Peran Koperasi

  • Uploaded by: Syafi'i
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Peran Koperasi as PDF for free.

More details

  • Words: 4,603
  • Pages: 12
PERAN KOPERASI DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN DAERAH (Sebuah Solusi Terhadap Penanganan Dan Pemberdayaan Tanah Ulayat di Sumbar) Oleh : Yulhendri Pendahuluan Menjawab Undang undang No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah maka untuk propinsi Sumatera Barat diimplementasikan dalam komitmen bersama kembali ke nagari yang ditandai dengan ditetapkannya Perda No.9/2000 oleh DPRD Propinsi Sumatera Barat, menandai berbunyinya kemballi gong tanda kemauan dan consensus bersama untuk mewujudkan kembali kejayaan masa lalu dengan nostalgia indah selama sistem pemerintahan nagari dengan kesatuan masyarakat secara sosiologis dan ekonomis dalam suatu masyarakat nagari.Masyarakat nagari sebagai masyarakat hukum adat, tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena tanah merupakan satu-satunya kekayaan yang tetap dan sebagai pengikat hukum, antara manusia dan tanah mempunyai hubungan yang sangat erat sehingga menimbulkan hak bgi masyarakat hukum adat untuk menguasai, memanfaatkan dan menikmati hasil hasil tumbuh tumbuhan yang hidup diatasnya. Tanah merupakan kekayaan yang selalu dipertahankan karena menyangkut kewibaan dan menentukan tinggi rendahnya kedudukan suau kaum. Dalam kenyataannya tanah juga akan menjadi sumber konflik dalam suatu masyarakat, dalam konteks Sumatera Barat (Minangkabau) tanah ulayat selalu menjadi salah satu sumber konflik yang tak henti-hentinya. Hal ini dipacu oleh perbenturan pengaturan tanah ulayat menurut adat Minangkabau dengan Hak Menguasai Negara (HMN) yang diatur dalam pasal 2 Undang-undang Pokok Agraria (UU No.5/1996). Dalam versi adat Minangkabau Penguasa Adat (Penghulu Suku/Kaum) memiliki kewenangan atas anggota kaum/sukunya untuk mengatur pengelolaan tanah ulayat. Sementara versi HMN tanah ulayat adalah tanah negara dimana pemerintahan selaku penyelenggara negara mempunyai kewenangan tertinggi dalam peruntukan , pengaturan dan pemberian hak atas tanah.Dua pemahaman inilah nampaknya menjadi pemicu terjadinya konflik tanah pada sebagian besar daerah minangkabau (Suara Rakyat;February 2001).Secara empiris dilapangan pengelolaan tanah dalam bentuk perkebunan kebanyakan dilakukan dengan sistem PIR (Perkebunan Inti Rakyat). Dari hasil penelitian /investigasi yang dilakukan oleh WALHI(Wahana Lingkungan Hidup) dalam Jurnal SIMPUL No.21 tahun 1999 ditemukan bahwa PIR-BUN menimbulkan beberapa masalah ditengah masyarakat yakni : terjadinya perubahan penguasaan tanah dari tanah ulayat (adat) ke pemilikan HGU (Hak Guna Usaha) yang dimiliki oleh perusahaan (PTP), kesenjangan ekonomi karena petani plasma dipaksakan untuk menghasilkan satu produk dan resiko atas usaha yang diterima petani plasma lebih

besar.degradasi mutu lingkungan dan pelanggaran HAM untuk menentukan jenis komoditi pertanian dan penentuan harga sepihak oleh perusahaan sebagai penampung produk. Dengan Pola PIR-BUN untuk Sumatera Barat , pengalihan kepemilikan tanah ulayat ini merupakan faktor yang sangat kuat menjadi sumber konflik. ditambah lagi terabaikannya masyarakat lokal dimana kenggotaan kebun plasma itu identik dengan warga transmigrasi dari luar daerah. Maka dengan otonomi dimana masyarakat diberikan peran aktif dan partisifasi untuk merencanakan, menaganalisa, menentukan dan melakukan pembangunan didaerah/nagari. Maka koperasi sebagai salah satu kelembagaan ekonomi yang memiliki prinsip kepemilikan secara bersama, keadilan dan kekeluargaan cocok dijadikan sebagai solusi alternatif untuk pemecahan masalah didalam pengelolaan tanah ulayat, dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat dengan berbagai macam usaha dan bisnis yang akan dilakukan. Namun pertanyaannya dari pengalaman masa lalu, kemauan dari semua pihak tentu menjadi sebuah persoalan yang penting (urgen) untuk dibicarakan dan menelaah peran apa dan bagaimana koperasi bisa berperan di nagari. Inilah yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini. Dan dengan kembalinya kepemerintahan Nagari di Sumatera Barat, menimbulkan suatu peluang dan tantangan untuk memfungsikan koperasi sebagai wadah ekonomi masyarakat nagari, khususnya dalam mengelola tanah ulayat sebagai hak dan milik masyarakat nagari. Sehingga yang diuntungkan dari usaha tersebut adalah masyarakat nagari dan masyarakat secara umum. Permasalahan Dalam tema peran koperasi untuk meningkatkan pendapatan daerah maka penulis membatasi masalah pada : 1. Bagaimana peran koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai pemilik koperasi. 2. Bagaimana peran koperasi memberikan sumbangan yang berarti dalam pembangunan daerah. Ruang Lingkup Masalah Untuk melakukan pengkajian yang lebih mendalam pada permasalahan yang akan dibahas maka penulis membatasi ruang lingkup pada : 1. Bagaimana peran koperasi dalam pengelolaan tanah ulayat nagari sehingga pendapatan masyarakat bisa ditingkatkan. 2. Bagaimana SHU koperasi bisa diarahkan dalam peningkatan pembangunan daerah. Defini - definisi 1. Tanah Ulayat Tanah Ulayat adalah Bidang tanah yang diatasnya terdapat hak Ulayat dari suatu masyarakat hukum adat (Pasal 1 angka 2 PMNK / Ka. BPN No. 5 th 1999).

