A. PENGERTIAN ADRENERGIK Dikatakan obat adrenergic karena efek yang ditimbulkannya mirip perangsangan saraf adrenergic, atau mirip efek neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin ( yang disebut juga noradrenalin dan adrenalin ). Golongan obat ini disebut juga obat simpatik atau simpatomimetik yaitu zat – zat yang dapat menimbulkan ( sebagian ) efek yang sama dengan stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung – ujung sarafnya. Kerja obat adrenergic dapat dikelompokkan dalam 7 jenis yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, serta kelenjar liur dan keringat. Penghambatan organ perifer : otot polos usus, bronkus dan pembuluh darah otot rangka Perangsangan jantung : dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi Perangsangan SSP : misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan, aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan Efek metabolic : misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis dan penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak Efek endokrin : misalnya modulasi sekresi insulin, rennin, dan hormone hipofisis Efek prasinaptik : dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan neurotransmitter NE atau Ach ( acetyl colin ). Adrenergic dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik kerjanya di sel – sel efektor dari organ – ujung, yakni reseptor-alfa dan reseptor-beta. Perbedaan antara kedua jenis reseptor didasarkan atas kepekaannya bagi adrenalin, noradrenalin ( NA ), dan isoprenalin. Reseptor-alfa lebih peka bagi NA, sedangkan reseptor-beta lebih sensitive bagi isoprenalin. Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologisnya yaitu dalam alfa1 dan alfa-2 serta beta-1 dan beta-2.Pada umumnya stimulasi dari masing-masing reseptor itu menghasilkan efek-efek sebagai berikut :
· ·
· ·
Alfa-1 : menimbulkan vasokonstriksi dari otot polos dan menstimulasi sel-sel kelenjar dengan bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat. Alfa-2 : menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenegis dengan turunnya tekanan darah. Mungkin pelepasan ACh di saraf kolinergis dalam usus pun terhambat sehingga antara lain menurunnya peristaltic. Beta-1 : memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung ( efek inotrop dan kronotop ). Beta-2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
Lokasi reseptor ini umumnya adalah sebagai berikut : · alfa-1 dan beta-1 : postsinaptis artinya lewat sinaps di organ efektor · alfa-2 dan beta-2 : presinaptis dan ekstrasi-naptis yaitu dimuka sinaps atau diluarnya antara lain dikulit otak,rahim,dan pelat-pelat darah. Reseptor-a1 juga terdapat presinaptis. Contoh Obat Adrenergik antara lain : 1. Epinefrin 2. Norepinefrin 3. Isoproterenol 4. Dopamin 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Dobutamin Amfetamin Metamfenamin Efedrin Metoksamin Fenilefrin Mefentermin Metaraminol Fenilpropanolamin Hidroksiamfetamin Etilnorepineprin
1. EPINEFRIN Epinefrin merupakan prototype obat kelompok adrenergic. Zat ini dihasilkan juga oleh anak-ginjal dan berperan pada metabolisme hidrat-arang dan lemak. Adrenalin memiliki semua khasiat adrenergis alfa dan beta, tetapi efek betanya relative lebih kuat ( stimulasi jantung dan bronchodilatasi ). a. Mekanisme Kerja Farmakodinamika Pada umumnya pemberian epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi saraf adrenergic. Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitter pada saraf adrenergic adalah NE. Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh darah dan otot polos lain. · Jantung, epinefrin mengaktivasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu jantung dan jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif epinefrin pada jantung. Epinefrin mempercepat depolarisasi fase 4, yakni depolarisasi lambat sewaktu diastole, dari nodus sino-atrial ( SA ) dan sel otomatik lainnya, dengan demikian mempercepat firing rate pacu jantung dan merangsang pembentukan focus ektopik dalam ventrikel. Dalam nodus SA,
