Pemetaan Kelompok Islam Radikal Di Indonesia

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemetaan Kelompok Islam Radikal Di Indonesia as PDF for free.

More details

  • Words: 20,518
  • Pages: 72
PEMETAAN KELOMPOK ISLAM RADIKAL DAN

ISLAM FUNDAMENTALIS DI INDONESIA

Al Chaidar Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh

Bagian Pertama: Islam Arus Utama (Mainstream Islam) Islam, meskipun turun sebagai agama langit yang universal, ketika mengalami proses pembumian di setiap negara terbagi dalam dua arus utama: Sunni dan Syi’ah. Kelompok Sunni adalah kelompok ummat Islam yang mengikuti sunnah dan berjama’ah, sehingga disebut ahlussunnah wal jama’ah. Sementara Syi’ah adalah kelompok umat Islam yang beraliran radikal yang menganggap Ali bin Abi Thalib as setingkat atau bahkan lebih tinggi dari Nabi Muhammad SAW. Sunni dan Syi’ah berkembang ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Indonesia adalah negeri di mana penganut Sunni sangat dominan dan Syi’ah hanya dianut oleh sebagian kecil masyarakat. Sunni di Indonesia terbagi dalam dua kelompok besar: Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Nahdlatul Ulama mewakili sebagian terbesar ummat Islam Sunni yang berkarakter tradisional dengan figur ulama ortodoksnya (kiyai). Sementara Muhammadiyah mewakili ummat Islam Sunni

1

yang modern, anti bid’ah,1 tahyul2 dan khurafat.3 Kalau NU memiliki sekolah tradisional berupa pesantren sebagai alat kaderisasi dan sosialisasi ajaran-ajarannya, maka Muhammadiyah memiliki sekolah modern seperti madrasah atau sekolah Islam modern dalam bentuknya yang lain. Kedua kelompok ini saling berseteru dan menganggap salah (atau bahkan saling mengkhafirkan) satu sama lainnya. Sementara itu, di luar dari kedua kelompok ini, yang tidak terpaku pada ajaran tradisional maupun modern yaitu kelompok Islam sempalan. Bagan 1 di bawah ini memperlihatkan kategorisasi kelompok-kelompok Islam di Indonesia. Bagan 1 Kategorisasi Islam di Indonesia

Kategorisasi Islam di Indonesia Islam

Islam Tradisional

Islam Modern

Islam Sempalan

Bid’ah adalah praktek menambah-nambahkan ritual tertentu ke dalam ritual utama Islam, seperti menyebut “Sayyidina” bagi Nabi Muhammad. 2 Tahyul adalah kepercayaan mistik tradisional masyarakat lokal (umumnya Jawa) ke dalam sistem kepercayaan Islam. Mislanya sistem perdukunan 3 Khurafat adalah praktek kepercayaan kepada orang-orang besar yang dianggap turut memiliki kekuatan supranatural sehingga harus disebut dalam setiap doa dan shalawat, seperti pemujaan terhadap Syekh Abdul Qadir Jailani. 1

2

Nahdlatul Ulama Organisasi NU didirikan tahun 1926, pendirinya adalah Kiai Haji Hasyim Asy’ari. Istilah kiai dipergunakan sebagai sebutan bagi seorang guru Muslim. Organisasi ini didirikan sebagai reaksi terhadap pertumbuhan pesat organisasi Muhammadiyah. Dapat dikatakan, bahwa NU secara prinsip berhadapan dengan pola-pola modern yang dijalankan Muhammadiyah. Sekolah-sekolah Muhammadiyah dengan cepat tersebar di berbagai tempat sehingga dapat dianggap sebagai suatu ancaman bagi sekolahsekolah tradisional maupun sekolah Islam pedesaan serta pusatpusat pendidikan yang menjadi basis pesantren yang dikelola ulama-ulama tradisional. Kedua organisasi ini, pola kegiatan pendidikan dan kemasyarakatannya selalu bersaing. Untuk menjadi kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan sosial dan keagamaan di Jawa, NU punya pengikut besar dan mengakar di desa-desa, baik di Jawa Timur maupun Jawa Tengah. Pesantren yang menjadi basis NU membentuk perkampungan-perkampungan kecil di bawah pengawasan kiai dan para santri, yang memiliki hubungan emosional yang kuat dengan ketaatan serta komitmen kepada pesantrennya. Mereka ini mudah Anda kenal melalui pakaian khas yang mereka kenakan. Sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia yang memiliki puluhan juta massa, Nahdlatul Ulama (NU) nyaris selalu terlibat dalam setiap pergulatan politik. Dengan basis massa yang begitu besar, NU memang menggiurkan sebagai alat legitimasi politik, terlebih politik agama. Sejak kelahirannya pada 1926, warna politik sudah kental melekat pada NU. Tetapi sebagai ormas keagamaan tradisional, kiprah politik NU tak lepas dari nilai- nilai dan norma-norma Islam yang secara baku dirumuskan dalam fikih, termasuk untuk masalah-masalah politik dan kenegaraan. Tak heran jika kemudian muncul terminologi fikih siyasah atau fikih politik yang mendasari setiap keputusan politik NU. Sayang, disiplin fikih siyasah itu belum memperoleh perhatian serius. Di pusat-pusat studi Islam, Timur Tengah maupun Barat, literatur fikih siyasah terhitung langka.4 Apalagi di Indonesia. Bahkan dari M. Ishom Hadzik dan A. Halim Asnafi, “Fikih Siyasah dan Budaya Politik NU”, Jawa Pos, 24 Oktober 1996. 4

3

kalangan intelektual Muslim pribumi, baru beberapa gelintir orang yang menunjukkan minat dan mau menulis mengenai hal itu.5 Kurangnya minat terhadap kajian fikih siyasah, barangkali di latarbelakangi kecenderungan para pemikir Islam masa lalu yang lebih menekankan bahasan-bahasan fikih pada aspek ibadah secara rinci. Bahkan bahasan tentang aspek muamalah pun tak cukup lengkap, sehingga aspek siyasah praktis terabaikan. Penekanan berlebihan pada aspek ibadah, seperti diungkapkan Abdurrahman Wahid, merupakan pengaruh dari tasauf yang berkembang setelah munculnya huru-hara politik yang menorehkan pengalaman traumatik. Konflik kekuasaan menyusul habisnya era al khulafa ar rasyidin, telah melahirakan instabilitas politik di panggung para umara yang berebut naik ke puncak kekuasaan, sekaligus instabilitas teologi di pentas para ulama yang memunculkan beragama aliran aqidah dari yang lurus hingga yang sesat. Pengalaman pahit ini mendorong para tokoh Islam untuk mengembangkan kehidupan sufistik yang mengacu pada upaya pencapaian taraf spiritual tertinggi, misalnya melalui tarekat. Di satu sisi, orientasi sufistik itu berdampak positif pada peningkatan kesalehan individual. Tetapi di sisi lain, muncul dampak negatif, yakni menurunnya kepeduliaan pada persoalanpersoalan sosial, politik, ekonomi dan budaya yang melingkupi kehidupan umat. Dan fikih pun terkena imbasnya. Padahal, seperti di katakan Sidney Jones, pandangan hidup dan tradisi pemikiran umat Islam cenderung fikih sentris. Mereka mengkaji segala persoalan, termasuk persoalan-persoalan sosial, politik, ekonomi dan budaya dari kacamata fikih seperti yang dilakukan para kiai NU melalui forum bahtsul masail. Tentu saja tidak gampang memahami, apalagi mengimplementasikan, persoalan-persoalan tersebut melalui pendekatan fikih. Tetapi untunglah bahwa para ulama cukup piawi dalam mensiasati kaidah-kaidahnya, sehingga pendekatan fikih mampu mengakomodasikan pelbagai persoalan, termasuk masalah politik dan kenegaraaan. NU adalah organisasi massa terbesar dengan kecenderungan akomodatif dalam politiknya. Cukup banyak contoh yang dapat dikedepankan dalam kaitannya dengan ciri legal formal fikih yang diimplementasikan secara akomodatif dalam persoalan siyasah Misalnya Munawir Syadzali dengan bukunya Islam dan Tata Negara, A. Syafi'i Maarif yang membukukan disertasinya berjudul Islam dan Masalah Kenegaraan dan M. Ali Haidar yang menulis NU dan Islam di Indonesia. 5

4

itu. Kebanyakan memang diambil dari hasil kajian para kiai NU yang pada masa lalu sangat intensif terlibat dalam pergulatan politik. Salah satu contoh ialah implikasi penerapan norma-norma fikih dalam pandangan kenegaraan yang dianut mayoritas umat Islam. Mereka memandang bahwa kewajiban hidup bermasyarakat dan bernegara, merupakan hal yang tak bisa ditawar lagi. Eksistensi negara mengharuskan adanya ketaatan kepada pemerintah sebagai sebuah mekanisme pengaturan hidup, terlepas dari perilaku penguasa dalam kapasitas pribadinya. Kesalahan tindakan atau keputusan pemerintah, tidak mengharuskan adanya perubahan sistem. Konsekuensinya ialah keabsahan negara begitu ia berdiri dan mampu bertahan, dan penolakan terhadap pemecahan alternatif yang memaksakan perubahan secara radikal. Dengan demikian, perbaikan sistem mesti dilakukan secara gradual guna menghindari anarki. Kaidah populer yang digunakan para ulama sunni dalam hal ini adalah sulthonun zholum khoirun min fitnatin tadum, yang berarti sistem kekuasaan yang mapan dan menjamin stabilitas lebih baik ketimbang kondisi anarki yang berkepanjangan. Itu pula yang mendasari keluarnya fatwa jihad oleh Rais Akbar NU K.H. Hasyim Asy'ari menjelang pecahnya peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Dalam kasus semacam ini, kewajiban bela negara harus diberlakukan meski keadaan negara masih jauh dari kondisi ideal. Contoh yang lain ialah penetapan status kenegaraan Indonesia dalam konteks persoalan syariat Islam. Menjelang Muktamar NU di Banjarmasin, muncul persoalan. Yaitu, bagaimana sesungguhnya status kenegaraan Indonesia pasca kemerdekaan. Sebab, dengan mengambil Pulau Jawa sebagai basis Indonesia, kekuasaan pemerintah yang dianggap sah menurut syariat Islam dimulai dari Kerajaan Demak, lalu Pajang, dan Mataram Islam, sehingga ketika itu Indonesia layak menyandang status Darul Islam. Sementara itu, sejak kedatangan penjajah Belanda, lalu Inggris dan disusul Jepang, kekuasaan pemerintah penjajah yang kafir itu tak diakui dan otomatis status Darul Islam lenyap selama ratusan tahun. Mungkinkah status Darul Islam itu pulih kembali pasca kemerdekaan. Ternyata berdasarkan fatwa Mufti Hadramaut Syekh Muhammad Sholih Ar Rois dalam suratnya yang dikirim kepada para kiai NU di Jawa, status Darul Islam tetapi melekat pada negara Indonesia dengan merujuk pada kaidah al ashlu baqa'u ma kana ala ma kana, yang berarti selama tak ada 5

perubahan mendasar maka status yang berlaku sebelumnya tetap dipertahankan. Maka, Muktamar NU pun menetapkannya. Cuma saja, untuk menghargai bangsa Indonesia yang majemuk dan berdasarkan Pancasila, Muktamar NU memutuskan mengubah istilah Darul Islam yang bermakna negara Islam menjadi Darul Salam yang berkonotasi negara yang damai. Dengan begitu, maka perasaan terancam dari agama lain dpat dihindarkan. Karena itu, NU menerima asas tunggal Pancasila dan menetapkan negara kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk yang final. Sesungguhnya masih banyak contoh lainnya yang relevan dalam perspektif kekinian, yang kesemuanya menunjukkan bahwa dengan menggunakan fikih siyasah sebagai landasan politik, NU dapat mengembangkan peran politiknya dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa harus mengorbankan prinsip. Sebab, kebenaran, keadilan dan demokrasi yang menjadi konsern NU memang sulit diperjuangkan secara radikal, dan karena itu perbaikan sistem dengan pendekatan fikih selalu diupayakan secara gradual. Memang, dengan cara seperti itu muncul kesan yang kuat bahwa sikap dan budaya politik NU cenderung oportunistik. Hal itu sering dijadikan kambing hitam terhadap inkonsistensi perjuangan Islam di Indonesia dan penyebab utama munculnya perbedaan strategi perjuangan yang dianut NU dan kelompok Islam lain di Indonesia. Padahal, itu tidak sepenuhnya tepat. Karena yang menjadi pedoman bagi NU bukanlah strategi perjuangan politik atau pandangan ideologi politik, tetapi keabsahan di mata fikih. Pedoman ini menjadi tolok ukur bagi seluruh kegiatan kenegaraan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Itu sebabnya diberlakukan kaidah tasharruf al imam ala ar raiyyah manuthun bi al mashlahah (kebijakan dan tindakan pemegang kekuasaan terhadap rakyat, harus berorientasi pada kebaikan bersama). Dari sini, nampak — sebagaimana diutarakan Munawir Sjadzali— bahwa para teoritisi politik Islam sama sekali tak mencari pola idealisasi bentuk kenegaraan yang Islami, melainkan justru menekankan penggunaan bentuk yang sudah ada.6 6

Berbeda dengan Ibnu Khaldun, Abu Ya'la dan Al Mawardi yang jelas menempuh upaya perbaikan keadaan negara secara gradual dengan mencoba mencarikan masukan dari fikih untuk menyempurankan sistem yang ada menuju welfare state yang mereka istilahkan dengan baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. Kiranya, perubahan secara gradual menuju kesempurnaan itulah yang harus dilakukan oleh NU. Tanpa upaya itu, maka perjuangan yang selama ini didengungkan atas nama Islam tak akan banyak 6

Akan halnya Muhammadiyah, pengikutnya sebagian besar adalah penduduk kota dari kalangan pengusaha menengah, pegawai sipil dan tenaga profesional. Anak-anak mereka mengenakan pakaian ala barat dan memanggil guru-guru mereka dengan panggilan ustadz, sebutan bahasa Arab untuk guru. Pengikut kedua organisasi ini semakin bertam-bah besar. Ulamaulama NU mengurus banyak pesantren, sedangkan pengikut Muhammadiyah mendirikan jaringan sekolah mulai dari tingkat TK, Akademi hingga Perguruan Tinggi. Juga mendirikan tempattempat penampungan anak yatim dan jompo serta Rumah Sakit. NU lebih banyak berkiprah dalam masalah-masalah tradisional sedangkan pengi-kut Muhammadiyah lebih banyak melakukan gerakan pembaruan. Per-bedaan antara kedua organisasi ini sudah nampak sejak awal berdirinya. Dan perkembangan keadaan belakangan ini menjadikan perbedaan-perbedaan di antara kedua organisasi, menyusup pula di kalangan seba-gian perwira militer. Pada awal tahun-tahun berdirinya Muhammadiyah, organisasi ini sangat terpengaruh oleh gagasan reformasi sosial secara total. Barangkali hal ini akibat dari pengaruh misionaris yang membuat menonjol badan-badan pendidikan Kristen. Para anggota Muhamma-diyah berpendapat, bahwa sistem pendidikan misionaris dapat menjadi perantara untuk membangun kemampuan khusus kalangan terpelajar, guru, dan kaum pemikir. Jumlah anggota Muhammadiyah sampai seka-rang (tahun 1989) kurang lebih berjumlah dua puluh juta orang dengan membawahi tidak kurang dari 2000 sekolah, 16 Universitas, 21 Akademi, 9 rumah sakit umum (PKU), ratusan tempat penampungan anak yatim, puluhan ribu masjid. Adapun ‘Aisiyah, adalah bagian perempuan Muha-mmadiyah, terdiri dari para putri dan ibu-ibu yang tergabung di dalam organisasi pendidikannya. Sistem pendidikan di dalam organisasi Muhammadiyah telah men-capai tingkatan yang kokoh dan mapan sehingga dapat menyaingi sistem pendidikan sekolah negeri. Dalam kenyataannya tidak terdapat perbeda-an apapun mengenai sistem pengajaran dan pendidikan antara kedua lembaga tersebut (Muhammadiyah dan Pemerintah). Tetapi Muhamma-diyah berarti. Justru yang timbul adalah kesan NU sebagai penjaga status quo dan terkooptasi oleh sistem yang ada, seperti terjadi pada sebagian ormas Islam yang lain. Memang itu bukan hal yang mudah. Perlu adanya pengembangan visi serta perluasan wawasan, sehingga apa yang diperjuangkan menjadi jelas dan terarah. 7

memiliki sistem birokrasi sendiri. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya memelihara sekolah-sekolah, Universitas dan rumah sakitrumah sakit, termasuk juga memelihara ide pembaharuan yang menjadi ciri khasnya sejak semula. Sebab pada tahun-tahun terakhir ini muncul anggapan dari para cendekiawan Muslim, bahwa sistem yang ditempuh oleh peme-rintah dalam pengajaran yang mereka terapkan di sekolah, ternyata merugikan upaya memelihara kepribadian Islam. Dalam bidang politik Muhammadiyah tetap menjaga prinsip me-ngambil jarak dan tidak ikut di dalam aktivitas politik, kecuali yang terjadi pada tahun-tahun 1950-an, ketika menjadi anggota dari partai politik Masyumi. Muhammadiyah telah menetapkan langkah-langkah tertentu guna menjauhkan usaha-usaha dibidang pendidikan dan sosialnya dari segala macam kegiatan politik. Tujuannya adalah, sebagai upaya men-jauhkan diri dari sikap konfrontasi dengan kekuasaan negara. Organisasi ini selamanya menikmati hubungan yang harmonis dengan pemerintah, walaupun terjadi pergantian pemerintahan, sejak zaman Belanda kemu-dian Jepang, lalu Soekarno dan akhirnya pemerintahan militer dewasa ini yaitu rezim Soeharto. Dengan bersikap semacam ini, Muhammadiyah memperoleh banyak keuntungan, seperti subsidi bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah. Adapun sekolah-sekolah NU yang berkonsentrasi pada bidang pendi-dikan agama, yang dewasa ini sudah jarang dilakukan orang, sebagian besar sudah menjadi sekolah pemerintah atau hampir menjadi bagian dari sistem pengajaran di sekolah-sekolah negeri. Umumnya pesantren-pesantren ini berbasis di lingkungan masyarakat agraris, kantor-kantor modern dan organisasi-organisasi sosial. Para Kiai pada umumnya merasa bangga dapat melakukan usaha pembinaan manusia seutuhnya, berbeda dari sekolah-sekolah negeri yang hanya bertujuan mencetak pegawai negeri. Sementara kelompok abangan berpandangan bahwa pesantren tidak lebih dari suatu tatanan yang sudah ketinggalan zaman, dan tidak sesuai dengan realitas kehidupan modern. Lain lagi pandangan dari para Kiai, mereka menilai guru-guru di sekolah Muhammadiyah sebagai orang-orang yang berwawasan sempit, sebab mereka tidak memiliki kepedulian sedikitpun terhadap kepentingan kehidupan di pedesaan. Masalah industri lokal atau pengaruh konsume-risme barat di pedesaan-pedesaan yang sederhana tidaklah dapat diselesaikan hanya dengan 8

