PENERAPAN LEARNING ORGANISATION DALAM ORGANISASI PEMERINTAH DALAM MENJAWAB PERUBAHAN LINGKUNGAN Disadur dan disusun oleh : Fajar Iswahyudi, SE.1
PENDAHULUAN Sejak dahulu manusia sudah diberi julukan sebagai “zoon politicon” (mahluk yang hidup berkelompok), yang mengandung makna bahwa manusia selalu menginginkan hubungan-hubungan dengan orang lain (Winardi, 2003). Dalam melakukan hubungannya dengan orang lain itulah maka manusia hidup dalam organisasi. Mulai dari entitas yang paling kecil yakni keluarga sampai dengan yang besar Negara atau bahkan dunia. Namun hal ini bukanlah satu-satunya alasan mengapa manusia hidup berorganisasi. Herbert G. Hicks (1972) menyatakan organisasi dapat dikatakan sebagai “…An Organisation is a structured process in which persons interact for objectives”. Seperti apa yang dikatakan oleh Hicks (1972) organisasi di isi oleh individu-individu yang memiliki tujuan masing-masing. Terlepas dari tujuan tersebut sama atau pun berbeda satu dengan yang lainnya. Sebagai wujud konkretnya ada;ah organisasi yang telah menjadi salah satu instrument yang dipergunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya (social reason). Sebagai contohnya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan maupun papan manusia tidak sanggup menyediakan semua sendiri di jaman yang modern ini. Manusia membutuhkan bantuan dari manusia lain untuk memenuhinya. Alasan yang lain adalah adanya kebutuhan-kebutuhan yang hanya dengan organisasi manusia dapat mencapainya (material reason). Sebagai contohnya adalah penyediaan kebutuhan akan jasa-jasa keamanan, kesehatan, pertahanan dan lain sebagainya. Herbert G. Hicks (1972) yang dikutip oleh Winardi (2003) pernah menyatakan bahwa organisasi bersifat sangat variable. Yang membuat organisasi dapat menjadi objek yang diatur oleh individu maupun entitas didalamnya. Dan pada saat yang lain organisasi dapat menjadi subjek yang mengatur individu yang ada didalamnya. Organisasi juga dapat bersifat fleksibel sehingga banyak bentuk organisasi yang berkembang sampai dengan saat ini. Beberapa diantaranya adalah Organisasi Formal, Organisasi Informal, Organisasi Primer, Organisasi Sekunder (Hicks, 1972) dan bentuk-bentuk yang lainnya. Organisasi Formal memiliki ciri sebagai berikut memiliki suatu struktur yang terumuskan dengan baik, menerangkan hubungan otoritasnya, kekuasaan, akuntabilitas dan tanggung jawabnya dengan baik. Struktur yang ada juga menerangkan bagaimana bentuk saluran-saluran, melalui apa komunikasi berlangsung. Organisasi formal menunjukan tugas-tugas terspesifikasi bagi anggotanya. Hirarki sasaran-sasaran organisasi bersifat formal dan dinyatakan secara eksplisit. Status, prestise, imbalan, pangkat dan jabatan, serta prasyarat lain terurutkan secara baik dan terkendalikan (Winardi, 2003). Salah satu contoh organisasi yang bersifat formal adalah Organisasi Pemerintah. Organisasi Pemerintah saat ini menghadapi tantangan yang tidak dapat disepelekan. Menurut Philips J. Cooper (1998) di dalam bukunya yang berjudul “Public Administrator for Twenty First Century” seperti yang dikutip oleh Utomo (2005) tantangan yang dihadapi oleh Organisasi Pemerintah sebagai Administrator Publik terdiri dari: diversity, 1
Pelaksana Sub Bagian Kepegawaian dan Umum PKP2A III LAN Samarinda
1
accountability privatization, civil society, democrazy, decentralization, reengineering and The Empowering Effect of High Technology. Sedangkan Hughes (1994) dalam bukunya “Management and Public Administratrator” lebih jernih memandang tantangan. Menurutnya seperti yang dikutip oleh Utomo (2005), challenges, opportunities and directions in a number issues on public administrator as: The Culture Milieu of Public Administration; Crisis/Disaster Management; Strengthening of Local Level Institututions; Promoting Accountability in Public Management; Human Resources Development; The Impact of Technology of Public Administration; Managing Economic and Technology Interindepencies. Organisasi Pemerintah saat ini juga mengalami perubahan lingkungan eksternal dan internal yang cukup signifikan. Perubahan lingkungan organisasi ini juga dialami oleh organisasi yang bergerak pada sektor swasta, sektor swadaya masyarakat dan sektor-sektor lainnya. Pergeseran yang cukup signifikan dirasakan pada saat terjadinya pergeseran era pemerintahan yang cukup radikal. Diawali dengan era proklamasi ditahun 1945-an kemudian era revolusi (orde lama) ditahun 1960-an kemudian era orde baru 1970-an dan terakhir era reformasi tahun 1998-an sampai dengan sekarang. Perubahan-perubahan lingkungan yang di alami Organisasi Pemerintah sendiri mengharuskan Organisasi Pemerintah yang terstruktur secara horizontal dan vertical melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri menjadi keharusan jika tidak ingin dilibas oleh perubahan itu sendiri. Dan kemampuan Organisasi Pemerintah untuk menjawab semua tantangan saat ini dan kedepan menjadi salah satu item yang harus dimiliki oleh Organisasi Pemerintah. Untuk mewujudkannya Organisasi Pemerintah membutuhkan konsep konkrit yang menjadi jurus dalam melakukan dan menaklukan perubahan. Yang salah satunya adalah Learning Organisation. Learning Organisation bukanlah konsep baru dalam tema pengelolaan organisasi. Konsep yang mulai dikenal di awal tahun 1990-an ini memberikan sedikit pencerahan terhadap perubahan dan tantangan yang dihadapi oleh Organisasi Pemerintah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Namun konsep ini hanya berhenti ditataran wacana dan perdebatan para ahli perilaku organisasi baik didalam maupun diluar negeri. Tulisan singkat ini diharapkan menjadi salah satu jalan keluar bagaimana menerapkan konsep Learning Organisation khususnya dalam Organisasi Pemerintah.
