Perkembangan Sosial Pada Masa Demokrasi Liberal.docx

  • Uploaded by: Pratama Putramelindani
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perkembangan Sosial Pada Masa Demokrasi Liberal.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,937
  • Pages: 10
Perkembangan Sosial Pada Masa Demokrasi Liberal

Oleh: Kelompok VI (6) Kelas XII MIPA 3 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Ariell Zaki Prabaswara A Amanda Viany Chalnita Evana Philoty M.Pratama Putra Melindani Miranda Eka Putri M.Chandra Rizal

7. Randi Putra Bismar 8. Rahmadika S K

SMAN 2 Bandar Lampung 2017/18

Perkembangan Sosial Pada Masa Demokrasi Liberal

1. Kondisi Sosial Masyarakat Memasuki masa Demokrasi Liberal, kehidupan sosial masyarakat Indonesia semakin menuju taraf hidup yang lebih baik dibandingkan masa Revolusi. Beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya kesejahteraan penduduk, dan berkembangnya kota-kota di Indonesia. Kondisi sosial masyarakat Indonesia pad masa Demokrasi Liberal sebagai berikut. a. Kondisi Demografi Salah satu indikator kemajuan pada masa demokrasi liberal adalah pertambahan penduduk. ➤Pertumbuhan penduduk nasional : →Tahun 1950 : 77 juta jiwa →Tahun 1955 : 85,4 juta jiwa ➤Pertumbuhan penduduk perkotaan (Jakarta) →Tahun 1950 : 1.8 juta jiwa →Tahun 1960 : 2.9 juta jiwa ➤Jumlah buta huruf →Masa kolonial : 92,6 % →Tahun 1960 : 24% b. Antusiasme Rakyat Dalam Kehidupan Politik Sebelum pemilu tahun 1955, pemimpin negara seperti Presiden Soekarno dan Moh. Hatta sering memberikan pematangan berpolitik kepada masyarakat. Menjelang pemilu, panitia terus memberikan pengetahuan pada masyarakat bagaimana cara menyalurkan suara kepada masyarakat. Sosialisasi terus dilancarkan kepada masyarakat baik itu melalui surat kabar dan mobil-mobil kampanye dan lain sebagainya. Partai politikpun tidak saling

menyerang, bahkan tokoh-tokoh politik bersedia menemui langsung masyarakat. Hingga pada pelaksanaan pemilu berlangsung secara demokratis karena antusiasme masyarakat menyalurkan hak pilihnya tanpa intervensi.

2. Kehidupan Pendidikan a. Sistem Pendidikan

Setelah diadakan pengalihan pendidikan dari pemerintah Belanda kepada pemerintah RIS tahun 1950, oleh mentri pendidikan Dr. Abu Hannifah, disusun sebuah konsep pendidikan yang menitik beratkan pada spesialisasi. Garis bersar konsep tersebut mencakup berbagai hal diantaranya adalah pendidikan umum dan pendidikan teknik dilaksanakan dengan perbandingan 3 : 1. Bagi setiap sekolah umum mulai dari bawah ke atas diadakan 1 sekolah teknik. Sebagai lanjutannya adalah sekolah teknik menengah dan sekplah teknik atas yang masing-masing ditempuh dalam 3 tahun.

Selain itu, karena Iindonesia adalah negara kepulauan, maka dibeberapa kota didakan akademik pelayaran. Akademik Oseonografi dan Akademik Reserch Laut yang didirikan di kota Surabaya, Makasar, Ambon, Manado, Padang dan Palembang. Untuk tenaga pengajar didatangkan dari luar negeri seperti Inggris, Amerika dan Prancis. Selanjutnya juga didirikan sekolah tinggi pertanian. Direncanakan diSumatra Barat dekat Payakumbuh diadakan filial dari Sekolah Tinggi Pertanian Bogor. Namun, konsepsi tersebut hilang saat kabiner Hatta berhenti. Oleh Menteri Abu Hafiah juga dirancangkan kota universiter untuk kota Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bukittinggi.

Direncanakan

pula

untuk

mendirikan

akademik

voor

wetenschappen.

Sistem pendidikan diadakan dengan titik berat desentralisasi, yaitu dari sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama menjadi urutan daerah dan supervisi pusat. Sekolah menengah atas menjadi tanggung jawab pemerintah pusat baik mengenai masalah keuangan maupun mata pelajaran.

