Pialar dari Tuhan 1
diantaranya sebagai pemain terbaik.
Posisikan yang baik pada tempatnya. Tempatkan yang benar pada posisinya.
Ketahuilah permainan ini dimulai dari siapa yang terlebih dahulu siap untuk memulainya. Dan diantaranya telah ada orang yang menyadari dan tidaklah ia sibuk daripadanya kecuali dia sedang mengatur setrategi terbaiknya... dan dengan kesadaranya itu ... ia berangkat menuju kepada kelompoknya sesuai keyakinanya Dan tidak ada kelompok yang menerimanya kecuali diterima pemimpin kelompok itu.
Ini adalah Piala dari Tuhan. Yaitu Tuhan pencipta alam semesta berikut kamu termasuk didalamnya (alam semesta). Tidaklah pantas kamu berselisih tentangNya padahal Tuhan-mu adalah Tuhan-ku juga. Maukah kuberi tahu bahwa Tuhan telah menciptakan sebuah Piala yang agung? Yaitu piala yang agung dan tidak ada piala lain yg lebih agung darinya. Dan tidak seorangpun berhak memilikinya sampai dia menunjukan permainan terbaiknya. Permainan itu akan dipimpin oleh orang yang terbaik diantara kamu, dan masing2 pemimpin mebawa keberhasilan bagi orang-orang yg dipimpinnya. Tidak seorangpun yang lepas dari permainan ini karena pada masing2 kelompok telah Tuhan ciptakan gawang. Dan masing-masing kelompok itu sibuk menjaga gawangnya dari bola yang mengarah kepadanya (gawang). Dan siap mengembalikan bola itu dengan teknik yang paling cantik. Jika ada orang yang masih bersikeras untuk tidak mengikuti permainan ini dia tidak akan bermain kecuali dia telah membentuk kelompoknya sendiri. Yaitu kelompok yang terlambat menyadari permainan ini. Dan sekali-kali tidak ada seorangpun yang bisa lepas dari permainan ini walaupun tersisa hanya satu orang saja. Niscaya orang ini adalah orang yg paling rugi karena permainan ini maha dahsyatnya. Tahukah kamu dimana dahsyatnya permainan ini? Permainan ini adalah akhir dari segala permainan... dan Tuhanlah yang akan turun sebagai wasitnya. Tertawalah sepuasmu selagi kamu bisa... karena pada permainan ini tidak ada seorangpun yang bisa tertawa kecuali ia sibuk dengan permainan didalamnya... dan akhir dari permainan tidak ada tawa kecuali dua tangisan... ada tangis sedih karena kekalahanya ... dan tangis haru karena kemenanganya. Sungguh sangat seriuslah permainan ini... Tidak lain dari permainan ini kecuali sebagai penentu siapa yang terbaik ... dan dari kelompok itulah yang berhak atas Piala itu. Dan dalam kelompok pemenang itu ... ada salah satu
Sekali lagi tidak ada seorangpun yang bisa lepas dari permainan ini... tidak sama sekali... tidak sama sekali... tidak sama sekali sialakan baca note selanjutnya Piala dari Tuhan 2 Baik dan buruk sangat mudah kita bedakan akan tetapi kesanksian... kemalasan... dan ketakutan yang membuatnya sulit atau menjadikanya berat untuk dijalankan. Melihat pada kenyaatan banyak sekali orang menyuarakan kebaikan ataupun mengajak seseorang berbuat baik tetapi tidak mengarah kepada benar ataupun salah ... sebagai sekala keilmuan ...sebagai kesimpulan akhir yang tidak bisa diganggu gugat lagi. Jika hal ini diabaikan akan membuat nilai-nilai kebaikan menjadi ukuran relatif. Baik dan buruk adalah suatu penilaian yang sangat standar (relatif) terutama dalam hubungan manusia sebagai makhluk sosial. Akan tetapi jika kebaikan itu diarahkan kepada hal yg lebih baik lagi dan sampai pada kesimpulan benar atau salahnya... perlu adanya prediksi yang lebih jauh. Pandangan yang luas berbanding dengan skala yang kita pikirkan (sebagai tujuan akhir) akan menjadi barometernya. Jika kebaikan ini ditempatkan pada posisi yang benar yaitu sumbernya Islam sebagai rahmat seluruh alam akan sangat beda bagi seseorang dalam hal menyampaikan ataupun sekedar menyikapinya saja. Saya kemukakan diatas adalah awal dengan akhiran atau pertanyaan dengan jawaban. Sedangkan rumusnya sangat rumit ... tetapi sebagai seorang muslim tidak selayaknya meragukan akan ajaran Islam adalah sebagai jawabannya. Tinggal bagaimana cara menyampaikannya itu yg perlu dimunculkan... Bagaimana ia menjalankanya itu yg perlu dikoreksi. Bagaimana kita menggali itu yg perlu dipelajari. Bagaimana Islam menjawab semua persoalan dan tidak seorangpun bisa menyangkalnya? Ini adalah tantangan yang berat. Hal ini bisa dianalogikan membuat jalan
melingkar (spiral) keatas gunung... akan lebih mudah dan memudahkan walaupun berputar-putar. Dalam AlQur'an mengisyaratkan berulang-ulang tetapi pada pembahasanya punya keterkaitan sendiri dan mengarah pada suatu titik tertentu. Bisa dilihat awal surat seperti apa dan akhiranya seperti apa. Sebuah analogy > Memberikan jawaban tidak membuat org tambah pinter... tapi kasih tahu rumusnya pasti bikin org pinter. Gemana org mau dapet rumusnya... jawabanya saja orang tidak menginginkan? Kasih pertanyaan (teguran) dulu dech.... ya gak? Gak suka pertanyaan kasih teka-teki... Gak suka teka-teki kasih Dongeng/mainan (kita di negeri dongeng dong). Yang dongeng itu dunia ato akherat? "Ya" bener ini negeri dongeng tapi sebagian lain pasti berkata tidak. Kalau org beriman pasti mengatakan "Ya". Katanya dunia panggung sandiwara... betul tidak? (Lihat QS Al-Anaam32). Jika kita melihat metode Al-Qur'an seperti tersirat dalam Surat2 Makiah adalah peringatan2 keras. Namun zaman sekarang masih ada kah yg takut neraka? Subhanallah.... Ngapain kita pusing2 mikir kesitu? Nah disinilah pentingnya buat kita dalam mengambil pelajaran. Seseorang tidak mungkin bisa menerima Islam secara keseluruhan jika pikiranya masih dibatasi oleh kepentingan yang sempit. Kesimpulanya kembali lagi kebaikan itu kepada si penyampai atau orang yg peduli tentang hal ini. Jika memang menghendaki Islam secara keseluruhan buat dirinya. Saya melihat adanya peluang yang mana muslim tidak ubahnya seperti benih yang tertanam pada ladang yang kering mungkin diantaranya telah mati. Bukan mereka terpecah hanya tanahnya saja yang terbelah... namun jika hujan