ORGANISASI PEMERINTAH DAN LINGKUNGANNYA Organisasi sebagai suatu bentuk kehidupan dalam masyarakat juga mengalami perubahan. Organisasi memiliki bentuk yang dinamis. Organisasi sebagai bentuk dan hubungan yang mempunyai sikap yang dinamis, dalam arti organisasi itu selalu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Organisasi mengalami perubahan karena organisasi selalu menghadapi berbagai macam tantangan. Tantangan itu timbul akibat dari perubahan lingkungan. Yang dimaksud dengan lingkungan organisasi adalah keseluruhan faktor yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi (Wursanto, 2003). Lingkungan organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam yakni lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan Internal adalah lingkungan yang ada dalam organisasi itu sendiri dan memberikan pengaruh terhadap proses dan kegiatan yang di lakukan oleh organisasi. Sedangkan, lingkungan eksternal yang berada diluar organisasi dan memberikan pengaruh 2
terhadap proses dan kegiatan yang di lakukan oleh organisasi. Lingkungan internal merupakan lingkungan yang secara individu maupun entitas didalam organisasi dapat dikendalikan oleh organisasi. Sebaliknya lingkungan ekstenal merupakan lingkungan yang secara individu maupun entitas tidak dapat dikendalikan oleh organisasi itu sendiri. Walaupun pengertian terakhir akan menjadi bias bagi Organisasi Pemerintah. Karena tidak jarang melalui beberapa peraturan dan kebijakan Organisasi Pemerintah dapat mempengaruhi lingkungan eksternal. Lingkungan internal dan eksternal organisasi tidak dapat di pungkiri memiliki kekuatan-kekuatan yang cukup signifikan dalam memberikan pengaruh kepada Organisasi Pemerintah. Berikut beberapa analisis mengenai analisis lingkungan internal dan lingkungan eksternal khususnya dikaitkan dengan kekuatannya dalam Organisasi Pemerintah.
LINGKUNGAN INTERNAL Lingkungan internal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah keseluruhan faktor yang ada didalam organisasi yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi. Faktor-faktor intern yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi menurut Wursanto (2003) antara lain: perubahan kebijaksanaan pimpinan; Perubahan tujuan; Pemekaran/perluasan wilayah operasi organisasi; volume kegaiatan yang bertambah banyak; tingkat pengetahuan dan ketrampilan dari para anggota organisasi Berbagai ketentuan baru yang berlaku di organisasi. Salah satu elemen yang cukup penting fungsinya adalah pengelola organisasi. Pengelola organisasi bertugas untuk menjalankan fungsi pemanfaatan sumberdaya yang ada dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Ada beberapa penyebutan nama yang berbeda tentang pengelola organisasi ini. Pengelola organisasi dalam sebuah organisasi non profit disebut pengurus, dalam organisasi profit disebut manajemen dan dalam Organisasi Pemerintah disebut sebagai Aparatur Negara. Kondisi saat ini memprihatinkan dimana telah terjadi kondisi yang disebut sebagai patologi birokrasi (penyakit-penyakit birokrasi) di kalangan Aparatur Pemerintah. Sehingga Aparatur Pemerintah (individu dalam organisasi) memiliki reputasi sebagai sluggish, cumbersome, swollen, redtape, inefficient, routine, rigid, narrow, arrogance, complex procedures, formal measure dan lain sebagainya yang menyebabkan atau membuat aktivitas pemerintahan atau Organisasi Pemerintah menjadi tidak efektif, tidak efiseien, tidak responsive dan tidak ekonomis Utomo (2005). Utomo (2005) menyatakan bahwa saat ini telah terjadi apa yang disebut sebagai upheaval dan turbulence yang tidak saja memerlukan adanya kesadaran untuk berubah tetapi juga memerlukan interconnection dan interdependence. Dan untuk itu diperlukan integrated approach atau pendekatan yang menyeluruh dari setiap elemen sistem yang ada.
LINGKUNGAN EKSTERNAL Sulit bagi organisasi untuk dapat berdiri sendiri tanpa bantuan dari organisasi lain. Sebagai organisasi, Organisasi Pemerintah juga sangat tergantung dengan organisasi lain di lingkungannya. Elbing (1974) seperti yang dikutip oleh Winardi (2003) melakukan klasifikasi terhadap lingkungan eksternal organisasi. Pertama, komponen aksi langsung.
