Pengaruh Perubahan Penutup Lahan.docx

  • Uploaded by: PutuIndraAditya
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengaruh Perubahan Penutup Lahan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,753
  • Pages: 8
PENGARUH PERUBAHAN PENUTUP LAHAN (COVER AREA) PADA HUTAN MANGROVE TERHADAP EKOSISTEM DAN EKOWISATA (Studi Kasus Pada Pantai Pesisir Timur Kabupaten Lampung Timur)

1

I Gede Putu Indra Aditya, 2Ahmad Herison

Abstrak Indonesia merupakan negara dengan panjang pesisir pantai terpanjang di dunia yaitu 99.093 kilometer. Namun masih banyak pantai-pantai di Indonesia yang masih mengalami abrasi, hal ini dikarenakan berkurangnya wilaya hutan mangrove. Penenlitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui luasan wilayah yang mengalami perubahan Cover Area. (2) Mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya perubahan Cover Area. (3) Menemukan solusi yang dinilai efektif untuk mengatasi permasalahan yang ada sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas ekosistem dan ekowisata yang ada. Penelitian ini dilakukan selama bulan Okteber 2018, di pesisir timur kabupaten lampung timur. Dari hasil penbelitian yang telah dilakukan menunjukan adanya trend negatif terhadap luas wilayah pantai yang masih terlindunga secara alami dengan mangrove sebagai Cover Area yang dominan. Hal ini dikarenakan meningkatnya aktifitas penduduk di sekitar wilayah hutan mangrove seperti kegiatan tambak, pertanian ataupun pemukiman. Berubahnya tutupan lahan ini akan menimbulkan dampak yang signifikan khususnya pada area yang berkenaan langsung dengan bibir pantai. Oleh karena itu diperlukan solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut sesuai dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1990 mengenai konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya. Kata Kunci : Mangrove, Cover Area, Konservasi, GIS dan Pesisir Lampung Timur.

Abstrac Indonesia is a country with a long coastline that is the world's longest 99,093 kilometers. But there are still many beaches in Indonesia are still experiencing abrasion, this is due to the decline in the region of mangrove forests. Penenlitian aims to: (1) find out the area of a region undergoing change Cover Area. (2) know the impact inflicted due to the occurrence of the change Cover Area. (3) Find the solutions rated effective to address the existing problems in an effort to improve the quality of existing ecosystems and ecotourism. This research was conducted during the months of Okteber 2018, on the East coast of East lampung district. From the results of the penbelitian has been performed showed the existence of a negative trend against the coastal area still terlindunga naturally with the mangrove as the dominant Area of Cover. This is due to the increasing activity of the residents

around the area of mangrove forests such as the activities of the embankment, a farm or settlement. The above-mentioned land cover this will cause a significant impact especially on areas that deal directly with the shore. Therefore needed an alternative solution to overcome these problems in accordance with Act No. 5 of year 1990 concerning conservation of biological resources and their ecosystems. Key words: Mangroves, Cover Area, conservation, and East Lampung Coastal.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Balakang Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu sekitar 99.093 kilometer, karena memiliki garis pantai yang begitu panjang maka Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam aspek bahari. Beberapa aspek yang dapat dikembangkan dengan potensi yang dimiliki tersebut adalah Ekowisata, Perikanan, Pelabuhan dan Ekonomi. Pada eroa globalisasi saat ini, ekowisata menjadi suatu aspek sosial yang saat ini mulai diterapkan oleh pemerintah. Ekowisata adalah suatu kegiatan wisata yang tetap menjaga kelestarian alam dan kesimbangan ekosistem yang ada didalamnya dengan memberdayakan masyarakat yang ada disekitarnya. Ekowisata di suatu daerah dapat menjadi penggerak utama kegiatan perekonomian masyarakat di daerah tersebut, karena memiliki banyak manfaat baik dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial budaya (Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia, 2002). Wilayah garis pantai Indonesia yang begitu panjang, maka potensi ekowisata yang dimiliki oleh Indonesia sangat besar terutama ekowisata pantai. Pemerintah Indonesia saat ini sedang menggiatkan promosi ekowsita pantai di berbagai wilayah di Indonesia. Pengembangan industri wisata merupakan salah satu strategi yang diterapkan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian dan kesempatan kerja masyarakat. Pada tahun 2020, WTO (World Tourism Organization) mempredkisi akan terjadi peningkatan wisatawan dengan pertumbuhan tertinggi di Asia-Pasifik sebsesar 6,5% yang mencapai 1.561,1 juta wisatwan (Budhayana, 2008). Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi ekowisata pantai yang besar adalah wilayah pesisir timur Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan wilayah pesisir timur memilik daya tarik wisata yang tinggi bagi masyarakat dan yang menjadi salah satu alasannya dalah adanya hutan mangrove di wilayah pantai pesisir timur Lampung. Hutan Mangrove adalah ekosistem hutan daerah pantai yang terdiri dari kelomok pepohonan yang dapat hidup dalam lingkungan berkadar garam tinggi. Keberadaan hutan mangrove yang menutupi sekitar 81% pantai Lampung ini memberikan banyak manfaat diantaranya adalah stabilitator kondisi pantai, pencegah abrasi dan intrusi air laut, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan non-akuatik, sebagai sumber bahan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat (Sylva, 2014). B. Masalah Namun potensi tersebut mulai mengalami permasalahan, yaitu terjadinya perubahan tutupan lahan (Land Cover Change). Perubahan tutupan lahan ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyrakat tentang pentingnya keberadaaan

