istimewa Lansia

Bumil

Deskripsi : Perempuan, 25 th, nyeri pada paha kiri dan kanan setelah tersiram air panas kemarin sore. Tujuan : Diagnosis dan tatalaksana Luka Bakar Bahan Bahasan

Tinjauan

Riset

Kasus

Audit

Presentasi dan Diskusi

Email

Pos

Pustaka Cara membahas

Data Pasien:

Diskusi

Nama: Nn. S

No. Reg : 13 63 64

Umur: 25 tahun Pekerjaan: Alamat: Sungai Sariak Agama: Islam Bangsa: Indonesia Nama Rumah Sakit: RSUD Pariaman

Telp :

Terdaftar sejak :

Data utama untuk bahan diskusi: 1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Dokter A melakukan tindakan cauter pada pasien B sebelum alkohol pada daerah yang akan di cauter kering. Daftar Pustaka : 1. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 1

2. Suharto G. 2008. Aspek Medikolegal Praktek Kedokteran. Semarang: ABH Associates. 3. Rahim, Dian H. 2007. Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) Dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter Informed Concent And Legal Protection For Doctor Penelitian Hukum Normatif terhadap UUPK No.29/2004 dan PERMENKES R.I No.585/ Men.Kes/Per/IX/1989. Masters thesis, Unika Soegija pranata. 4. Perkonsil No.2 tahun 2011 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi. Konsil Kedokteran Indonesia. Hasil Pembelajaran : 1. Mengetahui dan memahami kode etik kedokteran Indonesia. 2. Mengetahui sanksi pelanggaran kode etik kedokteran Indonesia.

1. Kasus: Pasien B datang ke dokter A dengan keluhan benjolan pada ketiak kiri sejak 1 tahun yang lalu. Dokter A menjelaskan mengenai penyakit serta merencankan dilakukannya operasi pada pasien B dan pasien B setuju. Saat dilakukan operasi pada daerah axilla kiri, dokter A dan tim OK saat itu merasakan bau yang tidak enak yang kemungkinan berasal dari badan pasien B. dokter A meminta ‘……’ menyiram alkohol pada ketiak kiri untuk mengurangi bau badan tersebut. Selang beberapa waktu dokter A mulai melakukan cauter pada axilla kiri tanpa mengecek alkohol tersebut kering dan asisten 1 yang saat itu sedang memegang klem merasakan panas pada ujung jari. Dokter A tersadar bahwa alkohol belum sepenuhnya kering dan terjadi luka bakar pada daerah axilla kiri, mame kiri, lengan atas kiri. Dokter A langsung meminta NaCL 0,9% dan menyiram area yang terkena luka bakar tersebut. 2. Pembahasan kasus Tindakan yang dilakukan dokter A melanggar Pasal 360 ayat (2) KUHP “Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga menderita sakit untuk sementara waktu dan tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya selama waktu tertentu diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau kurungan enam bulan atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus”. Dalam hal ini terjadi kelalaian yang dilakukan oleh dokter A tanpa disengaja dan tidak ada unsur tertentu menyelakai pasien. Dokter A langsung menilai derajat luka bakar pada pasien B, setelah kondisi aman dokter A melanjutkan operasi pada pasien B. 2