3
Komponen ini memberikan dampak langsung kepada organisasi. Kedua, komponen aksi tidak langsung. Komponen ini memberikan dampak yang tidak langsung kepada organisasi. Namun dalam kondisi-kondisi tertentu dapat menjadi komponen aksi langsung. Elemen komponen aksi langsung terdiri dari konsumen, pesaing dan rekanan. Dalam Organisasi Pemerintah konsumen adalah pihak-pihak yang menggunakan barang atau jasa sebagai hasil proses produksi Organisasi Pemerintah seperti masyarakat, pengusaha dan lain-lain. Konsumen pengguna jasa Organisasi Pemerintah saat ini menjadi semakin kritis terhadap apa yang mereka dapatkan. Skala kepuasan sebagai dampaknya juga meningkat. Selain itu harapan akan perbaikan Barang atau jasa yang di berikan oleh Organisasi Pemerintah terus menerus di kumandangkan. Tanpa adanya perbaikan yang menyeluruh dari setiap proses produksi Organisasi Pemerintah harapan konsumen Organisasi Pemerintah akan sulit tercapai. Pesaing didifinisikan sebagai produsen lain yang memberikan barang maupun jasa yang sama dengan yang diberikan oleh Organisasi Pemerintah. Baik sebagai barang atau jasa pokok, subtitusi maupun tersier. Dalam beberapa sektor Organisasi Pemerintah masih memonopoli khususnya pada penyediaan barang maupun jasa pokok. Namun sebagai pihak yang berkewajiban untuk menyediakan barang dan jasa kepada konsumennya. Pemerintah juga hendaknya mampu memperbaiki dan memberikan barang maupun jasa yang terbaik untuk konsumennya. Rekanan adalah pihak yang bekerjasama dengan Organisasi Pemerintah dalam menyediakan Barang maupun Jasa bagi konsumen. Organisasi Pemerintah harus mampu melakukan pemilihan dengan tepat dan benar rekanan yang akan dijadikan partner dalam menyediakan barang maupun jasa. Namun dalam prakteknya banyak sekali kasus hukum yang melibatkan Organisasi Pemerintah dan rekanannya. Untuk itu organisasi hendaknya mampu melakukan perbaikan mekanisme maupun sistem dalam memilih rekanan ini. Sedangkan komponen aksi tidak langsung terdiri atas isu-isu yang ikut mempengaruhi organisasi dari luar secara tidak langsung. Isu-isu tersubut diantaranya adalah isu teknologi, isu ekonomi, isu politik dan hukum dan isu kultural dan social. Isu teknologi yang paling hangat saat ini adalah penggunaan Information Technology (IT) dalam Organisasi Pemerintah. Kemajuan IT yang cukup pesat saat ini menuntut Organisasi Pemerintah dapat melakukan adopsi guna mempercepat pencapaian tujuan. Karena IT diyakini dapat memberikan kemudahan-kemudahan dalam melakukan proses bagi Organisasi Pemerintah. Namun penggunaan IT seolah menjadi dua sisi mata uang. Disatu sisi memberikan peluang-peluang maupun terobosan-terobosan dan menjawab persoalan-persoalan ketidakefisienan. Disisi lainnya juga memberikan sebuah persoalan yang perlu dijawab seperti adanya persoalan keamanan, pembajakan kekayaan intelektual, investasi yang cukup besar dan lain sebagainya. Untuk itu Organisasi Pemerintah harus mampu memilih dan memilah produk atau layanan apa saja yang dapat bermanfaat bagi organisasi. Isu ekonomi juga memberikan andil yang cukup signifikan dalam Organisasi Pemerintah. Saat ini ancaman krisis global menjadi isu paling hangat dibicarakan. Dampaknya bagi Organisasi Pemerintah adalah tuntutan untuk lebih efisien dalam melakukan proses pemerintahan. Efisien dapat diartikan sebagai perbandingan terbaik antara hasil yang diharapkan dengan proses yang dilakukan untuk mendapatkan hasil 4
tersebut. Sehingga Organisasi Pemerintah di pandang perlu untuk melakukan review terhadap segala proses maupun kegiatannya untuk mningkatkan efisiensi. Isu politik juga ikut memberikan pengaruh yang cukup besar. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Organisasi Pemerintah telah mengalami perubahan secara dramatis terutama sejak bergulirnya masa reformasi. Dimana banyak Organisasi Pemerintah yang berubah bentuk dari bentuk sebelum masa reformasi. Kondisi ini juga berdampak pada kewenangan dan pengelolaan yang juga berubah dibandingkan masa sebelumnya. Isu terakhir adalah isu mengenai cultural dan social. Isu ini mencakup permasalahan tradisi, kebiasaan dan keyakinan-keyakinan yang ikut mempengaruhi organisasi. “act locally think globally” setidaknya hal ini harus dimiliki oleh Organisasi Pemerintah karena sejak dicanangkannya otonomi daerah konsumen Organisasi Pemerintah terpetakan menurut cirri maupun kekhasan daerahnya masing-masing. Organisasi dituntut untuk memahami budaya dimasing-masing wilayah sebagai salah satu cara memahami konsumennya. Komponen-komponen menurut Winardi (2003) dapat memberikan pengaruh terhadap organisasi melalui dua cara. Pertama, organisasi luar dapat memberikan pengaruh langsung terhadap organisasi, atau pengaruh tidak langsung melalui sebuah komponen aksi langsung. Kedua, komponen-komponen aksi tidak langsung tertentu dapat mempengaruhi iklim di mana organisasi tersebut dapat berfungsi. Kondisi lingkungan internal dan eksternal memberikan tantangan dan persoalan yang harus dijawab dengan cepat dan tepat. Untuk dapat melakukannya Organisasi Pemerintah diharuskan memiliki konsep organisasi. Hampir dua dasawarsa yang lalu para ahli organisasi telah melakukan pembedahan terhadap konsep-konsep organisasi. Sejak konsep Weber-ian sampai dengan konsep re-inventing government dari gabler and osborn. Namun ada sebuah konsep yang cukup menarik yang di kemukakan pada akhir tahun 1980-an yakni Learning Organisation.
