Pers

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pers as PDF for free.

More details

  • Words: 458
  • Pages: 2
http://beasiswa.ptkpt.net/_g.php?_g=_lhti_forum&Bid=557 Sejak reformasi bergulir pada 1998, pers Indonesia untuk pertamakalinya menikmati kebebasan yang luar biasa. Dalam satu dasa warsa ini tidak ada sama sekali pembredelan terhadap pers Indonesia. Sementara dalam perjalanan panjang sejarah pers di tanah air, selalu ada masamasa kelam berupa pembredelan terhadap koran dan majalah yang dinilai menyimpang oleh pihak penguasa. Sebut saja sejak masa pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru. Pembredelan terhadap pers di Indonesia pada awalnya merupakan warisan dari Pemerintah Hindia Belanda yang menetapkan Persbreidel-Ordonantie 7 September 1931 seperti yang dimuat dalam Staatsblad 1931 nomor 394 jo Staatsblad 1931 nomor 44. Dalam peraturan yang dibuat oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda itu disebutkan bahwa pihak penguasa sewaktu-waktu dapat bertindak terhadap surat kabar dan majalah yang isinya dianggap mengganggu ketertiban umum. Pihak pencetak, penerbit dan redaksinya tidak akan diberi kesempatan untk membela diri ataupun meminta keputusan dari tingkat yang lebih tinggi (Almanak Pers Indonesia 1954-1955, Lembaga Pers dan Pendapat umum). Pembredelan dan tekanan terhadap pers terus berlanjut selama masa pemerintahan Orde Lama (1967) dan berlanjut sepanjang masa Orde Baru (19671998), menyebabkan banyak surat kabar dan majalah ditutup dan mendapat tekanan untuk tidak memberitakan sesuatu peristiwa atau informasi yang secara sepihak oleh penguasa dinilai tidak layak. "Dalam sepuluh tahun terakhir sejak masa revolusi, pers Indonesia mengalami kebebasan yang `luar biasa` dan keadaan ini harus tetap dijaga dan dipertahankan," kata Atmakusumah Astraatmadja, seorang tokoh pers Indonesia. Menurutnya, kebebasan pers mesti dimaknai sebagai kebijakan media (wartawan dan redaktur) untuk bekerja secara profesional di bidangnya dan memberikan karya jurnalistik kepada umum. Profesionalisme ini diwujudkan dengan menyajikan karya jurnalistik untuk kepentingan publik, bukan berpihak pada salah satu lembaga, ideologi, ekonomi, politik tertentu, kata Atmakusumah, peraih penghargaan Ramon Magsay-say tahun 2000 itu. Media massa mainstream khususnya yang dikelola dan terbit di Jakarta, sejauh ini lebih bisa memiliki "independensi" dalam pemberitaan, dan menghasilkan karya jurnalistik yang "mengabdi" kepada kepentingan publik.

Harus diakui masih ada beberapa usaha dari pihak luar untuk mempengaruhi independensi pers, tetapi sejauh mana lembaga pers itu sendiri dapat bertahan pada kebijakan yang mementingkan masyarakat secara umum, tegasnya. Untuk media di daerah situasinya lebih sulit karena kebanyakan bermodal kecil sehingga sangat menggantungkan dukungan dari pihak luar,-- meskipun bukan semata-mata masalah dana-- untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Berbicara mengenai independensi, menurut Atmakusumah, memang tidak ada pers yang benar-benar independen dan keberpihakan itu memang suatu kewajaran sepanjang media yang bersangkutan meyakini keberpihakannya dan mengetahui konsekuensi yang akan dihadapinya. Media yang berpihak pada partai politik, ideologi, bisnis, agama pasti akan memiliki keterbatasan ruang pembaca hanya pada kelompok yang satu golongan. Selain itu, keberadaan media-media khusus yang memilih untuk melayani kelompok tertentu biasanya tidak akan langgeng, misalnya jika melayani kepentingan politik partai tertentu, maka kelangsungannya amat bergantung pada kedudukan partai politik tersebut, demikian pula jika berpihak pada kepentingan bisnis terutama jika dikaitkan dengan kepentingan bisnis pemodalnya.

Related Documents

Pers
October 2019 44
Pers
June 2020 26
Sistem Pers
October 2019 54
Pers,jenis Tanah Indo
May 2020 22
Publicatie Pers Zomer
May 2020 14
9des97 Bernas Pers Indonesia
December 2019 11