Setelah operasi selesai dokter A menemui keluarga pasien dan memberi tahu bahwa terjadi kecelakaan medis, menjelaskan penyebab serta rencana tindakan selanjutnya pada pasien B. keluarga pasien B menerima asalkan pasien B mendapatkan perawatan semaksimal mungkin hingga sembuh. Diruangan dokter A melakukan follow up pada pasien B bahkan di hari libur dan memberikan santunan pada keluarga pasien selama pasien dirawat, namun ada beberapa oknum yang memanfaatkan kejadian ini sehingga dokter A …….. Kasus yang terjadi pada dokter A dapat dikategorikan kasus disiplin profesi, apabila terjadi pengaduan dokter A dapat diproses oleh majelis kehormatan disiplin kedokteran Indonesia (MKDKI) dan apabila dinyatakan bersalah dapat dijatuhkan sanksi.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dan lain-lain. Bahkan di dalam praktek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika. Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif. Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum. Pada banyak kasus medikolegal kompleks yang sampai ke pengadilan, banyak yang memerlukan pendapat saksi ahli karena metodologi dan tatalaksana standar kedokteran ada di luar pengetahuan juri. Jika terdapat tuduhan tindakan malpraktik maka orang yang mengajukan tuduhan tersebut disyaratkan untuk memberikan bukti adanya penyimpangan tersebut. Bukti tersebut harus datang dari ahli yang memiliki kualifikasi yang sesuai dengan subjek yang dipermasalahkan. Karena itu, umumnya banyak didapatkan dokter enggan bersaksi melawan teman sejawatnya. Alasan keengganannya tersebut bervariasi mulai dari stigma tuduhan malpraktik, nama buruk yang didapat setelah bersaksi, ancaman pengeluaran dari komunitas tempat dia bernaung, ancaman dari perusahaan asuransi dokter tersebut, ancaman pengadilan profesi, dan adanya konspirasi untuk tutup mulut. Pembelaan yang lebih relevan dan dapat diterapkan dalam praktik kedokteran sehari-hari termasuk : (1) Asumsi pasien mengenai resiko berdasarkan surat persetujuan yang telah dibuat, (2) Faktor penyebab kelalaian terletak di tangan pasien, (3) Kelalaian terletak pada pihak ke tiga.

4

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” memiliki arti “salah”, “praktek” memiliki arti “pelaksanaan” atau “tindakan” sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Dari segi hukum, malpraktek dapat terjadi karena suatu tinndakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence) ataupun suatu kekurangmahiran/ ketidakkompetenan yang tidak beralasan. Professional misconduct yang merupakan kesengajan dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, jukum administratif serta hukum pidana dan perdata, seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien, fraud, pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran, aborsi ilegal, euthanasia, penyerangan seksual, misreprentasi, keterangan palsu, menggunakan iptekdok yang belum teruji, berpraktik tanpa SIP, berpraktik di luar kompetensinya. Pada saat tuntutan malpraktek diajukan, akan menjadi sebuah tugas bagi sang pemohon perkara (pasien maupun anggota keluarganya) untuk mencari sendiri bukti yang mendukung tuntutannya tersebut. Hal ini akan terus dilakukan oleh pemohon sampai perkara tersebut menjadi sebuah kasus yang prima fasie dengan bukti – bukti yang cukup dihadirkan di depan pengadilan dan di hadapan juri yang memungkinkan hakim memberikan putusan secara seksama berdasar bukti itu sendiri. Setelah bukti tersebut diajukan oleh pemohon, maka bukti yang dibawa pemohon tersebut akan dihadapkan kepada orang yang disangkakan. Tertuduh (dokter atau rumah sakit) lalu memberikan bukti – bukti yang menyanggah tuduhan yang dikenakan kepadanya. Sanggahan yang dikemukakan oleh tertuduh (dokter) terhadap kasusnya itu tidaklah cukup. Namun, terdapat sanggahan – sanggahan yang dapat diterima yang dapat membuatnya lepas dari tanggung jawabnya tersebut. Hal ini termasuk (1) resiko perawatan yang dilakukan telah diketahui oleh pemohon dan ia setuju untuk tetap melanjutkan perawatan (risiko diketahui dengan informed consent / surat tanda persetujuan tindakan), (2) Pemohon memiliki andil pada terjadinya luka atau sakitnya itu sendiri dengan tidak mematuhi instruksi dokter atau melanggar pantangan – pantangan yang ada, atau (3) Bahwa luka atau kerugian disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan merupakan dampak dari instruksi yang diberikan dokter. Penegakkan diagnosis tanpa bantuan pemeriksaan penunjang yang tersedia dapat membawa kesalahan. Hal ini dianggap sebagai kelalaian dokter dalam melakukan sesuatu yang mestinya ia lakukan contohnya saat dokter lalai dalam menjalankan tugas yang akhirnya menyebabkan kerugian pada pasien. Hal ini