epinefrin juga menyebabkan perpindahan pacu jantung ke sel yang mempunyai firing rate lebih cepat. Epinefrin mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi, mulai dari atrium ke nodus atrioventrikular ( AV ). Epinefrin juga mengurangi blok AV yang terjadi akibat penyakit, obat atau aktivitas vagal. Selain itu epinefrin memperpendek periode refrakter nodus AV dan berbagai bagian jantung lainnya. Epinefrin memperkuat kontraksi dan mempercepat relaksasi. Dalam mempercepat denyut jantung dalam kisaran fisiologis, epinefrin memperpendek waktu sistolik tanpa mengurangi waktu diastolic. Akibatnya curah jantung bertambah tetapi kerja jantung dan pemakaian oksigen sangat bertambah sehingga efisiensi jantung ( kerja dibandingkan dengan pemakaian oksigen ) berkurang. Dosis epinefrin yang berlebih disamping menyebabkan tekanan darah naik sangat tinggi juga menimbulkan kontraksi ventrikel premature diikuti takikardia ventrikel dan akhirnya fibrilasi ventrikel. · Pembuluh darah, efek vascular epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler, tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan ginjal mengalami konstriksi karena dalam organ – organ tersebut reseptor α dominan. Pembuluh darah otot rangka mengalami dilatasi oleh epinefrin dosis rendah, akibat aktivasi reseptor β 2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada epinefrin dibandingkan dengan reseptor α. Epinefrin dosis tinggi bereaksi dengan kedua jenis reseptor tersebut. Dominasi reseptor α di pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah. Pada waktu kadar epinefrin menurun, efek terhadap reseptor α yang kurang sensitive lebih dulu menghilang. Efek epinefrin terhadap reseptor β2 masih ada pada kadar yang rendah ini. Dan menyebabkan hipotensi sekunder pada pemberian epinefrin secara sistemik. Jika sebelum epinefrin telah diberikan suatu penghambat reseptor α, maka pemberian epinefrin hanya menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Gejala ini disebut epinefrin reversal yaitu suatu kenaikan tekanan darah yang tidak begitu jelas mungkin timbul sebelum penurunan tekanan darah ini, kenaikan yang selintas ini akibat stimulsai jantung oleh epinefrin. Pada manusia pemberian epinefrin dalam dosis terapi yang menimbulkan kenaikan tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi menimbulkan peningkatan aliran darah otak. Epinefrin dalam dosis yang tidak banyak mempengaruhi tekanan darah, meningkatkan resistensi pembuluh darah ginjal dan mengurangi aliran darah ginjal sebanyak 40%. Ekskresi Na, K dan Cl berkurang volume urin mungkin bertambah, berkurang atau tidak berubah. Tekanan darah arteri maupun vena paru meningkat oleh epinefrin meskipun terjadi konstriksi pembuluh darah paru, redistribusi darah yang berasal dari sirkulasi sistemik akibat konstriksi vena – vena besar juga berperan penting dalam menimbulkan kenaikan tekanan darah paru. Dosis epinefrin yang berlebih dapat menimbulkan kematian karena adema paru. · Pernapasan, epinefrin mempengaruhi pernapasan terutama dengan cara merelaksasi otot bronkus melalui reseptor β2. efek bronkodilatasi ini jelas sekali bila sudah ada kontraksi otot polos bronkus karena asma bronchial, histamine, ester kolin, pilokarpin, bradikinin, zat penyebab
anafilaksis yang bereaksi lambat dan lain – lain. Disini epinefrin bekerja sebagai antagonis fisiologik. Pada asma, epinefrin juga menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel – sel mast melalui reseptor β2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor α1. · Proses Metabolik, epinefrin menstimulasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka melalui reseptor β2, glikogen diubah menjadi glukosa-1-fosfat dan kemudian glukosa-6-fosfat. Hati mempunyai glukosa-6-fosfatase tetapi otot rangka tidak, sehingga hati melepas glukosa sedangkan otot rangka melepas asam laktat. Epinefrin juga menyebabkan penghambatan sekresi insulin akibat dominasi aktivasi reseptor α2 yang menghambat, terhadap aktivasi reseptor β2 yang menstimulasi sekresi insulin. Sekresi glucagon ditingkatkan melalui reseptor β pada sel