PENGELOMPOKAN MASALAH SISWA DI SMP N 1 JERUK LEGI CILACAP
Oleh : Sulvia Oktasari
4101408012
Aisyah Eliani
4101408030
Setiawan Wicaksono
4101408031
Dwi Wahyu W
6101404080
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2009
BAB I PENDAHULUAN Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi Kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Ibarat biji mangga bagaimanapun wujudnya jika ditanam dengn baik, pasti menjadi pohon mangga dan bukannya menjadi pohon jambu. Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: (1) pendekatan disiplin dan (2) pendekatan bimbingan dan konseling. Penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya. Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Secara visual, kedua pendekatan dalam menangani siswa bermasalah dapat dilihat dalam bagan berikut ini:
Dengan melihat gambar di atas, kita dapat memahami bahwa di antara kedua pendekatan penanganan siswa bermasalah tersebut, meski memiliki cara yang berbeda tetapi jika dilihat dari segi tujuannya pada dasarnya sama yaitu tercapainya penyesuaian diri atau perkembangan yang optimal pada siswa yang bermasalah. Oleh karena itu, kedua pendekatan tersebut seyogyanya dapat berjalan sinergis dan saling melengkapi. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di SMP Negeri 1 Jeruk Legi, Cilacap, banyak masalah yang dihadapi oleh siswa SMP tersebut, dari mulai terlambat masuk kelas, membolos sampai yang paling pasrah, yaitu hamil diluar nikah. Masalah –masalah yang dihadapi oleh siswa seyogyang dapat di konsultasikan dengan Guru BK terkait. Dapat kita lihat bahwa peran seorang Guru BK sangat dibutuhkan dalam hal ini. Oleh karena itu, seorang guru BK harus dapat mengelompokkan atau mengkategorikan masalah dalam beberapa kelompok. Dalam makalah ini akan dibahas pengelompokan masalah berdasarkan pegelompokan menurut Prayitno agar dalam penanganan masalah siswa dapat mudah diatasi oleh siswa yang bersangkutan dengan dibantu oleh guru BK.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Masalah Kata “masalah” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) berarti sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan). Masalah merupakan sesuatu yang menghambat, merintangi, atau mempersulit seseorang mencapai maksud dan tujuan tertentu (Winkel, 1985). Kondisi bermasalah
dengan
demikian
mengganggu
dan
dapat
merugikan
individu
maupun
lingkungannya. Prayitno (2004a:4) mengungkapkan masalah seseorang dapat dicirikan sebagai “(1) sesuatu yang tidak disukai adanya, (2) sesuatu yang ingin dihilangkan, dan/atau (3) sesuatu yang dapat menghambat atau menimbulkan kerugian, ...”. Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri masalah tersebut dapat dirumuskan bahwa masalah pada diri individu adalah suatu kondisi sulit yang memerlukan pengentasan dan apabila dibiarkan akan merugikan. B. Pengelompokan Masalah Siswa Sebelum kita menginjak pada pengelompokan masalah menurut Prayitno, kita akan membahas sifat hakikat manusia. Sifat hakikat manusia menjadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat antropologi. Hal ini menjadi keharusan oleh karena pendidikan bukanlah sekadar soal praktek melainkan praktek yang berlandasan dan bertujuan. Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan itu sendiri sifatnya normatif. Bersifat filosofis karena untuk mendapatkan landasan yang kukuh diperlukan adanya kajian yang bersifat mendasar, sistematis, dan universal tentang ciri hakiki manusia. Bersifat normative karena pendidikan mempunyai tugas untuk menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia tersebut sebagai sesuatu yang bernilai luhur, dan hal itu menjadi keharusan. Uraian selanjutnya akan membahas pengertian sifat hakikat manusia dan wujud sifat hakikat manusia. Sifat hakikat manusia diartikan sebagai cirri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara manusia dengan hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Pada bagian ini sifat hakikat tersebut akan dibahas lagi dimensi-dimensinya atau ditilik dari sisi lain. Ada 4 macam dimensi yang akan dibahas dan dimensi inilah yang digunakan untuk mengelompokan masalah oleh Prayitno, yaitu:
1. Dimensi Keindividualan Lysen mengartikan individu sebagai “orang-seorang”,sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai pribadi. (Lysen, Individu dan Masyrakat: 4.) Setiap anak manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain, atau menjadi (seperti) dirinya sendiri. Dari hasil observasi didapatkan yang termasuk dalam kelompok ini adalah : tidak yang tidak merasa diperhatikan yang akhirnya mereka atau siswa banyak yang membolos, tidak mengerjakan tugas yang diberikan, sering mencari perhatian dengan melakukan halhal yang negative. 2. Dimensi Kesosialan Setiap bayi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas. Demikian kata M.J Langeveld (M.J.Langeveld,1955:54). Pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap orang dapat saling berkomunikasi yang pada hakikatnya didalamnya terkandung unsur saling memberi dan menerima. Dari hasil observasi, masalah yang termsuk dalam kelompok ini adalah banyak siswa yang kurang dapat berinteraksi dengan siswa yang lain, adanya gank-gank atau kelompok-kelompok siswa yang saling bermusuhan satu dengan yang lain, yang paling banyak terjadi adalah saat KBM para siswa tidak memperhatikan guru dalam mengajar atau tidak ada interaksi antara guru dan siswa. 3. Dimensi Kesusilaan Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi .Akan tetapi, di dalam kehidupan bermasyrakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika di dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu maka pengertiaan susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan yang lebih. Pelcehan-pelecehan yang sering terjadi yang pada umumnya dilakukan oleh siswa putra terhadap siswa putri adalah salah satu dari berbagai permasalahan dari dimensi kesusilaan. Selain itu, kepantasan dalam berpakaian atau seragam adalah yang sekarang umum terjadi di berbagai sekolah terutama pada siswa putri yang menggunakan bawahan diatas lutut lebih dari 10 centimeter.
4. Dimensi Keberagamaan Pada hakikatnya manusia makhluk religius. Sejak dahulu kala, sebelum mengenal agama manusia telah percaya bahwa diluar alam yang dapat dijangkau dengan perantaraan alat indranya, diyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup alam semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi dan mendekatkan diri kepada kekuatan tersebut diciptakanlah mitos-mitos.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Menurut Prayitno, masalah-masalah siswa di sekolah di kelompokan dalam 4 dimensi , yaitu keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagamaan. Dimana keempat dimensi tersebut merupakan dimensi sifat dan hakekat manusia. B. Saran Dalam penanganan masalah siswa, guru harus dapat mengetahui, mengamati, menganalisis, mengelompokan masalah-masalah siswanya kedalam kelompok-kelompok tertentu seperti pengelompokan masalah menurut Prayitno. Masalah-masalah yang dialami siswa di kelompokan menurut sifat hakikat manusia. Yang tujuannya membantu siswa mengatasi masalah yang dihadapinya.
DAFTAR PUSATAKA http://konselingindonesia.com/index.php? option=com_content&task=view&id=123&Itemid=104 http://lunabulan.blogspot.com/2009/05/tugas-resume.html http://pendidikanpapua.blogspot.com/2008/03/bimbingan-dan-konseling-juga-sebuah.html Mugiarso, Heru, dkk. 2006. Bimbingan Dan Konseling. Semarang : UPT MKK Universitas Negeri Semarang