5

merupakan dasar dan alasan yang penting dalam kaitan terhadap standar praktik kedokteran yang berlaku. Pengadilan akan memberikan pengertian terhadap hal tersebut. Jenis – jenis malpraktek 1. Ethical malpractice Kombinasi antara interaksi profesional dan aktivitas tenaga pendukungnya serta hal yang sama akan mempengaruhi anggota komunitas profesional lain dan menjadi perhatian penting dalam lingkup etika medis. Panduan dan standar etika yang ada terkait dengan profesi yang dijalaninya itu sendiri. Panduan dan standar profesi tersebut mengarah pada terjadinya inklusi atau eksklusi orang-orang yang terlibat dalam profesi tersebut. Kelalaian dalam menjalani panduan dan standar etika yang ada secara umum tidak memiliki dampak terhadap dokter dalam hubungannya dengan pasien. Namun, hal ini akan mempengaruhi keputusan dokter dalam memberikan tata laksana yang baik. Hal tersebut dapat menghasilkan reaksi yang kontroversial dan menimbulkan kerugian baik kepada dokter, maupun kepada pasien karena dokter telah melalaikan standar etika yang ada. Tindakan tidak profesional yang dilakukan dengan mengabaikan standar etika yang ada umumnya hanya berurusan dengan komite disiplin dari profesi tersebut. Hukuman yang diberikan termasuk pelarangan tindakan praktik untuk sementara dan pada kasus yang tertentu dapat dilakukan tindakan pencabutan izin praktek. 2. Legal malpractice, teridiri dari : a. Administrative malpractice Administrative malpracticeterjadi apabila dokter atau tenaga kerja kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau iinnya, menjalanka praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik. b. Civil malpractice Civil malpractice adalah tipe malpraktek dimana dokter karena pengobatannya dapat mengakibatkan pasien meninggal atau luka tetapi dalam waktu yang sama tidak melanggar hukum pidana. Sementara Negara tidak dapat menuntut secara pidana, tetapi pasien atau keluarganya dapat menggugat dokter secara perdata untuk mendapatkan uang 6

sebagai ganti rugi. Tanggung jawab dokter tersebut tidak berkurang meskipun pasien tersebut kaya atau tidak mampu membayar. Misalnya seorang dokter yang menyebabkan pasien luka atau meningggal akibat pemakaian metode pengobatan yang sama sekali tidak benar dan berbahaya tetapi sulit dibuktikan pelangggaran pidananya, maka pasien atau keluarganya dapat menggugat perdata. Pada civil malpractice, tanggung gugat dapat bersifat individual atau korporasi. Dengan prinsip ini maka rumah sakit dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan oleh dokter-dokternya asalkan dapat dibuktikan bahwa tindakan dokter itu dalam rangka melaksanakan kewajiban rumah sakit. c. Criminal malpractice Criminal malpracticeterjadi ketika seorang dokter yang menangani sebuah kasus telah melanggar undang-undang hukum pidana. Malpraktik dianggap sebagai tindakan kriminal dan termasuk perbuatan yang dapat diancam hukuman. Hal ini dilakukan oleh Pemerintah untuk melindungi masyarakat secara umum. Perbuatan ini termasuk ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis, penggunaan ilegal obat-obat narkotika, pelanggaran dalam sumpah dokter, perawatan yang lalai, dan tindakan pelecehan seksual pada pasien yang sakit secara mental maupun pasien yang dirawat di bangsal psikiatri atau pasien yang tidak sadar karena efek obat anestesi. Criminal malpractice sebenarnya tidak banyak dijumpai. Misalnya melakukan pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya dokter yang sengaja melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik, (appendektomi, histerektomi dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi sematamata untuk mengeruk keuntungan pribadi. Memang dalam masyarakat yang menjadi materialistis, hedonistis dan konsumtif, dimana kalangan dokter turut terimbas, malpraktek diatas dapat meluas. Usaha – usaha menghindari malpraktek : 1. Semua tindakan sesuai indikasi medis Pelayanan kesehatan, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi memiliki surat ijin tugas mengingat informed consent dan rekam medik serta rahasia jabatan atau rahasia kesehatan dari hasil pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan berdasarkan indikasi 7