turun niscaya benih2 ini akan tumbuh kembali. Hujan yg merata tentunya. Walaupun tidak ada hujan dan banyak sumur telah kering tapi jangan membuat kita malas menggali sumur untuk mendapatkan mata air yg lebih jernih... jangan biarkan mereka lebih suka meminum air comberan yang lebih mudah mengambilnya tetapi akan meracuni... cepat ataupun lambat. Mari renungkan baik-baik ... dan kita gali sumur yang kering ini bersama-sama. Berapa banyak ayat2 AlQur'an maupun hadist mengenai hal ini? Dimanakah hakikat air? Tidak kita pungkiri bahwa muslim terdahulu sudah jauh menggali Ilmu2 Islam namun pada kenyataanya karena keluasan ilmu Islam itu sendiri dan pada perjalananya karena fanatismelah yang disadari ataupun tidak telah memecahnya. Dan lebih jauh lagi adalah kepentingan2 materi. Kita cari benang merahnya jika memang tujuan kita sama tentu tiadalah perbedaan malainkan cara ataupun perspektif saja yg berbeda. Seyogyanya kita bisa menghargai perbedaan itu sebagai suatu berkah. Dengan bersama-sama Insya Allah segala persoalan ada pemecahanya masing2 ... dan mudahlah bagi kita
untuk menyelesaikanya, jikalau kita menyadari hakekat permasalahan pada dasarnya selalu sama medianya saja yg berbeda. Tanggalkanlah terlebih dahlulu definisi2 ataupun prasangka yang membelenggu kita selama ini... selami dulu maksud si penyampai ... jika bisa posisikan diri pada pengetahuan si penyampai walaupun terlihat bodoh sekalipun. Mana tahu ada benarnya, ataupun jika terdapat kesalahan setidaknya kita bisa menegurnya dengan sebaik-baik cara dengan segala konsekuensinya ... terutama jangan terpancing amarah. Karena dengan ketengan jiwa semua persoalan dapat terpecahkan. Lihatlah fenomena yg ada sekarang yang mana orang benci membicarakan agama... itu pasti sudah tergambar jelas dimata kebanyakan orang. Jangankan baca melihat bukunya saja sudah pusing bagaimana mungkin akan mencari apalagi mendiskusikannya. Karena nggak jelas kesimpulan akhirnya... jawaban singkatnya "do the best" tok! Dan pada kelanjutanya pikiran berikut perilaku tumbuh dan berkembang dengan sendirinya tanpa arah yg jelas. Dan diantaranya masih ada yg merindukan figur atau teladan. Namun lebih banyak lagi rasa ketidakpercayaan dan rasa ketidak-puasan lebih dominan. Biacara agama seolah bicara akhirat saja, sepengetahuan saya akhirat itu menempati dunia Iman sedangkan Ilmu membicara dunia, namun bagaimana membicarakan 2 hal ini menjadi satu kesatuan dalam Ilmu Islam bicara Dunia juga Akhirat. Orang yang berpikiran maju sekalipun akhirnya berbuat baik ataupun menyuarakanya dengan memukul rata segala fenomena sosial atau melihat hanya dipermukaan-permukaanya saja, bahkan secara tidak sadar mereka hanyut dan menjadi penyumbang dalam suatu konspirasi besar yg tidak mereka sadari. Bahkan lebih mencengangkan lagi ada pahlawan kita yang mengatakan... "jika tidak ada agama mungkin orang tidak akan berperang satu sama lain". Bukankah ini sutu pernyataan yg benar tapi pada hakikatnya (keblinger). Tahu benar tidaknya mungkin perlu dikoreksi tentang hal ini pernyataan siapa? Tapi bukan salah si Pahlawan juga... karena ia hanya salah satu wakil dari sekian juta penduduk bumi ini. Dan pikiran2 semacam itu sudah lama bahkan selagi kita masih dijajah... banyangkan jika dikalkulasi sampai sekarang ini. Niscaya sebentar lagi Agama akan lenyap. Benarlah kata Rosululloh bahwa memegang iman layaknya memegang bara. Jika bukan karena rahmat Allah selayaknya kita sadari betapa besar kesia-siaan yg kita upayakan selama ini ... sebagai generasi penerus. Banyak orang tahu kaidah kebaikan itu apa saja ... baik sekala maupun penempatanya bahkan diluar ingatannya. Tapi pengetahuannya itu tidak disuarakanya disebabkan ketakutan2 yg tidak mendasar, yg mana ketakutanya tidak ditujukan kepada Allah. Betapapun kita harus sadari bahwa ketakutan hanyalah ujian, namun
menghilangkan ketakutan itu bukanlah perkara mudah... tanpa kita sendiri melaksanakan apa yg kita yakini benar itu. Sejauh ini saya hanya peduli dengan nasib pendidikan di negeri ini, namun setalah saya telusuri berbicara apapun jika tidak tahu akar permasalahanya akan sia-sia. Seperti yg sama-sama kita sadari bangsa ini selalu dijajah oleh kebodohan sampai sekarang, pada hakikatnya kita masih dijajah. Mungkin hanya segelintir orang saja yang dengan mudahnya menerima setali uang tapi tidak mempedulikan kekayaan yg katanya buat kepentingan bangsa dikeruk habis. Bodoh atau serakah? Gak ada beda buat saya. Mau tahu rumusnya? (baca note ke-7). Betapa tidak disadari ketika keserakahan berteman dengan kebodohan menjadi sumber kesemrawutan dalam segala sendi kehidupan.. yang mana intinya dari agama. Agama yg benar tentunya. Saya kasih analoginya > Jikalau hukum positif yg kita agung2kan dapat mengikat kehidupan berbangsa mari kita telusuri. Bukankah banyak penegak2 hukum dibentuk? Tapi jika tidak menyadari bahwa dirinya selaku penagak hukum tidak menyadari bahwa dirinya mempunyai pertanggung-jawaban tertinggi kepada Allah yg selalu melihatnya? Apakah perlu dibentuk suatu badan hukum lagi diatasnya untuk mengawasinya? Niscaya tidak ada habisnya sampai semua menjadi penegak hukum sekalipun. Mari kita pahami sunatullah> Yang mana Allah sudah mendisain alam semesta ini sedemikian rupa baik isi maupun tipu muslihatnya... dimana kehendak2Nya berbanding dengan kehendak kita begitu pula ketetapan2Nya sudah termasuk didalamnya (alam semesta ini)... lalu siapakah yang lebih tahu selain Allah? Ngapain orang pusing-pusing belajar falsafah barat bahkan menelannya mentah2. Segala title dikejar tapi hakekat2 itu tidak dipahami. Sedangkan ilmu yg dekat dan tidak ada habisnya tidak dikenalinya. Segala isu demokrasi atau atau apalah itu tidak dikondisikan dengan watak bangsa kita. Pantaslah kita tengok negeri Cina yg mana setahu saya mereka besar bukan karena agama tapi falsafahnya yg membentuk watak mereka turun temurun. Kenapa kita kalah? Padahal kita punya modal jauh lebih baik. Yaitu "agama yg benar" yg akan kita telusuri bersama. Jika hal ini bisa terlaksana (penyampaian ilmu yg benar) ini baru satu sudut saja yaitu keilmuan dan targetnya adalah pelaksanaan. Pelaksanaan inilah tantangan terberatnya. Bagaimana menggerakan sebuah pengetahuan menjadi sebuah prilaku kepada ahlak yang mulia. Nah disinilah lahirnya Syariat (rukun Islam) yg sampai saat ini masih lestari. Syariat sebagai bagian dari hukum yg mengikat manusia untuk menjaga pelaksanaan semua ini secara konsisten dan bersamasama. Dimana kita tahu hukum akan menjadi berat jika
