Sariwangi, Si Pelopor Teh Celup di Indonesia yang Berakhir Tragis Kompas.com - 18/10/2018, 06:08 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Setiap berbicara mengenai teh celup, mungkin yang muncul dalam benak adalah Sariwangi. Ya, brand teh ini telah menjadi top of mind terkait dengan produk teh. Sariwangi merupakan perusahaan teh yang berdiri sejak 1962. Lengkapnya adalah PT Sariwangi Agricultural Estate Agency. Kantornya berada di Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. Awalnya, perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan komoditas teh. Selanjutnya bertransformasi menjadi produsen, yang meliputi proses blending serta pengemasan. Pada masa jayanya, Sariwangi adalah perusahaan yang cukup kompetitif. Produk-produk yang dihasilkan juga inovatif. Bahkan, salah satu produk yang dihasilkan menjadi "pelopor revolusi" kebiasaan minum teh masyarakat Indonesia: teh celup Sariwangi. Mengutip sejumlah referensi, Sariwangi mulai memperkenalkan produk teh dalam kantong pada tahun 1970-an. Menggunakan nama perusahaan sendiri, saat diluncurkan, produk teh ini kemudian diberi merek Teh Celup Sariwangi. Teh Celup Sariwangi sukses di pasaran. Ketika merek-merek lain masih berkutat pada produk teh yang dikemas secara konvensional, Sariwangi sudah melangkah di depan. Kesuksesan inilah yang menggoda Unilever untuk mengakuisisi produk dan merek Teh Celup Sariwangi pada 1989. Setelah produk Teh Celup Sariwangi diakuisisi, PT Sariwangi tetap melanjutkan bisnisnya sebagai perusahaan yang bergerak di bidang trading, produksi, dan pengemasan teh. Sariwangi masih menjual produk teh dengan merek SariWangi Teh Asli, SariWangi Teh Wangi Melati, SariWangi Teh Hijau Asli, SariWangi Gold Selection, SariMurni Teh Kantong Bundar. Hingga beberapa tahun lalu, penjualan perusahaan ini pernah menyentuh 46.000 ton teh per tahun. Selain itu, perusahaan ini juga menjadi penyuplai teh dalam kantong dengan produksi mencapai 8 juta kantong per tahun.
Investasi yang Gagal Namun, sejak 2015, PT Sariwangi Agricultural Estate Agency bersama perusahaan afiliasinya PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung didera kesulitan. Dua perusahaan ini terjerat utang hingga Rp 1,5 triliun kepada sejumlah kreditur. Salah satu penyebab dua perusahaan ini mengalami kesulitan keuangan adalah gagalnya investasi untuk meningkatkan produksi perkebunan. Perusahaan ini mengembangkan sistem drainase atau teknologi penyiraman air dan telah mengeluarkan uang secara besar-besaran. Namun, hasil yang didapat tidak seperti yang diharapkan. Pembayaran cicilan utang tersendat, dan membuat sejumlah kreditur mengajukan tagihan. Ada lima bank yang saat itu mengajukan tagihan, yakni PT HSBC Indonesia, PT Bank ICBC Indonesia, PT Bank Rabobank International Indonesia, PT Bank Panin Indonesia Tbk, dan PT Bank Commonwealth. Pada tahun itu juga, Sariwangi dan Maskapai Perkebunan Indorub memohon perdamaian. Dua perusahaan itu mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada para kreditur. Namun, hingga 2018, Sariwangi dan Maskapai Perkebunan Indorub tetap tak bisa menjalankan janjinya. Pada Rabu (17/10/2018), Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pembatalan homologasi dari salah satu kreditur, yakni PT Bank ICBC Indonesia terhadap Sariwangi Agricultural Estate Agency dan Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung. Seiring dengan keputusan tersebut, dua perusahaan perkebunan teh ini resmi menyandang status pailit.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sariwangi, Si Pelopor Teh Celup di Indonesia yang Berakhir Tragis", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/18/060810426/sariwangi-si-pelopor-teh-celup-diindonesia-yang-berakhir-tragis.