medis, standar pelayanan, protap pelayanan dengan memperhatikan dan menjelaskan berbagai resiko penyakit, keadaan pasien, dan tindakan kesehatan selanjutnya tenaga kesehatan harus menerapkan etika umum dan profesi dan bila tidak mungkin bisa ditangani yang bukan kompetensinya harus di rujuk atau diserahkan kepada tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi.Prinsip-prinsip tersebut jika dijabarkan satu persatu antara lain : 1. Tenaga kesehatan yang telah lulus pendidikan dengan memperoleh ijasah termasuk dalam PP No. 32 Tahun 1996. 2. Tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi hasil ujian. 3. Tenaga Kesehatan memiliki surat ijin praktek (SIP) dan Surat Tugas dari Direktur 
 Rumah Sakit, Dinas Tenaga Kesehatan, Dekan (Pimpinan Pendidik), dan dari 
 Pemerintah yang lainnya. 4. Tiap menangani pasien harus ada ijin atau persetujuan tertulis atau lisan dari pihak 
 pasien dan keluarganya. 5. Dalam pelayanan kesehatan harus menerapkan standar pelayanan dan protap 
 pelayanan kesehatan profesi yang dibuat oleh tenaga profesi. Ini biasanya dibuat SK 
 oleh Direktur Rumah Sakit atau pimpinan Rumah Sakit setempat. 6. Hasil pemeriksaan / pelayanan atau tindakan ditulis dicatat secara khusus oleh dokter yang melakukan tindakan atau pemeriksaan atau singkatnya ditulis yang disebut sebagai rekam medis / rekam rumah sakit. Untuk bidan dan perawat tertuang dalam 
 Asuhan Keperawatan atau kebidanan. 7. Point 4,5, dan 6 di atas harus dirahasiakan sesuai dengan peraturan PP No.10 tahun 
 1966 dan Undang-undang kesehatan yang lain. 8. Dalam menangani pasien atau tindakan harus berdasarkan indikasi medis dan kontra 
 indikasi medis. 9. Dalam menangani pasien harus menerangkan mengenai resiko, antara lain resiko keadaan pasien, resiko penyakitnya, dan resiko tindakan. 10. Dalam komunikasi dengan pasien dan keluarga serta masyarakat harus menerapkan etika 8

umum dan etika profesi dimana tenaga kesehatan tersebut bekerja. 11. Kemungkinan

dalam

menangani

pasien

memperoleh

kesulitan

karena

tidak

kompetensinya sehingga harus dirujuk/dikirim/ dikonsultasikan kepada tenaga kesehatan yang kompeten atau dirujuk/dikirim ke rumah sakit sesuai dengan tingkat pelayanan yang lebih prima. 12. Dalam pelayanan atau upaya kesehatan terjadi sesuatu yang menimbulkan sengketa atau tuntutan pasien dan keluarganya harus diselesaikan secara komunikasi yang sehat, secara kemanusiaan dan berdasarkan rambu-rambu aturan hukum kesehatan. Jangan menerapkan Undang-Undang diluar Undang-Undang Hukum Kesehatan. 2. Bekerja sesuai standar profesi Pada pasal 2 kodeki, disebutkan bahwa, “Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi”. yang dimaksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan profesi kedokteran adalah yang sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, sarana yang tersedia, kemampuan pasien, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama. ilmu kedokteran yang menyangkut segala pengetahuan dan keterampilan yang telah diajarkan dan dimiliki harus dipelihara dan dipupuk, sesuai dengn fitrah dan kemampuan dokter tersebut. Etika umum dan etika kedokteran harus diamalkan dalam melaksanakan profesi secara tulus ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap sesama manusia, serta penampilan tingkah laku, tutur kata dan berbagai sifat lain yang terpuji, seimbang dengan martabat jabatan dokter. 3. Membuat informed consent Secara harfiah consent artinya persetujuan, atau lebih ‘tajam’ lagi, ”izin”. Jadi informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang berhak kepada dokter untuk melakukan tindakan medis pada pasien, seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain-lain untuk menegakkan diagnosis, memberi obat, melakukan suntikan, menolong bersalin, melakukan pembiusan, melakukan pembedahan, melakukan tindak-lanjut jika terjadi kesulitan, dan sebagainya. Selanjutnya kata Informed terkait dengan informasi atau penjelasan. Dapat disimpulkan bahwa informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien (atau keluarga yang berhak) kepada dokter untuk melakukan tindakan medis atas dirinya, setelah kepadanya oleh dokter yang bersangkutan diberikan informasi atau penjelasan yang lengkap tentang tindakan itu. Mendapat penjelasan lengkap itu adalah salah 9