seseorang menjalankannya tetapi dilingkungan yg penuh maksiat. Untuk sekarang ini sosialisasi lebh penting daripada penegakan hukum itu sendiri.. dalam artian memberikan pemahaman2 yg mudah dimengerti dan langsung mengena. Tidak usah dicontohkan jauh-jauh tapi memberikan contoh2 disekeliling kita bahkan yg ada pada diri kita. Sebagaimana ilmu dagang jika kita ingin berjualan tentunya kita pikirkan apa2 yg menjadi kebutuhan kita terlebih dahulu. Lalu kita putuskan apa yg selayaknya dapat kita jual (hmm bocor dech... kidding). Kita menyadari sebaik apapun produk hukum tanpa disadari oleh si pelaksananya tidak mungkin bisa dijalankan dengan baik apalagi jika hukum itu memihak kepada yang salah. Zaman sekarang manusia semakin kritis selalu menanyakan kenapa dan mengapa? Kesadaran-kesadaran yang menggerakan kearah kebenaran inilah sekiranya menjadi pedoman seorang dalam pemberi peringatan.. dan tidak mungkin diterima jika langsung menyalahkan ataupun membenarkan saja tanpa alasan yg bisa diterima. Kalaupun bisa diterima itu hanya sementara dan tidak bisa berkembang dengan sendirinya kearah yg lebih baik. Kembali kepada sosialisasi... sejauh mana... seberapa luas.. seberapa kuat upaya kita? Dari semua yg saya kemukakan diatas hendaknya sudah terlihat darimana kita memulai. Kuncinya : - Selalu ada peluang dibalik Konflik. - Tidak ada usaha yg sia2 kecuali Allah ganti dengan yg lebih baik. - Tempatkan Islam sebagai Rahmat seluruh Alam bukan milik golongan ataupun pribadi saja, siapapun boleh memilikinya. Kewajiban kita adalah meluruskanya dengan sebaik-baik cara dan sesuai kapasitas kita. Walaupun satu Ayat yg dapat kita maknai... dan cara menyampaikannya itu yg terpenting. - Kembali beserah diri kepada Allah dari apa2 yg kita upayakan. Begitu juga hal-hal yang tidak kita ketahui ...hendaknya jangan paksakan untuk menjawab bila tidak ada kapasitas untuk itu... memberikan clue akan lebih baik. Karena pada prinsipnya bukan jawaban yg mereka butuhkan akan tetapi lebih pada kesadaran untuk mencari jawaban. Pada proses mencari itulah seseorang menemukan kebenarannya. Bukankah pengalaman adalah sebaik2 guru? Dan tidak seharusnya segala sesuatu harus dialami (terutama yg buruk) cukup di prediksi saja... disitulah letak hikmah. Seberapa pedulikah anda? Tidak ada kepedulian yg lebih baik kecuali akan menjadi hakmu Mari berebut piala itu. Piala dari Tuhan (3)
Dengan berat hati saya tidak menyertakan Ayat-ayat AlQur'an disini. Kenapa? Saya melihat adanya lapisanlapisan makna bagaikan lapisan langit dan setiap lapisan hanya Allahlah yang kuasa menjaganya. Bisa dimaklumi jika banyak tafsir Al-Qur'an.. tapi dalam pengamatan saya jauh dari sekedar itu... saya mendapati kebenaran dalam membaca harafiahnya saja, kemudian ada kebenaran diatasnya lagi dan seterusnya... dan AlQur'an akan tetap relevan sepanjang masa... jika saja kita mengenal hakikat2 yg terkandung didalamnya. Namun pada intinya seperti halnya kita mengenal kebenaran adalah sebuah jalan yg lurus tidak sedikitpun bengkok dan lawanya adalah kebohongan jika dari awalnya sudah bohong pasti sampai kemanapun tetap hasilnya dusta. ditelusuri lagi. Tidak sedikit orang memanfaatkan Al-Qur'an untuk membenarkan pendapat2nya saja tanpa menimbang segala persoalan dan jauh lebih banyak lagi menggunakan hadist2 tanpa penempatan yg semestinya. Tentunya hal ini juga berlaku pada hasil pemikiran saya yang jauh dari kesempurnaan. Dalam hal ini saya tidak mau gegabah mengatasnamakan kebenaran, melainkan hanya sedikit hal yg sekiranya sudah saya ketahui dan saya yakini betul. Melalui pemahaman saya ini semoga dapat dipahami sebagai sinyal-sinyal yang mengajak kepada pembaca menuju kepada kesadaran akan pentingnya menggali langsung pada sumber kebenaran. Tentunya dengan bercermin kepada permasalahan yg ada kemudian diteliti sampai keakar-akarnya. Dengan segenap kepedulian yg ada tanpa terseret kepada masalah yg sedang kita hadapi atau menjadi bagian masalah yg lebih besar tanpa kita sadari. Atau permasalahan yg kita fokuskan ternyata hanya sebagaian kecil saja. Al-Qur'an adalah sumber kebenaran yg mutlak dan tidak sedikitpun ada keraguan didalamnya. Ini adalah kunci... kemudian mengenai relatifitas itu tergantung kepada seseorang yg memaknainya. Sebagaimana kita pahami walaupun tujuh lautan sebagai tintanya tidak akan habis untuk menuangkan keluasan ilmunya. Manusia ibarat cawan sebagai penakarnya saja. Sebuah analogi sebagaimana kita meminum air... air tidaklah akan tinggal menetap semuanya dibadan ia dibuang melalui keringat, urine dan lainnya. Mari kita tengok manfaatnya... 1. Menyegarkan badan atau memberikan kekuatan buat peminumnya... yg mana nikmatnya pengetahuan tentu berbeda dengan nikmatnya makanan ataupun materi yg kita senangi. Nikmatnya ilmu dikurangi oleh kecondongan terhadap nikmat materi. 2. Jika kita analogikan cawan itu adalah ingatan ... seberapa kemampuan kita untuk mengingat? Jika kita pandai menyimpulkan disitulah sari2nya sebagai balasan usaha. Tentunya dengan terlebih dahulu menanggalkan prasangka yg akan mengurangi makna sesungguhnya. Jika kita cukup tenang dalam menyimak ada bonus (nilai plusnya) yaitu menemukan makna diluar maksud si penulis.