Dari hasil penelitian partisipatif yang dilakukan oleh LBH padang dalam edisi terbaru terdapat tiga prinsip tanah ulayat yakni : (1.) Ulayat kaum pada umumnya sudah terbagi kepada masing-masing keluarga (paruik) yang ada pada suatu kaum itu sebagai ganggambauntuk. (2.) Ulayat suku yaitu seluruh ulayat kaum dalam suku yang bersangkutan pada suatu nagari. (3.) Ulayat Nagari, bila mengacu pada teori pembentukan nagari yang berasal dari taratak, taratak menjadi dusun, lalu menjadi kampung dan selanjutnya penggabungan kampung menjadi nagari. Maka sebenarnya tidak ada tanah ulayat nagari secara terpisah, karena setiap jengkal tanah dalam nagari sudah milik suku / kaum. Walaupin pada beberapa nagari ada ulayat nagari atas pemberian dari suku atau kaum dalam bentuk batang air, lurah terjal yang tidak bisa dikelola oleh suku / kaum. 2. Penghulu adalah pimpinan suku dalam suatu kaum di Nagari. 3. Pucuk adat adalah : Kepala penghulu dalam suatu kelembagaan adat nagari. 4. Nagari adalah Suatu Wilayah teroterial yang merupakan suatu ketentuan masyarakat adat yang otonomi. 5. Suku merupakan suatu pengelompokan keluarga (keturunan) berdasarkan garis keturunan Ibu seperti suku pilang, Melayu, Jambak, Caniago, Koto, Bodi, Tanjung, Mandailing, Potopang, Mais, Guci dan lain-lain. 6. Kaum adalah bagian dari suku yang dikelompokan berdasarkan saudara perempuan (keturunan ibu/nenek perempuan/paruik). 7. Matrilineal adalah garis keturunan orang seorang atau badan hukum. 8. Koperasi dengan melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai ekonomi rakyat yang berdasarkan ata azas kekeluargaan (UU Koperasi No. 25/1992 Bab 1 Pasal 1 ayat 1). 9. Manajemen adalah serangkaian kegiatan/tindakan atau proses untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan malalui kerjasama dengan orang lain (Mustafa Kamal 1987). Tujuan Penulis Adapun tujuan dari penulis adalah untuk menjelaskan dan menganalisis peran koperasi dalam peningkatan pendapatan anggota dan kontribusinya terhadap pembangunan daerah dalam otonomi daerah. Manfaat Penulis

Penulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji secara teoritis dan empiris tentang peranan koperasi dalam pengelolaan potensi sumber daya alam nagari dalam masa otonomi daerah, sehingga dengan informasi yang diperoleh dan disajikan akan memberikan suatu masukan pemikiran dan solusi alternatif dalam pengelolaan tanah ulayat yang sering menjadi problrm ditingkat masyarakat, antara masyarakat dengan Negara, dan ini juga akan bermanfaat untuk para aktifis koperasi, pemerintah dan masyarakat Indonesia pada umumnya serta masyarakat Minangkabau pada khususnya dalam menghadapi otonomi daerah. Metode Penulisan Penulisan makalah ini merupakan kajian yang bersifat empiris dan kajian kepustakaan yang bersumber dari buku-buku, jurnal-jurnal koperasi dan media massa sebagai leteratur dalam bidang koperasi dan sosial ekonomi masyarakat Sumatera Barat. Disamping itu tulisan ini juga ada kaitannya dengan hasil penelitian lapangan (Observasi) dalam Inventarisasi kekayaan Nagari Sumatera Barat sejak bulan Juni hingga Desember 2000. Pembahasan 1. Nagari Dalam Perspektif Sosial dan Ekonomi