α pancreas. Selain itu epinefrin mengurangi ambilan glukosa oleh jaringan perifer, sebagian akibat efeknya pada sekresi insulin, tapi juga akibat efek langsung pada otot rangka. Akibatnya terjadi peningkatan kadar glukosa dan laktat dalam darah dan penurunan kadar glikogen dalam hati dan otot rangka. Epinefrin melalui aktivasi reseptor β meningkatkan aktivasi lipase trigliserida dalam jaringan lemak, sehingga mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Akibatnya kadar asam lemak bebas dalam darah meningkat. Efek kalorigenik epinefrin terlihat sebagai peningkatan pemakaian oksigen sebanyak 20 sampai 30% pada pemberian dosis terapi. Efek ini terutama disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak, yang menyediakan lebih banyak substrat untuk oksidasi. Efek utamanya terhadap organ dan proses – proses tubuh penting dapat diikhtisarkan sebagai berikut : · Jantung : daya kontraksi diperkuat ( inotrop positif ), frekuensi ditingkatkan ( chronotrop positif ), sering kali ritmenya di ubah. · Pembuluh : vasokontriksi dengan naiknya tekanan darah. · Pernapasan : bronchodilatasi kuat terutama bila ada konstriksi seperti pada asma atau akibat obat. · Metabolisme ditingkatkan dengan naiknya konsumsi O2 dengan ca 25%, berdasarkan stimulasi pembakaran glikogen ( glycogenolysis ) dan lipolysis. Sekresi insulin di hambat, kadar glukosa dan asam lemak darah ditingkatkan.
Farmakokinetik
· Absorbsi, pada pemberian oral, epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absorbsi lambat karena vasokontriksi local, dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorbsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan IM. Pada pemberian local secara inhalasi, efeknya terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi, terutama bila digunakan dosis besar.
· Biotransformasi dan ekskresi, epinefrin stabil dalam darah. Degradasi epinefrin terutama terjadi dalam hati terutama yang banyak mengandung enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan lain juga dapat merusak zat ini. Sebagian besar epinefrin mengalami biotransformasi, mula – mula oleh COMT dan MAO, kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan atau konyugasi, menjadi metanefrin, asam 3-metoksi-4-hidroksimandelat, 3-metoksi-4-hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk konyugasi glukuronat dan sulfat. Metabolit – metabolit ini bersama epinefrin yang tidak diubah dikeluarkan dalam urin. Pada orang normal, jumlah epinefrin yang utuh dalam urin hanya sedikit. Pada pasien feokromositoma, urin mengandung epinefrin dan NE utuh dalam jumlah besar bersama metabolitnya. b. Indikasi Terutama sebagai analepticum, yakni obat stimulan jantung yang aktif sekali pada keadaan darurat, seperti kolaps, shock anafilaktis, atau jantung berhenti. Obat ini sangat efektif pada serangan asma akut, tetapi harus sebagai injeksi karena per oral diuraikan oleh getah lambung. c. Kontraindikasi Epinefrin dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat β-bloker nonselektif, karena kerjanya yang tidak terimbangi pada reseptor α1pembuluh darah dapat menyebabkan hipertensi yang berat dan perdarahan otak. d. Efek samping Pemberian epinefrin dapat menimbulkan gejala seperti gelisah, nyeri kepala berdenyut, tremor, dan palpitasi. Gejala – gejala ini mereda dengan cepat setelah istrahat. Pasien hipertiroid dan hipertensi lebih peka terhadap efek – efek tersebut maupun terhadap efek pada system kardiovaskular. Pada pasien psikoneuretik epinefrin memperberat gejala – gejalanya. 2. NOREPINEFRIN Norepinefrin adalah derivate tanpa gugus-metil pada atom-N. neurohormon ini khususnya berkhasiat langsung terhadap reseptor α dengan efek fasokontriksi dan naiknya tensi. Efek betanya hanya ringan kecuali kerja jantungnya ( β1 ). Bentuk-dekstronya, seperti epinefrin, tidak digunakan karena ca 50 kali kurang aktif. Karena efek sampingnya bersifat lebih ringan dan lebih jarang terjadi, maka norepinefrin lebih disukai penggunaannya pada shok dan sebagainya. Atau sebagai obat tambahan pada injeksi anastetika local.