3. Setelah ilmu didapat dan sudah merasakan manfaatnya berikan kepada orang lain dengan sebaik-baik penyampain. Disinilah Dia (Allah) gantikan usaha kita dengan yang lebih baik lagi, dan seberapa baiknya kembali kepada niat kita dikali dengan seberapa besar permasalahan kita dikali dengan kapasitas kita (gambaran saja). Allah mempunyai perhitungan yg cepat... Sedangkan "manfaat" disini tidak lain adalah ilmunya... belum bisa dikatakan ilmu sebelum ia meresap pada sipenerima sesuai dari yg ia pelajari artinya ilmu sudah tertransfer betul (%), dengan tahapan berikutnya adalah : 1. Mengetahui manfaat bagi dirinya, tentunya bisa dirasakan setelah dijalankan. 2. Menambah pengetahuan untuk memperkuat pengetahuan sebelumnya. Mencari referensi2 dalam lingkup Islam yg kita ketahui dan kita yakini 3. Menambahkan atau mengumpulkan perosalanpersoalan lainnya, apapun persoalannya tanpa melihat golongan ataupun bentuk2 lain. 4. Membandingkan dengan persoalan yang terkumpul, baik keterkaitan (sinonim) maupun lawannya lalu mengelompokanya. 5. Menarik kesimpulan dari perbandingan2an. 6. Menyampaikan hasilnya dengan menyadari resiko ataupun konsekuensi dari apapun tidakan yg telah mendorongnya untuk menyampaikan (menerima kritikan, saran, ataupun cacian sekalipun). Tahap ini dituntut untuk menakar tapi bukan menyembunyikan. Menakar untuk menghindari fitnah dari ketidakpahaman sipenerima. Urutan ini bisa dikatakan sebagai metode maupun tingkatan pemikiran. Dimana masing2 urutan menempati hasil pemikiran yg berbeda. Namun bisa saja teracak ataupun tidak berurutan. Sebenarnya antara masalah/persoalan dengan pengetahuan tidak bisa dipisahkan dimana karena persoalan2lah yg mengajarkan kita untuk memecahkanya. Sedangkan pemecahan itulah pengetahuanya. (masalah = pengetahuan). Namun banyak orang justru lari dari masalah. Jika kita hanya menghendaki ilmu yg menurut kita baik-baik saja tentu jalanya pengetahuan akan pincang. Seberapun multak kebenaran yg kita ambil, seseorang tidak bisa lepas begitu saja dari hal2 yg berbau subjektif dikarenakan kekeruhan untuk memaknainya. Ataupun hal-hal lain yg menghalangi untuk memperoleh ilmu dengan baik. Jika kita lebih teliti tengoklah bisa jadi ada Hak-Hak Allah pada diri kita yg tidak kita lakukan dengan baik. Tempatkan Al-Qur'an sebagai petunjuk. Pada perinsipnya setelah kita dapat mengalahkan ketakutan2an dalam diri kita, takut miskin, ataupun takut ini itu atau singkatnya lulus uji dari segala bisikan nafsu yang mengarahkan kita kepada pengingkaran ataupun menuruti hawa nafsu. Insya Allah dengan kuasaNya akan :
1. DiperlihatkanNya kesalahan-kesalahan kita. Jangan menunggu ajal untuk merasakan tahap ini. 2. Dengan kesalahan-kesalahan itu kita menuju tobat, jangan membela kelemahan kita namun selemah apapun tobat itu selalu diperjuangkan. Kegoncangan seputar ini sangat membimbangkan. 3. Setelah bertobat ia menuju perbaikan diri, belajar lebih sabar dan menenangkan diri. Banyak juga diantaranya memilih untuk menyendiri. 4. Melakukan hal-hal baik dengan penuh kehatihatian. Hal ini sesuatu yang bergulir, berulang-ulang bagai siang dan malam. Peperangan didalam diri kita terus berlanjut. Sampai benar-benar stabil but no body perfect. Jangan terlalu berpuas hati bisa jadi rasa puas itu menjadi ujub jika kita melupakan Allah disinilah ungkapan "lupa sama Allah lebih menakutkan daripada masuk neraka" berlaku. Dalam pengamatan saya karena hal ini pula seseorang justru mengambil kesimpulan pendek. Bukanya terus mengenali dirinya namun menuhankan dirinya. Disisi lain kita bisa melihat bagaimana orang Nasrani mengupdate Kitabnya yang tadinya trinitas menjadi tunggal. Tunggalnya beda bukan Esa, tapi menyatukan yg tiga itu. Atau dibuat alur cerita pada mulanya manusia tapi bla... bla.. Dan proses lainya tidak lain adalah campuraduknya keyakinan2 tanpa dasar yg jelas. Manusia sebagai cawan hendaknya tahu diri jangan rakus, jangan berharap ilmu turun sekaligus. Jika AlQur'an-pun diturunkan sekaligus manasia super manapun niscaya tidak akan mampu menampungnya kecuali malaikat Jibril (An-Najm-53). Jika Allah ciptakan manusia super yg mampu sekalipun.. maha suci Allah... Dia sekali-kali tidak akan mengingkari Sunatullah (hukum alam) sebagai ikatan takdir yang terlebih dulu Dia tetapkan. Adakah yg lebih menepati janji selain Allah? Insya Allah jika kita benar2 bisa memperjuangkan kehendakNya, apa yg diisyaratkan dalam An-Anbiya : 105 bisa terwujud. Suatu akses tanpa harus memperlihatkan bukti namun dengan penuturan yg jelas dan mendetail siapa yg kuasa menyangkal. Dan jangan sekali-kali memaksakan diri untuk memaknai Al-Qur'an lebih jauh... hadist, tafsir, sejarah turunya ayat, ataupun kajian2 ilmiah, dan lainnya bisa menjadikan referensi tentu dengan tidak mengabaikan hadirnya hal2 diatas... semakin luas ilmu yg kita kuasai semakin banyak terkuak akan makna-makna didalamnya. Atau dengan kata lain jangan terlalu terpaku untuk memaknainya, dengan sekedar mengamalkan bacaanya adalah ibadah dan suatu hal yg dianjurkan sebagai bentuk untuk memperkuat ingatan kita. Tapi segala perolehan Ilmu Allah tidak hanya dengan menuntut ilmu saja, malahan dengan hal-hal dimata kita kecil seperti
