Penangkapan Ikan Tidak Ramah Lingkungan Dampak Dan Penanggulangannya

  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Penangkapan Ikan Tidak Ramah Lingkungan Dampak Dan Penanggulangannya as PDF for free.

More details

  • Words: 2,058
  • Pages: 11
PENANGKAPAN IKAN TIDAK RAMAH LINGKUNGAN DI KEPULAUAN PADAIDO KABUPATEN BIAK : Dampak dan Strategi Pengelolaannya.* Oleh : Yunus P. Paulangan, S.Kel / NRP. C252080031

PENDAHULUAN Degradasi ekosistem terumbu karang secara umum disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alami (autogenic causes) seperti bencana alam dan aktivitas manusia (antrophogenic causes) baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa aktivitas manusia di darat seperti pertanian yang menggunakan pupuk organik, anorganik dan pestisida dapat mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup dalam ekosistem ini karena sebagian dari bahan-bahan tersebut hanyut ke laut melalui aktivitas run-off. Selain itu, penebangan hutan yang tidak terkontrol juga mengakibatkan erosi dimana akan berdampak pada tingginya laju sedimentasi yang masuk ke dalam perairan laut sehingga menutupi polip-polip karang. Aktivitas manusia lainnya yang juga merusak ekosistem terumbu karang secara langsung adalah penangkapan ikan tidak ramah lingkungan dengan menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti sianida dan bahan peledak yang dapat menyebabkan kematian hewan-hewan karang dan kerusakan secara fisik terumbu karang. Penggunaan bahan peledak dan racun dalam penangkapan ikan karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian organisme lain yang bukan merupakan target. Sementara praktek pembiusan dapat mematikan zooxanthella hewan penyusun karang sehingga karang menjadi berubah warna yang akhirnya mati serta ikan-ikan lainnya ikut mati yang tidak menjadi target. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak (bom) dan bahan beracun (potas) berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang.

TERUMBU KARANG (Fungsi, peranan, dan Produktivitas) Salah satu kekayaan laut yang penting peranannya dalam ekosistem laut adalah karang. Karang bersama-sama dengan alga berkapur dan organisme lain yang mengeluarkan

kapur

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut SPL-IPB

membentuk ekosistem terumbu karang yang menjadi tempat hidup berbagai jenis satwa laut. Selain itu, pemandangan yang ditimbulkannya sangat indah dan menakjubkan. Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di dunia yang paling produktif dan sangat beraneka ragam. Ekosistem ini merupakan habitat dari biota-biota laut seperti ikan karang, molusca, krustasea, invertebrata dan vegetasi laut. Biota-biota tersebut memanfaatkannya untuk berkembang biak, mencari makan, pembesaran dan perlindungan dan pemangsa. Karena kekayaannya itu maka ekosistem ini menjadi ”dapur” dan ”bank” bagi masyarakat dan nelayan lokal karena menjadi sumber utama penghidupan mereka (Boli, P., 2007). Terumbu karang adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Karang dapat ditemukan di seluruh lautan di dunia, baik di perairan kutub maupun perairan ugahari, seperti yang ada di daerah tropik, tapi hanya di daerah tropik terumbu karang dapat berkembang. Hal ini disebabkan olh adanya dua kelompok karang yang berbeda, yang satu dinamakan hermatipik dan yang lainnya ahermatipik (Nybakken, 1997). Karang hermatipik dapat menghasilkan terumbu sedang ahermatipik tidak. Karang ahermatipik dapat ditemukan di seluruh dunia sedang hermatipik hanya ditemukan wilayah tropik. Perbedaannya adalah karang hermatipik di dalam jaringannya terdapat sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis (hidup bersama) yang dinamakan zooxanthellae (Nybakken, 1997). Terumbu karang (coral reefs) merupakan kumpulan masyarakat (binatang) karang (reef corals), yang hidup di dasar perairan, yang berupa batuan kapur (CaCO3), dan mempunyai kemampuan yang cukup kuat untuk menahan gaya gelombang laut (Dawes, 1981 in Supriharyono, 2007) Terumbu karang merupakan daerah menarik di dunia. Lebih dari satu juta spesies yang terdiri dari 32 - 33 phylia; yang menempati kurang dari

0.2% perairan dunia, masih

menyediakan 25% tangkapan ikan di negara berkembang; juga memproteksi komunitas pesisir dari badai dan abrasi pantai; dan menghasilkan pendapatan dari kegiatan pariwisata (Sale, 1999 in Mann, 2000).

