Penurunan Bbm Di Indonesia

  • Uploaded by: iil
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Penurunan Bbm Di Indonesia as PDF for free.

More details

  • Words: 974
  • Pages: 6
Analisis Dampak Penurunan BBM di Indonesia

Berbicara mengenai penurunan BBM yang dilakukan secara bertahap oleh pemerintah mulai Kamis tanggal 15 january pukul 00.00 WIB menurunkan harga premium dan solar bersubsidi. Harga premium akan turun Rp 500 menjadi Rp 4.500 dari sebelumnya per 15 Desember 2008 sebesar Rp 5.000 per liter dan solar turun Rp 300 dari Rp 4.800 menjadi Rp 4.500. Namun kebijakan Pemerintah menurunkan harga premium dan solar pada akhir tahun 2008 dan awal 2009 ini dinilai beragam oleh masyarakat. Sebagian besar masyarakat tentu menyambutnya dengan gembira karena hal ini diharapkan dapat menurunkan harga komoditas, baik barang maupun jasa, di pasaran. Harapan masyarakat luas, ketika harga BBM telah diturunkan, maka produsen/pedagang mau menurunkan harga produk atau komoditi dagangannya. Sayangnya ada indikasi bahwa para penjual barang dan jasa berkeberatan untuk menurunkan harga produk barang dan jasanya. Berbagai media telah memberitakan masalah penolakan ini, misalnya, ORGANDA menolak atau berkeberatan atas rencana Pemda DKI untuk menurunkan tariff angkutan umum Dilihat dari segi kebijakan publik, keputusan Pemerintah SBY-JK dapat dikatakan menerapkan sistem harga berfluktuasi, mengikuti fluktuasi harga minyak mentah dunia. Ketika harga minyak mentah dunia naik, Pemerintah menaikkan harga BBM dalam negeri, misalnya pada tanggal 1 Oktober 2005 dan 24 Mei 2008. Demikian juga sebaliknya, ketika harga minyak mentah dunia turun seperti sekarang ini, Pemerintah mengikutinya dengan menurunkan pula harga BBM untuk konsumsi domestik.

Saya melihat penurunan tersebut memang memberikan tambahan “energi” bagi pengusaha dalam menjalankan usahanya, namun, dari segi masyarakat daya beli memang bertambah tapi tidak akan signifikan, ini tidak lain disebabkan karena harga-harga barang lainnya yang telah naik tidak mau turun, sebagai contoh: tarif angkutan yang tidak diturunkan dengan alasan harga onderdil yang juga tidak turun, demikian seterusnya. Terakhir ORGANDA menyatakan bahwa tarif akan diturunkan sekitar 5% atau rata-rata sekitar Rp.200,00 tapi per 1 Januari 2009 yang menurut saya terlalu lambat untuk dilakukan, karena bisa saja harga BBM kembali berfluktuatif yang menyebabkan kebijakan tersebut kembali lagging. Hingga sekarang ini penurunan BBM ketiga kalinya ini, kurang berdampak apa-apa karena belum atau tidak dapat mendorong penurunan di sektor lainnya. Alasan pihak ORGANDA untuk tidak ikut melakukan penurunan tarif angkutan menurutnya kontribusi BBM pada operasi angkutan itu tidak lebih dari 30%. Komponen lain yang berpengaruh signifikan adalah harga suku cadang, beban retribusi dan aneka pungutan liar. Agar ada pengaruhnya terhadap penurunan tarif, Organda meminta Pemerintah memberikan harga khusus BBM untuk angkutan umum yang bebeda dengan kendaraan pribadi. Hal ini pada akhinya justru akan membebankan masyarakat. Dilihat dari segi politik pemerintah SBY-JK melakukan penurunan harga ini untuk menarik dukungan rakyat menjelang Pemilihan Umum tahun 2009. Menurut saya kebijakan ini merupakan salah satu upaya untuk dapat mempertahankan kursi SBY-JK di pucuk pemerintahan sampai tahun 2014. Belum lama setelah harga premium resmi diturunkan, terjadi kelangkaan gas elpiji di sebagian besar daerah terutama di Propinsi Jawa Barat.