menyapu mesjid, mengasuh anak dengan ikhlas dan segala sesuatu yg didasari dengan niat semata-mata karena Allah. Niscaya dibukakan pemahaman itu. Dalam perjalanan hidup ini seseorang dengan orang lainnya akan mendapati sesuatu yg berbeda pula, jika kita kumpulkan apa2 yg kita dapat untuk jadi bahan pertimbangan Insya Allah akan semakin cepat menui makna didalamnya. Disini kita dituntut berkelompok (jamaah) atau bersama-sama untuk menggalinya. Kelompok yg saya maksud bukan sebagai organisasi tetapi lebih kepada pendefinisan akan sifat2 /watak. Agar jelas diantara kita dimanakah kelompok kita berada. Mari bersuci agar cepat gali... ada kebenaran2 diluar semua itu namun kesemuanya tidak lepas dari Al-Qur'an sebagai pembeda mana yang benar dan mana yang bathil. Dengan ukuran yg kita pahamai. Dalam artian seberapun lebih benar diatas kemampuan kita untuk memahami kebenaran itu jka tidak bisa mencernanya ataupun mengetahui kedudukanya belum boleh kita pakai. Cukup beri tanda kutip saja. Sekiranya penyajian ini lebih baik dari sebelumnya apabila ada perubahan besar dalam penyajian saya kasih tanda. Sekali lagi saya memohon saran ataupun kritik atas penyajian ini. Piala dari Tuhan (4) Kembali kepada note ke-2 mengenai "Seseorang tidak mungkin bisa menerima Islam secara keseluruhan jika pikiranya masih dibatasi oleh kepentingan yang sempit." Dari kalimat ini kita carikan sinonimnya walaupun sesuatu yg berbeda jauh namun hakekatnya sama... disinilah keindahan Ilmu Islam. "Barang siapa mengenal dirinya dialah mengenal siapa Tuhannya". Bagaimana pandangan kita akan Islam secara menyeluruh mempunyai hakekat yang sama dengan perjalanan kita mengenal Tuhan? Paragraf pertama diatas sudah cukup diuraikan dalam note saya yang ke-2, yang mana pada kesimpulanya seberapa dalam kita mengartikan Islam sebagai rahmat seluruh alam, tidak dapat kita maknai (dibenarkan) dengan baik jika didasari oleh kepentingan yang sempit. Perjalanan kita mengenal Tuhan dapat ditelusuri dalam Al-Qur’an berupa Nama-nama, Sifat-Sifat, PerbuatanPerbuatan dan Bentuk/Bagian (sebagai berita) tetapi dengan batas-batas yang jelas dan tersirat dalam AlQur’an juga. Sebut saja salah satunya mengenai berita tentangNya yaitu wajah, “Timur dan barat adalah wajah Allah” bagaimana kita mengartikan Wajah-Nya sedangkan Tuhan tidak serupa dengan mahluknya dan tidak mungkin tergambar di benak seorang hamba. Tapi berhati-hatilah jangan mensifati Allah dengan sifat yg tidak disifatiNya didalam Al-Qur'an jelas maknanya akan berbeda jauh. Walaupun pada titik puncaknya mengenai
Dzat Allah tidak mungkin bisa digapai hanya oleh akal semata... namun Allah mengakurniakan akal kepada manusia semata menjadi tangga untuk mengetahui kehendak2Nya, takdirNya dan mengenalNya dengan baik melalui sifat yg disifatiNya itu. Jika memang manusia bisa mengenal Dzat Allah hanya dengan akal manusia saja berarti Dzat Allah itu terukur atau terbatasi oleh manusia... ini sesuatu yg tidak mungkin dicapai. Pada puncaknya Allah adalah ego tertinggi dan tak terbantahkan. Satu hal yang dapat dipetik dari sinonim ini adalah keluasan kita dalam mencari ilmu dengan batasanbatasan tertentu menuntun kita agar mempunyai prediksi yang jauh ... mengajari kita sampai kepada hubungan sebab-akibat. Tidak ada hikmah yg lebih indah sekiranya mewakili sinonim ini dimana Allah mendirect/mengarahkan kita melalui Ayat-ayatNya namun tidak satupun yang bertentangan... walaupun sebelumnya banyak perdebatan dan pertentangan mengenai hal ini... semua itu dikarenakan oleh kepentingan2 yg sempit. Tidak disanksikan lagi banyak orang berdebat hanya untuk memenangkan debatnya saja bukan atas dasar sama-sama mencari kebenaran. Yang akhirnya terjebak dengan saling menyalahkan dan menggap golongannya paling benar. Jika memang hal ini masih terlihat jauh belum menemukan benang merahnya, anggap saja hal ini sebagai kabar gembira mengenai keindahan2 Ilmu Islam. Dimana dengan hakikat/substansi atau apalah kita sebut hal itu mengacu kepada penyederhanaan dalam berpikir menjadi rumus yang memudahkan dalam mengartikan segala persoalan hidup yg serba relatif ini. Dengan rumus ini pula seseorang diilhami kecemerlangan dalam berpikir katakanlah seorang businessman akan lebih mudah menerapkan strategi2 bisnisnya karena prinsip2 alam (Sunatullah) sudah ia pahami, namun jika dilihat lebih jauh jangan sampai ini menjadi tujuan dari memperoleh Ilmu Islam ini. Allah maha tahu akan segala sesuatu walaupun sekedar bisikan hati. Dan kita tidak tahu dari sisi mana Allah hendak menguji kita. Berhati-hatilah. Insya Allah mengenai hal ini akan saya kupas tuntas sesuai dengan kapasitas saya, dimana hal ini merupakan rahasia orang beriman. Tapi bukalah sebuah rahasia lagi mengingat orang2 sudah smakin kritis selalu menanyakan alasan2nya. Tidak lebih dari maksud saya kecuali untuk menggugah kesadaran yang mana tidak ada yg Allah perintahkan kecuali ada faedahnya dan tidak ada yg Allah larang kecuali ada mudaratnya. Sebagian ulama terdahulu sepakat untuk tidak mengkalungkan mutiara pada leher babi... tetapi dalam hal ini saya tidak akan menimbang siapa2 yg layak mendapatkanya. Semata-mata hanya Allahlah yang tahu siapa sekiranya yg pantas mendapatkanya dan suatu kedholiman bagi orang berilmu jika tidak memberikanya.