SEJARAH LEARNING ORGANISATION Learning Organisation bukan konsep yang benar-benar baru dalam ilmu perilaku organisasi. Diawali oleh tulisan Robert Garratt (1987) yang mengkritisi organisasiorganisasi yang pada saat itu tidak melakukan mekanisme “debat terbuka” untuk membicarakan hal-hal mengenai peraturan dan strategi dalam organisasi. Kondisi ini yang membuat Garratt memberikan julukan “brainless organisation” kepada organisasi tersebut. “Brainless organisation” dapat difinisikan sebagai: “…an unthinking organisation, which was doomed to a long and painful organisational death as it became estranged from its environment and the knowledge, good will and commitment of its workforces”. (Garrat, 1987) Garrat menyimpulkan bahwa brainless organisation adalah kondisi dimana organisasi telah sekarat dikarenakan ketidak tanggapan organisasi terhadaph lingkungan, pengetahuan, komitmen dan niat bagi dari dalam organisasinya. Garrat (1987) menyimpulkan permasalahan utama sehingga timbul “brainless organization” adalah kepemimpinan yang tidak melakukan stimulant terhadap entitas dalam organisasinya untuk melakukan
5
pembelajaran secara berkelanjutan (Learning Organization). Ada dua faktor yang cukup penting dalam mengejawantahkan Learning Organisation yaitu kepemimpinan dan informasi terhadap lingkungan internal dan lingkungan ekstenal organisasi. Satu tahun kemudian Pedler, Burgoyne dan Boydell menulis “Learning Company Report” yang didalamnya memuat nilai-nilai Learning Organisation sekaligus penelitian mengenai bagaimana perusahaan-perusahaan di inggris bekerja dan melakukan proses. Mereka juga memberikan beberapa karakteristik yang oleh Eva Maroga (2006) di golongkan menjadi tiga bagian. Bagian pertama, strategi organisasi yang menggambarkan bagaimana pendekatan learning dalam menyusun strategi dan metode partisipasi dalam membuat peraturan. Bagian kedua adalah struktur organisasi dengan membentuk struktur agar lebih informatif, formatif dalam akuntansi dan control, melakukan pertukaran informasi internal dan pemberian reward yang fleksibel, adanya filter individu dalam organisasi dalam melakukan proses learning dan pembelajaran antar organisasi. Bagian ketiga, kesempatan untuk learning yaitu iklim dan kesempatan yang diciptakan oleh organisasi. Terakhir Peter Senge (1990) dalam bukunya The Fifth Discipline. The Art and The Practice of Learning Organisation. Bagi para prktisi dan manajer pada waktu itu buku ini dinilai fenomenal. Karena dalam buku ini diungkap mengenai teori-teori organisational learning dan teori sitem berfikir yang sangat profokatif dan menginspirasi. Disamping banyaknya kritikan-kritikan yang juga disampaikan oleh para praktisi dan akademisi pada waktu itu. Dua poin penting yang disampaikan oleh Senge (1990) mengenai Learning Organisation sebagai berikut. Pertama, “organisation learn only though individuals who learn. Individual learning does not guarantee organisational learning. But without it no organisational learning occurs”. Senge (1990) berpendapat organisasi belajar ketika individu-individu dalam organisasi itu belajar. Namun, ketika individu belajar tidak menjamin organisasi itu belajar. Individu-individu dalam organisasi adalah elemen penting dalam membentuk Learning Organisation. Namun apa yang di pelajari individu yang bersangkutan ada yang tidak memberikan kontribusi dalam membentuk Learning Organisation secara keseluruhan. Kondisi ini tercipta ketika apa yang di pelajari individu tidak sejalan atau relevan terhadap proses maupun kegiatan organisasi. Kedua, “individual learning, at some level, is irrelevant for organisational learning. But if teams learn, they become microcosm for learning throughout the organisation”. Seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya Senge (1990) berpendapat bahwa kegiatan belajar yang dilakukan individu pada tingkatan-tingkatan tertentu tidak relevan bagi keseluruhan kegiatan sebuah Learning Organisation. Namun, kegiatan belajar individu yang saling dipadukan menjadi kegiatan belajar berkelompok akan menjadi suatu entitas kecil yang penting dalam membentuk Learning Organisation. Individu yang melakukan kegiatan belajar bagi Senge (1990) menjadi elemen penting dalam mendukung terbentuknya Learning Organisation. Sehingga Senge (1990) menyusun lima “disiplin” yang di fokuskan pada individu-individu dalam organisasi. “Disiplin” oleh Senge (1990) dianggap hal yang penting dan hendaknya ada dalam membentuk Learning Organisation.
6
Pertama, Personal Mastery. Sebenarnya individu dan organisasi memiliki tugas masing-masing dalam membentuk Learning Organisation. Individu-individu dalam organisasi bertugas untuk mengembangkan dirinya sendiri melalui cara apapun. Namun pengembangan diri ini hendaknya memiliki arah dan tujuan yang jelas. Organisasi bertugas untuk membentuk lingkungan yang mendukung pengembangan dan pencapaian hasil yang ingin di capai oleh individu tersebut. Esensinya adalah bagaimana mengkombinasikan kebutuhan-kebutuhan pengembangan diri dalam individu yang bersangkutan dengan kebutuhan pengembangan organisasi kedepan. Sehingga terdapat kesamaan arah antara pengembangan diri individu didalam organisasi dan tujuan organisasi. Kedua, Mental Model, organisasi hendaknya membentuk kapabilitas personal individu-individu dalam organisasi sehingga dapat tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dilingkungannya. Esensinya adalah tidak berhenti membentuk kesadaran dan kepekaan di setiap individu-individu dalam organisasi. Namun juga merekam dan mendiskusikan perubahan lingkungan yang dapat memberikan dampak terhadap organisasi. Ketiga, shared vision dimana hendaknya organisasi dapat memberikan pengertian mengenai visi organisasi. Diharapkan dengan adanya shared vision individu dapat mengetahui arah tujuan organisasi kedepan dan menyelaraskannya dengan pengembangan dirinya. Sehingga tidak terjadi kekhawatiran Senge (1990) akan adanya proses pembelajaran yang sia-sia tidak terjadi. Organisasi juga hendaknya membangun komitmen dalam organisasi itu sendiri dengan membentuk cara pandang yang sama antar individu dalam organisasi tentang masa depan organisasi yang diharapkan bersama. Dan organisasi hendaknya juga membentuk peraturan dan ketentuan yang menjadi rambu-rambu untuk mencapainya. Keempat, Team Learning dimana organisasi hendaknya melakukan transformasi kemampuan berfikir individu-individu yang ada di organisasi kedalam kelompokkelompok di dalam organisasi. Sehingga tercapai kemampuan belajar secara berkelompok dibandingkan kemampuan individu yang belajar sendiri-sendiri. Organisasi hendaknya membuka kesempatan-kesempatan untuk melakukan diskusi dan debat mengenai permasalahan-permasalahan strategis dalam organisasi. Kelima, System Thinking atau cara berfikir dan berbicara untuk menjelaskan dan memberikan pengertian mengenai kekuatan dan saling terhubungnya segala sesuatu yang membentuk perilaku dalam system. System thinking membantu kita untuk mencari cara untuk membuat sebuah system menjadi lebih efektif. Organsasi mengembangkan pola berfikir bersama dalam merumuskan sesuatu ataupun memecahkan masalah tanpa melihat struktur organisasi. Kemampuan yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk melihat lebih dalam dan lebih jauh terhadap system yang saat ini dijalankan oleh organisasi.