a.
Mekanisme Kerja
Farmakodinamika NE bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah bila dibandingkan dengan epinefrin. NE mempunyai efek β1 pada jantung yang sebanding dengan epinefrin, tetapi hampir tidak memperlihatkan efek β2. Infus NE pada manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolic, tekanan sistolik, dan biasnya juga tekanan nadi. Resistensi perifer meningkat sehingga aliran darah melalui ginjal, hati dan juga otot rangka juga berkurang. Filtrasi glomerulus menurun hanya bila aliran darah ginjal sangat berkurang. Reflex vagal memperlambat denyut jantung, mengatasi efek langsung NE yang mempercepatnya. Perpanjangan waktu pengisian jantung akibat perlambatan denyut jantung ini, disertai venokonstriksi dan peningkatan kerja jantung akibat efek langsung NE pada pembuluh darah dan jantung, mengakibatkan peningkatan curah sekuncup. Tetapi curah jantung tidak berubah atau bahkan berkurang. Aliran darah koroner meningkat, mungkin karena dilatasi pembuluh darah koroner tidak lewat persarafan otonom tetapi dilepasnya mediator lain, antara lain adenosin, akibat peningkatan kerja jantung dan karena peningkatan tekanan darah. Berlainan dengan epinefrin, NE dalam dosis kecil tidak menimbulkan vasodilatasi maupun penurunan tekanan darah, karena NE boleh dikatakan tidak mempunyai efek terhadap reseptor β2 pada pembuluh darah otot rangka. Efek metabolic NE mirip epinefrin tetapi hanya timbul pada dosis yang lebih besar. b. Indikasi Pengobatan pada pasien shock atau sebagai obat tambahan pada injeksi pada anastetika local. c. Kontraindikasi Obat ini dikontraindikasikan pada anesthesia dengan obat – obat yang menyebabkan sensitisasi jantung karena dapat timbul aritmia. Juga dikontraindikasikan pada wanita hamil karena menimbulkan kontraksi uterus hamil. d. Efek Samping Efek samping NE serupa dengan efek samping epinefrin, tetapi NE menimbulkan peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi. Efek samping yang paling umum berupa rasa kuatir, sukar bernafas, denyut jantung yang lambat tetapi kuat, dan nyeri kepala selintas. Dosis berlebih atau dosis biasa pada pasien yang hiper-reaktif ( misalnya pasien hipertiroid ) menyebabkan hipertensi berat dengan nyeri kepala yang hebat, fotofobia, nyeri dada, pucat, berkeringat banyak, dan muntah.