Jika orang2 kafir mengehendaki cahaya Allah padam. Allah tidak demikian kecuali menyempurnakan cahayaNya. Mustahilkah? Piala dari Tuhan (5) Sedikit oleh-oleh dari mudik > Disela waktu untuk bersilaturahmi saya menyempatkan diri untuk berbincang dengan org yg menurut saya peduli dengan nasib agama yg benar seperti yg diisyaratkan dalam QS : An-Nuur (24) 37. Point yg saya tangkap darinya yaitu "seseorang jika ingin didengar harus mempunyai power atau pamor". Betapa tidak kenyataan2 seperti inilah yg membuat org yg benar2 peduli menjadi miris. Semoga kenyataan seperti ini tidak menyeret dai2 kita untuk bermegah2 supaya kelihatan rahasia kesuksesanya (pamor) dikarenakan ketakutan kita akan kemiskinan... ataupun kalimat "kemiskinan lebih dekat dengan kekufuran" tanpa memahami substansinya. Nggak boleh takut sama nggak boleh kaya beda bukan? Tentunya perlu bukti. Bukankah belum beriman seseorang sebelum ia diuji? Ketakutan manakah yg paling besar selain kemiskinan? Ataupun dilain pihak harus memiliki kekuatan supranatural (power) dimana diperlukan dalam menyakinkan orang terdahulu yg masih berwatak barbar. Ataupun mukjizat2 yg dibanggakan orang nasrani pada diri Isa as dalam memperkuat Ketuhanan Yesus yg ia ada2kan itu. Sungguh maha Suci Allah melindungi diriNya dari pemahaman org2 seperti itu. Secara langsung atau tidak cerita-cerita yg dulu menghiasi ketaatan kita agar senantiasa menjadi penurut tidak lepas dari hiasan2 yg tidak dapat dicerna akal, dengan jalan ditakut2i atau diberi gambaran yg sifatnya "waah". Dan masih banyak lagi contoh-contoh lain yg mungkin jika dilihat adalah kesalahan kecil namun pada perkembanganya sangat fatal. Suri teladan yang seharusnya dipahami dengan ilmu justru diartikan sebagai bentuk kesempurnaan yg tidak mungkin dicapai. Sejauh penyelusuran saya adalah kesalahan terbesar membela kebodohan diri sendiri, walaupun pada sisi lain ketidaktahuan berfungsi menjadi tameng namun bukan untuk dibela, fungsi tameng hanya melindungi. Melindungi disini adalah beratnya memegang risalah yg mana tidak diamalkan adalah kedholiman dan kemunafikan adalah sebagai akibatnya... dsb. Lakukanlah sesuai kemampuan kita... Islam itu mudah dan sumbernya dekat. Jika saja kita bisa menanggalkan beban2 yg tidak diperlukan. Yaitu beban masa lalu yg telah mengotori jiwa. Sesuatu yg kita himpun namun dimata Allah adalah kesia-siaan. Betapa banyak ayat2 Al-Qur'an yang menyatakan tentang kehendak Allah.. tidak diperhitungkan dengan baik bahkan menjadi bentuk penyerahan sepenuhnya sebelum mengartikan kehendak itu terlebih dahulu. Apalagi menamankannya sebagai bagian dari keimanan.
Jika saya katakan bahwa Allah adalah ego tertinggi yg tidak terbantahkan tentunya sudah melalui penyelusuran melalui pemikiran terlebih dahulu. Jika hal ini diabaikan maka Ayat2Nya hanya menjadi bahan olok2an belaka. Tidak sedikit kita jumpai menggunakan AyatNya untuk membenarkan perkataanya bukan sebaliknya menggunakan pemikiranya untuk membenarkan AyatayatNya... walaupun pada kenyataanya tidak sesimpel kalimat ini namun ada setingkat pemahaman yg lebih baik. Dimana pada zaman ini petunjuk sudah banyak sekali dimuka kita... tanpa kita sadari bagai gajah dipelupuk mata. Tinggal bagaimana kita mengartikan AlQur'an sebagai pembeda disini lebih diperlukan perananya. Karena dari perbedaan inilah kita tahu mana petunjuk sebenarnya. Darimana prosesnya silakan telusuri. Betapa banyak orang yg hidupnya hanya untuk meneruskan masa lalunya saja. Dengan masa lalunya itu ia bantuk kesenangan2, ketakutan2, berhala2, dan segala sesuatu dibenak dan kepalanya. Kemudian dari apa yg ia cari dan ia peroleh selanjutnya justru untuk memperkuat masa lalunya itu, tanpa sedikitpun ia memperdulikan/mengoreksi akan arti tujuan hidupnya "banyak org hidup tapi tidak benar2 hidup". Jika orang hidup hanya mengikuti fitrahnya tumbuh menjadi dewasa tidak ubahnya seperti pohon yg mana dari benih ketunas lalu ia tumbuh bercabang dan menjadi lebat, ataupun mahluk lainnya yg senantiasa tumbuh/patuh mengikuti fitrahnya/takdirnya. Sedikit beruntung sekiranya kita lahir dilingkungan muslim yg taat. Tapi bagaimana dengan selain itu? Sesungguhnya mempunyai kesempatan yg sama selagi ajal belum menjemput, hanya saja perolehan kemudahan yg membedakannya. Bukankah banyak kita dapati lebih mendalam iman seorang mualaf yg dengan kesadaranya menuju agama yg benar? Silakan telusuri hadist mengenai takdir mengenai "kemudahan" yg saya isyaratakan diatas. Ingatkah kita bagaimana kisah nabi Ibrahim as mencari Tuhannya? Bukan dari kitab melainkan melalui pemikirannya. Disinilah kita memahami iman kita tentang Hikmah. Berbicara takdir tanpa memahami kehendak laksana mencari keputusan tanpa memperhitungkan permasalahan. Atau lebih jauh melihat hubungan sebabakibat. Sebagai salah satu contoh bukti yg terkandung dialam Al-Qur'an kata "al-akhirat" berjumlah sama dengan kata "al-dunya" begitu juga kalimat2 lainnya. Hal ini mewakili banyak hal dimana kita senantiasa mempunyai perbadingan2 ataupun jawaban dengan pertanyaan. Bukankah Allah menciptakan segala sesuatu berpasang2? Pemahaman tentang "takdir" ataupun rukun iman yg ke5, sejauh penyelusuran saya adalah hal terbesar penyumbang keterbelakangan muslim dan
pekembangan din Islam itu sendiri. Terbentuknya banyak madzab dan golongan2 yg saling menyalahkan. Jika saya jabarkan disini akan memakan bahasan yg cukup panjang... perlu sekiranya direnungkan.. diperhitungkan... ditelusuri mengenai hal ini bersamasama. Insya Allah jika saya diberi kelapangan tulisan selanjutnya akan lebih menekankan akan hal ini. lets it flow.... Kritik maupun saran akan sangat membantu dalam penulisan ini. Tidak usah ragu saya hargai sepenuhnya... pada dasarnya kita sama-sama mencari, jika tujuan kita sama Insya Allah apapun permasalahannya akan ketemu. Peringatan vs Menakut-nakuti Dua hal yg berbeda jauh namun pada pelaksanaanya kita seringkali sama sebagai bentuk ketidak-sabaran kita atau dorongan amarah yg meluap. Satu pelajaran dapat kita simpulkan disini mengenai generasi penerus kita seyogyanya tidak ditakut-takutii mengingat effeknya yg sangat buruk. Begitu juga pengagungan sesuatu tanpa alasan yg jelas yg pada akhirnya membekas dimana sipenerima yg belum mampu akalnya menangkap