hutan mangrove bagi ekosistem pantai ataupun kelangsungan kehidupan masyarakat di sekitar pantai. Beralih fungsinya hutan mangrove manjadi lahan tambak ataupun pertanian akan memberikan dampak negatif bagi ekosistem sekitar dan bahakan mempengaruhi kualitas ekowisata yang ada di Pesisir Timur Pantai Lampung. Dari data yang telah dikumpulkan, sejak tahun 1973 hingga tahun 2013 terjadi pengurangan luasan hutan mangrove yang ada di pantai pesisir timur lampung. Isu mengenai perubuhan tutupan lahan hutan mangrove di pesisir timur lampung, adalah suatu hal yang sangat penting, namun hingga saat ini belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengkaji tentang dampak atau pengaruh yang ditumbulkan oleh permasalahan tersebut terhadap kualitas ekosistem dan ekowisata yang ada di Pantai Timur Lampung. Maka dalam penelitian ini akan dikaji mengenai dampak yang ditimbulkan oleh Land Cover Change yang terjadi pada hutan mangrove di pesisir pantai timur Lampung terhadap kualitas ekosistem dan ekowisata, sehingga dapat menjadi dasar masyarakat umum untuk memahami mengenai pentingnya keberadaan hutan mangrove untuk keberlangsungan ekosistem. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) memaparkan perubahan tutupan lahan hutan mangrove di sepanjang panti pesisir timur Lampung dari tahun 1973 hingga 2013; (2) menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari perubahan tutupan lahan mangrove; (3) memberikan alternatif solusi bagi masyarakat ataupun pemerintah untuk dapat menjaga kesimbangan ekosistem pantai.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Oktober 2018 dan berlokasi di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Lokasi pantai yang dijadikan rujukan penelitian ini adalah wisata hutan mangrove di Desa Sriminosari, Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Personal Computer dan Global Positioning System (GPS). Dan perangkat lunak yang digunakan adalah Google Maps, Google Earth dan Microsoft Excel 2013. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah : (1) Data pencitraan Landsat path dengan hasil record dari tahun 1973, 1983, 1994, 2004 dan 2013. (2) Data citra dengan google earth untuk memperoleh visualisasi kawasan hutan mangrove yang terbaru. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang telah tersedia (literatur) yang berasala dari skripis, artikel dan jurnal ilmiah yang telah dipublikasikan dan diperoleh dengan cara yang legal. Metode analsisi data primer yang dikumpulkan adalah dengan menggunakan metode grafis, untuk menentukan trend yang terjadi pada perubahan tutupan lahan

(Land Cover Change). Dalam penelitian ini difokuskan untuk melakukan analsisi terhadap literatur (Studi Literatur) yang telah dikumpulkan oleh penulis.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis data primerDari hasil analisis yang dilakukan di Labuhan Maringgai pada kurun tahun 1973-2013, dengan rata-rata interval 10 tahun maka diperoleh visualisasi sebagai berikut.

Gambar 1. Perubahan tutupan hutan mangrove di Labuhan Maringgai dari tahun 1973-2013. Data berikut, merupakan data luasan tutupan hutan mangrove dan presentase perubahannya disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 1. Perubahan luasan tutupan hutan mangrove di Labuhan Maringgai. No.

Tahun

1 2 3 4 5

1973 1983 1994 2004 2013

Luasan Tutupan Hutan Mangrove di Labuhan Maringgai 2373,29 ha 1826,48 ha 626,67 ha 719,35 ha 1166,21 ha

Persentase Perubahan -23,04% -65,69% +14,79% +62,12%

Sumber. Data Primer (2013)

Berdasarkan data primer diatas, maka dapat dibuat grafik trend perubahan tutupan lahan hutan mangrove di Labuhan Maringgai sebagai berikut.