PENGERTIAN LEARNING ORGANISATION Pedlar, Boydell and Burgoyne (1989) merumuskan Learning Organisation sebagai “An organisation which facilitates the learning of all its members and continuously transforms itself”. Namun pengertian ini bukanlah satu-satunya pengertian. Masih banyak pengertian lain yang tergantung dari bagaimana organisasi yang melakukan adaptasi terhadap konsep Learning Organization (Maroga, 2006).
7
Ortenblad (2002) merumuskan Learning Organisation sebagai “Organisation where individuals learn as agents for the organisation and the knowledge is stored in the organisation memory”. Mayo and Lank (1994) merumuskan Learning Organisation sebagai “a Learning Organisation harnesses the full brain power, knowledge and experience available to it, in order to evolve continually for the benefit of all its stakeholders”. Peter Senge (1990) mengartikan Learning Organisation sebagai “organisation where people continuously expand their capacity to create results they desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning how to learn together”. Atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan organisasi dimana individu-individu didalamnya secara terus menerus memperbesar kapasitasnya untuk menghasilkan sesuatu yang di inginkan. Organisasi dimana pola berfikir yang baru dan luas dipelajari. Organisasi dimana aspirasi kelompok di bebaskan. Dan organisasi dimana individu didalamnya mempelajari bagaimana belajar bersama. Menurut Penulis sendiri Learning Organization adalah sebuah organisasi yang menciptakan suasana penunjang dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi individu didalamnya untuk belajar secara individu dan berkelompok kemudian mengaplikasikan hasil belajarnya kedalam proses maupun kegiatan organisasi. Jadi kegiatan belajar ini tidak berhenti pada sistem maupun mekanisme bagaimana belajar saja. Namun, bagaimana mengaplikasikannya sehingga dapat berguna bagi organisasi. Sumber belajar itu sendiri dapat dari manapun dari intern maupun ekstern.
PERBEDAAN ANTARA LEARNING ORGANISATION DENGAN ORGANISATIONAL LEARNING Sebelum konsep Learning Organisation mengemuka telah ada konsep lain yang menggunakan kosa kata yang hampir sama yaitu Organisation Learning. Dua konsep ini agaknya hampir sama pengertiannya. Apakah benar demikian? Sampai dengan saat ini telah banyak literature yang menggambarkan perdebatan untuk mengetahui apa perbedaan aupun kesamaan mengenai konsep Learning Organisation dengan Organisational Learning. Berikut sedikit penjelasan mengenai debat tersebut yang dikutip dari situs http://www.culturallearningorganisations.net/. Konsep Organisational Learning pertama kali mengemuka pada tahun 1960-an dimana sejumlah pengarang seperti Crozier, Herbst, Simon dan Argyris (Argyris dan Schon, 1996). Pada tahun 1970-an Argyris dan Schon menulis buku berjudul Organisational Learning: A Theory in Action Perspectives yang menjadi inspirasi tulisantulisan Organisation Learning selanjutnya. Pada tahun 1990-an Organisational Learning menjadi konsep organisasi. Kondisi ini dikarenakan pada saat itu banyak organisasi atau perusahaan yang mati sehingga para praktisi dan akademisi mencari cara yang berbentuk konsep yang mampu diaplikasikan dan mendukung organisasi untuk survive (mampu beradaptasi dan melakukan perubahan-perubahan). Organization Learning pada waktu itu di artikan sebagai kemampuan untuk merumuskan kesimpulan dari pengalaman-pengalaman dimasa lampau untuk selanjutnya dipelajari dan diterapkan untuk merubah proses dalam organisasi, sehingga organisasi 8
tersebut dapat melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan dan melakukan inovasi. Organisational Learning hanya berkutat mengenai proses belajar dalam organisasi (Maroga, 2006). Penjelasan lain mengenai Organization Learning di kemukakan oleh Susan Fisher dan Margaret White yang di kutip oleh Kreitner (2006) Fisher dan White mengartikan Organisation Learning sebagai berikut: “Organisational Learning is a reflective process, played out by members at all levels of organization, that involves the collection of information from both the internal environments. This information is filtered through a collective sensemaking process, which results in shared interpretations that can be used instigate action resulting in enduring changes to the organizations behavior and theories in use” Dalam pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Organization Learning dititik beratkan tentang proses belajar dalam organisasi, darimana sumbernya dan bagaimana proses mengintrepelasikannya. Konsep Learning Organisation muncul sejak akhir tahun 1980-an dan baru benarbenar dikenal secara luas setelah Peter Senge pada tahun 1990 mengeluarkan buku The Fifth Discipline. The Art and The Practice of Learning Organisation. Kreitner (2006) menggaris bawahi pengertian Senge yang menggambarkan Learning Organisation: “is one that proactively creates, acquires and transfers knowledge and that changes its behavior on the basis of new knowledge that changes its behavior on the basis of new knowledge and insight” Setidaknya ada tiga hal yang ingin di kemukakan oleh Senge dari catatan Kreitner tersebut. Pertama, sebuah organisasi yang menerapkan Learning Organisation selalu memasok organisasinya dengan ide-ide baru dan informasi baru. Yang bersumber dari lingkungan sekitarnya, pengembangan pegawai dan sumber lain yang relevan. Kedua, pengetahuan mengenai ide dan informasi baru tersebut hendaknya dapat ditransfer ke seluruh elemen dalam organisasi. Ketiga, perilaku organisasi hendaknya berubah sebagai akibat dari pengetahuan baru yang diterima. Perbedaan antara Organisation Learning dengan Learning Organisation berada pada titik transfer pengetahuan dan pengaplikasikan pengetahuan. Dimana sebuah organisasi dapat dikatakan telah mengaplikasikan Learning Organisation ketika pengetahuan yang didapat dapat di transfer ke seluruh elemen organisasi dan telah terjadi perubahan terhadap perilaku organisasi.