satu hak pasien yang diakui oleh undang-undang sehingga dengan kata lain informed consent adalah Persetujuan Setelah Penjelasan. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 Tahun 1989, Persetujuan Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Suatu informed consent harus meliputi : 1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya. 2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar 
 kemungkinan keberhasilannya. 3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila 
 penyakit tidak diobati. 4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi. 5. Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam 
 penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan. Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medis, yaitu : 1. Implied Consent (dianggap diberikan) Umumnya implied consent diberikan dalam keadaan normal, artinya dokter dapat menangkap persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang diberikan/dilakukan pasien. Demikian pula pada kasus emergency sedangkan dokter memerlukan tindakan segera sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarganya tidak ada ditempat, maka dokter dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter. 2. Expressed Consent (dinyatakan) Dapat dinyatakan secara lisan maupun tertulis. Dalam tindakan medis yang bersifat invasif dan mengandung resiko, dokter sebaiknya mendapatkan persetujuan secara tertulis, atau yang secara umum dikenal di rumah sakit sebagai surat izin operasi. Hakikat informed consent mengandung 2 (dua) unsur penting yaitu :
 1. Informasi yang

10

diberikan oleh dokter.
 2. Persetujuan yang diberikan oleh pasien. Ketiadaan informed consent dapat menyebabkan tindakan malpraktek dokter, khususnya bila terjadi kerugian atau intervensi terhadap tubuh pasiennya. Hukum yang umum diberbagai keteledoran. Akan tetapi, dalam beberapa hal, ketiadaan informed consent tersebut setara dengan perbuatan kesengajaan, sehingga derajat kesalahan dokter pelaku tindakan tersebut lebih tinggi. 3. Mencatat semua tindakan yang dilakukan Rekam medis harus memuat isi sebagai berikut : 1. Semua diagnosis ditulis dengan benar pada lembaran masuk dan keluar, sesuai dengan istilah terminologi yang dipergunakan, semua diagnosa serta tindakan pembedahan yang dilakukan harus dicatat Simbol dan singkatan jangan dipergunakan. 2. Dokter yang merawat menulis tanggal dan tanda tangannya pada sebuah catatan, serta telah menandatangani juga catatan yang ditulis oleh dokter lain Pada rumah Sakit Pendidikan, yaitu : Riwayat Penyakit, Pemeriksaan fisik dan resume Lembaran lingkaran masuk dan keluar tidak cukup apabila hanya ditanda tangani oleh seorang dokter. 3. Bahwa laporan riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik dalam keadaan lengkap dan berisi semua data penemuan baik yang positif maupun negatif. 4. Catatan perkembangan, memberikan gambaran kronologis dan analisa klinis keadaan pasien Frekwensi catatan ditentukan oleh keadaan pasien. 5. Hasil Laboratorium dan X-Ray dicatat dicantumkan tanggalnya serta ditanda tangani oleh pemeriksa. 6. Semua tindakan pengobatan medik ataupun tindakan pembedahan harus itulis dicantumkan tanggal, serta ditanda tangani oleh dokter. 7. Semua konsultasi yang dilaksanakan harus sesuai dengan peraturan staf medik harus dicatat secara lengkap serta ditanda tangani Hasil konsultasi, mencakup penemuan konsulen pada pemeriksaan fisik terhadap pasien termasuk juga pendapat dan rekomendasinya. 8. Pada kasus observasi, catatan prenatal dan persalinan dicatat secara lengkap, mencakup hasil tes dan semua pemeriksaaan pada saat prenatal sampai masuk rumah sakit Jalannya 11

persalinan dan kelahirannya sejak pasien masuk rumah sakit, juga harus dicatat secara lengkap. 9. Catatan perawat dan catatan prenatal rumah sakityang lain tentang Observasi & Pengobatan yang diberikan harus lengkap catatan ini harus diberi cap dan tanda tangan. 10. Resume telah ditulis pada saat pasien pulang Resume harus berisi ringkasan tentang penemuan, dan kejadian penting selama pasien dirawat, keadaan waktu pulang saran dan rencana pengobatan selanjutnya. 11. Bila otopsi dilakukan, diagnosa sementara / diagnosa anatomi, dicatat segera ( dalam waktu kurang dari 72 jam ) : keterangan yang lengkap harus dibuat dan digabungkan dengan rekam medis. 12. Analisa kualitatif oleh personel medis untuk mengevaluasi kualitas pencatatan yang dilakukan oleh dokter untuk mengevaluasi mutu pelayanan medik Pertanggung jawaban untuk mengevaluasi mutu pelayanan medik terletak pada dokter yang bertanggung jawab. Berikut pasal yang mengatur mengenai rekam medis : Pasal 46 (1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat 
 rekam medis. (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah 
 pasien selesai menerima pelayanan kesehatan. (3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas 
 yang memberikan pelayanan atau tindakan. Pasal 47 (1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien. (2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