mengajak kembali kepada Qur’an dan Hadits. Demikian pula dengan para guru-gurunya yang terikat dengan modernisme. Oleh karena itu, upaya mengajak melakukan pembenahan berfikir yang seringkali didengungkan, tidak lebih dari sekedar propaganda. Seperti telah kami katakan bahwa Muhammadiyah tidak hendak menyimpang dari metode pendidikan sosialnya, dan tidak pula terlibat dalam aktivitas politik, kecuali hanya beberapa tahun. Berbeda dengan NU yang memproklamirkan diri sebagai partai politik pada tahun 1953, dan berkecimpung dalam kegiatan kepartaian hingga tahun 1984. NU melakukan peran utama bersama pemerintah yang berkuasa, ikut ber-peran juga dalam pemerintahan Soekarno di bawah demokrasi terpim-pinnya, sebagai unsur agama dalam Nasakom yang mencakup partaipartai Nasionalis, Agama dan Komunis. Pada tahun-tahun terakhir ini, NU mengalami sedikit kesulitan dengan pemerintahan militer Soeharto. Tujuan pokok dari NU adalah tetap survive, termasuk juga keberlang-sungan pesantren-pesantrennya, dan seluruh anggota NU memperoleh perlindungan keamanan. Pada tahun 1974, untuk alasan-alasan yang akan kami sebutkan kemudian, menjadi jelaslah bahwa hidup matinya NU hanya bisa dipertahankan dengan menjadikan dirinya semata-mata sebagai lembaga pendidikan dan sosial, serta secara total menarik diri dari aktivitas partai politik (kembali ke khittah 1926. pent.) Sekalipun kedua organisasi ini menggunakan cara-cara berbeda sejak berdirinya, namun perbedaan tersebut pada tahuntahun terakhir ini kian menipis. Kini NU tampil sebagai kelompok konservatif, sedangkan Muhammadiyah tampil sebagai reformis di Indonesia. Kedua organisasi ini sekarang merupakan organisasi Islam yang berpengaruh besar di-Indonesia. Muhammadiyah Organisasi Muhammadiyah didirikan tahun 1912. Salah seorang pendirinya adalah santri keraton –tokoh agama keraton feodal di Jawa, yang melakukan ritual keagamaan di keratonkeraton tradisional di Yogyakarta dan Solo. Setelah Islam datang, para feodal Jawa ini tetap memelihara tokoh semacam itu untuk melaksanakan ritual agama di keraton mereka. Tokoh-tokoh pendiri Muhammadiyah, seluruhnya bergelar haji, maksudnya mereka yang telah pergi ke Mekkah melaksanakan rukun Islam kelima. Tokoh-tokoh ini berasal dari keluarga kaya di antara keluarga-keluarga Jawa. Yang demikian itu tampak menonjol, juga 9

dalam rekruitmen anggota organisasi pun banyak ditujukan pada kalangan pedagang kaya di Yogya dan daerah sekitarnya. Kiai Haji Ahmad Dahlan adalah orang pertama yang mendirikan organisasi Muhammadiyah. Sebelumnya, Ahmad Dahlan bukanlah seorang yang memiliki keahlian dalam bidang pengajaran dan manajemen organisasi, namun kedua hal ini (pendidikan dan keorganisasian) pada gilirannya malah menjadi ciri organisasi tersebut. Prinsip dasar organisasi ini jelas, yakni menjalankan perintah Al-Qur’an, melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Maksudnya, mengajak orang berbuat baik dan menjauhkan dari perbuatan dosa. Tujuan utamanya adalah untuk meredam dua faham yang kontroversial yang terjadi di antara dua kubu (santri dan abangan) yang sama-sama tumbuh di dalam struktur masyarakat Jawa. Mereka beranggapan bahwa pengajaran Islam secara tradisional, terutama di tingkat pedesaan sudah sangat kolot, sehingga menyebabkan ketidakmampuan menghadapi tantangan pola kehidupan modern. Tetapi juga mereka tidak senang melihat kultur Jawa terlalu banyak mencelup pendidikan dan prilaku-prilaku keislaman yang mengajak orang untuk kembali kepada Qur’an secara murni. Oleh karena mereka adalah tokoh-tokoh Jawa yang utama, maka mereka beranggapan bahwa pemerintah Belanda dan sistem pendidikan yang pernah berjalan, yang oleh masyarakat dianggap hanya mengabdi kepada kepentingan pemerintah penjajah, merupakan penghinaan kepada mereka. Hal semacam itu merintangi pertumbuhan golongan pedagang dan menghalangi hak mereka untuk memperoleh kemajuan. Untuk memecahkan problema ini perlu diadakan pendidikan yang lebih baik, tetapi harus berjiwa Islam. Sekalipun mereka mengakui bahwa sistem pendidikan sekuler Barat dapat memperluas pengetahuan dan kemampuan ilmiah yang penting, namun rasa kemanusiaan dan perasaannya tidak dapat tumbuh seperti diinginkan. Maka menurut pendapat mereka hal semacam ini tidak akan bisa diatasi kecuali bila dilakukan di bawah naungan sistem yang berjiwakan Islam.

10

Bagian Kedua: Gerakan Islam Sempalan (Splinters Groups) Gerakan Islam sempalan (splinter groups) mengalami pertumbuhan di banyak kota-kota besar di negara-negara Muslim dunia. Sebagaimana yang terjadi di negara-negara lain, di Indonesia pun Islam mengalami kebangkitan di banyak kota. Di desa-desa muncul masjid-masjid dengan suburnya, sebagian besar pengunjungnya adalah kalangan muda, baik dari keluarga kaya maupun keluarga miskin. Hal semacam ini tidak sulit untuk ditafsirkan sebagai kebangkitan Islam. Kenyataan ini sangat berlawanan dengan terjadinya perubahan-perubahan sosial yang cepat di Indonesia sejak dasawarsa 70-an, ketika minyak merupakan sumber pendapatan yang melimpah tetapi dinikmati oleh segolongan kecil warga masyarakat. Pola kehidupan barat tersebar di kalangan penduduk-penduduk pedesaan yang kaya raya, dan menghadirkan peradaban asing yang kontroversial. Namun nilai-nilai spiritual masih mampu mengalahkan nilai-nilai materialis. Pada saat yang sama sebagian pemuda Islam menuntut ilmu ke berbagai tempat di Timur Tengah, di antaranya Cairo, Damaskus dan Bagdad. Mereka kemudian pulang ke negerinya dengan membawa pandangan baru tentang posisi Islam di dunia ini. Bagan 2 di bawah ini memperlihatkan anatomi Islam Sempalan di Indonesia beserta derivatifnya. Bahkan, secara teoritis, Islam Liberal pun, kalau dilihat dari kacamata teoritis intio ajarannya sangat radikal. Dengan asumsi demikian, maka Islam Liberal pun digolongkan ke dalam jaringan radikalisme Islam di Indonesia. Meskipun ia bersikap anti terhadap militansi islam fundamentalis dan kekerasan yang kerap dipraktekkan Islam radikal, namun responnya sangat bercorak radikal. Bagan 2 Islam Sempalan dan Derivatifnya

11

Islam Sempalan di Indonesia Islam Sempalan

Islam Fundamentalis

Islam Radikal

Islam Teroris

Islam Liberal

Dari bagan di atas, Islam sempalan sebenarnya melahirkan tiga corak Islam yang saat ini ramai dan mempengaruhi wacana dan aksi mengatasnamakan Islam. Islam adalah agama dengan common brand name yang bisa dipakai siapapun. Islam Fundamentalis merasa sudah menemukan kebenaran dengan paham-paham keagamaannya, sementara kaum radikal merasa perlu ada power relations dalam setiap langkah aqidah, ibadah, dan muamalah. Dan Kaum Fundamentalis pun merasa bahwa simbol-simbol Islam sedang terancam oleh praktek kehidupan duniawi perkotaan yang semakin sekuler sehingga harus dilawan dengan kekerasan. Kaum Fundamentalis Kaum fundamentalis Islam, sebagai musuh AS, adalah “an aggressive revolutionary movement as militant and violent as the Bolshevik, Fascist, and Nazi movements of the past”, kata Amos Perlmutter, seorang ilmuwan politik. Selanjutnya, Perlmutter menyebutkan bahwa kaum fundamentalis ini sangat “authoritarian, anti-democratic, anti-secular,” dan tidak bisa

12

bersahabat dengan “Christian-secular universe”7 dan tujuannya adalah untuk mendirikan sebuah “negara Islam transnasional yang bersifat otoriter”.8 Martin E. Marty dan R. Scott Appleby yang sangat serius dalam Proyek Fundamentalisme, menyebutkan bahwa 9 fundamentalisme selalu mengikuti suatu pola. Mereka adalah “embattled forms of spirituality,” yang muncul sebagai respon terhadap suatu krisis kecurigaan (perceived crisis). Kaum fundamentalis terlibat dalam konflik dengan musuh-musuh sekular yang dicurigai membuat kebijakan-kebijakan yang bertentangan secara frontal dengan agama. Kaum fundamentalis tidak menganggap pertentangan frontal ini sebagai sebuah “arena bermain” (play ground), melainkan sebuah “medan perang” (battle field) yang serius, yang bukan sekadar sebuah perlawanan politik konvensional, melainkan menganggapnya sebagai sebentuk “perang kosmik” (cosmic war) antara kekuatan-kekuatan yang haq dan kekuatan yang bathil. Mereka takut terhadap dan selalu merasa adanya ancaman kaum kafir untuk membasmi mereka yang bersumber dari kekuatan-kekuatan Barat sekular dan berusaha membentengi diri mereka dengan doktrin dan praktek yang pernah hidup di masa lalu (doktrin dan praktek jihad). Untuk menghindari diri mereka dari “dunia buruk” dan menutup diri dari kontaminasi “perang kosmik” itu, kaum fundamentalis seringkali mundur dan menyempal dari mainstream masyarakat untuk mencipta-kan budaya tandingan (counterculture); dan kaum fundamentalis bukanlah kaum yang bermimpi di siang bolong. Mereka menyerap rasionalisme pragmatis dari modernitas, dan, di bawah bimbingan para pemimpin kharismatik mereka, me-nyaring apa yang perlu dari dunia teknikal untuk membuat rencana aksi yang seringkali bersifat destruktif.10 Dari apa yang kita saksikan pada peristiwa penyerangan serempak terhadap gedung WTC dan Pentagon, Bom Bali, Bom Malam Natal, Bom Marriot dan lain-lain adalah kumpulan dari ahli-ahli yang memiliki kemampuan teknikal setaraf pilot dan teknisi yang mengerti fungsi-fungsi transponder, black Lindsay Murdoch, ‘Bin Laden ‘Funded Christian-haters’, Sydney Morning Herald, 28 September 2001. 8 Paolo Pasicolan adalah seorang policy analyst pada Asian Studies Center of the Heritage Foundation. Lihat, Washington Post, Ibid. 9 Martin E. Marty and R. Scott Appleby (eds), Fundamentalisms Observed, Chicago: University of Chicago Press, 1991. 10 Jonathan R. White, Terrorism: An Introduction, 1991. 7

13

box, radar, elemen kimia, komponen elektronika lanjut dan global positioning tool-box serta kemampuan manajerial lainnya. Kaum fundamentalis merasa bahwa mereka berperang melawan kekuatan-kekuatan yang mengancam nilai-nilai yang sangat suci dari komunitas mereka dan reaksi mereka akan bersifat teror politik.11 AS yang muncul sebagai aktor tunggal pemenang “perang dingin” semenjak runtuhnya kekuatan Komunis di blok Soviet dianggap banyak kalangan fundamentalis telah menyergap kesadaran orang-orang Islam sebagai kekuatan adidaya yang tak mungkin dikalahkan dan siap menjadikan masyarakat muslim sebagai musuh berikutnya. Aksi serangan berbentuk teror di New York dan Washington itu sesungguhnya merupakan sebuah respon yang berisi pesan yang ingin membuktikan bahwa AS ternyata bertumpu pada “jaring labalaba” yang begitu lemah.12 Selama “perang dingin” antara negara formal dengan kelompok teroris yang tak memiliki batas negara, para aktor perang sering kali emosional, panik dan kurang menghargai posisi masing-masing. Dari beberapa temuan studi Karen Armstrong13, modernisasi telah membawa polarisasi masyarakat pada posisiposisi ekstrim yang saling berlawanan, dan untuk menghindari eskalasi konflik, hanya ada satu cara: kita harus mencoba memahami the pain and perceptions of the other side.14 Karena selama ini mereka sering menyatakan: “nobody knows our trouble we see, nobody knows our problem”, maka akan sangat mengejutkan jika kemudian sebagai konsekuensinya, “nobody knows of what our plan of action.” Bagi kita semua yang telah mencicipi kebebasan dan prestasi modernitas, Karen Armstrong merekomendasikan, “kita tak boleh berhenti untuk berempati dan bersimpati terhadap kesusahan dan penderitaan yang dialami sebagian komunitas kaum 15 fundamentalis Islam.” Ibarat pecandu narkoba, mereka tidak boleh dianggap sebagai kaum yang melanggar hukum yang harus dikejar-kejar, melainkan harus dipandang sebagai kaum yang Alex P. Scmid, Political Terrorism, 1983. Lihat artikel Noam Chomsky, “On the US attacks”, di website www.zmag.org. 13 Karen Armstrong, The Battle for God, New York: Ballantine Books, 2001. 14 Ibid. 15 Karen Armstrong, Islam: A Short History, New York: Modern library, 2000. 11 12

14

membutuhkan perawatan untuk mengobati penyakit 16 ketergantungan dan ketakutan irasional mereka. “Modernisasi”, menurut Karen Armstrong, “seringkali dirasakan tidak sebagai sebuah pembebasan melainkan sebuah serangan agresif”.17 Dari sisi kekuasaan, gerakan-gerakan ini mengandung cikal bakal revolusi, yang berarti ancaman serius terhadap stabilitas kekuasaan negara. Setelah bertahun-tahun penguasa dapat menghancurkan golo-ngan kiri, kemudian Soeharto naik ke puncak kekuasaan, kini para penguasa itu bersiap-siap untuk mengarahkan bidikannya kepada kelompok, yang mereka namakan ekstrimis Muslim serta ekstrimis-ektrimis lainnya. Gelombang baru gerakan Islam menyebar ke berbagai bidang aktivitas keagamaan, sosial dan politik. Muncullah studi-studi Qur’an, dan gerakan back to mosque (kembali ke masjid). Di setiap masjid muncul kelompok-kelompok “ekstrimis” yang menyuarakan pandangan-pandangan poli-tiknya. Banyak dari kebijakan-kebijakan pemerintah menjadi sasaran kritik mereka. Di sini muncul perhatian yang besar terhadap usaha perjua-ngan kaum Muslimin dalam menentang penjajahan pemerintahan republik, termasuk di dalamnya adalah jama’ah Darul Islam, yang mulai mengumandangkan seruannya untuk mendirikan Negara Islam. Sejak dasawarsa 1970-an, muncul demonstrasi-demonstrasi umat Islam menentang undang-undang perkawinan, dan asas tunggal Panca-sila yang dipaksakan kepada rakyat. Seluruh gerakan ini dipimpin oleh generasi muda Islam. Peristiwa Bom Bali yang menelan ratusan korban jiwa yang tak berdosa pada tanggal 12 Oktober 2002 telah memunculkan kaum fundamentalis Islam (Jama’ah Islamiyah)18 sebagai “teroris” dalam peta bumi politik dunia saat ini. Kaum yang berusaha melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam secara kaffah (totalitas) dalam kehidupan kesehariannya ini dipandang sebagai kaum yang Contoh yang jelas dari ketakutan irasional ini, misal salah satunya, adalah: ‘… saya sangat takut akan ancaman Allah jika saya tidak melaksanakan jihad terhadap kaum kafir dan sekutunya sesuai dengan Surah At-taubah ayat 39 yang berbunyi ‘jika kamu tidak berperang di jalan Allah, maka Allah pasti akan mengazab (menyiksa) kamu dengan siksaan yang amat dahsyat…’ Lihat pengakuan Imam Samudra dalam “Tabel Motif & Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002”, Dokumen Polri, 2003, hlm. 2. 17 Karen Armstrong, Op.cit. 18 Untuk pembahasan awal tentang Jama’ah Islamiyah, lihat Nida’ul Islam, February - March 1997, hal.7-11. 16