Nagari di Sumatera Barat adalah kesatuan sosial utama yang dominan yang menjadi ciri khas masyarakat Minangkabau adalah dengan System kekeluargaan matrialineal, nagari merupakan kesatuan masyarakat otonomi. Ini merupakan republik mini dengan teritorial yang jelas bagi anggota - anggotanya, mempunyai pemerintahan sendiri dan mempunyai adat sendiri yang mengatur tata kehidupan masyarakat yang lebih demokratis dari pada kerajaan. Berbicara tentang nagari, persepsi kita jangan sama dengan lembaga adat lain yang feodal dan otoriter. Dimasyarakat Minangkabau nagari merupakan suatu sistem yang memiliki nilai-nilai demokratis, katakanlah filsafah " Bulek Aia dek pembuluh bulek kato dek mufakat " (Bulat air karena pembuluh dan bulat kata karena musyawarah dan mufakat). Demikian juga atau dalam pembagian kerja (Job Description), telah ada falsafahnya, dimana seluruh manusioa berguna dan bisa bekerja sesuai dengan keahliannya "Urang Lumpuah penghuni rumah, urang pakakpembunyia badia, urang buto paambui lasuang" (Orang lumpuh penghuni rumah, orang tuli pembunyi bedil dan orang buta penghembus lesung). Pola kepemimpinan nagari juga menggunakan pola dengan "Rapek Penghulu" (Rapat Penghulu), Kerapatan Adat Nagari dilakukan untuk menentukan kebijakan dan aturan yang akan diberlakukan di masyarakat nagari (Chatra : 1999 : 17). Dalam teritorial nagari bisa dikenal dengan hutan tinggi dan hutan rendah. Hutan tinggi adalah wilayah nagari yang terdiri dari hutan rimba yang belum dibuka, termasuk rawa-rawa dan payapaya. Sedangkan hutan rendah adalah sawah, ladang, kebun dan tanah perumahan serta pekarangan dan semua tanah yang telah diolah oleh keluarga atau pribadi dan semuanya ini dimiliki secara komunal (Manan : 1995 :240). Dalam persoalan investasi, tanah ulayat inilah yang selalu menjadi persoalan di Sumatera Barat. Sering kali persoalan-persoalan ini menjadi sumber konflik sebagai mana yang terjadi di kecamatan Kinali, kecamatan Pasaman dan kecamatan Sungai Beremas di kabupaten Pasaman

Propinsi Sumatera Barat. Pada tahun 1990an di PAsaman dilakukan invstasi besar-besaran dalam perkebunan kelapa sawit dengan sistem plasma, kira-kira sebanyak 10% dari perkebunan seluruhnya. Dari hail investigasi dan observasi, penulis dibeberapa nagari di Sumatera Barat, khususnya di kabupaten Pasaman persoalan ini muncul karena beberapa faktor diantaranya adalah : 1. Dalam pengukuran lahan yang akan diolah oleh pengusaha perkebuna melalui pola PIR-BUN (Perkebunan Inti Rakyat) tidak melibatkan seluruh komponen masyarakat, yakni seluruh penghulu-penghulu nagari dan cerdik pandai, alim ulama yang merupakan kepemimpinan kolektif nagari, sehingga dalam pengukuran adakalanya dimasukan lahan pertanian yang sudah diolah oleh penduduk dan terjadinya praktek-praktek sehat dalam proses administrasi penyelesaian tanah ulayat nagari umpamanya penyogokan terhadap datuk (penghulu) tertentu. 2. Pihak perusahaan pengelola proyek PIR-BUN tidak memberikan konpensasi dalam bentuk kebun atau pendapatan lain untuk masyarakat nagari yang dijanjikan sebelum proyek perkebunan dilakukan. 3. Tanah sewa (ERPAH 24) Penjajahan Belanda yang disewa kepada Ninik Mamak (Penghulu/ Datuak) nagari sebelum merdeka, kemudian setelah merdeka tanah tersebut diambil oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai tanah Negara. Namun dipihak nagari , tanah ini adalah milik ulayat nagari, seperti yang ada di nagari talu dan sundatar di kabupaten Pasaman. Ketiga persoalan ini sering menjadi sumber konflik yang terjadi di tengah masyarakat dan antara masyarakat dengan negara, maka untuk memecahkan persoalan ini sering kali dilakukan dengan menggunakan pendekatan hukum positif. Namun justru dalam pemecahan ini timbul konflik dimana masyarakat selalu dirugikan, karena memang masyarakat minang tidak terbiasa dengan jalur administrasi dalam bentuk surat (dokumen tertulis), tetapi melalui pola hukum yang berlaku secara oral (mulut kemulut) dengan cerita dari perspektif asal usul. Pembuktian secara hukum positif ini menjadi sebuah kelemahan karena tidak ada hitam diatas putih sebagai penguat. Untuk itu muncul alternatif solusi dengan pendekatan cultura, yakni disesuaikan dengan adat istiadat masyarakat setempat, dimana kepemilikan tanah ulayat ini dimiliki secara bersama oleh masyarakat nagari baik ditingkat nagari, suku dan paruik (Induk/Ibu/Keluarga). Dalam pemberdayaan dan pengoptimalan tanah ulayat dalam bentuk lahan kosong, rimba, dan rawa-rawa ini perlu modal dan investasi yang cukup besar. Persoalannya adalah masyarakat tidak memiliki modal untuk mengolah lahan tersebut, maka terpaksa dilakukan investasi oleh pihak lain (Investor Luar) untuk masa yang akan datang dan prinsip dengan mekanisme kerja yang ada di koperasi, peran koperasi sangat penting dalam pemberdayaan dan pengolahan tanah ulayat di Sumatera Barat. Koperasi sebagai sebuah kelembagaan ekonomi pada dasarnya adalah badan usaha yang dimiliki secara bersama oleh anggota. kekuasaan di koperasi bukan ditentukan oleh jumlah modalnya dikoperasi tetapi satu orang satu suara dengan prinsip "One Man One Vote" dalam pengambilan keputusan koperasi bertujuan sepenuhnya untuk kesejahteraan anggota maka disini kecocokan koperasi sebagai kelembagaan ekonomi modern dengan kelembagaan dan prinsipprinsip cultural nagari di Minangkabau, persoalannya kemudian adalah bagaimana koperasi bisa