sebagai simbol bahkan menjelma menjadi berhala yg tak sengaja kita ciptakan. Sehingga ketakutan dan pengagungan itu tidak dialamatkan kepada Allah. Mari kita tengok teladan Nabi Muhammad Rosulullah mengenai bimbingan kepada generasi penerus kita. Betapa cintanya Beliau kepada anak-anak sampai pada suatu riwayat Beliau pernah shalat sambil menggendong cucunya. Tidak dipungkiri kesucian jiwa anak2 bagaikan magnet bagi org dewasa. Semestinya kita tidak mengotorinya dengan kebodohan kita. Jika kita dapati dalam Al-Qur'an surat2 makiah terdapat peringatan2 keras dalam syair yg pendek namun indah (bahasa sastranya). Menggetarkan jiwa yg mendengarkanya karena takut kepada Allah. Bukanlah sesuatu yg diada-adakan atau menakut-nakuti. Namun suatu konsekuensi yg telah Allah ciptakan sebagai balasan atas apa2 yg kita usahakan di dunia. Konsekuensi ini bukan sebagai bentuk ego itu sendiri melainkan hubungan sebab-akibat atas kehendakketetapanNya. Yang mana Allah tidak akan menetapkan sesuatu tanpa suatu sebab. Allah telah mengharamkan bagi diriNya kedholiman... jelas jika Allah adalah zholim tentu tidak pantas kita mengucapkan Bismillahirahmanirrahim. Apapun ganjaran yg kita peroleh tidak lain dari usaha kita sendiri baik didunia maupun diakhirat kelak... baik yg disadari maupun tidak. Disuatu sisi orang Arab yg menyadari sepenuhya dengan pemahannya bahwa tidak mungkin syair itu dibuat oleh manusia. Dimana syair dimasa itu menjadi budaya dikalangan mereka. Tentu kita sebagai orang Indonesia yg kurang memahami tidak begitu merasakanya. Mari kita tanyakan kepada yg lebih
memahami struktur bahasa manakah didunia ini yg bisa menandingini bahasa arab? Namun jika kita memahami substansinya bukanlah suatu kebijakan ber-Islam itu meng-Arabkan Indonesia. Karena pada kenyataanya banyak orang yg memaksakan menanam pohon kurma ditanah kita ini tanpa menyadari bahwa kita punya pohon kelapa yg tidak kalah faedahnya. Pahami substansinya dengan baik Islam sebagai rahmat seluruh alam... golongan maupun manusia tentunya hanya bagian kecil saja dibanding alam semesta yg kita kenal ini. Namun disisi lain manusia selayaknya mengerti akan arti khalifah (pemimpin) dimuka bumi ini. Manusia adalah mahluk yg paling mulia. Dimanakah letak kemuliaan itu? Sehingga malaikat diperintahkan untuk sujud dan tidak ada yg menolak kecuali Iblis disebabkan kesombonganya. Sebutkan mengenai "ini dan itu" jika kamu termasuk orang yg benar (Hujah yg nyata). Kesimpulan extrimnya jika diantara manusia ada yg masih menampakan kesombonganya tidak ubahnya seperti iblis ataupun syaitan dari golongan manusia. Sehingga apapun yg bisa melaknati ... melaknatinya. Dan lebih jauh lagi seperti yg telah kita yakini bahwa AlQur'an adalah mukjizat terbesar tentunya belum pantaslah kita mengucapkanya jika tidak melalui penelusuran terlebih dahulu. Orang Barat yg jauh mendalami studi2 tentangnya telah banyak menemukan "bible code" atau sejenisnya. Namun dimata saya itu tidaklah seberapa dibandingkan Ilmu Allah yg tiada habisnya [AL ANBYAA' (21) - 05].. Apalagi jika sematamata dilatar belakangi oleh kepentingan materi, yg tidak lebih semakin jauhlah ia dari petunjuk. Dan jauh sebelum kita banyak yg menyalah gunakan Ayat2Nya dan diantara juga telah memanfaatkannya dengan benar. Itu semua semata-mata membuktikan Mukjizat terbesar itu. Kembali lagi lagi kepada sipenggunanya. Dimana lapisan2 makna akan tetap terjaga oleh Allah bagaikan lapisan langit. Dia meninggikan orang2 yg Dia kehendaki. Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam. Sebagai batasan mengenai apa yg sudah saya paparkan melalui tulisan2 ini bolehlah saya kasih saran kepada pembaca sekiranya kita benar-benar menghendaki Allah akan membukakan hidayah kepada kita sekiranya kita bisa memperbanyak mengingat Allah. Karena sejauh penelusuran saya apapun bentuk ibadah yg Dia perintahkan tidal lepas dari mengingat sebagai point pertama. Berzikirlah kapapun dan dimanapun kita ingat... seberapa kita bukakan pintu ingatan segitulah sekiranya Dia memberikan hidayah kepada kita. Dan ketahui bahwa mempersekutukannya adalah hal yg paling dibenci-Nya. Hilangkan segala berhala-berhala di kepala dan benak kita... sucikanlah jiwa agar kita cepat gali. Tunjukan segala konsentrasi kita kepada :
1. Tuhan semesta Alam 2. Yang menguasai hari pembalasan 3. Tuhan yg maha Esa 4. Tempat bergantung segala sesuatu 5. Tidak beranak dan tidak pula diperanakan 6. Dan Tidak ada seorangpun yg setara denganNya, dst... dan perbanyaklah memohon ampunan. "Lupa kepada Allah lebih menakutkan daripada masuk neraka" sebuah ungkapan yg indah dari kaum sufi yg patut kita renungkan. Mohon maaf apabila ada kekurangan jika dalam penyajian ini tidak menyertakan apa yg sekiranya berkaitan dengan keyakinan yg anda miliki atau hal2 yg terlewatkan namun dimata anda jauh lebih substansial. Bolehlah sekiranya dimalkumi ini semata kekurangan dari pemahan saya. Adapun jika ada makna-makna yg kurang bisa dipahami dapat kita diskuiskan bersama sebagai bentuk kesadaran akan sama-sama dalam mencari kebenaran. Bodoh vs Serakah Disini saya mencoba membahas tentang bodoh atau serakah hakikatnya sama seperti yg saya katakan pada note ke-2 (versi up). Betapa miris kita setiap hari melihat, membaca, mendengar berita tentang korupsi, perampokan,pembunuhan dan perbuatan asusila lainnya. Pertanyaan yg perlu dimunculkan : - Bagaimana orang kaya yg serakah tidak lebih mulia dari bandit paling keji. - Orang kaya yg pelit tidak lebih mulia daripada maling kelas kakap. Kita bisa belajar banyak dari dua bahasan ini mengenai kejahatan atau siapa yg sesungguhnya lebih bertanggung jawab. Mari kita telusuri dengan kacamata Islam dari persoalan yg paling Top yaitu korupsi, yg telah menggerogoti kehidupan bernegara kita bahkan telah membudaya pada bangsa kita dari lingkup yg paling besar sampai yg plg kecil (pribadi). Betapa tidak korupsi adalah keserakahan yg paling nyata. Dari korupsi ini secara sadar maupun tidak telah membawa kehancuran kehidupan bernegara dan berbangsa. Kita menjadi negara yg hina karena kebodohan kita. Jangan bicara harga diri sebelum bisa menghargai diri sendiri. Seberapa harga yg sanggup kau beli dari apa yg telah Allah berikan atas dirimu? Mari kita telusuri >