PENERAPAN LEARNING ORGANISATION DALAM ORGANISASI PEMERINTAH Kondisi yang dihadapi oleh Organisasi Pemerintah seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya membutuhkan pendekatan konseptual dari segi perilaku organisasi. Sampai dengan saat ini para ahli telah banyak melakukan pengkajian untuk mencari konsep maupun metode yang cocok serta konkrit untuk membentuk sebuah organisasi pemerintah yang diharapkan bersama. Mengapa Learning Organisation? UNPAN (1994) setidaknya menulis setidaknya ada 10 (sepuluh) alasan mengapa harus memilih Learning
9
Organisation: (1) untuk meningkatkan performa; (2) untuk melakukan perubahan performa; (3) untuk memenuhi keinginan konsumen; (4) untuk mendapatkan keunggulan kompetitif; (5) untuk membangun komitmen di lingkungan kerja; (6) untuk mengelola perubahan; (7) untuk kebenaran; (8) karena adanya kesadaran ketergantungan satu dengan yang lain; (9) karena memang adanya keinginan dalam organisasi; dan (10) karena waktu mengingkan. Learning Organisation sampai dengan sekarang lebih banyak diterapkan organisasi profit (Maroga, 2006). Namun tidak menutup kemungkinan konsep ini diterapkan pada organisasi non profit dan formal seperti Organisasi Pemerintah. Salah satu contohnya adalah penerapan Learning Organisation di Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN) Malaysia. INTAN dalam beberapa literature telah menerapkan konsep Learning Organisation sejak tahun 1997 (Yusoff, 2005). Lima “disiplin” yang telah dikemukakan oleh Senge (1990) telah diterapkan dalam organisasi-organisasi yang berorientasi profit. Menilik dari penerapan Learning Organisation di INTAN, Yusoff (2005) mengemukakan bahwa ada beberapa elemen penting dalam sebuah Organisasi Pemerintah jika hendak menerapkan Larning Organisation. Disamping lima “disiplin” yang telah dikemukakan oleh Senge (1990). Elemen pertama, awareness. Aparatur Pemerintah yang menjadi elemen dalam Organisasi Pemerintah hendaknya memiliki kepekaan terhadap lingkungannya dan selalu meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya. Peningkatan kepekaan, kapasitas dan kapabilitas ini dapat dilakukan melalui beberapa cara. Dapat melalui metode pembelajaran yang bersifat formal dan non formal yang dapat bersumber dari manapun. Dapat dilakukan pendekatan terhadap posisi maupun proses yang dilakukan individu dalam organisasi dari sisi yang berbeda seperti dari sisi kreatif dan inovatifnya (Thornhill dan Dijk, 2003). Proses pembelajaran ini hendaknya selalu diselaraskan dengan visi Organisasi Pemerintah sehingga dapat termanfaatkan. Muara dari elemen awareness ini adalah personal mastery , salah satu “disiplin” yang telah dijelaskan oleh Senge (1990) sebelumnya. Sebagai inti dari personal mastery Senge (1990) seperti yang dikutip oleh Thornhill dan Dijk (2003) adalah bagaimana belajar dapat membuat dan menjaga rasa kreatifitas dari para individu di organisasi dalam setiap melakukan fungsinya dalam organisasi. Elemen kedua, building learning culture. “Establishing a Learning Organisation depends on creating a learning culture” (Thornhill dan Dijk, 2003). Untuk mendukung kepekaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya harus didukung oleh lingkungan organisasi. Untuk itu perlu dibangun budaya belajar melalui kesempatan-kesempatan yang diadakan secara formal dan informal maupun dengan memberikan stimulan dalam organisasi agar individu-individu didalamnya dapat saling berinteraksi dan belajar. Untuk membentuk learning culture tidak dapat disamakan dengan mengirimkan individu dalam organisasi ke pelatihan-pelatihan maupun pendidikan-pendidikan formal tanpa melakukan revisi terhadap outcome-nya (Thornhill dan Dijk, 2003). Ada beberapa syarat lain yang perlu diperhatikan untuk membentuk learning culture. Pertama, adanya dukungan untuk mengaplikasikan “right person on the right place and right time”. Tujuannya individu dapat mendalami dan menguasai apa yang dikerjakan. Kedua, posisi atau jabatan dalam organisasi hendaknya tidak menjadi hambatan untuk berinteraksi dalam proses belajar. Dan terakhir adalah penerapan teknologi yang sesuai. Karena teknologi dapat
10
mempercepat proses belajar dalam sebuah organisasi, namun juga sebaliknya dapat menghambat jika penerapannya tidak sesuai. Elemen ketiga, system thinking. 'Systems thinking is a discipline for seeing wholes' (Senge 1990). Pembentukan System Thinking merupakan salah satu unsur pembentuk sebuah Learning Organisation. System thinking merupakan pendekatan dalam melihat setiap proses organisasi. Proses dalam organisasi dilakukan secara utuh yang melibatkan seluruh komponen yang ada didalamnya. Sehingga pola berfikir hendaknya dibangun secara holistic tidak secara parsial. Karena individu-individu didalamnya menjadi satu bagian yang utuh dalam sebuah organisasi. Pemecahan masalah juga hendaknya melibatkan setiap elemen dalam sebuah organisasi. Untuk dapat melakukannya setiap manajer hendaknya perlu melakukan adaptasi terhadap nilai-nilai keterbukaan, transparansi, akuntabilitas dan lain sebagainya sebagai penunjang dari terbentuknya system thinking. Elemen keempat, leadership. Leadership atau kepemimpinan merupakan faktor yang terpenting dalam membentuk sebuah Learning Organisation (Garratt, 1987). Senge (1990) seperti yang diungkapkan oleh Thornhill dan Dijk (2003) “…Learning Organisation requires a new view or leadership”. Pengimplementasian Learning Organisation membutuhkan waktu yang cukup lama dan sumberdaya yang cukup besar. Proses yang panjang dan mahal ini hendaknya perlu disadari oleh Pimpinan Organisasi Pemerintah. Pemimpin Organisasi Pemerintah hendaknya juga mampu memberikan pengertian kepada setiap elemen didalamnya tentang visi, misi dan nilai-nilai organisasi. Sehingga terjadai kesamaan arah dalam melakukan proses. Pemimpin organisasi juga memegang peran kunci dalam membuka kran informasi dalam organisasi. Elemen kelima, empowerment. Kanter (2001) seperti yang dikutip oleh Yusoff (2005) berpendapat “„[e]mployees themselves, more often than not, know what needs to be done to improve operations”. Kondisi ini dapat dibenarkan jika di kaitkan dengan Organisasi Pemerintah bahwa Aparatur yang menangani pekerjaan tertentu mengetahui kelebihan maupun kekurangan dalam pekerjaannya. Hal ini dapat didapatkan dari pengalaman-pengalamannya dalam melakukan operasi. Pemberdayaan diperlukan untuk mengetahui dan mempelajari pengalaman-pengalaman tersebut. Selain itu pemberdayaan juga mencakup penghargaan terhadap masukan-masukan yang bersifat inovatif dan kreatif. Pemberdayaan ini mungkin lebih dikhususkan untuk pekerja-pekerja yang berada di tingkatan bawah yang berhubung langsung dengan konsumen. Mungkin pemberdayaan akan berisiko, namun disisi lain pemberdayaan dapat menjadi sebuah bentuk kepercayaan yang diberikan oleh atasan kepada bawahan.