Kinerja pemerintah paling banyak disorot di kasus ini karena pemerintah dianggap tidak dapat memberikan jawaban yang diinginkan oleh masyarakat. Sebut saja pihak YLKI menilai pemerintah tidak siap dengan rencana kebijakannya sendiri untuk melaksanakan konversi energi. Kasus kelangkaan elpiji dan minyak tanah semakin membuka sikap kritis dari lawan-lawan politiknya dengan mengkaitkan kinerja pemerintah terhadap upaya politik (kampanye) di tahun 2009. Kekhawatiran muncul karena sikap dari lawan-lawan politik ini semakin mudah untuk diterima atau diserap oleh masyarakat sehingga beresiko akan menjatuhkan popularitas politik di tahun 2009. Pemerintah (SBY-Kalla) tidak memiliki banyak pilihan kecuali mengambil langkah untuk menyelamatkan popularitas politiknya sendiri. Semula pemerintah berniat akan menurunkan lagi harga premium dan ditambah menurunkan harga solar pada bulan Januari 2009 nanti. Di luar kebiasaan manajemen pemerintah, harga premium diturunkan lagi setelah dua minggu sebelumnya sudah diturunkan. Apalagi kali ini ditambahkan dengan menurunkan harga solar. Dalam situasi mendadak seperti ini, perlu kembali dipertanyakan bagaimana cara kerja dan pola manajemen energi yang dilakukan oleh pemerintah. Ketika menurunkan harga premium di awal bulan Desember 2008, pihak pemerintah sesungguhnya dapat langsung menurunkan menjadi Rp 5.000/liter ditambahkan dengan menurunkan harga solar. Dalam dua minggu ada selisih Rp 500/liter untuk harga premium. Jika dikalikan dengan banyaknya premium yang terjual, bisa dibayangkan seberapa besar pemerintah mendapatkan keuntungan dari selisih harga tadi. Jika selisih harga tadi tidak bisa dijelaskan, maka dapat diambil kesimpulan apabila pemerintah tidak becus dalam mengelola energi sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat.

Jadi menurut saya harga premium pada saat Rp 5.500 per liter, sudah tidak disubsidi lagi oleh pemerintah. Sebaliknya pemerintah justru untung Rp 1.000 per liter. Sehingga seharusnya harga premium menjadi Rp 4.500 per liter. Dan melakukan penurunan secara mencicil menjadi Rp 4.500 per liter tidak memberi dampak positif yang signifikan. Kemudian bandingan dengan harga bensin di beberapa negara anggota OPEC saat itu. Di Venezuela harganya hanya Rp 460/liter, di Saudi Arabia Rp 1.104/liter, di Nigeria Rp 920/liter, di Iran Rp 828/liter, di Mesir Rp 2.300/liter, dan di Malaysia Rp 4.876/liter. Rata-rata pendapatan per kapita di negara-negara tersebut lebih tinggi dari kita. Sebagai contoh Malaysia sekitar 4 kali lipat dari negara kita. Penurunan harga BBM yang signifikan diharapkan mampu memberikan stimulus sektor transportasi menurunkan biaya angkutan transportasi umum, sehingga sektor riil bisa bergairah kembali di tengah keterpurukan ekonomi dunia. Begitu juga sektor industri bisa tumbuh kembali sehingga kekhawatiran terjadinya PHK besar-besaran di tahun 2009 tidak terjadi. Dengan melihat kenyataan yang tidak sesuai harapan ini terlihat jelas pihak yang dirugikan adalah masyarakat khususnya pengguna rutin angkutan umum dan juga masyarakat kecil karena kebutuhan pokok lainnya masih bertahan dalam harga yang tinggi. Pihak yang diuntungkan adalah pemerintah karena merupakan ajang untuk mengambil simpati masyarakat pada Pemilu yang akan datang. Kemudian pihak yang diuntungkan lagi adalah pihak transportasi umum karena mereka untung di dua aspek yaitu dalam penurunan harga BBM dan juga tarif angkutan yang masih tinggi. Diharapkan adanya kebijakan yang tegas dalam mengatur segala permasalahan yang ada sehingga kepentingan masyarakat tetap menjadi tujuan utama bukan menjadi objek dari spekulasi yang merugikan masyarakat.

Analisis Dampak Penurunan BBM di Indonesia (Tugas UAS Ekonomi Teknik)

Disusun Oleh : Fadillah

(05/186614/TK/30947)

JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2008

Related Documents

Bbm
May 2020 30
Bbm
November 2019 48
Bbm Meja.docx
November 2019 33
Bbm Doc.docx
December 2019 41

More Documents from "titi sitihunah"