Trend Perubahan Luasan Tutupan Hutan mangrove di Labuhan Maringgai 2500

Luasan Area (ha)

2000 1500 1000 500 0 1970

1975

1980

1985

1990

1995

2000

2005

2010

2015

Tahun

Grafik 1. Trend perubahan luasan tutupan hutan mangrove di Labuhan Maringgai dari tahun 1973 hingga 2013. Berikut adalah hasil pencitraan dengan menggunakan Google Earth, untuk memperoleh visualisasi lebih interaktif mengenai keadaan hutan mangrove saat ini.

Gambar 2. Hasil pencitraan dengan menggunakan Google Earth. Dari data primer yang telah disajikan diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut, sejak tahun 1973 hingga tahun 1994 terjadi penurunan yang sangat signifikan. Namun kemudian luasan tutupan hutan mangrove mulai membaik hingga tahun 2013. Namun luasan hutan mangrove maksimal masih terjadi pada tahun 1973. Hal ini menunjukan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun, secara keseluruhan luasan hutan mangrove di Labuhan Maringgai mengalami penurunan. Ada banyak faktor yang bertanggung jawab atas menurunya luasan tutupan hutan mangrove, faktor yang pertama adalah kurangnya kesadaran masyarakat sekitar tentang pentingnya keberadaan hutan mangrove untuk menjaga keseimbangan

ekosistem pantai. Beralih fungsinya hutan mangrove menjadi area pertambakan, pertanian dan penebangan pohon mangrove untuk dijadikan bahan bangunan merupakan penyebab utama berkurangnya luasan tutupan hutan mangrove yang terjadi saat ini (Belian, 2010). Faktor yang kedua adalah kurangnya upaya pemerintah untuk melakukan kegiatan konservasi hutan mangrove, sehingga kerusakan mangrove yang telah terjadi belum dapat di tangani dengan baik. Faktor ketiga adalah perilaku wisatawan yang kurang menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan di hutan mangrove, hal ini dilihat dengan banyak sampah yang dibuang dengan sembarangan. Perilaku wisatawan seperti ini tentunya akan mengakibatkan berkurangnya kualitas ekowisata di hutan mangrove Labuhan Maringgai. B. Dampak Perubahan Tutupan Hutan Mangrove Terhadap Ekosistem Dampak yang ditimbulkan akibat perubahan tutupan hutan mangrove di Labuhan Maringgai, tentunya akan berdampak secara langsung pada kesimbangan ekosistemnya. Pemanfaatan hutan mangrove yang tidak memperhatikan pelestarian akan memunculkan permasalahan ekologis, antara lain adalah terjadinya ketidakseimbangan ekosistem, pencemaran serta hilangnya biota laut dikawasan pantai. Hutan mangrove juga memiliki peran untuk menyaring atau filtrasi terhadap bahan-bahan yang bersifat polutanyang berasal dari rumah tangga, limbah industri ataupun tumpahan minyak (Pramudji, 2002). Dampak yang terjadi sebagai akibat dari kerusakan hutan mangrove dijelaskan oleh Snedaker dan Getter (1985) dalam ilustrasi berikut.

Gambar 3. Dampak Lingkungan akibat kerusakan mangrove di sekitar pantai. Selain itu kerusakan hutan mangrove akan meningkatkan degredasi pantai akibat abrasi oleh gelombang air laut, hal ini terjadi karena tidak adanya mangrove yang berfungsi untuk meredam energi gelombang yang terjadi sehingga abrasi dapat dikurangi.

C. Dampak Perubahan Tutupan Hutan Mangrove Terhadap Ekowisata Selain mempengaruhi ekosistem, perubahan tutupan lahan mangrove juga mempengaruhi kualitas ekowisata yang ada di hutan mangrove Labuhan Maringgai tersebut. Daya dukung hutan mangrove adalah kemampuan sumberdaya hutan mangrove dalam mempertahankan fungsi dan kualitasnya tanpa mengurangi kemampuan memberi fasilitas pelayan berupa rekreasi alam (Soerianegara, 1993). Metode yang dikenal untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam adalah konsep daya dukung kawasan (DDK).

Related Documents

Penutup
May 2020 22
Penutup
November 2019 32
Penutup
July 2020 23
Penutup
October 2019 34
27 Penutup
November 2019 23

More Documents from ""