CONTOH PENERAPAN LEARNING ORGANISASI PEMERINTAH
ORGANISATION
DALAM
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya salah satu Organisasi Pemerintah yang menerapkan Learning Organisation adalah INTAN di Malaysia. The Malaysian National Institute of Public Administration atau INTAN Malaysia memiliki tugas untuk melakukan pelatihan dan pengembangan untuk sumber daya aparatur di Malaysia agar dapat mencapai visi Malaysia 2020. INTAN telah mengaplikasikan
11
Learning Organisation sejak tahun 1997 (Yusoff, 2005). Berikut beberapa catatan mengenai penerapan Learning Organisation di INTAN yang mungkin dapat menjadi inspirasi dan contoh konkrit. Penerapan Learning Organisation di INTAN tidak secara langsung dan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Karena INTAN sepenuhnya menyadari bahwa Learning Organisation adalah konsep yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan proses membuat sebuah barang. Ide utama mengapa INTAN menerapkan Learning Organisation menurut Yusoff (2005) adalah pengembangan INTAN yang berkelanjutan termasuk individu-individu yang ada didalamnya, kapasitas dan kapabilitas organisasi dan untuk meningkatkan performa organisasi. Dan secara eksplisit di tuangkan dalam visi INTAN “… to become a worldclass public sektor training organisation”. INTAN memiliki motto “one step ahead” yang mencerminkan inisiatif INTAN untuk terus maju menjadi Learning Organisation. Sebagai lembaga yang mereplikasikan Learning Organisation INTAN memiliki tiga kampus utama Peninsular Malaysia, Sabah dan Sarawak. Kampus-kampus ini memiliki fasilitas-fasilitas yang kondusif dan mendukung kegiatan belajar bagi konsumen dan individu didlamnya. INTAN bergerak dari konsep pelatihan yang berdasarkan program dan prosedur ke arah pelatihan yang berlandaskan pengetahuan dan kompetensi. Dengan adanya pergeseran-pergeseran ini membuat individi-individu dalam organisasi INTAN melakukan transformasi system thinking. Individu-individu dalam organisasi INTAN selalu mencari cara-cara inovatif dalam melakukan kegiatan belajar. Cara-cara tersebut dapat diperoleh dari stakeholder dan peserta pelatihan selain dari interaksi antar individu didalam INTAN itu sendiri. Melalui melakukan akuisisi, menterjemahkan tanda-tanda yang ada dan melalui sharing informasi. Beberapa hal yang dapat mengidentifikasikan INTAN sebagai Learning Organisation diantaranya adalah sebagai berikut. Pertama, adanya kesadaran yang kuat akan tujuan bersama diantara pihak pengelola (manajemen) dan seluruh individu dalam INTAN. Sebagai contoh dicerminkan dengan adanya keterbukaan dalam setiap rapat. Keterbukaan dalam hal mengemukakan pendapat dan aspriasi. Yang kedua, segala permasalahan maupun masukan mengenai metodologi, materi dan hal-hal lain dalam penyelenggaraan pelatihan juga didiskusikan secara terbuka. Secara stimulan INTAN telah menciptakan kondisi yang memungkinkan adanya transfer informasi dan ide diantara individu dalam organisasi. Yang akan memungkinkan penyelesaian masalah melalui pendekatan sistem. Kedua, individu-individu dalam INTAN selalu terbuka dengan hal-hal dan perspektif baru. Sebagai wujud nyatanya INTAN selalu melakukan evaluasi terhadap setiap penyelenggaraan kegiatan. Termasuk didalamnya materi, pengisi kegiatan, coordinator kegiatan dan hal-hal lain yang tercakup dalam penyelenggaraan kegiatan yang dilaksanakan pada akhir kegiatan. Konsumen langsung INTAN dapat memberikan masukan-masukan yang metodenya sudah terformulasi dalam ISO 9000:2000. Ide-ide baru diperlukan oleh INTAN untuk selalu melakkukan improvisasi dan inovasi. Kondisi ini membuat INTAN belajar dari pengalaman dan kesalahan-kesalahannya sendiri.
12
Ketiga, INTAN selalu meningkatkan kegiatan Sharing pengetahuan antar lini dalam INTAN. Sebagai wujud nyatanya INTAN membentuk Knowledge Bank yang didalamnya terdapat artikel, jurnal, contoh kasus dan bentuk lain yang temanya menyangkut kegiatan-kegiatan manajemen. Setiap orang dalam INTAN dapat menggunakan Knowledge Bank untuk mengembangkan diri. Keempat, terbentuknya system thinking. Sebagai bentuk implementasi nyata dari ISO 9000:2000 yang di peroleh INTAN pada tahun 1997 dalam hal operational learning of methods and processes for continous improvement. INTAN telah melakukan penyederhanaan setiap kegiatan-kegiatannya baik itu kegiatan pelatihan, katering dan lain nya. INTAN memahami bahwa ketika penyederhanaan ini dilakukan akan menghadapi banyaknya kompleksitas-kompleksitas yang berujung pada permasalahan. Untuk penyelesainnya dibutuhkan system berfikir yang benar karena kondisi ini harus diselesaikan secara besama oleh individu-individu dalam INTAN sendiri. Karena itulah INTAN membentuk system thinking yang memungkinkan penyelesaian masalah dengan pendekatan sistem.