Dalamrangka konsolidasi universitas-universitas negara, dikeluarkan UndangUndang Darurat No. 7 tahun 1950 yang mewajibkan Mentri Pendidikn Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia Serikat, jika perlu mengambil tindakan dari peraturan yang berlaku dan lain lain.

Dalam pelaksanannya tanggal 2 Februari 1950 Ir. Surachman diangkakt menjadi Rektor Universitas Indonesia. Selama periode domookrasi liberal berdasarkan peraturan pemerintah No. 57 tahun 1954 yang mulai berlaku tangal 10 November 1954 didirikan sebuah universitaslain di Jawa, yaitu Universitas Airlangga di Surabaya. Perluasan universitas-universitas di luar Jawa direalisasikan dengan dikeluarkannya PP No. 23, 1 September yang menetapkan berdirinya Universitas Hasanudin di Makasar, serta PP No. 24 tahun 1956 yang menetapkan berdirinya Universitas Andalas di Bukittinggi. Kemudian berutrurt-turut berdasarkan PP No. 37 tahun 1957 mulai 1 September 1957 di Bnadung didirikan Universitas Padjajaran, serta dengan PP No. 48 tahun 1957 tanggal 1 September 1957 didirikan Universitas Sumatra Utara di Medan.

Dalam perkembangan selanjutnya tahun 1958 dibawah Menteri PP dan K. Prof. Prijno disusun konsepsi pengajaran yang disebut Sapta Usaha Tama yang terdiri atas tujuh ketentuan yaitu 1)

Penertiban aparatur dan usaha-usaha departemen PP dan K

2)

Meningkatkan seni dan olahraga

3)

Mengharuskan usaha halaman

4)

Mengharuskan penabungan

5)

Mewajibkan usaha-usaha koperasi

6)

Mengadakan kelas masyarakat serta

7)

Membentuk regu kerja dikalangan SLA dan universitas

Mengenai sekolah asing, pada tahun 1957 pemerintah menganbil tindakan pengawasan yang dilasanakan oleh Departemen Pengajaran dan pihak penguasa Perang Pusat. Sekoah asaing merupakan sekolah partikelir

yang mengunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantarnya. Pada pertengahan tahun 1957 sekoalh asing yang terdiri atas 1.800 sekolah Cina dan 125 sekoalh Belanda dinilai mempunyai aspek khusus yaitu 1)

Karena Belanda belum bersahabat dengan Indonesia,

2)

Timbulnya sengketa politik antara Kou MinTang dan Kung Chang Tang di Cina yang telah meluas sampai ke masyarakat Cina di indonesia.

Maka dari itu pemerintah mengambil keputusan utuk mencegah merembetnya persoalan Cina ke Indonesia. Tentang pengawasan pengajaran aing tersebut maka dikeluarkan Peraturan Penguasaan Militer pada 6 November 1957 No. 4/PMT tahun1957 yang berlangsung sampai 17 April 1958.

Dalam bidang pendidikan jasmani tanggal 2 Januari 1950 dikeluarkan Undang-Undang No.4 tahun 1950 tentng pengajaran. Pada bab IV pasal 9 tentang pendidikan jasmani tercantum “Tujuan pendidikan dan pengajaran adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Dengan adanya ini maka jumlah kantor inspeksi pendidikan jasmani dan sekolah Gguru Pendidikan Djasmani (SGPD) juga kantor instruktur, aplikasi dari pendidikan jasmani dinentuk. b. Perguruan Tinggi Pendidikan tinggi menjadi fokus utama pemerintah untuk membentuk generasi bangsa yang kompeten. Atas dasar tersebut menteri pendidikan Abu Hanifah menetapkan bahwa setiap provinsi memiliki satu universitas negeri. Sehingga pada tanggal 19 Desember 1949 didirikan universitas Gajah Mada. Selanjutnya berdiri Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Padjajaran, Universitas Hassanuddin, dan Universitas Sumatra Utara.

3. Kehidupan Budaya a. Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia Gagasan untuk menyempurnakan ejaan bahasa Indonesia timbul pasca diadakan Kongres Bahasa Indonesia di Medan yang menghasilkan keputusan penyelidikan dan penetapan dasar-dasar ejaan praktis bagi bahasa Indobesia. Dibentuklah panitia Panitia Pembahas ejaan Bahasa Indonesia dengan surat keputusan Mentri PP dan K No. 448/S 19 Juli 1956.