15

tidak bisa hidup berdampingan secara damai dengan masyarakat “modern” yang menerapkan cara-cara hidup Barat. Bagi mereka, Barat (termasuk seluruh kultur dan bahkan orang-orangnya) adalah haram dan najis berada di dunia ini. Pada akhir abad ke-20, fundamentalisme Islam telah muncul sebagai kekuatan yang sangat dahsyat di dunia yang berusaha menyaingi dominasi nilai-nilai sekular modern dan kehadirannya ini dianggap telah mengancam perdamaian dan harmoni jagat bumi ini. Kaum fundamentalis adalah kaum militan yang selalu menerapkan sikap tegas terhadap anasir-anasir yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai agama ini dan merasa bahwa hanya dengan agama mereka bisa mengembalikan keseimbangan dunia ini ke keadaan semula. Manifestasi perbedaan cara pandang ini dalam panggung politik sering mengejutkan terutama dengan serangan terorismenya yang memakan banyak korban yang tak berdosa. Kaum fundamentalis memiliki kerangka nilai dan tataaturan tersendiri dan sering mereka sendiri mempersepsikannya sebagai sesuatu yang incompatible with modernity. Bagi mereka, korban sipil dan korban lainnya yang sering disebut awam sebagai “tak berdosa”, justru dipandang sebagai masyarakat yang zalim yang harus menerima dampak dan akibat, baik langsung maupun tidak langsung dari semua aksi-aksi yang mengejutkan yang mereka buat. Bagi kaum fundamentalis Islam di Indonesia, mereka merasa bahwa kultur liberal yang umumnya berasal dari Barat telah begitu menghancurkan entitas nila-nilai luhur yang hidup dan bersemi di dalam komunitas mereka sejak lama. Reaksi terhadap perubahan nilai-nilai sosial inilah yang kemudian, menurut Karen Armstrong, mengarahkan kaum fundamentalis berperang dan membunuh atas nama dan untuk Tuhan (the battle for God). Apa yang terjadi pada tahun 1978 dengan “Peristiwa Komando Jihad”, tahun 1982 dengan “Peristiwa Usroh”, tahun 1984 dengan “Peristiwa Teror Warman”, tahun 1985 dengan “Peledakan Candi Borobudur”, tahun 1989 dengan “Tragedi Talangsari Jamaah Warsidi”, tahun 1986 dengan “Peristiwa Cicendo”, tahun 1987 dengan “Pembajakan Pesawat Woyla”, tahun 2000 dengan “Persitiwan Bom Malam Natal di 18 kota”, Bom Bali dan terakhir bom di Hotel JW Marriot, adalah ekspresi emosi keagamaan kaum fundamentalis dan radikal Indonesia. Mereka juga berjuang keras membawa hal-hal sakral ke dalam dunia politik dan memaksakannya masuk ke pergulatan kebangsaan —yang 16

incompatible dengan ajaran-ajaran agama— agar tercipta sebuah “harmoni baru” menurut apa yang mereka persepsikan. Selalu saja pada setiap masyarakat, di setiap zaman dan tradisi ada orang-orang yang melakukan perlawanan terhadap modernitas. Ini merupakan sebuah reaksi terhadap kultur ilmiah dan sekular yang berawal dari Barat namun telah berakar di semua tempat di dunia ini. Barat telah mengembangkan “an entirely unprecedented and wholly different type of civilization”, sehingga respon agama terhadap Barat menjadi sangat unik. Gerakan kaum fundamentalis di zaman modern sekarang memiliki hubungan simbiotik dengan modernitas itu sendiri. Mereka mungkin saja menolak rasionalisme ilmiah Barat, namun mereka tidak dapat lari darinya. Peradaban Barat telah mengubah dunia, dan kaum Fundamentalis pun akan berusaha mengembalikannya sejauh yang telah diubah oleh Barat tersebut. Kaum fundamentalis juga melawan hegomoni kaum sekularis (Barat) yang dianggap telah menghilangkan ruang bagi improvisasi kaum agamawan. Kaum sekuler juga menganggap bahwa semakin rasional suatu masyarakat, maka akan semakin berkurang kebutuhan spiritualnya yang biasanya dipasok oleh agama. Maka, kaum fundamentalis selalu merasakan dirinya sedang berada dalam peperangan melawan nilai-nilai mereka yang paling sakral (battling against forces that threaten their most sacred values).19 Ketika perasaan berada dalam situasi perang semakin menghimpit mereka, maka baik pihak sekuler maupun fundamentalis, seperti apa yang ditulis Karen Armstrong, it is very difficult for combatants to appreciate one another’s position20. Perang terbuka pun sangat mungkin untuk terjadi. Pada akhir tahun 1970-an, kaum fundamentalis Islam di Indonesia mulai mengadakan gerakan pemberontakan terhadap hegemoni kaum sekuler dan mencoba secara paksa mendudukkan kembali agama dari posisi marjinal ke posisi sentral dalam Dalam bahasa yang lain, Karen Armstrong menyatakan, “..but during the 20th century, the militant form of piety often known as fundamentalism erupted in every major religion as a rebellion against modernity. Every fundamentalist movement I have studied in Judaism, Christianity and Islam is convinced that liberal, secular society is determined to wipe out religion.” Lihat Karen Armstrong, “The True, Peaceful Face Of Islam”, Time, October 1, 2001 Vol. 158 No. 15. 20 Lihat Karen Armstrong, A History of God, The 4000-Year Quest of Judaism, Christianity and Islam, New York: Random House, 1996. Lihat juga The Economist, 21-December 1996. 19

17

panggung pergulatan politik.21 Di atas panggung ini, kaum fundamentalis telah menikmati sukses yang spektakular. Agama mulai saat itu sekali lagi telah menjadi sebuah kekuatan di mana, seperti ditulis Martin E. Marty dan Scott Appleby (1979), “no government can safely ignore.”22 Fundamentalisme sekarang merupakan bagian esensial dari pemandangan modern dan akan terus-menerus memainkan peran penting dalam politik, sosial, budaya, ekonomi dan keamanan domestik di masa depan. Perkembangan ini telah mengarah kepada problem yang semakin krusial yang mengundang rasa heran banyak peneliti dan ilmuwan sosial sehingga, seperti ditulis Marty dan Appleby, “therefore, that we try to understand what this type of religiosity means, how and for what reasons it has developed, what it can tell us about our culture, and how best we should deal with it.”23 Kaum fundamentalis menjadi sebuah entitas yang hampir tak terdefinisikan dan tidak ada satu orang pun yang tahu pasti bagaimana mengetasi mereka. Semua tendensi ini semakin mengarahkan kepada apa yang disebut Karen Armstrong bahwa “new fundamentalism has been an attempt to get Islamic history back on the right track and to make the umma [Muslim community] effective and strong once again.”24 Mereka tidak akan berhenti menjadi fundamentalis sebelum seluruh pluralitas ini bernaung di bawah kekuasaan mereka. Dapat kita pasti-kan, para pemimpin yang akan muncul dan berpengaruh di masa depan kebanyakan berasal dari kalangan ini. Di Indonesia, kaum fundamentalis berkembang ke arah kaum skripturalis di mana mereka diidentifikasi dengan adanya literal interpretation terhadap teks-teks agama dan penajaman doktrindoktrin inti tertentu seperti jihad dan syari’at.25 Dua inti ajaran ini R. William Liddle, 1995, Islam and Politics in Late New Order Indonesia, unpublished paper presented at the Conference on Religion and Society in the Modern World: Islam in Southeast Asia, Jakarta, 29-31 May 1995, organised by the Indonesian Institute of Science (LIPI), American-Indonesian Exchange Foundation (AMINEF) and IAIN Syarif Hidayatullah, Conference on Religion and Society in the Modern World, Jakarta. 22 E. Marty and R. Scott Appleby (eds), Fundamentalisms Observed, Chicago: University of Chicago Press, 1991. 23 Ibid. 24 Karen Armstrong, The Battle for God…Op.cit. 25 Abdul Aziz, Imam Tholkhah; and Soetarman, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1991. 21

18

ternyata sangat berpengaruh terhadap problem disharmoni antara kaum fundamentalis dan kaum sekuler. Disharmoni ini dapat berubah menjadi sebuah medan perang manakala dipicu oleh isuisu massal di mana moral agama menjadi wasit utamanya. Saat ini kaum fundamentalis juga berkembang ke arah impresi bahwa kaum fundamentalis secara inheren bersifat konservatif dan senantiasa merujuk ke masa lalu namun dengan penambahan kemampuan-kemampuan esensial tertentu yang modern dan sangat inovatif. Maka, medan ini di masa depan sudah pasti akan dimenangkan oleh kaum fundamentalis.26 Mereka sekarang telah menyerap rasionalisme pragmatis dari modernitas dan di bawah asuhan para pemimpin kharismatik mereka, mereka menyaring apa-apa yang “fundamental” untuk menciptakan sebuah ideologi yang memberikan mereka sebuah plan of action. Sehingga sekarang mereka tampak menyerang balik dan mencoba untuk meresakralisasi dunia yang telah dibuat semakin skeptis dan kabur oleh kaum sekeler. Semua itu mereka jadikan sebagai alat untuk mengeksplorasi implikasi-implikasi dari respon global terhadap kultur modern.27 Pada gerakan-gerakan kaum fundamentalis Islam tertentu, di mana banyak di antaranya yang sangat tersohor dan berpengaruh, seperti kaum Darul Islam (DI-TII)28, respon global terhadap kultur modern ini ditunjukkan dengan motivasi yang bersifat patologi psikologis seperti yang disebutkan oleh Karen Armstrong: “common fears, anxieties, and desires that seem to be a not unusual response to some of the peculiar difficulties of life in the modern secular world.” Gejala patologis ini tidak hilang meskipun mereka mengalami kemajuan-kemajuan dalam gerakannya dan, meskipun AS sekarang mendapat musibah, mereka masih tetap saja merasa ketakutan irasional. Ketakutan irasional ini sebagian besar disebabkan oleh posisi mereka yang cenderung underground, tertutup, anti-demokrasi dan hanya percaya dengan cara-cara primitive rebels dalam bentuk kekerasan. Patologi psikologis berat ini tentu saja telah Martin van Bruinessen, “Gerakan Sempalan di Kalangan Umat Islam Indonesia: Latar Belakang Sosial-Budaya” [Splinter Movements within the Indonesian Muslim Community], Ulumul Qur’an (Jakarta), 3, 1, p. 16-27, 1992. 27 Manning Nash, 1991, “Islamic Resurgence in Malaysia and Indonesia”, in Martin E. Marty, and R. Scott Appleby, (eds), Fundamentalism Observed, Chicago/London, University of Chicago Press, [Vol. 1], p. 691-739. 28 Untuk bahasan tentang DI/TII, lihat Hold Harald Dengel, Kartosuwiryo dan Darul Islam, (trans.), Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hal. 58 ff. 26

19

memisahkan mereka dari dunia modern yang serba demokratis, terbuka, lembut dan institusional. Melihat kenyataan semacam ini, maka tidak ada satu pihak pun yang berkenan menghampiri mereka, apalagi untuk menolong. Jika pilihannya mengisolasi kaum fundamentalis, maka sama artinya bahwa kaum sekularis —yang banyak mendapatkan pencerahan Barat— memberi jarak yang cukup bagi ancangancang menyerang. Seharusnya kaum fundamentalis diajak berdialog dalam atmosfir yang terbuka, hangat, bersahabat dan tanpa ancaman-ancaman yang semakin menjauhkan mereka. Untuk kasus Darul Islam dan Jama’ah Islamiyah29 di Indonesia, masih memungkinkan untuk dilakukan serangkaian transformasi yang bisa menghilangkan patologi psikologis yang sering secara irasional menghinggapi mereka. Mereka haruslah dikeluarkan dari dunia bawah tanah yang suram, gelap dan penuh intrik ke dunia terbuka, hangat dan saling menghargai. Mereka haruslah di intitusionalisasikan melalui lembaga yang permanen, agar perasaan nothing to loose mereka berubah menjadi sikap yang bertanggung jawab.30 Mereka haruslah disadarkan bahwa kekerasan bukanlah cara yang baik menyelesaikan masalah. Mereka juga harus dipahamkan bahwa hanya dengan iklim demokratislah mereka dijamin bisa berdemonstrasi, meskipun demokrasi senantiasa mereka persepsikan incompatible dengan Islam. Sebagaimana terlihat dalam Bagan 3 di bawah ini, Islam Fundamentalis di Indonesia sangat beragam dan menjadi anutan mayoritas umat islam di Indonesia. Gerakan-gerakan atau organisasi Islam di Indonesia sangat banyak yang beraliran fundamentalisme. Misalnya Salafy, FPI, Jama’ah Tabligh, Jama’ah darul Arqam, Laskar Jihad FKAWJ, gerakan-gerakan Mahdiisme yang cukup banyak pengikutnya di Indonesia dan cukup beragam nama-nama aliran dan organisasi pergerakannya serta komunitaskomunitas thariqat yang jumlahnya mencapai ratusan di Indonesia. Islam Fundamentalis juga terdiri dari Islam lokal Untuk keterangan sejarah singkat Jamaah Islamiyah yang berasal dari gerakan Darul Islam atau Negara Islam Indonesia, lihat “Transkrip Dialog Para Ulama dan Tokoh Masyarakat Se-Jateng dengan Tersangka Pelaku Terror Kelompok Jamaah Islamiyah (JI)”, Bahan Kepolisian Negara RI, 25 September 2003, hlm. 4. 30 Andreas Harsono, “Democracy will keep Indonesia ‘friendly’”, The Nation, January 22, 2002. 29

20

dengan karakternya sendiri-sendiri yang berbeda-beda di setiap daerah. Bagan 3 Islam Fundamentalis di Indonesia

Islam Fundamentalis di Indonesia Laskar Jihad FKAWJ

Salafy

Islam Fundamentalis

Islam Lokal (spt. Wate Telu)

FPI Islam Abangan Jama’ah Tabligh ? Darul Arqam GerakanGerakan Mahdiisme

Gerakan-Gerakan Thariqat

?

Kaum fundamentalis Islam sangat berkarakter anti-AS, antiIsrael, anti-demokrasi, anti kapitalis, dan militer global. Motifnya, sejauh yang bisa dianalisa dari karakter politik luar negeri AS selama ini, adalah kebencian terhadap sikap AS yang sekular, anti-Islam dan yang terlalu posesif dan over-protective terhadap Israel.31 Sedangkan spekulasi tentang sasaran berikut-nya, adalah respon biasa dari hilangnya rasa aman dan bergentayangannya rasa takut rakyat AS yang membutuhkan jawaban segera terhadap apa yang mungkin terjadi. Spekulasi ini wajar sekali terbentuk karena kejadian ini begitu tiba-tiba, massive dan serempak dengan daya hancur yang sangat luar biasa. Spekulasi ini juga wajar karena telah menimbulkan amarah yang sangat besar rakyat dan pemimpin AS yang sedang merasa nyaman hidup dalam guyubnya modernitas, sekularisme dan kesejahteraan ekonomi tiba-tiba harus menghadapi mimpi Lihat “Tabel Motif & Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002”. Dokumen Polri, op.cit. 2003. 31

21

buruk yang meyakitkan dan memalukan ini. Rakyat AS bukan kali ini saja menghadapi serangan kaum teroris. Bagi kaum fundamentalis dan radikal Islam —yang lebih dikenal awam dengan istilah ‘kaum teroris’—, melawan AS adalah melaksanakan kewajiban personal, sebuah jihad global melawan Yahudi dan Nasrani.32 Maka, AS pun telah menempatkan teroris Muslim sebagai musuh sejak tahun 1979 (yang memunculkan nama “Ayatollah Khomeini” sebagai nama bagi musuh yang dipersepsikan itu) pada saat terjadinya Revolusi Iran dan memuncak pada peristiwa krisis teluk tahun 1990 (di mana muncul nama “Saddam Hussein” sebagai musuh). Dengan tertangkapnya para tersangka pelaku tindak terorisme di Indonesia dan di beberapa negara Asia Tenggara dan bahkan di Amerika dan Eropa, semakin memperlihatkan kepada kita bahwa jaringan organisasi kaum teroris sangat luas.33 Meski secara moral dan diplomasi internasional teroris diserang dengan “perang wacana” yang memojokkan mereka sebagai “kaum pengecut”, “kaum tak berperikemanusiaan”, “kaum yang berbahagia di atas penderitaan orang lain”, serta “kaum yang bertendensi penyakit jiwa”, namun kaum teroris terus-menerus muncul dalam peta politik Indonesia dan dunia hingga kini untuk menyampaikan pesan-pesan yang sangat sulit diinterpretasikan. Begitu tersembunyinya musuh yang satu ini, telah menimbulkan kesan misteri dan ketakutan psikologis tersendiri. Bagi rakyat Amerika, teroris adalah hantu (spectre) lain yang pernah dihadapi AS setelah hantu komunisme, sebentuk musuh ideologi, sekaligus musuh spiritual baru sebagaimana pernah diper-ingatkan oleh Huntington dalam The Clash of Civilization. Douglas E. Streusand bahkan berani menyebut “that specter is Islam”, yang kemudian diidentifikasi secara awam oleh publik AS sebagai “green peril” (bahaya hijau).34 Dan, dengan peristiwa serangan terhadap WTC dan Pentagon dua tahun silam, nama Osama bin Laden muncul sebagai “musuh” untuk mengembalikan kepercayaan dari publik AS terhadap pemerintahnya dalam menangani terorisme dari kaum muslim.35 Lihat “Tabel Motif & Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002”, Dokumen Polri, 2003. 33 Seth Mydans, ‘Militant Islam Unsettles Indonesia And Its Region’, New York Times, 21 September 2001. 34 Leon T. Hadar, “The Green Peril: Creating the Islamic Fundamentalist Threat”, Policy Analysis No. 77 August 27, 1992. 35 “Fear of Fundies,” The Economist, February 15, 1992, hal. 45-46. 32

22

Untuk konteks Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia, problem terorisme ini memunculkan banyak dilema: antara menjaga perasaan ummat Islam dan law enforcement yang mesti ditegakkan.36 Lebih dari itu, ada sebuah kenyataan bahwa serangan brutal telah terjadi dan musuh mesti didefinisikan untuk kemudian diambil langkah-langkah selanjutnya sebelum mengeksekusi ‘penjahat’ yang walaupun terus bersembunyi di balik simbol-simbol dan alasan agama. Laskar Jihad Ahlussunnah Wal Jama’ah (Salafi) Laskar Jihad beridiri pada 30 Januari 2000, sebagai respon terhadap konflik yang melibatkan Muslim dan Kristen di Ambon sejak 1999. Laskar Jihad merupakan bagian atau sayap paramiliter dari Forum Komunikasi Ahlusunnah Wal-Jama’ah (FKAWJ), yang telah berdiri sejak 1998. Ja’far Umar Thalib, ketua FKAWJ, sengaja mendirikan Laskar Jihad sebagai wujud kepedulian terhadap nasib umat Islam yang menghadapi kekerasan oleh kaum Kristen di Ambon. Ja’far Umar Thalib juga sekaligus bertindak sebagai komandan Laskar Jihad yang memimpin perjuangan para anggotanya di medan konflik. Didorong sentimen keagamaan sesama Muslim, Ja’far Umar Thalib berpandangan bahwa membantu Muslim di Ambon merupakan kewajiban, dan perjuangan di sana dimaknai sebagai jihad melawan kekuatan non-Islam. Oleh karena itu, aspek keagamaan secara dominan mewarnai anggota Laskar Jihad, di samping tentu saja keterampilan militer. Ja’far Umar Thalib senantiasa menekankan bahwa keberangkatan anggota Laskar Jihad untuk membantu Muslim di Ambon merupakan bagian dari tugas melawan kekuatan kafir. Dalam kerangka itulah, dia kemudian meminta fatwa pada sejumlah ulama di Timur Tengah guna memberi legitimasi keagamaan bagi perjuangan Laskar Jihad. Dan sejumlah ulama secara tegas memang mendukung langkah Ja’far Umar Thalib dengan Laskar Jihad-nya. Tercatat setidaknya tujuh orang mufti dari Timur Tengah, tepatnya Saudi Arabia, yang telah mengeluarkan fatwa untuk berperang melawan kaum kafir di Ambon. Eric Pianin and Bob Woodward, “Terror Concerns of U.S. Extend to Asia: Arrests in Singapore and Malaysia Cited”, Washington Post, January 18, 2002; hal. A18. 36