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut SPL-IPB

Terumbu karang sebagai rumah bagi ikan karena banyak jenis karang skeletons, baik hidup dan mati, memberikan perlindungan bagi ikan yang mencari perlindungan dari predator di antara celah dan lubang yang disediakan oleh karang. Selain itu banyak ikan menggunakan terumbu karang sebagai rumah tempat perlindungan setelah mereka kembali dari mencari makan di padang lamun, mangrove, dan ekosistem lainnya. Karena tinggi biota yang berasosiasi di terumbu karang ini terutama ikan dasar dan ikan karang, sehingga menjadi daerah habitat target nelayan.

Gambar 1. Acropora berbentuk meja (tabulate) merupakan jenis karang yang disukai sebagai tempat berlindung, mencari makan dan Ikan-Ikan Karang dan biota lainnya yang berasosiasi dengan karang.

Salah satu keunikan dari ekosistem terumbu karang adalah tingginya produktivitas tanaman dan algae tetapi rendah produksi bersih ikan (Nixon 1982). Namun, terumbu karang merupakan eksositem penting karena sangat mendukung perikanan tropis. Dalzel (1996) melaporkan bahwa melaporkan bahwa produksi perikanan dari ekosistem ini berkisar 0,5-50 ton per kilometer per tahun. Meskipun telah memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, namun secara umum hasil dari lingkungan terumbu karang masih relative diabaikan dimana produktivitasnya sekitar 0,5 x 106 ton/tahun, (Russ, 1991).

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut SPL-IPB

ANCAMAN DAN TEKANAN TERHADAP TERUMBU KARANG (Kasus Penangkapan Ikan dengan Bahan Peledak (Bom) dan Racun (Sianida). Menurut Mann (2000),

beberapa eberapa dampak aktivitas manusia yang penting

terhadap

terumbu karang, yaitu eutrofikasi, sedimentasi, polusi minyak, penambangan karang dan praktek perikanan yang merusak (Brown, 1997). Selanjutnya Mudiyanto, (2003) ( menyatakan bahwa selain aktivitas tersebut rusaknya habitat karang dapat pula disebabkan akibat pencemaran tumpahan minyak,polusi sampah lainnya, faktor alam seperi gempa didasar laut yang diikuti tsunami, letusan gunung api, El Nino, blooming bloom ng jenis organisme tertentu seperti ganggang red tide dan sebagainya. Faktor alam seperti blooming jenis bintang laut Acanthaster blanchi) dapat pula mengancam keseimbangan ekosistem terumbu karang karang. Beberapa metode dari dari penangkapan ikan memberikan dampak fisik terhadap terumbu karang, seperti penggunaan unaan pukat cincin, bubu dan pe penggunaan nggunaan bahan peledak. Selain itu metoda penangkapan ikan juga telah mempunyai dampak terhadap terumbu karang. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak (dinamite) dan sianida (penggunaan penggunaan sianida membuat ikan pingsan) telah tersebar luas. Ini mempunyai dampak yang sangat serius pada terhadap terumbu karang, kedua-duanya duanya merusak secara fisik fisik terumbu karang dan juga mempengaruhi kesehatan dari karang dan organisma yang berasosiasi dengan karang (Wilkinson (1998, 2002); Jones et al. (1999); 1999); McClannahan et al. (2002) in Rosenberg et al., (2004).

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut SPL-IPB

Gambar 2. Bahan Baku Bom

Gambar 2. Alat Tangkap Bubu “Tindis” alat ini dikategorikan merusak karena pemasangannya kadang menggunakan karang karang-karang karang yang masih hidup oleh nelayan pada saat pemasangannya.

Meningkatnya aktivitas ekonomi yang menimbulkan dampak buruk terhadap kehidupan karang seperti pengambilan karang untuk dijual sebagai bahan bangunan,penangkapan ikan hias karang rang dengan menggunakan racun (potasium (potasium sianida) dan penangkapan yang terlalu berlebihan berl mengakibatkan kerusakan habitat dan kehidapan karang.