Pada 17 April 1957 diadakan perjajian persahabatan antar RI dan Persekutuan Tanah Melayu. Selanjutnya tanggal 4-7 Desember 1959 di Jakarta diadakan sidang bersama antara Panitia Pelsanaan Kerja sama Bahasa MelayuBahasa Indonesia yang diketuai olelh Prof. Dr. Slametmuljana dan Kuasa Bahasa Resmi Baharu Persekutuan Tanah Melayu dipimpin Syeh Nasir bin ismail. Sidang ini menghasilkan pengumuman bersama Ejaan Bahasa MelayuBahasa Iindonesia yang pada tahun 1961 diterbitkan oleh Departemen PP dan K Republik Indonesia.

Pada tahun 1954 pemerintah mengeluarkan gagasan untuk menyemurnakan ejaan Bahasa Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober-2 November 1954 pemerintah mengadakan Kongres Bahasa Indonesia di Medan. Hasil keputusannya adalah agar usaha penyelidikan dan penetapan dasar-dasar ejaan diserahkan kepada suatu badan pemerintah yang bertugas menyusun ejaan praktis Indonesia. Hingga dibentuklah Panitia Pembahasan Ejaan Bahasa Indonesia melalui surat keputusan menteri PP dan K No. 448/S tanggal 19 Juli 1956. Panitia tersebut dipimpin oleh Prof. Dr. Prijono.

b. Perkembangan Karya Sastra Pada masa demorasi liberal, mulai muncul beberapa sastrawan lokal seperti Sitor Situmorang dan Pramoedya Ananta Toer yang memengaruhi perkembangan karya di Indonesia. Peran mereka mampu menggeser peran sastrawan asing yang digandrungi masyarakat. Para sastrawan pada saat itu

menjalankan fungsinya dengan menangkap berbagai masalah kemanusian dibalik peristiwa getir akibat perang.

Para sastrawan tidak hanya dipengaruhi oleh gaya eropa tetapi juga gaya melayu seperti Amir Hamzaah, gaya Sunda seperti Ajip Rosidi, Rusman Sutiasumarga, dan Ramadhan K.H , dan gaya Jawa antara lain W.S. Rendra, Kirdjomuljo, dan Soeripman.

c. Seni Setelah pengakuan kedaulatan, di Yogyakarta berdiri organisasi Pelukis Indonesai atau PI yang awalnya dipimpin oleh Sumutro kemudian diganti oleh Solihin dan Kusnadi. Perkumpulan para pelukis muda adalah PIM atau Pelikis Indonesia Muda yang terbentuk tahun 1954 dengan Widaya senagai ketuanya. Paling awal di Yogyakarta berdiri PTPI atau Pusat Tenaga Pelukis Indonesia dengan Djajenggasmoro sebagai ketuanya. Oleh pemerintah didirikan Akademi Seni Rupa Indonesai (ASRI) yang dibagi menjadi lima bagian yaitu seni lukis, patung, ukir, reklame dan pendidikan guru gambar. Di Solo beberapa pelukis nergabung dengan Himpunan Budaya Surakarta. Di Madiun berdir Tunas Muda.

Seni tari pada periode tahun 1945-1955 pembaharuannya baru terbatas pada teknik penyajian. Pada waktu itu pengaruh komunis sangat terasa, tarian klasik yang dianggap berbau keraton dikesampingkan dan muncuk tarian yang bertema kerakyatan dan kehidupan sehari-hari, seperti tari tani, tari tenun, tari nelayan dan tari koperasi. Perkembangan semacam ini berkembang diseluruh tanah air. Pada 27 Agustus 1950 di Surakarta didirikan Konservatori Karawitan, maksud dari didirikannya konservatori karawitan ini adalah untuk mempertinggi serta memperkembangkan karawitan.

Selanjutnya muncul tokoh-tokoh seniman dari Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), merupakan sebuah ormas PKI yang mendukung konsepsi

Presiden Soekarno dan mendesak agar seluruh kehidupan seni diperpolitikan sesuai dengan garis partai mereka. Tokoh-tokoh tersebut seperti Henk Ngantung, Pramoedya Ananta Toer, Basuki Resobowo, dan Kotot Sukardi. Dalam tubuh PPFI tinbul ketegangan antara pendukung Konsepsi Presiden dan golongan yang tidak menyetujui para artis film berpolitik praktis. Akhirnya, golongan akhitnya golongan komunis (PKI) berhasil mempengaruhi PPFI sehingga ditengah kancah pergolakan para artis film itu muncul istilah :Artis film yang berpolotik”.oleh A.S Bey diusulakan untuk diadakannya simposium film dengan acara artis film yang berpolitik, yang kemudian diadakan pada tanggal 8 September 1957 di Aula Univesitas Indonesia.