23

Laskar Jihad FKAWJ yang pernah dibubarkan ini, terlibat dengan kasus terorisme. Salah seorang anggotanya, Teguh, merupakan tokoh penting dalam Kelompok Raka di Blora, Jateng. Berumur 25 tahun, alamat Jl. Kartini No.29 Blora, Jateng. Ia adalah anggota Laskar Jihad Ambon. Sampai sekarang belum pulang. 37 Selain itu, sebuah pesantren milik kelompok Salafy yang memiliki Laskar Jihad ini, yaitu Annur, nama sebuah Ponpes di Kp. Kedungkendal, Ds. Sindangsari, Kec. Banjarsari, Kab. Ciamis dianggap terlibat dengan terorisme. Jumlah santri 42 orang dari berbagai daerah. Jumlah pengajar/ustad sebanyak 5 (lima) orang. Pesantren ini dipimpin oleh Kyai Muwahid, pernah belajar di Yaman, Ketua Laskar Jihad Ahlussunah Wal Jamaah Bogor. Gerakan kekerasan atas nama agama yang dilakukan oleh kaum Fundamentalis Islam telah berkembang menjadi satu fenomena penting di Indonesia belakangan ini. Kasus kerusuhan Situbondo, Jawa Timur pada 1996, disusul kemudian kasus Tasikmalaya dan selanjutnya Ketapang di Nusa Tenggara Timur pada 1998, merupakan bukti dari kondisi demikian. Dalam rentang waktu yang tidak lama, sejumlah organisasi sosialkeagamaan tampil dengan agenda pemikiran dan gerakan yang mengambil cara-cara yang bisa disebut radikal. Perkembangan ini berlangsung makin kuat menyusul perubahan sistem sosial-politik yang mendasar di Indonesia. Suasana politik tidak menentu menyusul jatuhnya rezim Orde Baru pada 1999 telah memberi ruang makin lebar bagi gerakan-gerakan keagamaan radikal untuk berkembang di Indonesia.

37

Kompas, 15/11/2005. 24

FPI (Front Pembela Islam) Front Pembela Islam (FPI) adalah sebuah organisasi massa beraliran Islam di Indonesia yang paling dikenal atas aksi-aksi "penertiban" terhadap kegiatan-kegiatan yang dianggap nonIslam, terutamanya pada masa Ramadhan. FPI adalah gerakan kaum fundamentalis keturunan Arab di Indonesia yang mendapatkan dukungan besar dari kalangan Islam tradisional di berbagai tempat di Indonesia. FPI melakukan banyak aksi-aksi mencegah kemaksiatan secara langsung di berbagai tempat, khususnya perkotaan. Kegiatan-kegiatan penertiban tersebut dilaksanakan oleh kelompok paramiliternya, Laskar Pembela Islam. Didirikan pada Agustus 1998, tindakan FPI sering dikritik karena dianggap sebagai tindakan main hakim, di mana pihak Kepolisianlah yang seharusnya berwenang melakukan aksi-aksi penertiban tersebut. Terhadap kritikan ini FPI umumnya menjawab bahwa hal ini dilakukan karena mereka tidak melihat adanya inisiatif dari polisi untuk melaksanakan penertiban tersebut. Tak jarang, "penertiban" yang dilakukan FPI mengarah ke pengrusakan terhadap hak milik orang lain, contohnya memecahkan kaca-kaca diskotik atau bar. Meskipun telah berulang kali diperingatkan pihak berwajib atas perilakunya, FPI tetap secara reguler melaksanakan kegiatannya. Tindakan mereka, walaupun membawa nama agama Islam, pada kenyataannya bertentangan dengan prinsip dan ajaran Islami, bahkan tidak jarang menjurus ke vandalisme. Ketuanya saat ini adalah Habib Muhammad Riziek Syihab. Nama Front Pembela Islam (FPI) makin dikenal luas karena aktifitas kelompok Islam garis keras ini menonjol di berbagai soal politik. FPI muncul dalam dua tahun belakangan ini, menyusul Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), organisasi serupa pimpinan Ahmad Sumargono. FPI agak berbeda dengan KISDI, karena organisasi yang terakhir ini memiliki pasukan milisi bersenjata (senjata tajam dan pentungan). Milisi FPI, seperti layaknya organisasi militer, para anggotanya juga memiliki tanda kepangkatan. FPI juga dikenal dekat dengan sejumlah kalangan Angkatan Darat seperti Panglima Kostrad Letjen TNI Djadja Suparman (yang kemudian menghubungkannya dengan Jendral TNI Wiranto), Mayjen TNI Kivlan Zein, Mayjen TNI Zacky Anwar Makarim, Kasum TNI, Letjen TNI Suaidi M, Wakil 25

Panglima TNI, Jendral TNI Fachrul Rozi dan lain-lain. FPI juga dekat dengan pejabat kepolisian Jakarta yakni mantan Kapolda Mentrojaya, Mayjen Pol Noegroho Djajoesman. FPI juga dekat dengan orang-orang di seputar Jendral TNI (Purn) Soeharto. Di masa Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto masih aktif di TNI, FPI (begitu juga KISDI) adalah salah satu binaan menantu Soeharto itu. Namun, setelah Prabowo jatuh, FPI kemudian cenderung mendekati kelompok Jendral Wiranto yang uniknya, saat ini, tengah bermusuhan dengan kelompok Prabowo. Inilah keunikan lembaga itu. Namun, dari dua hal itu bisa ditarik kesimpulan bahwa FPI memang memilih mendekati kelompok militer yang kuat yang bisa diajak bekerjasama dalam perebutan pengaruh politik. Sejumlah aksi FPI yang mendukung tentara misalnya: aksi tandingan melawan aksi mahasiswa menentang RUU Keadaan Darurat yang diajukan Mabes TNI, 24 Oktober 1999. Ratusan milisi FPI bersenjata pedang dan golok hendak menyerang mahasiswa yang bertahan di sekitar Jembatan Semanggi, Jakarta Pusat, namun bisa dicegah polisi. Aksi kedua ketika ratusan milisi FPI yang selalu berpakaian putih-putih itu menyatroni Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), memprotes pemeriksaan Jendral Wiranto dan kawan-kawan oleh KPP HAM. Milisi FPI yang datang ke kantor Komnas HAM dengan membawa pedang dan golok itu bahkan menuntut lembaga itu dibubarkan karena dianggap lancang memeriksa para jendral itu. FPI dibubarkan pada tanggal 6 Nopember 2002,38 namun masih tetap saja terus muncul sebagai laskar pembasmi kemaksiatan. Struktur organisasi FPI ini terdiri dari orang-orang yang menduduki jabatan dalam struktur dari organisasi yang dikenal tertutup itu. Ketua Investigasi Front bertugas mencari informasi, bahkan acapkali menyusupi aksi-aksi mahasiswa dan kampus untuk melihat dan memetakan tokoh-tokoh mahasiswa dan kelompok demonstran. Ketua Badan Anti Maksiat Front adalah 'avant garde' FPI. Badan Anti Maksiat Front terlibat dalam sejumlah aksi, terutama sejak kasus kerusuhan Ketapang dan maraknya demo serta gerakan anti terhadap tempat-tempat yang dikategorikan oleh mereka sebagai tempat maksiat. Satu FPI lain terbentuk, tapi bukan merupakan bagian dari fundamentalisme, melainkan bagian dari radikalisme. FPI lain itu adalah FPI Surakarta (FPIS). Namun, FPI (Front Pembela Islam) 38

Kompas, 7 Nopember 2002. 26

yang beralamat kantor sekretariat di Jl. Petamburan III No.5 Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tlp (021) 574-3015 ini terlibat dengan beberapa kasus terorisme. Misalnya, salah seorang anggota FPI bernama Allen alias Ahmad Rofiq alias Ali Zein, adalah adik kandung Fathurahman Al-Ghozi. Ia ditangkap pada Juni 2005 di Solo hasil pengembangan pemeriksaan Abdullah Sunata. Aktif di lingkungan FPI Pekalongan. Selain itu, anggota FPI lainnya yang terlibat dengan terorisme adalah Faturrahman alias Fath. Pada tangga 17 Nopember 2005 ditangkap di rumahnya oleh Densus88 Anti-Teror Polri atas dugaan menyembunyikan Noordin M.Top. Ia adalah Sekretaris FPI DPW Pekalongan.

Islam Radikal Berbeda dengan kaum fundamentalis, kaum radikal Islam justru meman-dang bahwa memahami agama secara mengakar jauh lebih penting sebelum membuat rencana aksi yang cenderung bersifat kekerasan. Penyeragaman pan-dangan terhadap komunitas yang memberikan respon terhadap modernisasi, pemerintahan sekular dan budaya Barat ke dalam sebutan “fundamentalis” sesungguhnya merupakan sebuah penyederhanaan yang berlebihan. Spektrum dunia pergerakan Islam sesungguhnya menyimpan warna-warna yang kaya dalam khazanah yang cukup plural. Tidak semua kalangan yang kritis dan anti terhadap AS, Israel, budaya Barat, materialisme, kapitalisme, isu-isu feminisme, hak asasi manusia dan demokrasi dapat dikategorikan sebagai kaum ‘fundamentalis’. Kaum radikal Islam yang bangkit dengan garis yang berbeda, bahkan secara diametral berlawanan dengan fundamentalis adalah taksonomi per-gerakan Islam yang mesti dilihat secara berhati-hati. Adanya fakta bahwa fundamentalisme telah muncul dalam ledakan-ledakan kecil dan besar di semua budaya (budaya agama monotheis, maupun politheis) mengindikasikan sebuah kekecewaan yang meluas terhadap masyarakat modern di mana banyak di antara kita malah merasakannya sebagai sesuatu yang membebaskan, menyenangkan dan memberdayakan. Proyek-proyek yang secara kasat mata dipandang baik oleh kaum liberal, di mana kaum radikal Islam juga termasuk di dalamnya, —seperti demokrasi, penciptaan perdamaian, 27

kepedulian terhadap lingkungan, pembebasan wanita, atau kekebasan berbicara— dapat dipandang buruk, bahkan haram, oleh kaum fundamentalis. Bagan 4 Islam Radikal di Indonesia

Islam Radikal di Indonesia Islam Radikal LSM

Gerakan Santri (Rural)

Gerakan-Gerakan Mahasiswa Islam GerakanGerakan Pemuda Islam

Partai-Partai Politik Islam

Kaum fundamentalis seringkali mengekspresikan dirinya secara kekerasan, tapi kekerasan itu adalah cara atau jalan yang paling sederhana yang memancar dari ketakutan mereka yang mendalam akan hancurnya komunitas, tradisi, nilai dan budaya yang mereka anggap luhur. Dilihat dari latar-belakang pendidikan, mereka adalah kaum intelektual —yang oleh Bruce Hoffman39 disebut sebagai “violent intellectual”— yang berusaha mencapai tujuannya karena dimotivasi oleh doktrin-doktrin agama yang mereka persepsikan secara berbeda (out of mainstream). Setiap gerakan kaum fundamentalis yang pernah saya teliti, terdapat sebuah ketakutan irrasional akan proses penghancuran terhadap mereka secara sistematis. Menurut Scott Appleby, kemapanan kaum sekular bertujuan untuk menghapuskan 39

Lihat Bruce Hoffman, Inside Terrorism, 1998. 28

keberadaan mereka sebagai kaum beragama dari muka bumi ini, sekalipun di AS sendiri. Kaum fundamentalis yakin bahwa respon mereka secara kekerasan adalah sebentuk perlawanan terhadap kekuatan-kekuatan yang telah menakut-nakuti mereka selama ini. Kaum fundamentalis percaya bahwa mereka selama ini melawan demi mempertahankan agama dan mempertahan-kan masyarakat yang beradab. Sekarang banyak masyarakat dalam komunitas dunia Islam yang menolak persepsi bahwa Barat sebagai tak bertuhan, tidak adil, dan dekaden. Kaum Islam radikal baru tidaklah sesederhana kaum fundamentalis yang membenci Barat.40 Bagaimanapun, kaum radikal baru Islam tidak merupakan gerakan yang homogen. Muslim radikal pada pokoknya berupaya meletakkan rumah mereka sendiri dalam suatu tata-aturan yang berbeda sesuai dengan yang mereka persepsikan. Tidak sebagaimana kaum fundamentalis yang mengidap dislokasi kultural yang parah, kaum radikal juga merasa nyaman dengan zaman modern. Adalah mustahil untuk menggeneralisasi bentuk-bentuk ekstrim kelompok agama karena mereka bukan hanya berbeda antara tiap-tiap negara, tapi juga berbeda antara tiap-tiap kota bahkan di tiap-tiap kampung dan desa. Hanya sebagian kecil saja dari kelompok fundamentalis yang setia dengan aksi-aksi teror, sementara banyak kaum radikal Islam bahkan sangat bersahabat, menginginkan perdamaian, berpengharapan pada hukum dan tata-aturan, dan menerima nilai-nilai positif dari masyarakat modern. Jika kaum fundamentalis tidak pernah punya waktu untuk berbicara tentang demokrasi, pluralisme, toleransi beragama, penciptaan perdamaian, kebebesan individu atau pemisahan antara agama dan negara, maka komunitas lainnya bahkan yang radikal sekalipun justru menganggap semua itu adalah sublimasi nilai-nilai agama dalam bahasa profan. Semoga AS —dan negaranegara yang sedang dilanda semangat anti teroris karena serangkaian bom yang meledak di tempat-tempat ibadah Nasrani atau di tempat-tempat di mana terjadinya penetrasi kapitalisme, liberalisme dan sekularisme Barat— tidak panik dan salah dalam membedakan mana yang fundamentalis dan mana yang radikal. Karen Armstrong, dalam bukunya Muhammad: A Biography Of The Prophet (2000), mengingat-kan tanggung-jawab Barat terhadap munculnya bentuk radikalisme baru Islam, yang dalam pengertian tersembunyi akan bangkit secara tiba-tiba seperti dalam fantasi-fantasi lama masyarakat Barat. 40

29

Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi mahasisdwa Islam radikal. Radikalisme adalah sikap ideologis mahasiswa di setiap kampus. HMI adalah salah satu organisasi kecil tetapi sudah lama memiliki peran positif dalam situasi baru yang sedang bergolak, adalak HMI. Organisasi ini secara prinsip mempunyai hubungan dengan Masyumi, tetapi pada dasawarsa 1950-an, HMI melepaskan diri secara resmi dari Masyumi, sekalipun tetap memiliki hubungan erat secara emosional. Di bawah pemerintahan Soekarno, HMI mulai menunjukkan tradisi baru dengan bersikap oposan pada pemerintah. HMI merupakan organisasi mahasiswa paling kuat di negeri ini. Dari organisasi inilah muncul banyak tokoh-tokoh Islam dan tokoh-tokoh cendekiawan Indonesia dewasa ini. Pada tahun-tahun terakhir demokrasi terpimpin, organisasi ini menghadapi serangan terus menerus dari kelompok kiri, yang dengan segala daya berusaha menyulut perselisihan antara HMI dan Masyumi, tetapi tidak berhasil. Setelah Soeharto berkuasa tahun 1965, organisasi ini merupakan pelopor pemben-tukan front kesatuan aksi mahasiswa yang memperoleh dukungan di kota-kota besar untuk membantu militer dalam melawan komunis. HMI tidak beraliansi ke partai politik manapun, juga tidak menjadi bagian dari Partai Persatuan Pembangunan. Mereka tetap memelihara indepen-densinya, tetapi menjalin kerjasama dengan pemerintah. Pada pertengahan dasawarsa 1970-an, HMI menunjukkan kemahi-rannya yang hebat dalam menghadapi NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus). Tokoh-tokoh cendekiawan Muslim yang menonjol dahulunya adalah aktivis dari organisasi ini atau pemimpinnya. Organisasi ini banyak berhasil dalam melakukan kerjasama dengan pemerintah, misalnya Abdul Ghafur menjadi menteri pemuda dan Olah Raga, demikian pula Akbar Tanjung yang menjadi wakil ketua Golkar. Di antara organisasi Islam yang ada, maka HMI adalah satusatunya organisasi yang dengan keras menentang pemaksaan asas tunggal diberlakukan pada organisasinya. Setelah muktamar nasional tahun 1983, seringkali HMI melontarkan penolakan secara total terhadap tuntu-tan pelaksanaan asas tunggal bagi organisasinya, sekalipun berkali-kali mendapat ancaman dari Abdul Ghafur, mantan ketua HMI Cabang Jakarta. Namun tekanan 30