12

(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. 


Unsur Pelanggaran
 1. Negligence (kelalaian) Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian pada pasien. Kelalaian medik merupakan salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seorang dengan tidak sengaja melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Pengertian istilah kelalaian medis menurut World Medical Association (1992) yaitu : Medical malpractice involves the physicians’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient. WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktik medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk dalam pengertian malpraktik atau kelalaian medik. Suatu perbuatan atau sikap tenaga medis dianggap lalai apabila memenuhi empat unsur di bawah ini : -

Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada suatu kondisi medis tertentu.

-

Dereliction of the duty / penyimpangan kewajiban tersebut.

-

Damage/kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai 
 kerugian akibat layanan dari kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan.

-

Indirect causal relationship / hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini 
 harus 13

terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidak-tidaknya merupakan “proximate cause”. 2. Malfeasance (pelanggaran jabatan) Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tindakan yang tidak tepat dan layak (unlawful/improper). Seperti melakukan tindakan pengobatan tanpa indikasi yang memadai dan mengobati pasien denga coba-coba tanpa dasar yang jelas. 3. Misfeasance (ketidak hati-hatian) Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance). Seperti melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur. 4. Lack of skill (kurang keahlian) Melakukan tindakan diluar kemampuan atau kompetensi seorang dokter, kecuali pada situasi kondisi sangat darurat, seperti melakukan pembedahan oleh bukan dokter, dan mengobati pasien diluar spesialisasinya. Sanksi malpraktek 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) a. Pasal 359
 “Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.” b. Pasal 360 ayat (1) KUHP “Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang luka berat dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya 1 tahun.” Yang dimaksud dengan luka berat ialah kriteria yang diatur dalam pasal 90 KUHP, yaitu: 1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut. 2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian. 3. Kehilangan salah satu panca indra. 4. Mendapat cacat berat (hilangnya salah satu anggota badannya). 14

5. Menderita sakit lumpuh. 6. Terganggu pikirnya selama lebih cepat seminggu. 7. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. c. Pasal 360 ayat (2) KUHP “Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang menjadi sakit atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaanya sementara, dihukum dengan selamalamanya sembilan bulan atau hukuman selama-lamanya enam bulan atau hukumkan denda setinggi-tingginya Rp 4.500.000,00. 2. Undang-Undang Praktik Kedokteran a. Pasal 75 ayat 1
 “Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00. b. Pasal 76
 Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa meliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 c. Pasal 79
 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda oaling banyak Rp 50.000.000,- setiap dokter atau dokter gigi yang : 1. Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat 1. 2. Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat 1. 3. Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 huruf a,b,c,d atau e.

15

Sanksi Pelanggaran Disiplin Pelanggaran disiplin dokter adalah pelanggaran aturan-aturan dan/atau ketentuan- ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan praktik kedokteran yang harus diikuti oleh dokter. Pelanggaran disiplin di bidang kedokteran diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (Perkonsil) Nomor 16 tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Sesuai dengan pasal 27 ayat (2), dokter yang terbukti bersalah melakukan pelanggaran disiplin kedokteran diberikan sanksi disiplin. Sanksi disiplin ini diputuskan pada sidang Majelis Pemeriksa Disiplin (MPD), yang merupakan keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) atau keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di tingkat Provinsi(MKDKI-P) yang mengikatnya.Sanksi disiplin tersebut dijelaskan lebih lanjut pada pasal 28 ayat (1). Sanksi disiplin yang diberikan dapat berupa: a. Pemberian peringatan tertulis; b. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik; 
 dan/atau c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan 
 kedokteran atau kedokteran gigi. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik dapat berupa rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik sementara selamalamanya 1 (satu) tahun, atau rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap atau selamanya (Pasal 28 ayat (2)). Adapun kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi sesuai dengan pasal 28 ayat (3) a. Pendidikan formal b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau keterampilan, magang di institusi 
 pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun. Wewenang MKDKI dalam melaksanakan tugasnya pada kasus pelanggaran disiplin

