Perjalanan Dari Kufur Ke Allah

  • Uploaded by: adam
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perjalanan Dari Kufur Ke Allah as PDF for free.

More details

  • Words: 1,810
  • Pages: 5
perjalanan dari kufur ke ALLAH Hermanus Paulus Poli Menjemput Hidayah di Penjara Oleh : Redaksi 22 Nov 2003 - 3:24 am Saya bernama Hermanus Paulus Poli. Sebelum memeluk Islam, dulu saya bersama keluarga pernah menganut Kristian Protestan. Boleh dikira, kami sebagai penganut Kristiann yang taat saat itu. Saya bersaudara empat orang. Ayah saya seorang pencen sebuah BUMN yang bergerak di bidang perbankan. Ibu saya seorang arkeologi. Setelah menyelesaikan S1 di Fakulti Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), jurusan ilmu politik di salah satu universiti negeri di Indonesia, saya berangkat ke Gold Coast University, Australia untuk menyelesaikan S2. Namun baru saja duduk di semester tiga di tahun pertama, kuliah saya terganggu karena tabiat saya sendiri. Terus terang, sejak kuliah saya sudah menghisap dadah. Saya tinggal bersama tiga orang kawan di apartmen saya. Semuanya penagih dadah. Di kampus, teman-teman saya ada juga yang beragama Islam. Dalam pergaulan, saya tidak pilih-pilih. Kepada siapa pun saya bergaul, termasuk rakan-rakan Muslim. Kepada para sahabat saya yang beragama Islam saya kerap kali terlibat dalam diskusi seputar persoalan agama. Kami selalu membicarakan tentang konsep ketuhanan agama kami masing-masing. Terus terang saja, semula saya tidak menyukai topik diskusi ini. Sebagai seorang Kristian saya merasa runsing dan rendah hati. Dalam hati saya akui, betapa jelas konsep ketuhanan dalam Islam, iaitu Allah Yang Maha Esa. Sangat jelas bahwa Tuhan itu sebenarnya memang Esa dan Maha Besar. Timbullah keraguan dalam hatiku tentang konsep ketuhanan Kristian yang sangat membingungkan. Terkadang penganut Kristian harus meyakini Yesus Kristus sebagai tuhan. Namun dalam Injil, Yesus sendiri menyangkal kalau dirinya adalah Tuhan. Dengan terang-terangan dia menyuruh kita untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Satu (Yesaya 17: 3). Makin lama keraguan saya terhadap ajaran Kristian tak dapat dielakkan lagi. Bagi saya konsep Triniti dalam Kristen sangat kacau. Pada suatu kesempatan, saya mencuba mengambil mushaf al-Qur’an terjemah milik mereka. Semula saya ingin pelajari isi al-Qur’an tersebut demi mencari kelemahan-kelemahan agama Islam. Namun, semakin merenungi ayat-ayat al-Qur’an, hati saya semakin takjub terhadap Islam. Betapa jelas konsep Ketuhanan yang dipaparkan Islam melalui surat al-Ikhlash. Betapa terang dialog Allah dan Yesus yang diabadikan dalam surat al-Maidah ayat 116. Keadaan saya di Autralia kian hari makin buruk. Candu terhadap

barang-barang terlarang itu tidak dapat kulepaskan. Kuliah pun jadi berantakan. Kerana saya gikir banyak membuang waktu percuma, akhirnya saya memutuskan kembali ke Jakarta. Di Jakarta, saya bersama teman-teman mendirikan usaha di bidang entertainment dan lebih mengutamakan bidang promosi (event organizer). Usaha saya berkembang pesat, tapi saya tetap seorang penagih. Sebenarnya seluruh keluarga sudah tahu tentang kebiasaan saya yang buruk ini. Tapi mereka tidak memperdulikannya. Mereka telah maklum, apalagi saya anak bongsu yang keras kepala. Berkali-kali saya berubat ke doktor specialist dan pusat rehabilitation mental untuk menghilangkan penyakit candu ini, namun hasilnya selalu zero. Setelah dua atau tiga bulan kemudian, kembali saya menagih. Walau saya ragu terhadap ajaran Kristian, namun setiap hari Minggu saya selalu pergi ke gereja bersama keluarga. Di dalam gereja, saya tak menemukan sesuatu yang menyedarkan saya dari kebohongan gereja. Saya benar-benar merasa hampa. Apalagi seorang pendeta yang saya tanyai tentang berbagai keraguan itu tak dapat meyakinkan saya. Pengalaman di Penjara 12 September 2002. Sepulang dari membeli dadah, saya ditangkap polis. Akhirnya, saya dipenjara ke Polres Menteng, Jakarta Pusat. Saya kembali diinterogasi dan akhirnya ditahan. Perasaan saya saat itu biasa saja karena saya yakin bahwa keluarga saya pasti boleh membebaskan saya. Kerena kami punya hubungan yang luas di jabatan polis dan birokrasi. Ternyata, semuanya di luar dugaan. Usaha keras keluarga saya tidak berhasil. Saya mulai ketakutan di dalam penjara. Setelah hari ketiga, saya ditempatkan dalam sel yang dipenuhi para tahanan. Gelisah, takut, dan marah, semuanya bercampur dalam dada. Dengan wang saya boleh mengendalikan para pembuli di dalam penjara. Setiap orang yang masuk dalam sel, pasti ditekan, dipukul, dan sebagainya. Saat hari Minggu ada pendeta yang datang untuk program agama Kristian (tahanan). Saya pun turut dalam acara tersebut. Pada malam harinya saya tergerak untuk membaca buku “Malang Nian Orang yang Tidak Shalat”. Buku tersebut milik salah seorang penghuni yang beragama Islam. Anehnya, setelah membaca buku tersebut saya merasakan sesuatu yang lain. Tergerak batin saya yang dalam untuk melakukan shalat walau saya tidak tahu bagaimana caranya. Keesokannya saya membaca dinding sel yang penuh dengan coretan tahanan sebelumnya, “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan apabila kamu berdoa sebanyak kamu bercemas, maka seketika kecemasan itu akan hilang.”