melakukan dan mengambil peran itu secara baik dan terarah serta tetap mengedepankan penghargaan terhadap kelembagaan yang ada dinagari dan pengakuan secara bersama atas kepemilikan dan pengelolaan koperasi. Maka dalam pengelolaan koperasi haruslah dilakukan secara partisipatif dari masyarakat yang dimiliki oleh berbagai suku dan kaum di nagari. Strategi Koperasi Dalam Pengelolaan Tanah Ulayat Pada penjelasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa tanah yang ada dalam batas nagari adalah milik masyarakat bagari yang terdiri dari tanah hutan tingi dan hutan rendah, dalam pendekatan kependudukan hutan tinggi ini digunakan untuk tanah cadangan yang digunakan untuk menampung pertumbuhan pendududk. Sedangkan hutan rendah digunakan untuk penanaman tumbuhan muda, tua, perumahan dan pekarangan rumah, jalan, tempat ibadah dan lain-lain dan kadang-kadang ini disebut dengan tanah ulayat kaum. (Manan : 1995 : 34). Tanah ulayat dalam bentuk ulayat tinggi ini adalah tanah rimba yang belum pernah diolah masih dalam bentuk hutan belantara, danau, batang air, dan perbukitan. Dalam kondisi sekarang inilah yang menjadi objek pengerukan oleh Investor local dan investor luar untukHPH, Perkebunan, Perumahan untuk developer (Pengembang) dan tambak-tambak ikan. Sedangkan tanah ulayat rendah ini dimanfaatkan untuk pertanian muda seperti sawah dan ladang perumahan dan pekarangan rumah dalam bentuk kolam ikan. Kalau kita lihat tanah ulayat tinggi sebagai kepemilikan bersama masyarakat nagari di Sumatera Barat masih tergolong besar jumlahnya termasuk Tanah ulayat yang belum dikelola dengan baik seperti dalam bentuk tanah kosong, lahan kritis yang paling banyak salah satu contoh lahan kosong terdapat di kecamatan mapattungul kabupaten Pasaman hingga hari ini mencapai lebih kurang 300.000 Ha dimana daerah ini merupakan perbukitan-perbukitan yang masih rimba murni dan bekas ladang berpindah-pindah penduduk setempat.yang ditumbuhi padang ilalang dan rumput-rumputan yang tidak produktif. Maka koperasi sebagai badan usaha bisnis dapat melakukan aktifitas dalam bentuk pemanfaatan Tanah ulayat dengan berbagai jenis usaha seperti perkebunan, pertanian, peternakan, industri dan agro wisata seperti yang dibuat dikota batu malang dalam bentuk perkebunan jeruk, manggis, salak dan lian-lain. Koperasi yang sudah ada sekarang perlu melakukan reformasi dalam hal kelembagaan, pengelolaan usaha, kepengurusan dan organisasi, KUD yang selama ini ada didesa yang merupakan bagian dari nagari perlu melakukan kajian-kajian sesuai dengan kondisi nagari yang ada, seharusnya memang koperasi yang ada sekarang melakukan perbaikan organisasi dengan cara melakukan musyawarah secara bersama dengan di masyarakat nagari untuk mengkonversi KUD menjadi Koperasi nagari yang dimiliki secara bersama (komunal) oleh masyarakat nagari sehingga potensi dalam bentuk Tanah ulayat bisa dikelola secara optimal oleh masyarakat nagari secara bersama tanpa menimbulkan konflik antar masyarakat. dimana koperasi dalam hal modal dan kelembagaan diakui sangat diharapkan. Kemudian persoalan-persoalan yang muncul terutama berkaitan dengan komunikasi dan pemahaman yang berbeda terhadap pola yang dilakukan, namun solusinya perlu kearifan dan konsistensi pengurus yang ada sekarang untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat dan anggotanya.