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut SPL-IPB

Gambar 3.. Penangkapan Ikan Karang dengan Racun (Potassium) Murdiyanto, B., (2003) menebutkan bbeberapa eberapa metode dari penangkapan ikan memberikan dampak fisik terhadap terumbu karang, seperti penggunaan penggunaan pukat cincin, bubu dan penggunaan bahan peledak.

Penangkapan ikan dengan bom (dinamit) yang ditujukan pada ikan dan

penggunaan racun (potassium sianida) untuk menangkap ikan hias sangat mempengaruhi pertumbuhan karang. Ledakan bom umumnya mematikan (lethal)) terhadap semua organism hidup yang berada sejauh 75 m dari pusat ledakan (sekitar 2 ha), dan volume air sebanyak 2 juta meter kubik. Untuk ikan-ikan ikan dengan gelembung renang, radius fatalnya mencapai 300 m.

Gambar 4. Proses peracikan bahan-bahan bom. om.

PENGELOLAAN TERUMBU KARANG Akar permasalahan penyebab kerusakan terumbu karang menurut Yeemin, et al., (2002) berdasarkan kajian yang dilakukan di Taman Nasional Mu Koh Chang, adalah kurangnya kesadaran, keserakahan, kurangnya pengetahuan ekologi, kegagalan koordinasi antar lembaga, manajemen pariwisata yang tidak baik, kurangnya jumlah staf pemerintah, peneliti dan manajer situs untuk manajemen karang karang, penegakan hukum tidak efisien, kemiskinan dan degradasi dari gangguan alam. Ancaman utama terhadap terumbu karang adalah sedi sedimentasi dari Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut SPL-IPB

pembangunan infrastruktur, dampak dari ekspansi usaha pariwisata, penyelam yang kurang ahli, illegal fishing, pemutihan terumbu karang dan badai. Dalam Sukmara et al., 2001, Ancaman manusia terhadap terumbu karang, indikasi yang ditimbulkan serta erta beberapa kemungkinan penanganan yang dapat dilakukan terkait dengan kelangsungan ekosistem terumbu karang adalah sebagaimana disajikan dalam table berikut.

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut SPL-IPB

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut SPL-IPB

PENANGGULANGAN PENANGKAPAN IKAN TIDAK RAMAH LINGKUNGAN Praktek penangkapan ikan tidak ramah lingkungan yang menggunakan bahan peledak (bom) dan racun (bius) makin marak dilakukan di berbagai wilayah perairan di Kabupaten Biak. Praktek semacam ini selain menimbulkan kerugian ekologis, juga menimbulkan dampak social ekonomi yang sangat besar terhadap negara dan daerah, serta dapat memicu berbagai perselisihan social yang memprihatinkan terutama akibat menurunnya produktivitas ekosistem terumbu karang. Jika hal ini berlangsung terus, maka diperikirakan dalam waktu yang singkat terumbu karang di Kepulauan Padaido Kabupaten Biak akan berkurang serta biota-biota yang berasosiasi dengan terumbu karang terutama yang benilai ekonomis dan terlebih yang langka dapat menjadi punah.

Kegiatan penangkapan ikan tidak ramah lingkungan tidak hanya mengancam

keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam pesisir dan laut, tetapi juga memacu peningkatan jumlah masyarakat miskin di wilayah tersebut. Agar

keberlanjutan

(antrophogenic causes)