Mengenai perkembangan seni bangunan dapat dikatakan bahwa keadaan bangunan di kota-kota pada umumnya mengambil tempat tidak berketentuan dan tidak selaras dengan keadaan alam. Sekkolah-sekolah, kantor besar. Toko. Gedung tua, dan pondok rakyat berselang-seling sepanjang jalan atau dalam satu bagian kota yang seharusnya mempunyai ketentuan pasti. Sedangkan untuk baguanan di desa-desa masih berpegang pada corak lama hal ini disebabkan karena lemahnya ekonomi rakyat.

4. Kehiduapan Pers Ciri umum dari pers pada masa demokrasi liberal adalah ditandai dengan prinsip-prinsip liberal dalam penulisan berita, tajuk rencana da pojok. Pada umumnya memiliki segi komersial yang kurang meskipun telah diasuh secara liberal. Suatu ciri khusus pada masa liberal adalah surat kabar bekas milik Dinas Penerangan Belanda yang kemudian diambil alih oleh tenaga bangsa Indonesia. Ternyata dalam pengurusannya jauh lebih baik dibandingkan pers yang diusahakan oleh modal awasta nasional. Pada tahun 1957, dengan dinasiolisasikannya perusahaan-perusahaan Belanda, membuat surat kabar dengan bahasa Belanda lenyap dari peredaran.

Peristiwa terpenting dalam perkembngan surat kabar selama masa demokrasi liberal adalah diselenggarakannya seminar pers di Tugu, Bogor tanggal 24-26 Juli 1955. Jika dilihat dari segi komersialnya pers daerahmemang kurang menguntungkan. Faktor

penduduk yang ada

disuatu daerah

juga

memperngaruhi kaitannya dengan kemajuan surat kabar, selain itu juga faktor ekonomi perdagangan serta taraf kecerdasan penduduk juga ikut mempengeruhi maju-mundurnya surat kabar. Dikota-kota besar seperti Medan, Bandung dan Surabaya surat kabar dikatakan lumayan berkembang jika dibandingkan dengan kota-kota kecil. Keterlambatan kemajuan pers didaerah disebabkan karena kebangganan akan pers daerah yang kurang. Hal ini mungkin juga dissebabkan karena pers daerah yang belum memperhatikan sifat-sifat yang layakuntuk dijadikan kebangaan bagi daerah yang bersangkutan. Sifat pers Indonesia dapat dikatakan masih regional. Artinya tidak dapat untuk memusatkan atau konsentrasi surat kabar pada suatu tempat, misalnya saja ibu kota. Disetiap profinsi terdapat surat kabar besar maupun kecil yang berjumlah 79 surat kabat. 15 harian terbit di Jakarta, selebihnya terbit didaerah-daerah. Dalam memberikan kriteria pembedaan pers pusat dan daerah yang ditentukan adalah tempat berdirinya. Pers pusat terbit di ibu kota dan pers daerah terbit di suatu ibu kota profinsi atau hanya dalam sauatu kota besar. Sebenarnay tidak ada perbedaan yang esensial antara keduanya . uang disebut dengan pers daerah kota tempa t terbitnya pers itu dan dan daerah sekitarnya. Dengan demikian dalam pemberitaanya pers daaerah mau tidak mau harus memeperhatikan dan mempertimbangkan keinginan pembacanya dalam penyebaran bereitanya yang meliputi dua macam suasana yaitu kota dan desa. Hal yang menjadi masalah lain sat itu adalh adanya anggapam umum bahwa pers atau media masa di tanah air memiliki andil yang besar dalam merusak nahasa Indonesia. Meskipun demikian tidak sedikit pula yang beranggaan bahwa pers memiliki andil dalam erkembangan bahasa Indonesia.

Dari kedua anggapan ini dapat dilihat bahwa media masa memiliki peranan besar kaitannya dengan perkembangan bahasa Indonesia. Sarana komunikasi vital lainnya adalah radio, sejak proklamasi kemerdekaan penyiaran radio dikuasai oleh masyarakat Ondonesia. Setelah pengakuan kedaulatan corak penyiaran radio mengalami perubahan, yaitu lebih digunakan untuk kepntingan nasional.

Related Documents


More Documents from "Adi Surya (Ucox Unpad)"