Penulis berkeyakinan bahwa sesungguhnya dengan nilai-nilai idiologis dan prinsip-prinsip koperasi yang ada, tidak akan mengalami hambatan untuk mengsosialisasikan koperai sebagai badan usaha kepada masyarakat nagari, namun tantangannya bagaimana pengurus bisa mengkomunikasikan ini secara baik dengan masyarakat. Untuk koperasi yang kan didirikan, maka ini akan lebih menarik karena timbul partisipasi dan dinamika masyarakat untuk berkembang secara mandiri untuk mengolah kapital natural yang sudah ada untuk dikembangkan secara optimal secara bersama. Setelah proses pengakuan (legitimasi) oleh masyarakat nagari terhadap koperasi telah berjalan dengan baik, maka proses selanjutnya adalah bagaimana mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang menjadi potensi ekonomi nagari bisa dikelola dengan baik. Potensi tersebut adalah dalam bentuk Tanah ulayat dan anggota berperan sebagi pemilik (investor), tenaga kerja dan pasar (konsumen) dari hasil-hasil olahan produksi koperasi. Ketiga faktor penting ini merupakan suatu kekuatan bagi koperasi untuk hidup di Ranah Minang secara berkelanjutan. Ketika pengakuan dan kepercayaan masyarakat muncul, maka bagaimana pengurus sebagai pemegang amanah bisa menjalankan amanah dengan baik. Dalam pengelolaan koperasi di nagari, penulis menawarkan beberapa langkah kerja : 1. Perencanaan pendirian atau pengakuan KUD menjadi koperasi Nagari (KOPENA). Proses perencanaan pendirian koperasi nagari baik dalam bentuk pendirian baru atau mengkonversi KUD yang ada sekarang menjadi koperasi nagari diperlukan partisipatif, artinya melibatkan secara aktif semua komponen masyarakat, mulai dari tahap perencanaan pendirian, perumusan visi, misi dan tujuan koperasi serta perumusan kelembagaan koperasi nagari. Secara konstitusi koperasi muaranya adalah lahirnya draft anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi. Kemudian pemerintah dalam hal ini dinas koperasi berfungsi sebagai fasilitator dan mediator dalam proses tersebut tapi tidak terlalu dipaksakan dengan target waktu. Biarkan proses pemahaman masyarakat berjalan secara alamiah dan terarah tanpa harus dipaksakan dengan berbagai keinginan external masyarakat. Setelah proses pemberian kesadaran, pengetahuan dan pengalaman dilakukan, maka mulailah melakukan beberapa langkah kerja melalui musyawarah masyarakat nagari dengan agenda menetapkan pendirian koperasi atau menjadikan KUD sebagai koperasi nagari. Dalam kesempatan ini penulis menawarkan langkah kerja pendirian koperasi tersebut sebagai berikut : a. Pembentukan kelompok-kelompok petani berdasarkan suku atau kaum (paruik) dalam suku. Disetiap nagari minimal ada 3 sampai 5 buah suku : Piliang, Melayu, Caniago, Bodi, Koto. Kelompok tani berdasarkan suku yang dipimpin oleh ketua kelompok suku yakni penghulu suku / mamak induak (datuk) karena mamak itu berfungsi sebagai pembimbing kemenakan maka beliau lah yang dipercaya menjadi ketua kelompok suku. Masing-masing suku memiliki bidang garapan atau tanah ulayat untuk diolah sebagai lahan perkebunan atau jenis usaha lain. b. Penggabungan Kelompok, Dari kelompok-kelompok suku tersebut dilakukan penggabungan sehingga terbentuklah koperasi nagari. Maka proses selanjutnya adalahj bagaimana menjalankan Koperasi secara profesional dengan mengkombinasikan beberapa faktor penting. Yang jelas dinagari telah ada potensi nagari dalam bentuk tanah ulayat, batang air,

hutan, rimba, lahan kritis, laut, danau, rawa, peninggalan2x sejarah, tambak, sawah, ladang, dengan berbagai hasil-hasil produksi masyarakat seperti : kayu, pasir, batu, padi, ikan, jagung, sayuran, hasil tenun dan lain sebagainya. 2. Manajemen Pengelolaan Koperasi Nagari.