Editor : Bambang Priyo Jatmiko
Kenapa PT Sariwangi Agricultural Estate Agency mengalami kebangkrutan? Dari artikel berita tersebut, dapat diketahui bahwa salah satu penyebab yang mengantarkan kebangkrutan PT Sariwangi Agricultural Estate Agency adalah karena adanya investasi yang gagal. PT Sariwangi Agricultural Estate Agency mencoba berinvestasi pada penggunaan teknologi untuk meningkatkan produksi perkebunan. Perusahaan ini mencoba mengembangkan sistem drainase atau teknologi penyiraman air dan telah mengeluarkan uang secara besar-besaran. Namun, hasil yang didapat dari investasi tersebut tidak seperti yang diharapkan. Utang yang besar untuk investasi tersebut tetapi pendapatan yang didapatkan tidak sesuai dengan yang diperkirakan, sehingga pembayaran cicilan utang pun tersendat dan sejumlah kreditur mulai mengajukan tagihan atas utang tersebut. Masalah keuangan PT Sariwangi Agricultural Estate Agency bersama perusahaan afiliasinya yaitu PT Maskapai Perkebunan Indorub Wadung, mulai muncul pada tahun 2015. Dua perusahaan tersebut terjerat utang hingga Rp1,5 triliun ke sejumlah kreditur. Ada lima bank yang mengajukan tagihan pada tahun itu, yakni PT HSBC Indonesia, PT Bank ICBC Indonesia, PT Bank Rabobank International Indonesia, PT Bank Panin Indonesia Tbk, dan PT Bank Commonwealth. Dua perusahaan tersebut sempat mengajukan perdamaian dengan mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada para kreditur. Meski sudah diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, namun hingga 2018, Sariwangi dan Indorub tetap tidak bisa membayar utangnya hingga akhirnya pada hari Rabu, 17 Oktober 2018 dua perusahaan perkebunan teh ini resmi menyandang status pailit setelah Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pembatalan homologasi dari salah satu kreditur, yaitu PT Bank ICBC Indonesia terhadap Sariwangi Agricultural Estate Agency dan Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung.
Kasus bangkrutnya PT Sariwangi Agricultural Estate Agency tersebut dapat dikaitkan dengan materi Pengambilan Keputusan dalam Organisasi, yaitu tentang pengambilan keputusan rasional. Diketahui bahwa pada tahun 2015 PT Sariwangi Agricultural Estate Agency bersama perusahaan afiliasinya PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung sudah mulai dilanda kesulitan. Perusahaan terjerat utang hingga Rp 1,5 triliun ke sejumlah kreditur. Diketahui pula bahwa salah satu penyebab kesulitan keuangan tersebut adalah gagalnya investasi untuk meningkatkan produksi perkebunan. Perusahaan ini mengembangkan sistem drainase atau teknologi penyiraman air dan telah mengeluarkan uang secara besar-besaran. Namun, investasi tersebut gagal dan tidak dapat menghasilkan pendapatan sehingga perusahaan tidak bisa melunasi kewajibannya. Dari gagalnya investasi tersebut, menurut saya pihak yang menjadi pengambil keputusan di PT Sariwangi Agricultural Estate Agency kurang memikirkan keputusan yang rasional karena keputusan investasi tersebut memakan biaya yang besar tetapi malah tidak berhasil atau gagal. Hal tersebut sebenarnya bisa dihindari jika pihak yang menjadi pengambil keputusan di perusahaan tersebut dapat memikirkan dan merumuskan keputusan yang rasional dalam hal ini yaitu mengenai keputusan investasinya. Menurut saya, solusi dan saran yang dapat diambil dari kasus bangkrutnya PT Sariwangi Agricultural Estate Agency tersebut yaitu perusahaan harus membuat keputusan yang rasional mengenai investasi tersebut. Keputusan yang rasional disini yaitu keputusan yang bijak, masuk akal dan direncanakan dengan matang terlebih dahulu agar keputusan tersebut tidak salah serta tidak berdampak buruk kedepannya bagi perusahaan. Keputusan yang rasional tersebut tentu akan berdampak positif bagi perusahaan sehingga dapat terhindar dari kesulitan keuangan dan kebangkrutan perusahaan.