3. ISOPROTERENOL Obat ini juga dikenal sebagai isopropilnorepinefrin, isopropilarterenol dan isoprenalin, merupakan amin simpatomimetik yang kerjanya paling kuat pada semua reseptor β, dan hampir tidak bekerja pada reseptor α. a. Mekanisme Kerja Farmakodinamika Isoproterenol tersedia dalam bentuk campuran resemik. Infus isoproterenol pada manusia menurunkan resistensi perifer, terutama pada otot rangka, tetapi juga pada ginjal dan mesenterium, sehingga tekanan diastolic menurun. Curah jantung meningkat karena efek inotropik dan kronotropik positif langsung dari obat.pada dosis isoproterenol yang biasa diberikan pada manusia, peningkatan curah jantung umumnya cukup besar untuk mempertahankan atau meningkatkan tekanan sistolik, tetapi tekanan rata – rata menurun. Efek isoproterenol terhadap jantung menimbulkan palpitasi, takikardia, sinus dan aritmia yang lebih serius. Isoproterenol melalui aktivasi reseptor β2, menimbulkan relaksasi hampir semua jenis otot polos. Efek ini jelas terlihat bila tonus otot tinggi, dan paling jelas pada otot polos bronkus dan saluran cerna. Isoproterenol mencegah atau mengurangi bronkokonstriksi. Pada asma, selain menimbulkan bronkodilatasi, isoprotorenol juga menghambat penglepasan histamine dan mediator – mediator inflamasi lainnya.akibat reaksi antigen-antibodi, efek ini juga dimiliki oleh β2-agonis yang selektif. Efek hiperglikemik isoproterenol lebih lemah dibandingkan dengan epinefrin, antara lain karena obat ini menyebabkan sekresi insulin melalui aktivasi reseptor β2 pada sel – sel beta pancreas tanpa diimbangi dengan efek terhadap reseptor α yang menghambat sekresi insulin. Isoproterenol lebih kuat dari epinefrin dalam menimbulkan efek penglepasan asam lemak bebas dan efek kalorigenik. b. Indikasi Digunakan pada kejang bronchi ( asma ) dan sebagai stimulant sirkulasi darah. c. Kontraindikasi Pasien dengan penyakit arteri koroner menyebabkan aritmia dan serangan angina. d. Efek samping Efek samping yang umum berupa palpitasi, takikardi, nyeri kepala dan muka merah. Kadang – kadang terjadi aritmia dan serangan angina, terutama pada pasien dengan penyakit arteri koroner. Inhalasi isoproterenol dosis berlebih dapat menimbulkan aritmia ventrikel yang fatal.
4. DOPAMIN a. Mekanisme Kerja Farmakodinamik Precursor NE ini mempunyai kerja langsung pada reseptor dopaminergik dan adrenergic, dan juga melepaskan NE endogen. Pada kadar rendah, dopamin bekerja pada reseptor dopaminergik D1 pembuluh darah, terutama di ginjal, mesenterium dan pembuluh darah koroner. Stimulasi reseptor D1 menyebabkan vasodilatasi melalui aktivasi adenilsiklase. Infus dopamin dosis rendah akan meningkatkan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus dan ekskresi Na+ . Pada dosis yang sedikit lebih tinggi, dopamin meningkatkan kontraktilitas miokard melalui aktivasi adrenoseptor β1. Dopamin juga melepaskan NE endogen yang menambah efeknya pada jantung. Pada dosis rendah sampai sedang, resistensi perifer total tidak berubah. Hal ini karena dopamin mengurangi resistensi arterial di ginjal dan mesenterium dengan hanya sedikit peningkatan di tempat – tempat lain.dengan demikian dopamin meningkatkan tekanan sistolik dan tekanan sistolik dan tekanan nadi tanda mengubah tekanan diastolic ( atau sedikit meningkat ). Akibatnya dopamin terutama berguna untuk keadaan curah jantung rendah disertai dengan gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dan gagal jantung yang berat. Pada kadar yang tinggi dopamin menyebabkan vasokontriksi akibat aktivasi reseptor α1 pembuluh darah. Karena itu bila dopamin di gunakan untuk syok yang mengancam jiwa, tekanan darah dan fungsi ginjal harus dimonitor. Reseptor dopamin juga terdapat dalam otak, tetapi dopamin yang di berikan IV, tidak menimbulkan efek sentral