Pengaturan dan pengelolaan koperasi seharusnyua dilakukan secara professional, dengan fungsi-fungsi manajemen dan pengkombinasikan skill-skill yang ada baik skill teknikal maupun skill manajerial. Dalam kegiatannya koperasi perlu melakukan pengaturan dalam manajemen keanggotaan dan pengurus (SDM), manajemen usaha (teknis), manajemen keuangan dan permodalan serta manajemen pemasaran. Manajemen Sumber Daya Manusia Keanggotaan Keanggotaan koperasi nagari bersifat sukarela dan terbuka bagi warga negara, karena warga minang sangat egaliter, orang suku non minang pun bisa menjadi cucu dan kemenakan salah satu suku di minangkabau dengan istilah ("kemenakan malakok") Anggota kopersi dikelompokan berdasarkan kaum dalam sukuyang dibimbing oleh penghulu suku. Dalam pengaturan keanggotaan, biasanya disetiap suku ada dua kelompok yakni urang sumando (laki-laki yang nikah ke suatu suku) sebagai kepala keluarga yang mengolah harta keluarga dan ninik mamak (anak laki-laki dari suku tersebut). Dalam keluarga mamak berfungsi sebagai pembimbing kemenakan. Maka dalam kelompok itu peran mamak kembali diperkuat dan memang secara sosiologis masyarakat minang masih mengakui kewibawaan, peran dan fungsi mamak dalam keluarga . Pengurus dan Pengawas Pengurus dan Pengawas koperasi adalah anggota yang dipilih oleh anggota dalam rapat anggota koperasi. Kepemimpinan koperasi harus dilakukan secar kolektif antar seluruh komponen yang ada, baik itu kelompok (suku), kelembagaan adat seperti penghulu, alim (imam, khatib, bilal) dan cerdik pandai nagari. Kemudian untuk menjalankan operasional koperasi, maka ditunjuklah beberapa manajer yang dipilih dari cerdik pandai nagari seperti anak nagari yang telah menyelesaikan pendidikannya keperguruan tinggi atau yang memiliki keahlian dan keterampilan professional dalam usaha yang akan dijalankan koperasi. Untuk menjaga konsistensi dan kelanjutan koperasi yang didirikan, maka perlu ada program pencerdasan dalam bentuk program pendidikan dalam konteks umum dan pendidikan profesional dalam bentuk keterampilan baik kepada anggota maupun kepada pengurus. Manajemen Usaha (Teknis) Dari tema dan penjelasan sebelumnya di ranah minang ada sebuah potensi nagari yang sudah dikelola, tapi belum tepat pengelolaannya dalam bentuk PIR-BUN dan lain-lain. atau tanah ulayat yang belum dikelola sama sekali seperti seperti dalam bentuk lahan-lahan kosong yang ditumbuhi dengan rumput-rumputan, atau lahan kritis yang sebenarnya bisa dikelola. Dalam

pengelolaan tanah ulayat disetiap suku / kelompok, serta teknisnya masing-masing suku membagi ulayat kaum kepada anak, cucu dan kemenakan, sedangkan produk dihasilkan desrahkan sepenuhnya kepada masing-masing suku / kelompok. Untuk tahap awal anggota/ masyarakat nagari masih membutuhkan barang-barang konsumsi sehari-hari, maka koperasi memprioritaskan kebijakannya dalam pemenuhan kebutuhan anggota. Untuk itu perlu dilakukan dipersifikasi (penganekaragaman) produk koperasi di nagari, sehingga satu kelompok menghasilkan produk untuk kelompok lain dan sebaliknya. seperti contoh Kelompok A menanam "sayur lobak" maka kelompok lain menanam tanaman "padi". Namun jika koperasi atau kebutuhan masyarakat telah sampai pada masa konsumsi tinggi atau telah maju maka kegiatan usahanya diarahkan kesektor industri, jasa dan pemenuhan bahan baku atas industri tersebut, seperti usaha perabot, maka kelompok lain bergerak pada usaha pengambilan kayu dan pengiriman. Manajemen Keuangan dan Permodalan Dalam halnya koperasi nagari sudah dijelaskan, bahwa sudah ada suatu potensi dalam bentuk modal tanah ulayat seperti rimba, tanah kosong, batang air, perbukitan, pegunungan yang bisa dikelola secara bersama. Namun tentunya harus ada modal kerja untuk menjalankan usaha bisnis tersebut maka ada dua sumber yang bisa digunakan yaitu : (1). Modal Sendiri, yakni modal yang bersumber dari anggota yang terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib anggota dalam menetukan besaran nominal yang harus diberikan oleh anggota, harus berdasarkan kemampuan anggota. Namun perlu diperhatikan, untuk saat ini diharapkan partisipasi aktif anggota, karena dalam usaha ini anggota akan menggantungkan kebutuhan ekonomisnya kepada koperasi. Disamping itu masih ada sumber lain seperti dalam bentuk modal donasi/bantuan dari pemerintah daerah atau bantuan dari rantau, karena minang sebagian besar anak nagari usia produktif banyak yang merantau, akan tetapi masih memiliki hubungan kultural dan emosional dengan masyarakat Sumatera Barat. (2). Modal asing adalah sejumlah modal yang bersumber dari pinjaman utang jangka pendek atau jangka panjang baik dari anggota maupun dari luar anggota. Untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan koperasi, maka perlu kebijakan kredit dari pemerintah daerah melalui Bank Nagari dan BPR- Nagari , BRI atau modal penyertaan (modal ventura) (PT Sarana Sumatera Barat Ventura). Bantuan modal ini dapat mendukung berbagai program yang dilakukan oleh nagari, seperti eksploitasi dan pemanfaatan sumber daya alam nagari. (3). Manajemen Keuangan, dalam pengelolaan keuangan, koperasi nagari harus memiliki suatu sistem akuntansi yang diterapkan secara baku dengan berpedoman pada standar akuntansi koperasi (keuangan) yang telah ditetapkan IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia). Sistem pencatatan disesuaikan dengan kebutuhan koperasi dengan rasional jenis usaha, volume usaha dan kegiatan usaha yang dijalankan. Operasionalisasinya dilakukan oleh tenaga-tenaga profesional yang ditunjuk dan dipilih oleh pengurus koperasi nagari. Manajemen Pemasaran