dan ancaman ini akhirnya berhasil menaklukkan sebagian besar cabang-cabang HMI di daerah dan membuat cabang-cabang sisanya tunduk di bawah tekanan. Berdasarkan kenyataan ini, maka dibuatlah pengurus-pengurus cabang baru sebagai tandingan bagi pengurus lama, sehingga penerimaan asas tunggal lebih bersifat rekayasa daripada ketulusan. Oleh karena itulah banyak rekayasa, intervensi dan pemaksaan dilakukan terhadap pengurus-pengurus cabang, sehingga tatkala mereka mengadakan muktamar tahun 1986, HMI bersedia mene-rima asas tunggal. Beberapa saat sebelum muktamar ini dilakukan, Jend. Beny Murdani mengumumkan, bahwa organisasi apa saja yang menolak Pancasila harus memikul resiko dan pergi meninggalkan Indonesia. Meskipun demikian, beberapa cabang yang ada di berbagai perguruan tinggi di kota-kota besar memisahkan diri dari organisasi pusat, dan tidak mau menerima hasil kongres bahkan mendirikan organisasi tandingan yang disebut MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) dan mengaku mempunyai pendukung sebanyak 23.000 anggota. Gerakan Aktivis Masjid dan Kelompok Pengajian Masjid merupakan basis utama gerakan Islam baru serta berbagai kelompok keagamaan yang dikenal dengan nama pengajian. Istilah ini diberikan kepada kelompok pengajian yang berbagai macam itu, dimana kegiatannya terutama membaca AlQur’an, mengadakan pengajian dengan kelompok-kelompok kecil di rumah, masjid maupun tempat umum. Banyak penceramah keliling yang dikenal dengan nama muballigh. Mereka ini berperan untuk menarik jumlah pengunjung yang besar ke dalam pengajian-pengajian yang diadakan di masjid atau tempat lain. Kegiatan semacam ini tersebar di berbagai pelosok negeri. Sebagian besar muballigh ini berasal dari kelompok yang dihormati, yang tidak berbicara masalah-masalah yang bernuansa politis dan sosial yang riel, yang diang-gap dapat membuat pendengar emosi. Nasionalisme para muballigh ini bertambah besar ketika menyaksikan aktivitas parpol menurun. Dan masjid berbeda dengan gereja, karena gereja merupakan bagian dari sistem gereja nasional/wilayah (paroki). Sedangkan masjid merupakan institusi independen. Oleh karena itu kegiatan masjid bersifat lokal, dan tidak memerlukan koordinasi dengan hirarkhi tertinggi baik lokal ataupun nasional. Dewasa ini masjid-masjid 31

banyak dikuasai oleh harakah-harakan pemuda, menggantikan posisi pengurus atau ta’mir yang birokratis dalam melaksanakan aktivitas masjid. Koordinasi pemuda ini biasanya diberi nama Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI). Masjid-masjid yang dikelola oleh para pemuda-remaja ini sebagian besar terdapat di Jakarta dan sekitarnya, sehingga mereka ini dikenal dengan sebutan hizamul ahdhar (selendang hijau). Warna hijau diasosiasikan sebagai simbol Islam. Masjid inilah yang merupakan tempat me-nyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Gerakan baru ini tidak mengenyampingkan usaha mempersiapkan metoda-metoda pendidikan keagamaan yang disampaikan melalui masjid dan masyarakat. Gerakan ini juga melakukan diskusi-diskusi politik, penerbitan buletin dan bukubuku kecil yang kritis. Melalui masjid-masjid kampus, juga muncul pusat-pusat gerakan mahasiswa. Pemerintah mulai melakukan sejumlah tindakan, yang bertujuan memati-kan gerakan baru ini. Soeharto dan jajaran aparatnya menempuh cara-cara yang dahulu pernah digunakan oleh penjajah Belanda terhadap Islam. Penjajah Belanda dahulu berpendapat, Islam perlu diberi kebebasan melakukan ibadah, bahkan diberi vasilitas, selama umat Islam hanya menjalankan ritualitas keagamaan saja. Akan tetapi, jika sekarang kaum Muslimin mulai menyusun langkah-langkah politik, maka harus ditindak tegas. Sebelum pemilu 1977, PPP mempunyai optimisme besar dalam diri-nya. Karena itu beberapa jenderal bersekongkol untuk melakukan makar, di antaranya dengan melakukan dua rencana, yang pertama, menampil-kan Golkar sebagai front Islam. Untuk itu mereka menyogok beberapa orang ulama untuk bergabung ke dalam Golkar. Tugas ini dibebankan kepada Amir Murtono, seorang tokoh yang menonjol di Golkar. Langkah kedua, menugaskan seorang tokoh baru intelijen militer bernama Ali Murtopo untuk memancing aktivis Muslim melakukan tindakan kriminal dan menimbulkan kerusuhan. Kedua manuver politik tersebut terus berjalan hingga hari ini, sekalipun PPP sudah tidak memiliki kemampuan apa-apa, tetapi yang menjadi sasaran utama operasi ini adalah kelompokkelompok kecil inde-penden yang mulai bermunculan. Operasi pertama Ali Murtopo adalah merekrut mantan aktivis gerakan Darul Islam. Setelah dibebaskan dari penjara pada awal dasa32

warsa 1960-an, dan sebulan sebelum berlangsungnya Pemilu bulan Juli 1967, segala tindakan mereka senantiasa dalam pengawasan militer. Panglima Kopkamtib, Laksamana Soedomo mengumumkan, bahwa ada sekitar anggota kelompok Komando Jihad telah ditangkap di Asahan (Sumatera Utara), Riau, Lampung (Sumatera Selatan), Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka yang tertangkap ini adalah para pendukung Darul Islam. Beberapa tahun setelah diadili, sebagian dari mereka mengungkapkan dengan penuh penyesalan bahwa mereka dahulu telah diperalat oleh BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen) mela-kukan operasi-operasi khusus. Akan tetapi Ali Murtopo membantah adanya tim semacam itu di tubuh BAKIN. Tujuan utama dimunculkan-nya issu KOMJI (Komando Jihad) sebenarnya untuk memberikan kesan kepada masyarakat, bahwa gerakan teroris itu memang ada; dengan demikian umat Islam merasa tercekam, dihantui rasa ketakutan. Operasi yang dilakukan oleh badan intelijen semacam ini merupakan alat politik rezim Soeharto. Pengumuman tentang berbagai komplotan teroris yang diissukan itu berlangsung dalam kondisi tertentu, yaitu bila menghadapi peristiwa-peristiwa politik penting, misalnya menjelang pemilu, atau pemilihan presiden, pengajuan RUU kepada DPR karena pada moment seperti ini suhu politik semakin memanas. Kelompokkelompok yang dituduh melakukan kegiatan teror terbukti di kemudian hari, umumnya adalah orang-orang yang direkrut melalui rekayasa dan tipu daya. Dan penyelesaian perkaranya di persidangan, hanya didasarkan pada BAP (Berita Acara Pidana) yang dibuat oleh penyidik. Terdapat rangkaian panjang dari “operasi teroris” yang tidak pernah sekalipun terungkap kepermukaan, tetapi orang-orangnya tetap diseret ke pengadilan, kemudian menjerumuskan aktivis gerakan Muslim. Pernah disiarkan secara terperinci tentang gerakan teror yang direkayasa bebe-rapa hari sebelum berlangsungnya SU MPR 1978, ketika pemerintah pertama kali mengambil langkah untuk memaksakan Pancasila diterima sebagai asas tunggal bagi kehidupan berbangsa. Pada awal dasawarsa 1980-an ada dua kelompok Islam yang disebut sebagai ekstrim dan dituduh hendak melakukan kegiatan teroris. Pertama, adalah kelompok Warman yang dituduh telah melakukan banyak pembunuhan. Tapi ternyata tidak terdapat bukti sedikitpun yang membenarkan tuduhan itu. Sebab Warman telah terbunuh oleh ABRI ketika tempat persem-bunyiannya diserbu pada tahun 1981. 33

Kedua, kelompok Imran bin Muhammad Zein, yang dituduh melakukan serangan terhadap salah satu markas polisi di Cisendo Jawa Barat dan menewaskan tiga orang petugas. Kemudian kelompok ini membajak pesawat pada bulan Maret 1981. Penyelidikan atas kasus ini tidak pernah tuntas karena para pemba-jaknya mati tembak di tempat. Lima orang ditembak ketika pasukan menyebu pesawat dan orang keenam ditembak saat berada dalam tahanan. Di persidangan terungkap bahwa kelompok Imran hanya diperalat oleh badan intelijen untuk mendeskreditkan kaum Muslimin. Akan tetapi masalah ini belum pernah dibuktikan secara valid. Berbagai tuduhan yang dilontarkan kepada Warman dan Imran mencapai puncaknya bersamaan dengan pemilu 1982. HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologi Islam. Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya. Hizbut Tahrir mengklaim bahwa mereka bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka untuk mendirikan kembali sistem Khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam realitas kehidupan. Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik, bukan organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah (seperti lembaga studi agama atau badan penelitian), bukan lembaga pendidikan (akademis), dan bukan pula lembaga sosial (yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan). Ide-ide Islam menjadi jiwa, inti, dan sekaligus rahasia kelangsungan kelompoknya. Disebutkan bahwa Hizbut Tahrir didirikan demi rangka memenuhi seruan Allah SWT: "(Dan) hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang menyeru kepada kebaikan (mengajak memilih kebaikan, yaitu memeluk Islam), memerintahkan kepada yang ma'ruf dan melarang dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung." (QS Ali 'Imran: 104) Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah, membebaskan umat dari ideide, sistem perundang-undangan, dan hukum-hukum kufur, serta membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan pengaruh 34

negara-negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali. Hizbut Tahrir bertujuan melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak kaum Muslimin kembali hidup secara Islami dalam Darul Islam dan masyarakat Islam. Di mana seluruh kegiatan kehidupannya diatur sesuai dengan hukum-hukum syara'. Pandangan hidup yang akan menjadi pedoman adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islam, yaitu Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan di-bai'at oleh kaum Muslimin untuk didengar dan ditaati agar menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad. Di samping itu Hizbut Tahrir bertujuan membangkitkan kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar, melalui pola pikir yang cemerlang. Hizbut Tahrir berusaha untuk mengembalikan posisi umat ke masa kejayaan dan keemasannya seperti dulu, di mana umat akan mengambil alih kendali negaranegara dan bangsa-bangsa di dunia ini, dan negara Khilafah akan kembali menjadi negara nomor satu di dunia —sebagaimana yang terjadi pada masa silam— serta memimpin dunia sesuai dengan hukum-hukum Islam. Hizbut Tahrir juga bertujuan untuk menyampaikan hidayah (petunjuk syari'at) bagi umat manusia, memimpin umat Islam untuk menentang kekufuran41 beserta segala ide dan peraturan kufur, sehingga Islam dapat menyelimuti bumi. Kegiatan Hizbut Tahrir adalah mengemban dakwah Islam untuk mengubah situasi masyarakat yang rusak menjadi masyarakat Islam. Hal ini dilakukan dengan mengubah ide-ide rusak yang ada menjadi ide-ide Islam, sehingga ide-ide ini menjadi opini umum di tengah masyarakat serta menjadi persepsi bagi mereka. Selanjutnya persepsi ini akan mendorong mereka untuk merealisasikan dan menerapkannya sesuai dengan tuntutan Islam. Juga dengan mengubah perasaan yang dimiliki anggota masyarakat menjadi perasaan Islam --yakni ridla terhadap apa yang diridlai Allah, marah dan benci terhadap apa yang dimurkai dan dibenci oleh Allah-- serta mengubah hubungan/ interaksi yang 41

Kekufuran adalah sikap anti-hukum agama dalam kehidupan sosial politik.

35

ada dalam masyarakat menjadi hubungan/ interaksi yang Islami, yang berjalan sesuai dengan hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya. Seluruh kegiatan yang dilakukan Hizbut Tahrir adalah kegiatan yang bersifat politik, di mana Hizbut Tahrir memperhatikan urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum serta pemecahannya secara syar'i, karena politik adalah mengurus dan memelihara urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya. Kegiatan-kegiatan yang bersifat politik ini tampak jelas dalam kegiatannya mendidik dan membina umat dengan tsaqafah (kebudayaan) Islam, meleburnya dengan Islam, membebaskannya dari aqidah-aqidah yang rusak, pemikiran-pemikiran yang salah, serta persepsi-persepsi yang keliru, sekaligus membebaskannya dari pengaruh ide-ide dan pandangan-pandangan kufur. Kegiatan politik ini tampak juga dalam aspek pergolakan pemikiran (ash shiro’ul fikri) dan dalam perjuangan politiknya (al kifahus siyasi). Pergolakan pemikiran tersebut terlihat dalam penentangannya terhadap ide-ide dan aturan-aturan kufur. Kegiatan ini nampak pula dalam penentangannya terhadap ide-ide yang salah, aqidah-aqidah yang rusak, atau persepsi-persepsi yang keliru, dengan cara menjelaskan kerusakannya, menampakkan kekeliruannya, dan menjelaskan ketentuan hukum Islam dalam masalah tersebut. Adapun perjuangan politiknya, terlihat dari penentang-annya terhadap kaum kafir imperialis untuk memerdekakan umat dari belenggu dominasinya, membebaskan umat dari cengkeraman pengaruhnya, serta mencerabut akar-akarnya yang berupa pemikiran, kebudayaan, politik, ekonomi, maupun militer dari seluruh negeri-negeri Islam. Perjuangan politik ini juga tampak jelas dalam kegiatannya menentang para penguasa, mengungkapkan pengkhianatan dan persekongkolan mereka terhadap umat, melancarkan kritik, kontrol, dan koreksi terhadap mereka serta berusaha menggantinya tatkala mereka mengabaikan hak-hak umat, tidak menjalankan kewajibannya terhadap umat, melalaikan salah satu urusan umat, atau menyalahi hukum-hukum Islam. Seluruh kegiatan politik tersebut dilakukan tanpa menggunakan caca-cara kekerasan (fisik/senjata). Akan tetapi sebatas aktivitas menyampaikan ide-ide (konsep-konsep) dengan lisan atau tulisan, sesuai jejak dakwah yang dicontohkan Rasulullah SAW. Jadi 36

kegiatan Hizbut Tahrir secara keseluruhan adalah kegiatan yang bersifat politik, baik sebelum maupun sesudah mengambilalih pemerintahan (melalui umat). Kegiatan Hizbut Tahrir bukan di bidang pendidikan, karena ia bukanlah madrasah (sekolah). Begitu pula seruannya tidak hanya bersifat nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk. Akan tetapi kegiatannya bersifat politik, dengan cara mengemukakan ide-ide (konsep-konsep) Islam beserta hukum-hukumnya untuk dilaksanakan, diemban, dan diwujudkan dalam kenyataan hidup dan pemerintahan. Hizbut Tahrir mengemban dakwah Islam agar Islam dapat diterapkan dalam kehidupan dan agar Aqidah Islamiyah dapat menjadi dasar negara dan dasar konstitusi serta undang-undang. Karena Aqidah Islamiyah adalah aqidah aqliyah (aqidah yang menjadi dasar pemikiran) dan aqidah siyasiyah (aqidah yang menjadi dasar politik) yang melahirkan aturan untuk memecahkan problem manusia secara keseluruhan, baik di bidang politik, ekonomi, budaya, sosial, dan lain-lain. Metode yang ditempuh Hizbut Tahrir dalam mengemban dakwah adalah hukum-hukum syara', yang diambil dari thariqah (metode) dakwah Rasulullah SAW, sebab thariqah itu wajib diikuti. Sebagaimana firman Allah SWT: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan Hari Kiamat, dan dia banyak menyebut Allah (dengan membaca dzikir dan mengingat Allah)." (QS Al-Ahzab: 21) "Katakanlah: 'Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian." (QS Ali Imran: 31) "Apa saja yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambilah. Dan apa saja yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah." (QS Al-Hasyr: 7) Dan banyak lagi ayat lain yang menunjukkan wajibnya mengikuti perjalanan dakwah Rasulullah SAW, menjadikan beliau suri teladan, dan mengambil ketentuan hukum dari beliau. Berhubung kaum Muslimin saat ini hidup di Darul Kufur42 --karena 42

Darul Kufur, daerah atau wilayah atau negara yang tidak berdasarkan Islam.

37

diterapkan atas mereka hukum-hukum kufur yang tidak diturunkan Allah SWT-- maka keadaan negeri mereka serupa dengan Mekkah ketika Rasulullah SAW diutus (menyampaikan risalah Islam). Untuk itu fase Makkah wajib dijadikan sebagai tempat berpijak dalam mengemban dakwah dan mensuriteladani Rasulullah SAW. Dengan mendalami sirah43 Rasulullah SAW di Makkah hingga beliau berhasil mendirikan suatu Daulah Islam di Madinah, akan tampak jelas beliau menjalani dakwahnya dengan beberapa tahapan yang jelas ciri-cirinya. Beliau melakukan kegiatankegiatan tertentu yang tampak dengan jelas tujuan-tujuannya. Dari sirah Rasulullah SAW inilah Hizbut Tahrir mengambil metode dakwah dan tahapan-tahapannya, beserta kegiatan-kegiatan yang harus dilakukannya pada seluruh tahapan ini, karena Hizbut Tahrir mensuriteladani kegiatan-kegiatan yang dilakukan Rasululah SAW dalam seluruh tahapan perjalanan dakwahnya. Berdasarkan sirah Rasulullah SAW tersebut, Hizbut Tahrir menetapkan metode perjalanan dakwahnya dalam 3 (tiga) tahapan berikut: Pertama, Tahapan Pembinaan dan Pengkaderan (Marhalah At Tatsqif), yang dilaksanakan untuk membentuk kader-kader yang mempercayai pemikiran dan metode Hizbut Tahrir, dalam rangka pembentukan kerangka tubuh partai. Kedua, Tahapan Berinteraksi dengan Umat (Marhalah Tafa’ul Ma’a Al Ummah), yang dilaksanakan agar umat turut memikul kewajiban dakwah Islam, hingga umat menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, agar umat berjuang untuk mewujudkannya dalam realitas kehidupan. Ketiga, Tahapan Pengambilalihan Kekuasaan (Marhalah Istilaam Al Hukm), yang dilaksanakan untuk menerapkan Islam secara menyeluruh dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia. Hizbut Tahrir menerima keanggotaan setiap orang Islam, baik laki-laki maupun wanita, tanpa memperhatikan lagi apakah mereka keturunan Arab atau bukan, berkulit putih ataupun hitam. Hizbut Tahrir adalah sebuah partai untuk seluruh kaum Muslimin dan menyeru mereka untuk mengemban dakwah Islam serta mengambil dan menetapkan seluruh aturan-aturan Islam, tanpa memandang lagi kebangsaan, warna kulit, maupun madzhab mereka. Hizbut Tahrir melihat semuanya dari pandangan Islam. 43

Sirah (bhs Arab), artinya sejarah. Sirah Nabawiyah adalah sejarah hidup Nabi Muhammad SAW.