Tanpa fikir panjang, semua buku-buku tentang Islam yang ada di kamar itu saya pelajari, termasuk tata cara shalat. Saya dapat memahami bagaimana cara shalat dan berwudhu dari sel tahanan lain. Tentu saja para penghuni yang beragama Kristian jadi marah. Saya tidak mempedulikan mereka. Fikir saya, kalau mahu ribut, silakan. Saya siap menghadapi mereka. Sejak saat itu saya menjadi sangat berani menegakkan shalat tanpa bersaksi lebih dahulu (mengucapkan dua kalimat syahadat). Saya yakin, Allah SWT akan menerima shalat saya, sedangkan saya telah bersyahadat di hadapan Allah SWT. Setelah dua minggu saya ditahan, masuklah sejumlah tahanan dari Front Pembela Islam (FPI). Dari merekalah saya banyak belajar tentang Islam, khususnya dari Ustadz Ja’far Umar Shiddiq. Seminggu kemudian saya dikirim ke penjara Salemba. Saya tetap shalat dan berdoa semoga di sana saya tidak disiksa oleh sesama tahanan dan bertemu dengan orang-orang yang dapat membimbing saya. Alhamdulillah saya ditempatkan di Blok C. Selama saya ditahan, setiap hari keluarga saya datang menjenguk. Di sana saya bertemu dengan dua orang yang berakhlak baik. Setiap hari saya mengkaji tafsir al-Qur’an terjemah dan belajar membaca al-Qur’an. Banyak sekali buku-buku yang saya jadikan referensi untuk pengetahuan Islam, antara lain: Menuju jalan Ke Surga, Di Balik Rahasia Surat at-Taubah dan lainnya. Cubaan Datang Mengguncang Keluarga saya tetap mendorong saya dan memberi perhatian terhadap masalah saya. Hukuman saya diputuskan selama satu tahun enam bulan. Jauh lebih ringan dari tuntutan sebelumnya empat tahun penjara. Di saat saya merasakan iman makin kuat, saya bermaksud mengutarakan kepada keluarga tentang identiti saya sebagai seorang Muslim. Ketika tahu, mereka sangat marah. Saya dimaki. Saya dikatakan terpengaruh setan, bodoh, tolol dan harus kembali ke agama Kristian. Mereka mengancam tidak akan menjenguk dan tidak akan membaca apa pun untuk saya. Padahal biaya hidup dalam penjara sangat besar, untuk makan dan bayaran wajib pintu, wang kunci mingguan dan lain-lain. Apabila tidak, saya akan menemui masalah dengan para penghuni. Saya menjadi bimbang. Akhirnya dalam kerunsingan saya kembali terjebak menagih dadah. Bagi keluarga saya bukanlah masalah besar jika harus tetap membiayai keperluan saya di penjara asal saya mahu kembali ke gereja dan menyatakan diri sebagai seorang kristian. Alhamdulillah, iman saya tidak tergoyah. Ujian lain pun juga menghadang saya. Beberapa kali para penjual dadah di penjara memaksakan saya untuk membeli dadah mereka. Saya sempat terjebak kembali sebagai penagih. Tapi itu hanya berlangsung dua minggu. Allah segera menyedarkan saya. Saya pun menolak walau mereka mengancam saya. Saya berfikir, saya harus hijrah dari penjara tersebut ke penjara lain agar ibadah saya lebih tenang dan tidak terganggu dengan angkara para penghuni dan pengedar dadah. Untuk itu, saya menyogok bagian pendaftaran untuk memasukkan nama saya