sumberdaya

dapat

dipertahankan,

maka

aktivitas

manusia

yang baik secara langsung maupun tidak langsung yang berpotensi

merusak keberlanjutan sumberdaya ekosistem terumbu karang mestinya diminimalisasi, salah satunya adalah penanggulangan penangkapan yang yang menggunakan bahan peledak. Dalam upaya meminimalisasi penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, dengan menggunakan bahan peldak (bom) dan racun (sianida) khususnya adalah : 1. Pengembangan Mata Pencaharian. Masyarakat pesisir (nelayan) dikategorikan masih miskin dan memiliki tingkat pendidikan yan sangat rendah. Perilaku masyarakat yang cenderung destruktif sangat dipengaruhi oleh factor ekonomi (kemiskinan) dalam memenhi kebutuhannya dan diperparah dengan sifat keserakahan dalam mendapatkan hasil yang maksimal walaupun ditempuh dengan cara-cara yang merugikan karena bukan saja merusak lingkungan ekosistem terumbu karang saja tetapi juga memutus rantai mata pencaharian anak cucu. Bukan hanya itu, factor rendahnya tingkat pendidikan juga mempengarhi perilaku masyarakat tersebut. Dengan alternative mata pencaharian (tambahan) diharapkan dapat memberikan nilai tambah sehingga masyarakat pesisir (nelayan) destruktif akan berkurang. 2. Penegakan Hukum. Secara umum maraknya kegiatan penangkapan ikan dengan merusak di beberapa daerah termasuk di Kepulauan Padaido Kabupaten Biak adalah penegakan hukum. Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut SPL-IPB

Beberapa kasus yang tidak diselesaikan secara baik dan tuntas dan transparan memicu perilaku masyarakat. Ketidakpuasan masyarakat akibat penanganan pelanggaran tersebut semestinya diperbaiki mulai dari aparat penegakan hukum yang terkait. 3. Pendidikan dan Penyadaran tentang Lingkungan. Sebagaimana yang dipaparkan dipoint pertama di atas, dimana secara umum masyarakat pesisir (nelayan) terutama yang diindikasikan sebagi pelaku penangkapan ikan dengan merusak tersebut memiiki pendidikan rendah sehingga pengetahuan tentang pentingnya ekosistem terumbu karang terbatas. Dengan pendidikan dan penyadaran tentang lingkungan dapat melalui seminar, lokakarya, workshop, studi banding dapat ditingkatkan. 4. Pengaturan Waktu, Jumlah, Ukuran dan Wilayah Tangkap. Di beberapa lokasi pengaturan waktu, jumlah, ukuran dan wilayah tangkap sudah dikembangkan. Namun kendalanya di beberapa lokasi di Indonesia khususnya di Kepulauan Padaido merupakan sesuatu hal ang masih sulit. Hal inidisebabkan oleh masih terbatasnya penelitan/kajian aspek-aspek dari terumbu karang dan komunitas masyarakat pesisir (nelayan) serta sumberdaya manusia pelaksana maupun pelaku kebijakan yang masih terbatas. Implementasi dari empat point penanggulangan penangkapan ikan tidak ramah lingkungan dengan cara merusak (destructive fishing) dapat dipastikan meminimalisasi dampak dari kegiatan tersebut tentunya jika diimplementasikan dengan baik (focus dan terintegrasi).

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut SPL-IPB

DAFTAR PUSTAKA

Brown, 1997. Coral Bleacing : Causes and consequency. Coral Reefs 16. Bambang Murdiyanto. 2003. Mengenal, Memelihara dan Melestarikan Ekosistem Terumbu Karang. Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. Cite as ‘ ISRS (2004) Sustainable fisheries management in coral reef ecosystems. Briefing Paper 4, International Society for Reef Studies, pp: 14’ Yeemin, N. Somkleeb and M. Sutthacheep, 2001. Coral Reef Ecosystem Management for Sustainable Tourism in Mu Koh Chang, Thailand. Mann, K.H. 2000. Ecology of Coastal Waters: With Implications for Management. Second Edition. Blackwell Science. Nybakken, 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. Paulus Boli dan Paulangan,Y.P., 2007. Buku Katalog Terumbu Karang. COREMAP II. RCU Papua. Jayapura. Paulus Boli, 2007. Pengaruh Penangkapan Ikan Karang Terhadap Kondisi Terumbu Karang Di Teluk Cenderawasih. Disampaikan Pada Lokakarya Pengelolaan Ikan Karang Di Hotel Spark, 15 – 16 November 2007. Jakarta. Rosenberg, E dan Loya, Y., 2004. Coral Health and Disease. Springer-Verlag Berlin Heidelberg New York. Sukmara; Siahainenia dan Rotinsulu, 2001. Panduan Pemantauan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat Dengan Metode Mantatow. Proyek Pesisir-CRMP Indonesia. Supriharyono, 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta. Viles, H and Spencer T., 1995. Coastal Problems: Goemorflogy, Ecology and Social at the Coast. Publisher Oxford University Press Inc. USA

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut SPL-IPB

Related Documents