38

Cara mengikat individu-individu ke dalam Hizbut Tahrir adalah dengan memeluk Aqidah Islamiyah, matang dalam Tsaqafah Hizbut Tahrir, serta mengambil dan menetapkan ide-ide dan pendapat-pendapat Hizbut Tahrir. Dia sendirilah yang mengharuskan dirinya menjadi anggota Hizbut Tahrir, setelah sebelumnya ia melibatkan dirinya dengan Hizbut Tahrir; ketika dakwah telah berinteraksi dengannya dan ketika dia telah mengambil dan menetapkan ide-ide serta persepsi-persepsi Hizbut Tahrir. Jadi ikatan yang dapat mengikat anggota Hizbut Tahrir adalah Aqidah Islamiyah dan Tsaqafah Hizbut Tahrir yang terlahir dari aqidah ini. Halaqah-halaqah (pembinaan) wanita dalam Hizbut Tahrir terpisah dengan halaqah laki-laki. Yang memimpin halaqah-halaqah wanita adalah para suami, mahramnya, atau para wanita.

Partai Bulan Bintang (PBB) Partai Bulan Bintang (PBB) adalah sebuah partai politik Indonesia yang berasaskan Islam dan menganggap dirinya partai penerus Masyumi. Partai dengan basis massa kaum radikal Islam di perkotaan ini merupakan perpanjangan sejarah dari Partai Islam masa Orde Lama, Masyumi (Madjlis Sjuro Muslimin Indonesia). Partai Masyumi pernah dicoba hidupkan kembali pada masa Orde Baru dengan nama Parmusi (Partai Muslimin Indonesia). Partai Bulan Bintang didirikan pada 17 Juli 1998. Partai ini telah ikut pemilu selama dua kali yaitu pada Pemilu tahun 1999 dan 2004. Partai pada pemilu 2004 memenangkan suara hanya sebesar 2.970.487 pemilih (2,62%) dan mendapatkan 11 kursi di DPR. Partai ini sebelumnya dikepalai oleh Yusril Ihza Mahendra, seorang tokoh yang kontroversial. MS Kaban diangkat sebagai ketua umum pada 1 Mei 2005. Partai yang menamakan diri Bulan Bintang —sebuah sebutan bagi keluarga besar pendukung Masyumi setelah partai tersebut dibubarkan— ini tidaklah identik dengan Partai Masyumi, meskipun ada keterkaitan psikologis. Ide besar dari partai ini menurut ketua umumnya adalah Islamic modernism, yaitu 39

meyakini bahwa Islam adalah ajaran universal yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hidup mereka, baik di dunia maupun akhirat. PBB memperjuangkan tegaknya sistem yang kuat, bukan figur orang. PBB termasuk dalam sedikit partai politik yang konsisten memperkaya wacana politik bangsa dengan mengeluarkan isu-isu politik. Di antaranya, mengenai sistem distrik dalam pemilu dan perubahan UUD 1945 melalui amandemen konstitusi. Selain itu, PBB juga melemparkan isu jumlah ideal propinsi di Indonesia sebanyak 40 buah dengan empat daerah istimewa, yaitu Aceh, Yogyakarta, Bali, dan Timor Timur. Partai Bulan Bintang (PBB) merupakan sebuah partai politik yang bercita-cita untuk mendirikan negara berasaskan Islam di Indonesia, dengan menggunakan Piagam Madinah sebagai dasar hukumnya. Dalam partai ini terdapat pimpinan-pimpinan yang radikal.44 Apa yang dikatakan oleh Ketua DPP Partai Bulan Bintang di hadapan massa PBB dalam berita tersebut sangat berpotensi menyuburkan bibit-bibit permusuhan yang berbau SARA yang sangat peka di negara ini. Bahkan tak berlebihan jika dikatakan sebagai suatu bentuk hasutan terselubung. Sementara tokoh-tokoh Islam lain sedang berupaya keras untuk menciptakan suasana sejuk dan rukun di antara umat beragama, tokoh-tokoh dari PBB ini rajin menyuarakan suara-suara yang memancing semangat permusuhan. Dalam pidatonya itu Ketua DPP PBB itu seolah mengajak untuk berperang melawan orang yang bukan-Islam, atau Islam yang tidak sepaham dengan mereka. Apalagi di sebagian kalangan Islam ada semacam paham bahwa mereka yang digolongkan kafir harus dimusuhi. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 44

Suara Indonesia, edisi hari Senin, 14 Desember 1998. 40

Partai Keadilan Sejahtera (disingkat PKS atau PK Sejahtera), yang dahulu dikenal dengan nama Partai Keadilan adalah sebuah partai politik Indonesia. Partai ini diketuai oleh Hidayat Nur Wahid. Namun setelah Hidayat Nur Wahid terpilih sebagai ketua MPR masa bakti 2004-2009, beliau memilih mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden PK Sejahtera, sehingga jabatan ketua sementara diemban oleh Tifatul Sembiring sebagai Pjs. Partai Keadilan Sejahtera. Lalu pada Sidang Majelis Syuro I PKS pada 26 29 Mei 2005 di Jakarta, Tifatul Sembiring terpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2005-2010. Partai ini berasaskan Islam. Pada awalnya populer di kalangan para mahasiswa dan kaum cendekiawan muda Islam lainnya. Seiring dengan perkembangannya, partai ini semakin meluas kepopulerannya, tidak hanya di kota-kota besar di Indonesia namun hingga ke pelosok-pelosok daerah. Bahkan hingga merambah ke luar negeri. Partai ini sudah banyak memiliki perwakilan di luar negeri, hal ini tampak dari berbagai situs yang muncul atas nama partai ini yang berlokasi di berbagai negara. Pada Pemilu 2004, yang bisa dikatakan pemilu kedua yang diikuti partai ini, PKS memenangkan suara sebanyak 7,34% (8.325.020) dari jumlah total dan mendapatkan kursi sebanyak 45 di DPR. Pada pemilu saat itu, PKS memiliki motto "Bersih dan Peduli". Partai Keadilan Sejahtera (PK Sejahtera) adalah sebuah partai dakwah Islam di Indonesia. PK Sejahtera merupakan bentukan baru sebuah partai untuk melakukan tugas utama dakwah di semua sisi bidang kehidupan, terutama di bidang politik di negara Indonesia. Partai ini merupakan kelanjutan perjuangan Islam yang telah dirintis sebelumnya oleh 'sang kakak' yakni Partai Keadilan (PK). Dalam perkembangan pergerakan Helmy setelah menjadi tahanan tahun 1981 berangkat ke Mesir untuk tugas belajar dibawah jaminan keamanan BAKIN Ali murtofo selama 2 tahun. Selanjutnya Helmi Aminuddin menyatakan keluar dari struktur maupun ajaran NII komando Adah Djaelani, kemudian ditampung dan dipelihara oleh mantan tokoh Bakin (Soeripto). Soeripto menjadi sponsor sekaligus promotor dan bertindak sebagai pemberi tugas kepada Helmi Aminuddin antara lain untuk mengadopsi ajaran dan manhaj serta berhubungan langsung secara organisasional dengan gerakan Ikhwanul Muslimin faksi Qiyadah Syaikh Sa’id Hawwa di Timur Tengah sekitar tahun 1985. Maka pergilah Helmi Aminuddin ke Timur Tengah untuk 41

mengadopsi gerakan Ikhwan tsb sekalipun alasan kepergiannya kesana Helmi mengatakan untuk menyelesaikan studinya yang belum rampung. Sepulangnya dari Timur Tengah Helmi Aminuddin mulai mengibarkanbendera gerakan IM-Ikhwanul Muslimin di Indonesia seraya melakukan klaim sebagai representasi gerakan Islam kaffah, universal dan menafikan seluruh gerakan Islam lain yg bersifat lokal di Indonesia dengan gerakan USROH. Pada tahun 1991 Helmi Aminuddin diangkat sebagai mursyid atau elite komando organisasi gerakan Ikhwanul Muslimin untuk kawasan Asia Tenggara. Eksistensi gerakan ini cepat berkembang secara signifikan khususnya di kawasan Ibu kota DKI Jakarta. Tetapi awal awal tahun 1998 nama Helmi Aminuddin tiba-tiba raib dari blantika gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin yang bermarkas di Yayasan Al-Hikmah di kawasan Jalan Bangka Jakarta Selatan, juga di Yayasan Iqra’ di kawasan Pondok Gede Jakarta Timur sebagai basis sentral pemukiman elite mereka, serta Yayasan Nurul Fikri di kawasan Depok. Bahkan Helmi sempat diisukan dipecat atau dima’zul-kan ke habitat lamanya (NII), ada juga isu yang menyebut Helmi telah bergabung ke kelompok Syi’ah. Akan tetapi pada kenyataanya Helmi Aminuddin bin Danu Muhammad Hasan sebenarnya tetap menjadi orang nomor satu dan terpenting dalam kelompok gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin ini, hanya mungkin di masa kini keberadaan namanya dirasa perlu untuk sementara waktu secara resmi ditarik dari peredaran gerakan Ikwan, bahkan nama Helmi Aminuddin tidak diakui keberadaannya oleh para elite dan komunitas PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang ada sekarang. Mungkin inilah cara mereka menyembunyikan struktur (Siriyyatu Tandzhim) pergerakan Ikhwanul Muslimin di Indonesia. Kini Helmi Aminuddin mengkonsentrasikan diri secara khusus mengelola pesantren dan Islamic village di kawasan Cinangka, Banten, atas kucuran dana di antaranya sebagian dari Bimantara, dari Timur Tengah serta dari Soeripto sebagai akses dana Orde Baru Cendana. Helmi Aminuddin memanage / mengendalikan gerakan Ikhwanul Muslimin Indonesia dari balik layar. Pada tahun 1998 berkat dibidani tangan dingin Soeripto mantan Bakin, gerakan Tarbiyyah Ikhwanul Muslimin Indonesia berhasil ikut partisipasi merayakan pesta demokrasi dengan menjadi salah satu kontestan. Saat itu gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin Indonesia merubah manhaj-nya dan berubah bentuk menjadi 42

Partai Keadilan (PK) dan kemudian bermetamorfosis lagi menjadi PKS (Partai Keadlian Sejahtera). Meskipun terbentuknya PKS ini menuai pro dan kontra di tubuh gerakan Ikhwan, tetapi melalui Musyawarah Syuro mereka perubahan menjadi partai PK saat itu mendapat mayoritas suara, sehingga secara resmi gerakan Ikwan telah berubah menjadi partai (Partai Keadilan). Di tahun 1987 – 1988 aparat intelejen memang sedang getol menggarap dengan serius dengan memberi peluang bagi lahirnya dua kubu kekuatan dakwah yang mengatasnamakan Islam namun secara subtansi saling bertentangan, yang pertama adalah kekuatan dakwah Islam Ikhwanul Muslimin Mesir di bawah sponsor dan control tokoh Bakin Soeripto. Sedang yang kedua adalah kekuatan dakwah beraliran NII KW IX Abu Toto yang sesat dan bermisi merusak Islam umumnya dan khususnya melemahkan NII yang sebenarnya, yaitu yang menjadi musuh nomor wahid NKRI. PKS sebagai metamorfosis dari gerakan Ikhwanul Muslimin Indonesia secara resmi berdasarkan konstitusi Pancasila dan UUD ’45 walaupun asas partainya Islam. Dalam hal ini Soeripto tetap tidak bersedia menjawab soal hubungan dan kedekatannya dengan Danu Muhammad Hasan di awal Orde Baru maupun dengan sang putra Danu, yaitu Helmi Aminuddin yang disebutnya sebagai ustadz muda (mursyid Ikhwanul Muslimin Asia Tenggara) yang dimulai tahun 1984 selama beberapa tahun di rumah Mas Ton (Hartono Mardjono) hingga akhirnya berubah menjadi Partai Keadilan di tahun 1999 dan pada tahun 2003 menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Soeripta sebagai kader BAKIN oleh komunitas Ikhwanul Muslimin Indonesia sangat diyakini telah bersih tobat dan berasil dibina dan dimanfaatkan oleh elite Ikhwan. Padahal siapa yang dimanfaatkan dan siapa yang memanfaatkan menjadi tidak jelas. Harap diingat bahwa dunia intelejen tidak mengenal apa yang diistilahkan dengan pension, demikian halnya Soeripto, masih belum terbukti pemihakannya terhadap Islam sebagai sebuah kontra RI.45

Berita di atas pernah diklarifikasi oleh para tokoh dan pengurus PKS secara apologi diplomatis yg dialamatkan ke Majalah Dewan Rakyat melalui Majalah SAKSI. Padahal akurasi data dan informasi tentang berita diatas sebenarnya bias dikonfirmasikan kepada sekitar 15 tokoh yg salah satu diantaranya sudah almarhum, yaitu Bung Hartono Mardjono. 45

43

Syi’ah (Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia) Ijabi (Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia) adalah sebuah organisasi massa non-politis yang berdiri tanggal 1 Juli 2000 untuk menghimpun kaum Muslimin yang beraliran Syi’ah. Dideklarasikan di Gedung Merdeka Bandung. Ijabi ingin menegakkan kembali semangat Asia Afrika dalam konteks pemberdayaan mustadh'afin di Indonesia. Dr. Jalaluddin Rakhmat, MSc (Kang Jalal) kembali terpilih sebagai Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi) secara aklamasi untuk masa bakti 2004-2008. Sedangkan Furqon Bukhori menduduki Ketua Umum Dewan Tanfidziyah menggantikan Dr. Dimitri Mahayana setelah dalam pemilihan yang berlangsung pada Minggu (29/2) sore terpilih secara mufakat.46 Sebetulnya ada 13 calon ketua dewan tanfidzi yang maju dalam pemilihan untuk putaran pertama. Namun hanya dua calon yang memenuhi ketentuan mendapatkan dukungan sebesar 24 persen anggota muktamar yakni ustad Cholid al Walid dan Furqon Bukhori. Saat putaran kedua, ustad Cholid mengundurkan diri sehingga Furqon pun terpilih secara mufakat. Furqon menegaskan Ijabi di masa mendatang akan lebih bergerak pada pelaksanaan program kegiatan. "Sesuai visi Ijabi yang menitikberatkan pada pencerahan pemikiran dan pemberdayaan mustad'afin, kami akan membentuk kegiatan dengan melibatkan sebanyak mungkin masyarakat dan menjadi orang yang mencintai Rasulullaah SAW," ujar Furqon. Ditanya tentang semakin dekatnya Pemilu, Furqon menegaskan Ijabi sejak awal tidak ingin terlibat dalam politik praktis. "Kami serahkan masalah politik kepada anggota masingmasing," tuturnya. Sementara itu, anggota Dewan Syuro Ijabi, Dr. Dimitri Mahayana kepada "PR" mengatakan, Ijabi menyerukan pada partai Islam untuk mensikapi setiap tawaran pragmatis politik dengan mengedepankan nilai-nilai etis moral Islami yaitu keadilan. "Belajar dari sejarah Islam sistem yang telah mengabaikan keadilan akan hancur dengan kehancuran yang sangat dahsyat. Contohnya Baghdad telah menjadi lautan darah oleh pasukan Jengis Khan. Jangan jadikan Indonesia sebagai Bagdhad kedua dengan pelanggaran terus menerus pada keadilan," kata Dimitri Mahayana. Dalam muktamar yang dibuka secara resmi oleh Jalaluddin Rakhmat ini, diselenggarakan pula seminar bertajuk "Politik Islam: Antara Tuntutan Etis dan 46

Pikiran Rakyat, 29 Februari 2004. 44

Keperluan Praktis". Pembicaranya adalah pengamat intelejen Juanda, SIP, Ketua Dewan Syuro PB IJABI Jalaluddin Rakhmat, dan Ketua Umum Dewan Tanfidziyyah PB IJABI Dimitri Mahayana. Paham Syiah merujuk kepada satu aliran dalam Islam yang mengagungkan Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Golongan ini berpendapat Ali patut menjadi khalifah pertama selepas kewafatan Nabi Muhammad s.a.w. Golongan ini merupakan golongan yang kedua terbesar dalam Islam selepas Sunah.47 Pengertian syiah mengikut pandangan syiah sendiri adalah seperti berikut: Perkataan Syiah disebut sebanyak empat kali dalam alQur'an dan ia memberi arti golongan atau kumpulan; pertama dalam Surah as-Saffat: 83-84, firman Tuhan yang bermaksud,"Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk Syiahnya (golongannya), ingatlah ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci". Kedua, dalam Surah Maryam: 69, firman Tuhan yang bermaksud,"Kemudian pasti Kami tarik dari tiap-tiap golongan (Syiatihi) siapa antara mereka yang sangat derhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah". Ketiga, dan keempat adalah Surah al-Qasas: 15, firman Tuhan yang bermaksud,"Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya dalam kota itu dua orang lelaki yang berkelahi; yang seorang dari golonganya (Syiatihi) (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (Syiatihi) meminta pertolongan kepadanya untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya".48 47

Imam al-Ghazali dalam bukunya Mustazhiri menentang keras Syiah ghulat kerana ia mengandungi pengajaran Batiniah. Imam Ja'far as-Sadiq AS pula menyatakan Syiah ghulat tidak boleh dikahwini dan diadakan sebarang urusan keagamaan kerana aqidah mereka bertentangan dengan al-Qur'an dan Hadith. 48

Sementara itu, ada perkataan Syiah dalam Hadith Nabi SAW lebih dari tiga kali, antaranya disebut oleh Imam as-Suyuti dalam tafsirnya Durr alManthur, Beirut, Jilid 6, hal.379 - Surah al-Bayyinah, Nabi SAW bersabda:"Wahai Ali, engkau dan Syiah engkau (golongan engkau) di Hari Kiamat nanti keadaannya dalam redha dan diredhai", dan sabdanya lagi:"Ini (Ali) dan Syiahnya (golongannya) (bagi) mereka itulah yang mendapat kemenangan di Hari Kiamat nanti". Dengan ini kita dapati bahawa perkataan Syiah itu telah disebutkan dalam al-Qur'an dan Hadith Nabi SAW. Yang dimaksudkan dengan Syiah yang menyeleweng ialah Syiah yang selain daripada Imamiyyah/Ja'fariyyah dan Zaidiyyah. Mereka diringkaskan sebagai ghulat. 45

Paham Syiah di Indonesia sangat berkembang, meskipun tidak memiliki pengikut sebanding dengan kaum Sunni. Syiah Indonesia pernah terlibat dalam terorisme, khususnya peristiwa Bom Candi Borobudur tahun 1985 di Jawa Tengah. Peristiwa ini kemudian juga ikut melibatkan beberapa tokoh Darul Islam yang sunni.