Pemasaran diartikan sebagai suatu proses usaha untuk memudahkan barang dan jasa dari lokasi produsen ke konsumen akhir, maksud dari proses usaha tersebut adalah proses pabrikan atau produsen dapat mencapai tujuannya yaitu memuaskan pembeli atau konsumen (Sukamdiyo : 1996). Kalau kita balik pada proses usaha koperasi nagari diatas, bahwa ada koperasi nagari yang berada pada masa transisi dari tradisional ke modern, dan ada pula koperasi nagari berdiri pada masyarakat modern. Tradisional dalam arti bahwa produksi yang akan dijalankan masih bersifat produksi primer dalam bentuk bahan baku untuk proses pabrikase atau dalam bentuk hasil-hasil hutan dan hasil pertanian tradisional.Pada koperasi ini pemasaran produk diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat nagari dan kelebihannya dijual ke luar nagari . Proses selanjutnya diarahkan untuk ditingkatkan manjadi usaha bersifat produksi dalam bentuk jasa dan industri kecil rumah tangga. Jika koperasi nagari berada pada masyarakat modern, dimana tingkat konsumsi masyarakat telah berada pada konsumsi dengan barang-barang hasil industri dan mewah, maka diupayakan pemasaran produk untuk pemenuhan kebutuhan anggota dengan menjual atau membeli barang antar nagari, daerah, dan luar negeri (eksport). Dalam strategi pemasaran tentu produk yang dihasilkan harus berorientasi pada pasar (marked oriented). Dalam hal ini penulis menawarkan paradigma baru dalam praktek transaksi di koperasi dengan sistem " menjual dan membelikan" maksudnya adalah koperasi difungsikan sebagai agen untuk menjualkan produk atau jasa yang dibutuhkan oleh anggota, dan membelikan produk atau jasa yang dibutuhkan anggota. Untuk jasa ini koperasi di berikan komisi sekian persen yang harus ditetapkan dalam rapat anggota. Dengan paradigma dan strategi ini minimal akan mengurangi kerakusan koperasi sebagai penjual untuk mendapatkan keuntungan dan sebagai pembeli akan mengurangi rasa ingin menekan untuk mencari keuntungan, sebagai upaya meningkatkan prestasi pengurus, dan SHU tinggi yang dilaporkan kepada anggota dalam rapat anggota. Dengan strategi ini koperasi, tidak perlu menyediakan modal kerja yang besar dalam pengelolaan koperasi tetapi cukup dengan modal kepercayaan yang harus dijaga secara baik oleh pengurus koperasi. Dalam proses pengelolaan faktor-faktor produksi dan mengkombinasikan antara tanah ulayat, masyarakat nagari (tenaga kerja) dan investasi, maka minimal dalam proses ini akan menimbulkan usaha-usaha baru di nagari seperti perkebunan, sekolah, pertanian, tarnbak, kolam, penggemukan sapi, tempat rekreasi dan lain-lain. Dengan adanya usaha-usaha tersebut rnaka akan menimbulkan barang atau jasa di koperasi yang bisa dijual kepada masyarakat sendiri atau dibeli oleh orang lain. Kita mungkin tidak akan perlu lagi mengimpor sapi dari Australia, gandum dari Amerika serikat, kedelai dari Brazil. Secara praktis dilapangan ada beberapa peluang pendirian dan pengembangan koperasi nagari, seperti masyarakat petani garnbir di kabupaten 50 kota, selama ini petani gambir mengolah lahan dan memasarkan basil gambir dengan sendiri-sendiri, atau bekerja sarna dengan para pedagang perseorangan (lintah darat). Produk garnbir yang dihasilkan tidak optimal sehingga pendapatan petani juga tidak seimbang dengan pekerjaan yang dilakukan, begitu pula halnya dengan pemasaran getah gambir.