karena obat ini sukar melewati sawar darah-otak. Fenoldopam merupakan agonis reseptor D1 perifer dan mengikat reseptor α2 dengan afinitas sedang, afinitas terhadap reseptor D2, α1 dan β tidak berarti. Obat ini merupakan vasodilator kerja cepat untuk mengontrol hipertensi berat ( misalnya hipertensi maligna dengan kerusakan organ ) di rumah sakit untuk jangka pendek, tidak lebih dari 48 jam. Fenoldopam mendilatasi berbagai pembuluh darah, termasuk arteri koroner, arteriol aferen dan eferen ginjal dan arteri mesenteric. Masa paruh eliminasi fenoldopam intravena, setelah penghentian 2-jam infuse ialah 10 menit. Efek samping akibat vasodilatasi berupa sakit kepala, muka merah, pusing, takikardia atau bradikardia. Dopeksamin merupakan analog dopamin dengan aktivitas intrinsic pada reseptor D1, D2 dan β2, juga menghambat ambilan katekolamin. Obat ini agaknya memperlihatkan efek hemodinamik yang menguntungkan pada pasien gagal jantung berat, sepsis dan syok. Pada pasien dengan curah jantung rendah, infus dopeksamin meningkatkan curah sekuncup dan menurunkan resistensi vascular sistemik. b. Indikasi Pengobatan pada pasien syok dan hipovolemia. c. Kontraindikasi Dopamin harus dihindarkan pada pasien yang sedang diobati dengan penghambat MAO. d. Efek Samping
Dosis belebih dapat menimbulkan efek adrenergic yang berlebihan. Selama infuse dopamine dapat terjadi mual, muntah, takikardia, aritmia, nyeri dada, nyeri kepala, hipertensi dan peningkatan tekanan diastolic. 5. DOBUTAMIN a.
Mekanisme Kerja
Farmakodinamika Struktur senyawa dobutamin mirip dopamin, tetapi dengan substitusi aromatic yang besar pada gugus amino. Dobutamin merupakan campuran resemik dari kedua isomer / dan d. Isomer / adalah α1-agonis yang poten sedangkan isomer d α1-bloker yang poten. Sifat agonis isomer / dominan, sehingga terjadi vasokontriksi yang lemah melalui aktivasi reseptor α1. Isomerd 10 kali lebih poten sebagai agonis reseptor β daripada isomer / dan lebih selektif untuk reseptor β1 daripada β2. Dobutamin menimbulkan efek inotropik yang lebih kuat daripada efek kronotropik dibandingkan isoproterenol. Hal ini disebabkan karena resistensi perifer yang relative tidak berubah ( akibat vasokontriksi melalui reseptor α1diimbangi oleh vasodilatasi melalui reseptor β2 ), sehingga tidak menimbulkan reflex takikardi, atau karena reseptor α1 di jantung menambah efek inotropik obat ini. Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik yang sebanding, efek dobutamin dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang dibanding isoproterenol, tetapi peningkatan konduksi AV dan intraventrikular oleh ke-2 obat ini sebanding. Dengan demikian, infuse dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas jantung dan curah jantung, hanya sedikit meningkatkan denyut jantung, sedangkan resistensi perifer relative tidak berubah. Farmakokinetik Norepinefrin, isoproterenol dopamine dan dobutamin sebagai katekolamin tidak efektif pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi dengan baik pada pemberian SK. Isoproterenol diabsorpsi dengan baik pada pemberian parenteral atau sebagai aerosol atau sublingual sehingga tidak dianjurkan. Obat ini merupakan substrat yang baik untuk COMT tetapi bukan substrat yang baik unuk MAO, sehingga kerjanya sedikit lebih panjang daripada epinefrin. Isoproterenol diambil oleh ujung saraf adrenergic tetapi tidak sebaik epinefrin dan NE. Nonkatekolamin yang digunakan dalam klinik pada umumnya efektif pada pemberian oral dan kerjanya lama, karena obat – obat ini resisten terhadap COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati sehingga efektif per oral. b. Indikasi Pengobatan pada jantung c. Kontraindikasi Pasien dengan fibrilasi atrium sebaiknya dihindarkan karena obat ini mempercepat konduksi AV.