Korp Muballigh Indonesia (KMI) KMI adalah kelompok radikal yang banyak dipengaruhi oleh gerakan Darul Islam. KMI dibentuk di Jakarta, Tanjung Priok, pada tanggal 4 Maret 1983, sebelum Soeharto terpilih kembali sebagai presiden. Pada sat itu para tokoh Islam di Jawa Timur menjadi sasaran penculikan yang dibeking militer. Hal ini berjalan selama berbulan-bulan sehingga menewaskan ratusan orang. Penyelidikan terhadap kasus-kasus penculi-kan ini ternyata tidak menghasilkan apa-apa. Sebab para tokoh Islam di wilayah ini merasa ketakutan untuk mengungkapkan apa yang mereka ketahui tentang diri para korban dan para penjahat yang melakukan penculikan. Di Jakarta sendiri, KMI memiliki cabangnya yang utama, yaitu KMJ (Korps Muballigh Jakarta) di mana banyak anggota-anggotanya terlibat dalam hampir semua peristiwa resistensi ummat Islam masa Orde Baru. Para muballigh Islam ini selalu menjadi sasaran intimidasi, mereka sering mendapatkan peringatan agar menyerahkan teks khotbah sebelum disampaikan kepada umat. Ada sementara muballigh yang di black list dan nama-nama mereka dikirimkan kepada takmir masjid agar tidak menggunakan muballigh tersebut. Pada suatu ketika militer memaksa salah seorang muballigh yang ketika itu namanya demikian populer tetapi selalu menyampaikan kritik terbuka kepada rezim penguasa, namun dia menolak lalu diculik oleh beberapa orang perwira dan dipukuli hingga babak belur. Para penasehat hukum yang bermaksud melakukan pembe-laan menemui para perwira yang melakukan penculikan, dan juga menemui Laksamana Soedomo, tetapi akhirnya para penasehat hukum ini disuruh supaya mengundurkan diri dari kasus tersebut. Muballigh yang dimaksud dalam kasus di atas bernama A.M. Fatwa, anggota pendiri Petisi 46

50, yang didirikan bersama para politikus Muslim dan nasionalis, pada awal tahun 1980. Gerakan Islam terus bermunculan, sekalipun tekanan dari pemerintah untuk memaksa mereka menerima asas tunggal, datang bagai gelombang dahsyat. Ketika undang-undang ini diumumkan, sejumlah muballigh membuat lembaga baru yang disebut dengan Korps Muballigh Indonesia (KMI). Pimpinannya terdiri dari tokoh-tokoh Islam terkenal, seperti mantan pimpinan Masyumi dan mantan wakil PM, Syafruddin Prawira-negara dan A.M. Fatwa. Pemaksaan asas tunggal ini semakin membuat marah kaum Muslimin. Penentangan yang keras terhadap undangundang ini mendorong rezim penguasa untuk melakukan tindakan-tindakan kejam terhadap para aktivis Muslim. Seorang komandan Koramil di wilayah Dokland daerah Tanjung Priok Jakarta Utara, sengaja memprovokasi kaum Muslimin agar melakukan unjuk rasa menuntut pembebasan empat orang takmir masjid yang ditahan, tetapi oleh pihak militer dijawab dengan brondongan senjata berat secara keji tanpa peringatan lebih dahulu sehingga mengakibatkan ratusan orang terbunuh dan luka-luka. Para penandatangan Petisi 50 menuntut tanggung jawab pemerintah atas terjadinya peristiwa tersebut. Mereka mengeluarkan buku putih yang menyerukan agar diadakan penyelidikan terhadap peristiwa pembantaian tersebut. Pada saat bersamaan terjadi serangkaian pengeboman dan pembakaran di beberapa kota. Ratusan orang kemudian ditangkap dengan tuduhan menyebarkan buku putih yang illegal. Mengenai pembantaian tersebut dan orang-orang yang dituduh melakukan peledakan bom, sebagian besar dari mereka adalah para muballigh. Mereka dijatuhi hukuman berat karena menyampaikan khotbah yang ekstrim. Dan semakin banyak dilakukan persidangan-persidangan terhadap sejumlah orang dengan berbagai tuduhan, sebagian dari mereka adalah orang-orang yang memang taat beragama yang dituduh melakukan komplotan untuk menggulingkan Soeharto. Persidangan kasus Tanjung Priok dimulai bulan Januari 1985, dan terus berlangsung selama dua tahun bersamaan dengan pemilu yang jatuh pada bulan April 1987 serta pemilihan kembali Soeharto sebagai presiden pada tahun 1988. Dan barangkali persidangan ini akan terus dilanjutkan selama dua tahun lagi. 47

Islam Teroris Dari pengakuan para tersangka tindak pidana terorisme Bom Bali 12 Oktober 49 2002, jelas terlihat sebuah ekspresi emosi keagamaan. Ali Gufron, salah seorang tersangka teror Bom Bali, bahkan menyatakan sikapnya dengan tegas dan sederhana: “... membalas kezaliman dan kesewenangan AS dan sekutunya terhadap kaum Muslim dengan maksud agar mereka 50 menghentikan kezaliman-nya.” Ada suatu nilai yang bekerja dan mendikte jalan pikiran mereka. Ali Ghufron misalnya, menyatakan bahwa pemboman itu adalah “aksi pengabdian kepada Tuhan.” Maka Ali Ghufron, Imam Samudra, Amrozi, dan kelompoknya merasakan suatu delusion of grandeur, perasaan mempunyai atau mewakili atau mendapatkan titah dan menjadi bagian dari unsur kebesaran yang berkeyakin-an dirinya mengemban misi khusus dari Tuhan.51 Kaum teroris senantiasa merasa diri sebagai “pejuang Tuhan” yang ter-panggil untuk bertindak atas nama Tuhan dan agama, menjadi “tangan Tuhan” di muka bumi untuk merealisasikan “kemurkaan-Nya” dalam sebentuk resis-tensi, pemboman.52 Akibat dari interpretasi dan ekspresi emosi keagamaan yang delusif ini, maka tragedi pun terjadi dan sejumlah besar spekulasi pun muncul di tengah-tengah publik. Tragedi serangkaian serangan bom kaum teroris di Bali, Makassar, Jakarta dan lain tempat di Indonesia telah memunculkan serangkaian spekulasi dari yang apologis hingga yang a-priori.53 Spekulasi pertama adalah tentang siapa pelaku serangan teror Misalnya, pengakuan Imam Samudra, “…Memerangi AS dan sekutunya adalah perintah Allah dan Rasul-Nya baik secara langsung ataupun tidak langsung.” Lihat, “Tabel Motif & Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002”, Dokumen Polri, 2003, hlm. 1-3. 50 Ibid., hlm. 4. 51 Lihat Nova Riyanti Yusuf, “Delusion of grandeur”, Gatra, 18 Oktober 2003, hlm. 37. 52 Bagi Imam Samudra, membom adalah melaksanakan perintah Allah dalam Qur’an surah An-Nisaa ayat 74-76. Lihat “Tabel Motif & Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002”. Dokumen Polri, op.cit., 2003, hlm. 3. 53 Lihat Kompas, Media Indonesia, Republika, Rakyat Merdeka, Pos Kota, 28 Desember 2000. 49

48

yang sangat terencana dan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pengetahuan teknikal yang canggih. Pelakunya diidentifikasi secara arbitrer sebagai anti-AS, anti-Israel, antidemokrasi, anti kekuatan ekonomi kapitalis, dan militer global. Spekulasi kedua adalah tentang motif kaum teroris dalam melakukan tindakan penghancuran berlebihan terhadap tempattempat di mana kekuatan ekonomi, politik, dan militer AS berada. Spekulasi ketiga adalah tentang sasaran-sasaran apa lagi yang akan dituju terhadap AS dan Israel. Pelakunya secara allegedly diidentifikasikan sebagai kaum funda-mentalis Islam yang saat ini menjadi musuh bebuyutan AS, Osama bin Laden yang saat ini bersembunyi di Afghanistan.54 Kalaupun bukan Osama, masyarakat dunia berasumsi bahwa pelakunya adalah orangorang lain dari kalangan fundamentalis Islam yang memiliki hubungan doktrinal dengan jaringan Al Qaedah. Sebenarnya, kaum teroris bukanlah kelompok baru dalam dunia pergerakan radikal dan fundamentalis Indonesia. Kaum teroris adalah gabungan dari inti ajaran fgundamentalis dan radikal yang bertemu dalam satu titik perencanaan perang melawan kezaliman. Di Indonesia, kelompok teroris ini berjumlah kecil: (1) Jamaah islamiyyah, dan (2) Darul Islam (terbatas pada faksi tertentu). Bagan 5 di bawah ini memperlihatkan bagaimana anatomi pemikiran ideologis kaum teroris. Bagan 5 Kategorisasi Kaum Fundamentalis, Radikal dan Teroris

Osama bin Laden pada bulan Februari 1998 pernah mengeluarkan fatwa untuk melawan kaum Yahudi dan Nasrani dan menjadi tokoh panutan bagi hampir semua tersangka teroris. Lihat Osama Bin Laden: Teroris atau Mujahid, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm. 52-56. 54

49

Appendix

Kategorisasi Kaum Fundametalis, Teroris, dan Radikal

Fundamentalist

Terrorist

Radical

Dari bagan di atas, jelas terlihat bahwa terorisme Islam terbentuk dari adanya overlapping of interest dari paham fundamentalisme dan paham radikalisme Islam. Dengan demikian, cara mengatasi terorisme pun, secara ideologis adalah memisahkan antara paham fundamentalisme Islam dan paham radikalisme Islam untuk tidak bertemu dalam satu wadah yang utuh. Jika pemisahan ini berhasil dilakukan, maka terorisme akan mengalami kematiannya secara pelan-pelan. Namun, jika radikalisme dan fundamentalisme terus-menerus mendapatkan momentum untuk bersatu, maka akan sulit sekali mengatasi terorisme. Terorisme akan tumbuh subur di kalangan di mana antara simbol dan hakikat bertemu. Jama’ah Islamiyyah pada awalnya bukanlah organisasi teroris, ia merupakan organisasi radikal yang mengalami fundamentalisasi di Malaysia setelah bertemu dengan banyak kalangan fundamentalis di luar Indonesia. Sementara Darul Islam yang mempraktekkan terorisme hanyalah sebagian kecil saja. Jamaah Islamiyyah Nama Jamaah Islamiyah (JI) begitu dikenal di seantero dunia. Inilah organisasi yang membuat orang bergetar mendengarnya. Sejumlah peledakan bom besar di ASEAN, khususnya di Indonesia, diotaki organisasi ini. Bagaimana sejatinya organisasi ini? Bali Post 50

mengungkap kembali isi dokumen paling rahasia, Pedoman Umum Perjuangan Jamaah Islamiyah (PUPJI). Di bawah ini adalah sejumlah peristiwa peledakan bom yang terkait dengan Jama’ah Islamiyyah: 11 Desember 1998: Atrium Plaza Senen, Jakarta. Pelaku tertangkap pada akhir 1999, sewaktu terjadi ledakan bom di Ramayana, Jalan Sabang. VM Rosalin Handayani dan Yan Pieterson Manusama disangka sebagai pelaku dengan motif usaha dagang. Bahan peledak berbau belerang.55 2 Januari 1999: Toserba Ramayana, Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Pelakunya adalah V.M. Rosalin Handayani dan Yan Pieterson Manusama, pengusaha yang dilatar-belakangi motif sengketa pribadi. Bahan peledak bom adalah TNT. 9 Februari 1999: Mal Kelapa Gading, Jakarta. Siapa pelaku dan apa motif bom yang berbahan peledak TNT itu, tidak diketahui. 15 April 1999: Plaza Hayam Wuruk, Jakarta Barat. Pelakunya adalah Ikhwan, Naiman, Edi Taufik, Suhendi, dan Edi Rohadi, anggota kelompok yang disebut-sebut sebagai Angkatan Mujahidin Islam Nusantara (AMIN) pimpinan Eddy Ranto. Motif pemboman adalah kriminal (perampokan). Kelompok AMIN ini juga dituduh meledakkan Istiqlal. Anehnya, dalam kasus ini, motifnya diputuskan sebagai kriminal. Bahan peledak ramuan KCl03 (kalium klorat) dan TNT. 19 April 1999: Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Pelakunya adalah Eddy Ranto alias Umar, 40 tahun yang juga diduga sebagai otak perampokan Bank BCA Taman Sari, Jakarta dan peledakan satu wartel di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta, beberapa pekan sebelumnya. Sayangnya, kasus ini tetap menjadi misterius, lantaran belum tuntas. Bahan peledaknya sama dengan kasus Hayam Wuruk. Bahan peledaknya, TNT (trinitrotoluene) dan KCLO3 (kalium chlorat). Maret 2000: Depan Hotel Merdeka, Bekasi yang mengakibatkan dua orang luka-luka. 28 Mei 2000: Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Medan. Siapa pelaku dan apa motifnya tetap jadi misterius. 29 Mei 2000: Gereja Katolik di Jalan Pemuda Medan. Siapa pelaku dan apa motifnya juga masih misterius. 1 Juli 2000: Di Jalan Imam Bonjol, KPU Jakarta. Kasus peledakan bom ini juga masih belum tuntas 55

Tempo Interaktif, 17 April 2004. 51

4 Juli 2000: Di kamar kecil kantor Kejaksaan Agung, Jakarta. Siapa pelaku dan apa motif peledakan bom berkategori M-1 (Military One) buatan Pindad, itu masih misterius. Sampai sekarang, kasusnya belum terungkap jelas, padahal polisi sudah menyebar sketsa wajah yang diduga pelaku peledakan. Agustus 2000: Kediaman Duta Besar Filipina untuk Indonesia, di Imam Bonjol, Jakarta. Ledakan bom itu menewaskan dua staf rumah tangga kediaman serta puluhan orang lainnya mengalami luka cukup serius. Bom yang dipakai adalah C-4 buatan Amerika Serikat. Pada 19 Oktober 2003, PN Jakarta Pusat menghukum Abdul Jabar bin Ahmad Kandai selama 20 tahun penjara. Abdul Jabar terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersamasama dengan Fatur Rahman Al-Ghozi dan Edi Setiono alias Usman, meledakkan bom di rumah Duta Besar Filipina itu. Dirinya juga dinyatakan terbukti bersalah turut serta melakukan aksi pemboman di sejumlah Gereja di Jakarta: Gereja Anglikan Menteng Jakarta Pusat dan Oikumene di Jalan Angkasa Halim Perdana Kusumah Jakarta Timur. Kedutaan besar Malaysia untuk Indonesia di Rasuna Said, Jakarta, juga mendapati ledakan bom. Tapi, tidak menimbulkan korban jiwa.56 27 Agustus 2000: Di Medan, satu di bengkel di depan rumah penduduk di Jalan Bahagia, dan satu lagi di pagar rumah pendeta J. Sitorus. September 2000: Bursa Efek Jakarta. Dengan bahan peledak TNT, ledakan bom menewaskan 10 orang, melukai puluhan orang dan merusakkan puluhan mobil. Pelakunya adalah Teungku Ismuhadi yang kemudian dihukum penjara 20 tahun. 13 September 2000: Ledakan dahsyat di lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta. Ledakan ini menelan korban 10 orang tewas, 15 orang luka, serta dua mobil hangus, 20 mobil rusak. November 2000: Hotel Omni Batavia, Jakarta. Desember 2000: Di berbagai tempat di Indonesia saat malam Natal: Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Mojokerto, Mataram, Pematang Siantar, Medan, Batam, dan Pekanbaru, yang mengakibatkan belasan orang tewas, seratus lebih lainnya lukaluka dan puluhan mobil rusak. Tercatat hanya 16 dari 31 bom yang meledak. Bahan peledaknya, TNT yang ditambahkan supreme seal pot dengan wadah plastik ungu dan diisi 100 gotri.57 56 57