1. Riya, pamer atas nama prestis, gengsi ataupun sekedar minder. Betapa tidak kita hanya menjadi konsumser dari produk2 yg melalaikan kita dari mengingat Allah. Kesia2an waktu yg diberikan kepada manusia
untuk mengartikan tujuan dari hidupnya, apalagi sampai mengerti kemuliaan manusia, atau lebih jauh memahami arti pemimpin dimuka bumi. Dari sifat riya ini orang berlomba-lomba untuk memperoleh sesuatu yg dimatanya "wah". Ketahuilah Riya itu syirik kecil. Sungguh besar rahmat Allah atas kita semua dengan sedemikian besar efek buruknya masih dikatakan kecil. 2. Sombong, sifat ini adalah efek kelanjutanya yg mana dari riya orang semakin ingkar akan nikmat yg Allah berikan, bahwasanya apapun yg kita peroleh dimuka bumi ini tidak lebih hanya sekedar memanfaatkan saja. Namun karena kesombonganya, ia berkata "Ini tidak lebih dari hasil kerja keras saya". Betapa tidak kita sadari ia tidak sedikitpun kuasa atas detak jantungnya. Tengoklah siapa yg mengurusi kamu sesungguhnya, atau lebih jeli lihat alam semesta ini. Bukankah manusia hanya bagian kecil saja? Engkau tidak diberi kuasa kecuali sedikit yaitu kehendak/hasrat atas dirimu, namun dari kuasa yg sedikit itu mampu menguasainya kecuali sedikit orang saja. Akan dikemanakan kehendakmu? Kehendak Allah atau kehendak Syaitan? Tidak usah jauh2 syaitan itu yg mana, tapi tengoklah dimana. Bukankah syaitan adalah musuh yg nyata? Jangan sampai syaitan teriak syaitan. Maka tidak lebih kita adalah bagian dari lingakaran syaitan yg terkutuk. Hati-hati ucapan kita adalah bagian dari doa <> laknat. Yang mana yg melaknati tidak lebih baik dari yg dilaknati. Semata-mata hak Allah atas semua itu bagi orang yg berserah diri. Jagalah mulut dari bicara yg sia-sia. 3. Serakah, efek kelanjutanya lagi. Karena kesombonganya ia tidak sadar bahwasanya amat merugilah ia. Ia telah menjadi budak nafsunya ia terus mengikuti matanya dan panca indra lainya, tidak lebih ia fokuskan untuk memburu kesenanganya tidak peduli hak siapa Main embat! Ia tidak menyadari bahwa panca indranya ataupun tubuhnya adalah bagian dari takdir sebagai modal untuk menuju kehendakNya. Lihatlah orang buta disekeliling kita kadang lebih giat ibadahnya. Allah meniadakan penglihatanya agar ia senantiasa sibuk memperhatikan dirinya ia tidak terjerat dengan tipu muslihat dunia. Betapa Adilnya Allah atas hambanya untuk memperoleh rahmatNya, tidak ada pembedaan sedikitpun kecuali sebagai ujian daripada satu sama lain. Dan masih banyak lagi apa yg dilihat suatu ketidak-adilan dimata kita kadang sesuatu yg terbalik disisinya Allah. Lihat contoh2 lain betapa banyak orang sadar setelah mengalami kejadian yg dahsyat atas dirinya, yg tidak lain disebabkan karena kelalaianya itu. Akankah kita menunggu semua itu terjadi? Lalu dimanakah warisan Muhammad Rosululloh agar kita menjadi orang yg bermanfaat bagi orang lain, menyantuni saudara kita, menutup aib sodara kita, memperjuangkah hak-hak kita. dst Ketahuilah bahwasanya dunia senantiasa menjauh dari orang yg mengejarnya. Dari urutan diatas sudah dapat ditelusuri. Mari telusuri lebih jauh pada pengertian
dibawah ini : 1. Keinginan Hanya berangkat dari satu hal yaitu keinginan (hasrat), sisi kiri kita (baca note saya "right first"). dan lawanya adalah kebutuhan sebagai sisi kanan. Betapa banyak langkah2 kita berangkat hanya berdasarkan keinginan ; - Ingin bahagia tapi yg didapat hanyalah kegembiraan - Ingin memperoleh kenikmatan tapi nikmat yg sesaat dan tak pernah lekang. - Ingin dicintai tapi tidak dapat mengartikan cintanya. Ingin... ingin... ingin kejarlah semoga kau lekas jemu. 2. Kebutuhan Mari kita tengok apa yg sebenarnya kita butuhkan. Jauh di bawah alam sadar (renung hati paling dalam) kita dan jauh lagi... sampai benar-benar sadar akan fitrah kita sebagai manusia. Seperti inilah kita mengurutkanya > betapa tidak dengan kita bermewah2, seperti : - Biasa berAC diruang manapun tentu akan sulit menerima keadaan diluar yg panas. Tanpa sadar efeknya yg ditimbulkan pada alam ini. - Biasa kemana-mana pakai kendaraan bermotor tentu susah merasakan naik sepeda ataupun jalan kaki. Lihat lagi efeknya. - Biasa makan enak dan kenyang tentu susah makan dengan yg secukupnya. Tapi kenapa dalam bulan puasa harga terus melonjak dan perut semakin membuncit. Tidak mengindahkan warisan Muhammad utusan Allah bahwasanya kita dicontohkan untuk "makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang". Dan seburuk-burut tempat adalah perut kita... Tengoklah apa yg kau kubur didalamnya? Betapa tidak hidup ini hanya urusan membiasakan diri, namun sedikit saja yg menyadari. Dikarenakan ketakutan-ketakutan yg tidak mendasar. Disini kita dapat merasakan betapa Adilnya Allah atas hak kita memperoleh kebahagiaan. Dimana limpahan RahmatNya setiap hari kita hirup lalu kita sendiri yg menghargai. Relakah kita jika sekiranya kita punya barang berharga dibeli lalu dihargai sekehedak hati si pembeli? Subhanalallah.... tiada habisnya nikmat yg Allah berikan tanpa sepeserpun harus membayar. Sedangkan engkau masih malas melaksanakan HakhakNya. Apalagi menyadari lebih jauh bahwasanya HakNya atas dirimu tidak lebih manfaatnya kembali kepadamu, tanpa mengurangi sedikitpun KebesaranNya. Pelajari lagi rukun Islam kita agar semakin hari semakin giat. Jangan termasuk orang yg mencuri (korupsi) dalam shalat, sedangkan shalat untuk mencegah kita terjerumus pada permasalahan. Teranglah buat kita siapa sesungguhnya bodoh, siapa yg sesungguhnya membuat kerusakan dimuka bumi ini. Silakan baca Al-Qur'an ataupun Hadist jikalau perkataan saya ada disana secara harafiah maupun maknanya agar kita termasuk org yg yakin. Adapun kekurangan dalam penyajian tidak lebih dari cermin keterbatasan saya. Setelah itu tengoklah kenyataan yg ada sekarang agar kita termasuk orang yg melihat> orang yg hidup> orang yg diberi nikmat> orang yg diberi hikmah. Bukan orang yg dimurkai ataupun yg sesat... renungkan lagi kandungan surat Al-Fatihah.
Terlebih dahulu kita tutup mata dari orang2 yang menjadikan agama sebagai senda gurau belaka. Sedangkan kita yakin kampung ahirat itu lebih baik. Tidak usah langsung mengarah siapa kafir> siapa munafik> tapi persibuklah dari menutupi aib diri sendiri dengan sendirinya dapat menutupi aib saudara kita.
Tulisan2 ini masih terus dalam perbaikan.