Seringkali dipermainkan oleh pedagang, terutarna dalam penentuan harga jual, sementara harga sebenarnya tetap tinggi di pasar internasional. Dalam pemasaran getah garnbir ini, para pedagang dan exportir gambir mengekspor ke India, Singapura dan Inggris. Kalaulah koperasi bisa bermain, maka sangat besar peran yang bisa dijalankan untuk membantu kesejahteraan masyarakat, tentunya peran koperasi tersebut dimulai dari kemauan secara bersama dari masyarakat nagari untuk mernecahkan persoalannya, melalui sebuah kelembagaan dalarn bentuk badan hukum koperasi. Koperasi bisa rnelakukan usaha dalam hal pengembangan pengelolaan lahan pertanian, proses produksi (pengampoan) gambir dan pemasaran gambir, dan pengembangan produk gambir menjadi produk setengah jadi atau jadi. Kenapa MustikaRatu harus mernbeli gambir dari Singapura sebesar Rp. 100.000/Kg, sementara di Padang hanya Rp. 8.500,- /Kg .masih banyak lagi contoh peluang dan potensi nagari yang bisa dikelola oleh masyarakat dalam masa otonomi daerah di berbagai nagari di Surnatera Barat. Data terakhir 2001, terdapat 450 buah nagari yang akan menjadi pemerintahan nagari di Sumatera Barat, yang memiliki kekayaan fisik dan non fisik ( kelembagaan adat, adat istiadat, kesenian dan aturan nagari). Sebagai contoh lain dalam hal potensi hutan rimba, koperasi masyarakat nagari Muaro Sei Lolo di kabupaten Pasaman, selama ini kayu- kayu yang ada kebanyakan hanya ditebang dan kemudian dibakar oleh para penduduk untuk dijadikan lahan perkebunan dan lahan padi berpindah-pindah, maka kedepan ini bisa dikelola dengan baik dimana basil hutan bisa dimanfaatkan secara bersama oleh masyarakat dalam bentuk koperasi dan lahan tersebut kemudian diolah dengan baik dengan mempertimbangkan aspek lingkungan. Akibat dari berjalannya sektor real (usaha) maka ada berapa dampak ekonomi yang akan muncul yakni timbulnya pekerjaan masyarakat di sektor pertanian dan pemasaran sehingga pendapatan masyarakat bisa ditingkatkan. Dengan demikian akan memberikan kontribusi secara langsung dan tidak langsung terhadap pendapatan asli daerah dalam bentuk retribusi daerah (retribusi pasar / retribsi basil bumi) dan pajak- pajak pemerintah dalam bentuk pajak penghasilan, PKB, PPN dan lain-lain. Asumsi ini dilatarbelakangi karena daya beli masyarakat naik sehingga masyarakat juga akan berbelanja pada barang-barang objek pajak. Koperasi dan Pembangunan Daerah

Ketika Koperasi menjadi kelembagaan ekonomi masyarakat nagari bisa terwujud, maka ini sebuah "starting point" untuk pengembangan ekonomi masyarakat Sumatera Barat kedepan. Kesimpulan ini didasari oleh karena landasan idiologis dan landasan ekonomis koperasi memiliki kelebihan-kelebihan, seperti prinsip-prinsip keadilan, demokratisasi kemandirian, pemberian hasil sisa usaha atas jasa koperasi, kerjasama antar koperasi, (UU Koperrasi no 25/1992). Tinggal bagaimana faktor Eksternal dalam koperasi dan faktor internal sejalan dan sinergis. Antar kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dengan kebijakan dan kepentingan masyarakat banyak yang bisa dimachingkan disesuaikan. Kebijakan kredit koperasi nagari sebagai basis

ekonomi masyarakat, perlu didorong dan dimotivasi melalui kegiatan, pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas personal pengurus dan anggota koperasi, dan menetapkan insentif yang tinggi terhadap personal yang bekerja di sektor koperasi sehingga sumber daya manusia yang berkualitas bisa tertarik masuk ke koperasi dan memberikan kontribusi utama dalam pertumbuhan dan perkembangan koperasi ke depan. Memang selama ini diakui bahwa koperasi selalu dihadapkan dengan persoalan-persoalan internal seperti permodalan, keterbatasan tenaga manusia yang memiliki skill dan pengetahuan, yang berbasis teknologi dan keilmuan, sehingga persoalan ini perlu distimulus oleh pengambil kebijakan dalam bentuk investasi pada sektor koperasi dan penaikan tarif insentif bagi pekerja di lembaga koperasi. Ketika faktor eksternal (kebijakan) dan faktor internal koperasi telah berjalan secara sinergis, maka munculah koperasi yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat. Persoalnnya adalah bagaimana pula koperasi bisa memberikan kontribusi yang berarti terhadap pembangunan daerah kerja dalam bentuk pembangunan fisik dan mental masyarakat .Disini yang menjadi pokok program dan kegiatan koperasi adalah bagaimana koperasi bisa berarti bagi masyarakat. Pengurus yang memiliki otoritas dan mandat dari Rapat Anggota (RAT) perlu menterjemahkan visi dan tujuan ini dalam bentuk program kerja, dan pengalokasian anggaran dalam bentuk distribusi sisa hasil usaha yang lebih besar untuk sumbangan pembangunan daerah kerja, seperti pembangunan fasilitas umum berupa pendidikan, tempat ibadah, sarana transportasi, rumah sakit, pemeliharaan gedung, peralatan umum, dan sumbangan terhadap sektor pendi- dikan, baik pendidikan dalam bentuk peningkatan kualitas personal pengurus, anggota tidak kalah penting adalah peningkatan kualitas generasi ke depan yakni anak-anak nagari yang berada pada usia sekolah, baik berupa pemberian program beasiswa maupun bantuan dana pendidikan untuk lembaga-lembaga pendidikan umum dan agama di nagari dan Sumatera Barat secara umum atau SHU ini dapat merupakan sumber pendapatan daerah dalam APBD karena semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat berperan untuk menciptakan sisa hasil usaha, dan mekanisme ini tentu menjadi kekuasaan dan wewenang dalam Rapat Anggota Tahunan Koperasi.

Related Documents


More Documents from "tembus 001"

Catatatn Dpshp.docx
August 2019 6