dalam daftar nama-nama penghuni yang akan dipindahkan ke LP Tangerang. Dua hari kemudian nama saya dipanggil dan dikirim ke Lapas kelas I Tangerang. Setelah tiba di Tangerang, saya menelefon keluarga dan menginformasikan kepindahan saya ke penjara Tangerang. Saya nyatakan kepada mereka bahwa saya akan tetap menjadi seorang Muslim yang meyakini bahwa Allah Itu Maha Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan Muhammad saw adalah Rasulullah. Keesokan harinya, keluarga saya datang menjenguk. Saya ditempeleng dan diludahi bahkan hp saya pun dirampas. Sejak itu, mereka benar-benar tidak mau menyara apa pun yang menjadi kebutuhan saya di penjara. Mereka mengharapkan saya mati saja di dalam penjara agar tidak membuat malu keluarga. Namun tekad saya sudah bulat. Saya akan tetap komitmen berada pada jalan Allah. Di LP Tangerang kehidupan sangat begitu sulit. Tanpa bantuan keluarga, saya bagai anak hilang. Terkadang saya bingung, bagaimana harus mandi tanpa sabun, ubat gigi dan shampoo. Makan pun apa adanya, nasi putih dan sayur, yang tidak layak dimakan manusia normal. Minumannya pun air mentah tanpa dimasak sama sekali. Saya berusaha meminimalisasi penderitaan dengan bekerja sebagai tukang cuci pakaian orang. Tapi tidak tiap hari order itu selalu ada. Sekali mencuci saya dibayar Rp 200 sampai Rp 3000, dan itu hanya cukup untuk makan sehari. Saya ditawari bekerja pada beberapa orang Nigeria dan Tionghoa namun konsekuensinya saya harus siap selama 10-12 jam di kamar mereka dengan mengerjakan apa pun yang mereka inginkan. Memang upahnya cukup lumayan. Namun waktu saya untuk Allah akan hilang. Saya putuskan tidak menerima tawaran kerja dari mereka padahal mereka sangat senang, kerana saya boleh berbahasa Inggris dan Perancis. Saya sedar, sebagai seorang Muslim, saya tidak boleh menggantungkan hidup kepada orang kafir. Saya yakin, rezeki sudah ditentukan. Ibadah kepada Allah menjadi prioriti utama saya. Shalat, mengaji dan memperdalam agama menjadi santapan saya setiap hari. Walau begitu, saya sedar bahwa cubaan memang tidak berhenti sampai di situ. Tekanan-tekanan mental dari orang-orang non-Muslim dari etnis tertentu terhadap saya berlanjut di penjara ini. Beberapa petugas sangat sinis dengan saya karena bezanya agama saya. Celakanya, banyak sekali muslim tidak taat yang saya temui di penjara ini. Perintah berjamaah hanya diterapkan dalam shalat, tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.Banyak orang Muslim yang murtad karena tidak tahan lapar dan harus ke gereja (dalam LP) demi mendapatkan sekotak makan, sabun, pasta gigi, syampoo dan obat-obatan. Seiring waktu berjalan, dakwah bergerak di dalam LP. Beberapa penghuni

mencuba membuat kegiatan-kegiatan untuk memakmurkan masjid dan kegiatan sosial bernafaskan Islam, seperti membuat dapur umat dan merayakan hari-hari besar Islam. Dalam kesempatan bergabung dengan para aktivis dakwah, saya membuat drugs conselling (bimbingan untuk menghindari ketagihan) untuk para penagih. Ceramah interaktif tentang dadah juga diberikan oleh Prof Dr Dadang Hawari. Alhamdulillah, di LP ini telah berdiri Pondok Pesantren At-Tawwabin yang pengasasnyanya berasal dari kalangan penghuni. Alhamdulillah, kini Masjid Baitus Salam yang berada dalam LP penuh sesak dengan para jamaah. Setiap datang waktu shalat, adzan selalu berkumandang. Pembangunan Masjid pun diperluas hingga menjadi dua ruangan dan dapat menampung 600-700 jamaah. Subhanallah! Saya dan teman-teman kini memfokuskan diri pada upaya memotivasi saudara-saudara kami semuslim untuk memantapkan akidah, meningkatkan akhlak dan menghadang upaya pemurtadan kaum Salibis yang dilakukan dengan tarikan material. Bulan Ramadhan kembali tiba. Semua penghuni muslim berbahagia kerana banyak keluarga mereka yang menjenguk. Mereka boleh bermaaf-maafan dan bersenda gurau dengan keluarga. Tanpa sedar air mata saya menetes mengingat tidak ada lagi keluarga yang datang dengan senyuman, nasihat dan dukungan seperti yang dulu mereka lakukan kepada saya. Itu hanya karena kini saya berpegang pada keislaman saya. Malam hari yang hening ini saya mencoba mengirim SMS kepada keluarga saya seraya mendakwahi mereka agar berkenan mempelajari Islam yang mereka benci, khususnya surat al-Ikhlash dan al-Maidah ayat 116. Harapan besar saya, Allah akan membukakan pintu hidayah kepada mereka. Lagi-lagi balasan yang saya dapat adalah caci maki. Walau demikian, saya tetap bermohon semoga Allah memberikan hidaya kepada mereka. Saya sangat yakin dengan firman Allah yang menyatakan, “Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan minta ampunlah bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mukmin, laki-laki dan perempuan,” (QS Muhammad: 19). Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Imam di Tangerang

Related Documents


More Documents from ""