PENUTUP Sampai dengan saat ini harapan untuk membuat Organisasi Pemerintah yang tanggap terhadap perubahan lingkungan masih menjadi kebutuhan. Untuk mewujudkannya telah banyak teori maupun pendekatan yang di rumuskan oleh para ahli. Salah satu pendekatan tersebut adalah Learning Organisation yang sangat monumental pada awal tahun 1990-an. Masih ada keraguan apakah konsep Learning Organisation dapat diterapkan pada Organisasi Pemerintah. Karena Learning Organisation lebih banyak diaplikasikan di organisasi profit. Terobosan telah dilakukan oleh INTAN Malaysia yang telah mereplikasikan Learning Organisation. Dan dari pengalaman INTAN tersebut hendaknya dapat menjadi pelajaran bagi Organisasi Pemerintah yang akan mereplikasikan Learning Organisation. Beberapa elemen yang hendaknya ada dalam Organisasi Pemerintah adalah awareness, building learning culture, leadership dan empowerment. Untuk membentuknya individu dan Organisasi Pemerintah memiliki peran masing-masing. Harus ada komitmen bersama yang saling mendukung terbentuknya Learning Organisation di Organisasi Pemerintah. Penerapan Learning Organisation tidak dapat secara langsung namun membutuhkan proses yang cukup panjang. Kline dan Saunders yang dikutip oleh Thornhill dan Dijk (2003) pernah menulis buku yang berjudul “Ten Steps to Learning Organisation” yang isinya menjelaskan tentang sepuluh langkah mengimlementasikan Learning Organisation. Pertama, ukur sejauh mana learning culture dalam organisasi. Kedua, promosikan isu-isu positif kedalam organisasi dengan menggunakan konsep berfikir yang jelas dan dapat diaplikasikan.Ketiga, pastikan organisasi aman dan nyaman untuk berfikir. Keempat, berikan apresiasi positif terhadap tindakan-tindakan pengambilan risiko. Kelima, bentuk dan jadikan individu-individu dalam organisasi menjadi sumber pengetahuan sehingga dapat saling mengisi dan berinteraksi. Keenam, berikan keyakinan kepada setiap individu dalam organisasi bahwa kekuatan untuk belajar adalah sumberdaya yang mahal dan tidak terbatas. Ketujuh, petakan visi secara nyata dan yakinkan bahwa pencapaian visi 13
haruslah mengikut sertakan seluruh potensi dalam organisasi. Kedelapan, jabarkan visi secara nyata Kesembilan, perbaiki system karena kegiatan yang bermasalah berawal dari system yang salah. Kesepuluh, perkenalkan proses. Hal yang menghambat penerapan Learning Organisation yang perlu di eliminir adalah sebagai berikut mind set dan perilaku yang tidak dapat berubah, terlalu banyak pekerjaan yang dilakukan secara tradisional dan saling menunggu, gaya manajemen yang top-down yang kurang memberdayakan bawahan, ketakutan untuk memberikan pelatihan kepada karyawan dan investasi kepada karyawan dan tidak adanya focus yang baik tentang bagaimana system, prosedur, dan hal lain dalam organisasi. Seorang Tukang Kayu yang baik tidak akan menyalahkan peralatannya. Sebaliknya seorang Tukang Kayu yang buruk akan meyalahkan peralatannya. Dan (biasanya) Tukang Kayu yang baik akan selalu mencari peralatan yang murah dan sederhana (anonymous).
REFERENSI Agarwal, Ajay, Learning Organisation, http://www.hrfolks.com/, diunduh April 2009 Aggestam, Lena, Learning Organisation or Knowledge Management – Which Came First, Chicken or The Egg ?, Information Technology and Control, 2006, Vol.35, No.3a. Garratt, R., The Learning Organisation: and The Need For Directors Who Think, Aldershot, Gower, 1987 Goodale, 2003, Learning Organisation , http://www.unpan.org/Library/SearchDocuments/tabid/70/ModuleID/985/mctl/Document Details/dn/UNPAN009011/language/en-US/Default.aspx, diunduh Juni 2009 Hicks, Herbert G., Management of Organisation, A System and Human Resources Approach, Mc.Graw Hill Book Company, New York, 1972 Kinicki, Angelo dan Robert Kreitner, 2006, Organisational Behavior: Key Concepts, Skills and Best Practices, McGraw-Hill International Edition, New York Kline, P. dan Sounders, 1993, Ten Steps to a Learning Organisation, Great Ocean Publisher, Airlonga:Virginia. Malhotra, Yogesh., Organizational Learning and Learning Organizations: An Overview, http://www.brint.com/papers/orglrng.htm, diunduh Juni 2009 Maroga, Eva, 2006, Cultural Learning Organisation: http://www.culturallearningorganisations.net/, di unduh April 2009
A
Model,
Pedler, M., T. Boydell dan P. Burgoyne, 1989, Towards The Learning Company” Management Education and Development, Vol. 20, No. 1.
14
Thornhill, C. dan Van Dijk, H.G., 2003, The Public Service As a Learning Organisation, Journal of Public Administration. Utomo, Warsito, 2005, Administrasi Publik Baru Indonesia Peubahan Paradigma Dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Winardi, J., Teori Organisasi dan Pengorganisasian, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003 Wursanto, Drs. Ig. , 2003, Dasar-Dasar Ilmu Organisasi, Penerbit Andi, , Yogyakarta Yusoff, Malek Shah Bin Mohd., 2005, The public service as a Learning Organisation: the Malaysian Experience, International Review of Administrative Sciences, Malaysia
15