16

kedokteran telah diatur dalam Perkonsil No.15 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi pasal 5 ayat (1). a. Menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi b. Menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin atau pelanggaran etika 
 atau bukan keduanya c. Memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi d. Memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi e. Menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi f. Melaksanakan keputusan MKDKI g. Menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan 
 doktergigi h. Menyusun buku pedoman MKDKI dan MKDKI-P i. Membina, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas MKDKI-P j. Membuat dan memberikan pertimbangan usulan pembentukan MKDKI- 
 Pkepada Konsil Kedokteran Indonesia k. Mengadakan sosialisasi, penyuluhan, dan diseminasi tentang MKDKI dan 
 dan MKDKI-P mencatat dan mendokumentasikan pengaduan, proses 
 pemeriksaan, dan keputusan MKDKI. Ringkasnya, MKDKI berwenang untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran disiplin kedokteran serta menetapkan sanksi disiplinnya. Akan tetapi, MKDKI tidak menangani sengketa antara dokter dan pasien/keluarganya. Pada Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No.2 tahun 2011 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi disebutkan bahwa dalam penangananpelanggaran disiplin kedokteran terdapat tahap pemeriksaan awal dan tahap pemeriksaan disiplin. Tahap pemeriksaan awal adalah sebagai berikut : 1. Setiap orang atau kepentingan yang dirugikan melakukan pengaduan tertulis kepada MKDKI, dengan memenuhi persyaratan pengaduan yang telah ditentukan dalam

17

perkonsil 2. Ketua MKDKI menetapkan Majelis Pemeriksa Awal, yang terdiri atas anggota MKDKI, untuk menangani kasus dugaan pelanggaran disiplin kedokteran tersebut. 3. Majelis Pemeriksa Awal melakukan investigasi dan membuat satu di antara 3 keputusan, yaitu: a. Kasus yang diadukan bukan merupakan kasus diluar disiplin. Kasus diserahkan 
 kembali kepada pengadu. b. Kasus yang diadukan merupakan kasus pelanggaran etik. Kasus seperti ini 
 diserahkan oleh secretariat MKDKI kepada organisasi profesi, dalam hal ini 
 IDI. c. Kasus tersebut benar merupakan kasus pelanggaran disiplin. Selanjutnya, ketua MKDKI menetapkan Majelis Pemeriksa Disiplin untuk melakukan tahap 
 pemeriksaan disiplin. 
 Langkah-langkah tersebut dapat disederhanakan dalam bagan berikut:

18

Adapun tahap pemeriksaan disiplin adalah sebagai berikut: 1. Majelis Pemeriksa Disiplin melakukan proses pembuktian terhadap kasus. 2. Majelis Pemeriksa Disiplin membuat satu di antara 4 keputusan, yaitu: a. Dokter dinyatakan bebas/ tidak bersalah. Oleh sekretariat MKDKI, dokter tidak dikenai sanksi apapun. b. Dokter diberikan peringatan tertulis oleh MKDKI. c. Dilakukan rekomendasi pencabutan STR/SIP. Sekretariat MKDKI menghubungi KKI 
 untuk pencabutan STR dan Dinkes Kab/Kota untuk pencabutan SIP. 
 d. Dokter diwajibkan mengikuti pendidikan/ pelatihan kembali. Sekretariat MKDKI menyerahkan kepada KKI, untuk menangani pendidikan/ pelatian tersebut.Pendidikan/ pelatihan dilaksanakan di instansi penidikan dan kolegium yang 
 akan mengeluarkan bukti bahwa telah dilaksanakan.

19



20

Related Documents


More Documents from "jasvidarni fadillah"

Luka Bakar.doc
October 2019 24
Judul Depan.docx
October 2019 13
Bab V Utap.docx
December 2019 33
Lp Bronkopneumoni.docx
November 2019 45
Sap Diare.docx
November 2019 49