Tempo Interaktif, 17 April 2004. Tempo Interaktif, 17 April 2004. 52

Januari 2001: Bom rakitan di satu mobil di Pasar Minggu, Jakarta. Selain itu, Taman Mini Indonesia Indah juga sempat digegerkan ledakan bom yang dilakukan Elize M. Tuwahatu. Maret 2001: Rumah Sakit Saint Carolus, Jakarta. Sementara itu, ledakan bom juga terjadi di jembatan kereta api Cisadane, Serpong, Tangerang. April 2001: Di Jalan Percetakan Negara, Jakarta. 10 Mei 2001: Di bangunan Yayasan Kesejahteraan Mahasiswa Iskandar Muda, di Jalan Guntur, Jakarta Selatan. Tiga orang tewas, sebagian bangunan hancur. Juni 2001: Di kamar kos di kawasan Pancoran, Jakarta. Berselang hanya dua pekan, di Cikoko, di kawasan Pancoran juga, ledakan bom kembali terjadi. Juli 2001: Gereja Santa Anna, Pondok Bambu, Jakarta. Ledakan mencederai puluhan orang. Hanya sehari berselang, ledakan bom kembali terjadi di Jalan Semarang, Menteng, Jakarta, dan melukai satu orang. Agustus 2001: Plaza Atrium, Senen, Jakarta. Ledakan melukai enam orang. Kedua pelaku peledakan, Edi Setyono alias Abbas dan Taufik bin Abdul Halim dihukum hukuman mati oleh PN Jakarta Pusat. September 2001: Gedung kembar WTC, New York, Amerika Serikat. Satu jet komersial menabrak menara utara bangunan 110 lantai antara lantai 80 dan 85. Selang beberapa menit, satu pesawat komersial lainnya menabrak menara selatan. Diperkirakan, tiga ribu orang tewas dan 1.000 cedera dalam peristiwa itu. Sebanyak 40.000 orang bekerja di pusat perdagangan dua gedung itu; lebih dari 150.000 orang memasuki kompleks itu setiap hari untuk berbisnis atau hanya jalan-jalan. Dari Dubai, Uni Emirat Arab, dilaporkan, satu kelompok Palestina menyatakan bertanggung jawab atas serangan pesawat terhadap WTC itu. Televisi Abu Dhabi melaporkan, pihaknya telah menerima telepon dari Front Demokratis bagi Pembebasan Palestina (DFLP) di luar negeri -yang menyatakan bertanggung jawab. Gedung yang diserang itu merupakan institusi internasional yang melambangkan kemakmuran ekonomi dunia. Di sana terdapat perwakilan dari pemerintah Thailand, Chile, dan Pantai Gading, misalnya. Di WTC terdapat 430 perusahaan dari 28 negara. Serangan bom pesawat juga terjadi terhadap Pentagon, Washington dan menewaskan 189 orang, termasuk para 53

penumpang pesawat. Sementara itu, 45 orang tewas dalam pesawat keempat yang jatuh di daerah pedalaman Pennsylvania. 23 September 2001: Lantai parkir Atrium Plaza, Senen. Ledakan menghancurkan beberapa mobil, walau tidak ada korban jiwa. 2001: Asrama haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan. 2002: Restoran Kentucky Fried Chicken (KFC) dan restoran McDonald’s di Sulawesi Selatan. 1 Januari 2002: Di depan rumah makan ayam Bulungan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Seorang pelaku, Hasballah tewas seketika di tempat kejadian. Bahan peledak yang digunakan yang digunakan adalah granat manggis K75 buatan Korea. 18 Januari 2002: Gardu PLN di depan bekas terminal Cililitan, Jakarta Timur. Sementara itu, di Palu, satu ledakan juga mengguncang tiga rumah ibadah. Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Gereja Pantekosta di Indonesia dan Gereja Kristen Indonesia Sulawesi Selatan Jemaat Palu rusak akibat bom rakitan. 20 Januari 2002: Fathurrahman al Ghozi, seorang Warga Negara Indonesia, ditangkap oleh pihak keamanan Filipina. Lelaki kelahiran Madiun dituduh terlibat dalam pengeboman sebuah stasiun kereta api di pusat kota Manila di malam Tahun Baru 2002. Filipina menyatakan, al Ghozi sebagai salah satu anggota sel al Qaidah di Asia Tenggara.58 Maret 2002: Kantor Babinkum, Pulo Gebang, Jakarta. Juni 2002: Di depan gedung konsulat jenderal Amerika Serikat di Karachi, Pakistan yang mengakibatkan delapan orang tewas. 9 Juni 2002: Di lahan parkir Hotel Jayakarta dan Diskotik Eksotis, Kota, Jakarta Barat. Pelakunya, Dodi Prayoko berhasil ditangkap polisi. 1 Juli 2002: Mal Graha Cijantung, Jakarta. Tujuh orang lukaluka dan tidak ada korban jiwa akibat ledakan itu. Polisi menangkap lima tersangka yang diyakini terkait dengan Gerakan Aceh Merdeka yakni, Ramli. M. Nur, Mudawali, Muhamad Hasan Irsyadi dan Syahrul. Bom rakitan jenis low explosive itu terdiri dari campuran belerang, alumunium powder, potasium klorat, baterai, dan serpihan besi atau paku. Oktober 2002: Bandung Supermall dan Istana Plaza, Bandung. 58

Tempo Interaktif, 17 April 2004. 54

12 Oktober 2002: Tiga ledakan bom mengguncang Bali. Ledakan pertama dan kedua mengguncang kawasan di Jalan Legian, Kuta. Sedangkan ledakan lainnya terjadi di dekat kantor konsulat AS, Denpasar. Di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan meledak di pintu gerbang masuk kantor Konjen Filipina. Tidak ada korban jiwa. Ledakan di Jalan Legian, mengakibatkan setidaknya 187 tewas dan 400-an lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan parah dalam radius 100 meter dari pusat ledakan. Polisi mengidentifikasikan bahwa ledakan berasal dari bom mobil yang diletakkan dalam Mitsubishi L300. Sebagai peracik bahan-bahan kimia bahan peledak, Sarjiyo alias Sawad, dihukum seumur hidup oleh majelis hakim PN Denpasar yang juga menghukum Saad alias Mat Ucang 20 tahun penjara lantaran menyembunyikan Mukhlas alias Ali Gufron saat dalam pelarian. Hernianto dihukum 12 tahun penjara. Selain itu, kelompok Kalimantan, seperti Mubarok dihukum seumur hidup, Sukastopo tiga tahun, Imam Susanto empat tahun delapan bulan, Mujarot lima tahun, Hamzah Baya enam tahun, Eko Hadi P empat tahun enam bulan, Puriyanto empat tahun enam bulan, Firmansyah empat tahun, Syamsul Arifin tiga tahun penjara, Sofyan Hadi enam tahun, Sirojul Munir lima tahun, Sukastopo tiga tahun, Muhammad Yunus enam tahun. Sementara itu, Ali Imron alias Ale —adik kandung Amrozi, dihukum seumur hidup. Imam Samudra dihukum hukuman mati lantaran secara bersama-sama dengan anggota kelompoknya melakukan aksi pemboman itu; secara bersama-sama menyiapkan dana untuk membiayai bom Bali. Ini berkaitan dengan perampokan toko emas 'Elita' di Serang, Banten, yang dananya digunakan untuk biaya bom Bali. Di antaranya, Rp. 20 juta yang diberikan kepada Amrozi untuk membeli bahan-bahan peledak, serta tambahan biaya membeli mobil Mitsubishi L-300; aktifitasnya sebagai tokoh penting dalam kasus bom Malam Natal di empat gereja di Batam 24 Desember 2000: Gereja Pante Kosta Pelita, Gereja GKPS Sei Panas, Gereja Betani May Mart, serta Gereja Beato Damian, di kawasan Bengkong Green; secara bersama-sama dan bersekutu atau masing-masing bertindak untuk dirinya sendiri dengan sengaja membakar atau menjadikan letusan yang dapat mendatangkan bahaya umum bagi barang. Dalam peristiwa bom Batam, selain merusak gereja, juga 55

menimbulkan korban manusia, 26 luka berat, serta 3 orang luka ringan Di Manado, pada saat yang hampir bersamaan juga terjadi ledakan di depan kantor konsulat Filipina di Jalan Tikala. Pada peristiwa yang tidak menelan korban jiwa itu, polisi menangkap dua pelaku pemboman: Otje dan Idris.59 5 Desember 2002: Mal Ratu Indah Makassar pada malam Idul Fitri. Tiga orang tewas dalam peristiwa itu. Enam belas orang ditetapkan sebagai tersangka, di antaranya, Agung Abdul Hamid, Mukhtar Daeng Lau, Usman, Masnur, Azhar Daeng Salam, Ilham, Hizbullah Rasyid, Dahlan, Lukman, Suryadi, Abdul Hamid, Iwal, Mirzal, Itang, Khaerul, dan Kahar Mustafa. Dua belas orang telah berhasil ditangkap polisi, empat orang lainnya yang masih buron adalah Agung Abdul Hamid, Dahlan, Mirzal dan Hizbullah Rasyid. Januari 2003: Pangkalan bajaj di Jalan Jembatan Besi Raya Gang I, Tambora, Jakarta. Ledakan berasal dari bom Molotov yang dilemparkan ke pangkalan bajaj yang mengakibatkan sebuah bajaj terbakar. Bom itu terbuat dari botol bir isi bensin dan sumbu. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Sementara itu, ledakan bom rakitan terjadi dan mengenai dua polisi di jembatan besi Jorong Silawai, Kecamatan Airbangis, Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat. 14 Januari 2003: Ambon. 3 Februari 2003: Wisma Bhayangkari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Ledakan berasal dari sebuah bom rakitan yang dibuat dari pipa paralon sepanjang 11 cm dengan diameter 16 cm, ditutup dengan lempengan baja yang dilapisi dengan semen. Walau berkekuatan rendah, ledakan merusakan satu mobil dan menghancurkan bagian bagunan yang ada di Wisma Bhayangkari. Polisi menangkap tersangka pelaku pemboman, Ajun Komisaris Polisi Anang Sumpena. Tidak ada korban jiwa akibat ledakan itu. 1 April 2003: Bom mengguncang Medan. Kali ini terjadi lagi di jalur pipa milik PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Diperkirakan bom meledak pukul 03.00 WIB. Tak ada korban jiwa. 24 April 2003: Di jembatan Kali Cideng, belakang kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sasaran kemungkinan ditujukan ke kantor PBB. Bom rakitan itu terbuat dari besi yang panjangnya sekitar 33 sentimeter, dengan diameter sekitar 10 sentimeter, 59

Tempo Interaktif, 17 April 2004. 56

dan ketebalan pipanya sekitar 6,6 milimeter. Ledakan berkekuatan rendah. Tidak ada korban. 27 April 2003: Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Saat itu, tujuh orang yang merupakan satu keluarga menjadi korban ledakan. Lima di antaranya dirawat di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk PIK dan dua lainnya dirawat di RSU Tangerang. Ledakan berkekuatan rendah. Belum diketahui penyebab dan motif ledakan. 30 Juni 2003: Di Pasar Aceh, Kota Banda Aceh. Sementara itu, satu bom lainnya dapat dijinakkan di satu rumah sakit umum Kota Banda Aceh. Tiga pedagang menderita luka terkena serpihan bom. 14 Juli 2003: Gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Tidak ada korban jiwa. 10 Juli 2003: Pasar Koronadal, Filipina Selatan. Ledakan menewaskan tiga orang serta mencederai setidaknya 29 orang. Juli 2003: Saat konser musik terbuka di Moskow, Rusia. Bom bunuh diri itu menewaskan 14 orang serta puluhan terluka. 5 Agustus 2003: Hotel JW Marriott, Jakarta. Dengan bahan peledak, antar lain berupa CLO3, Almunium Fowder, TNT, Detonator dan Detonating Cord (sumbu peledak), bom menewaskan 13 orang, melukai 74 orang dan menghancurkan 22 mobil. Menurut keterangan tersangka Amran Bin Mansur alias Andi Saputra, bahan peledak bom menggunakan sisa-sisa bom Malam Natal 2000 yang diselundupkan dari Fillipina Selatan sebelum 2000. Amran, pria kelahiran Pontian Johor Malaysia, merupakan anggota Jamaah Islamiyah yang berperan sebagai penyedia bahan peledak bom Malam Natal 2000. Amran mendistribusikan bahan peledak ke empat tempat pengeboman: gereja-gereja di Batam, Pekan Baru (Sumatera), Jawa dan Nusa Tenggara Timur. Perintah tertinggi pengeboman Malam Natal itu ada di tangan Hambali alias Encep Nurjaman, pria Cianjur Jawa Barat yang ditangkap di Ayutthaha Thailand, 2003, oleh aparat intelijen Thailand. Hambali kemudian menunjuk penanggung-jawab eksekusi di empat tempat itu, dua di antaranya, Imam Samudera alias Kudama untuk Batam dan Idris alias Gembrot untuk Pekanbaru. Kepada para penanggung-jawab itulah, Amran menyerahkan bahan peledak. Selain bom, Amran juga menyerahkan enam senjata jenis revolver asal Malaysia: tiga 57

untuk Batam dan tiga untuk Pekanbaru. Selepas itu, Amran kabur ke Malaysia, tapi kembali lagi ke Indonesia pada 2001. Lewat jalur ilegal, Amran dua kali keluar-masuk: Batam, Johor Malaysia, Nunukan Kalimantan Timur dan Manado, Sulawesi Utara. Selain Amran, ada penyedia dana bernama Jabfar -juga warga Malaysia- yang berhasil ditangkap tim anti teror Mabes Polri di Desa Grinsing, Batang, Jawa Tengah, 5 Februari 2004. Jabfar inilah yang menuntun aparat untuk menangkap Amran. Baik Amran maupun Jabfar sudah aktif dalam pengeboman di Indonesia sejak 1999. Tapi pada 2001, mereka sudah tidak aktif lagi. Jabfar adalah pengikut Pondok Pesantren Lukmanul Hakim milik Amir Majelis Mujahidin Indonesia, Ustadz Abu Bakar Baasyir di Malaysia yang sudah dibubarkan. Amran dan Jabfar juga bekerja-sama dalam pengeboman Malam Natal 2000. Tapi selepas tugas, mereka berpisah dan kabur. Terbukti terlibat dalam persiapan aksi pengeboman Hotel JW Marriott, Sardona Siliwangi bin Azwar, 23 tahun, dihukum sepuluh tahun penjara oleh majelis hakim PN Bengkulu. Sardona sendiri saat ini adalah mahasiwa semester satu Akademi Komputer swasta di Kota Bengkulu. Diperkirakan, sekitar 4 Januari hingga pelaksanaan pengeboman di Hotel JW Marriott 5 Agustus 2003, dirinya ikut bersama-sama menyimpan bahan peledak yang dibungkus enam kardus di kediamannya di Jalan Gedang Kilometer 6,5, Rt.1-Rw.01, nomor 43, Kecamatan Gading Cempaka, Bengkulu. Perbuatan terdakwa dilakukan bersamasama dengan Asmar Latin Sani (pelaku bom bunuh diri), Noor Din Moh Top alias Isa, Dr. Azhari alias bahar, Moh. Rais alias Indra alias Iskandar alias Ryan Arifin, Toni Togar alias Indra Warman dan Mohammad Ihsan alias Idris alias Joni Hendrawan alias Gembrot alias Jo. 7 Agustus 2003: Di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Akibat ledakkan, Bachtiar alias Manto, 20 tahun, yang diduga kuat sebagai perakit bom itu tewas. 12 September 2003: Di daerah konflik Poso, Sulawesi Tengah. Ledakan bom mengakibatkan lima warga luka-luka. 8 November 2003: Bom mobil meledak dalam komplek ekspatriat Arab di Riyadh, Arab Saudi, menewaskan 17 orang dan 120 warga lainnya luka-luka. 15 November 2003: Di luar sinagoga di Istanbul, Turki, yang penuh terisi orang. Bom mobil menyebabkan 20 orang tewas dan 300 lainnya terluka. 58

20 November 2003: Istanbul, Turki. Bom bunuh diri menewaskan 27 orang dan 450 lainnya cedera. 5 Desember 2003: Di dekat perbatasan Rusia-Chechnya. Bom bunuh diri meledakkan kereta api, menewaskan 36 orang dan sekitar 150 orang lainnya cedera. 5 Desember 2003: Makassar, Sulawesi Selatan. Muhammad Tang alias Ittang (30) yang telah membantu pelarian otak bom Makassar, Agung Hamid, dihukum tujuh tahun penjara oleh PN Makassar, Sulawesi Selatan yang juga menghukum Suryadi Mas'ud (31) delapan tahun penjara. Selain itu, Khaerul alias Herul alias Mato (23) dihukum tujuh tahun penjara, Kaharuddin Mustafa lima tahun penjara lantaran ikut membantu dan memberikan kemudahan kepada tersanga Agung Hamid yang disebut-sebut sebagai otak peledakan. Imal Hamid, 35 tahun, dihukum enam tahun penjara lantaran menyembunyikan informasi pelaku tindak pidana terorisme, yaitu sudah tahu adanya bahan peledak berupa dua karung photasium dan satu karung TNT yang disimpan Agung Hamid (buron) di rumahnya, di Desa Garessi, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru. Suriadi SPd, 32 tahun, dihukum tujuh tahun penjara. 9 Desember 2003: Di dekat gedung parlemen Rusia di Moskow. Akibat bom bunuh diri itu, belasan orang luka berat. Dua wanita pelaku pemboman ditemukan tewas. Januari 2004: Di Medan, Sumatera Utara. Pelakunya adalah penjual mie Aceh dan anggota separatis Gerakan Aceh Merdeka: Sfd Bin Slm alias Fudin (30) dan AS alias Mamad (24), penduduk Samlantira dan Kecamatan Tanah, Aceh Utara. Sementara itu, bom juga meledak di Kafe Samfodo Indah di Kota Palopo, Sulawesi Selatan dan mengakibatkan empat tewas dan dua orang lagi mengalami luka-luka. Pelakunya, Arman, Idil, Ahmad Rizal, Jeddi, Benardi dan Jasmin. Enam orang lainnya yang masih buron adalah Aswandi alias Aco bin Kasim, Ishak, Nirwan, Kahar dan Agung Hamid. Disinyalir, Agung Hamid juga tokoh utama peledakan bom di Mal Ratu Indah Makassar, 5 Desember 2002. 11 Maret 2004: Madrid, Spanyol. Ledakan bom menewaskan 200 orang. Tersangkanya, tiga warga Maroko dan dua asal India ditangkap, dan diyakini terkait dengan jaringan penjualan dan pemalsuan telepon seluler dan SIM Card. “Kemungkinan, kelima tersangka memiliki hubungan dengan kelompok radikal di Maroko,” kata Menteri Dalam Negeri Spanyol, Angel Acebes. 59

21 Maret 2004: Rumah milik nyonya Sugeng di Jalan Bhakti Abri Kampung Sindangrasa, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cimanggis Depok. Ledakan bom rakitan itu tidak memakan korban jiwa dan kerusakan berarti.60 Di Indonesia, bom Bali adalah hasil nyata tangan dingin JI. Bom malam Natal, bom di rumah Kedubes Filipina, bom BEJ, bom Atrium Senen, dan bom Marriott merupakan karya-karya mereka. Kita semua bertanya-tanya, seperti apakah organisasi ini, bagaimana kerja organisasinya, pendanaannya, dan strukturnya. Sebuah dokumen paling rahasia milik JI didapatkan Bali Post. Inilah dokumen yang disebut-sebut dalam persidangan Abu Bakar Ba'asyir, yakni Pedoman Umum Perjuangan JI (PUPJI). Dokumen yang menjadi fakta bahwa JI itu ada, bukan fiktif, bukan rekayasa, dan bukan cuma bualan. Organisasinya ada, pengurusnya ada, anggotanya ada, hingga sistem pelatihan dan programnya pun ada. Dokumen PUPJI dibuat pada Mei 1996 oleh Majelis Qiyadah Markaziyah Al-Jamaah Al-Islamiyah. JI memiliki nama asli Al-Jama'ah Al-Islamiyyah. Didirikan di Malaysia oleh Abdullah Sungkar. Tokoh Islam yang juga pendiri Ponpes Al Mukmin Ngruki. Sungkar berteman akrab dengan pendiri Ponpes Ngruki lainnya, yakni Abu Bakar Ba'asyir, baik di Ngruki maupun di Malaysia. Dalam Nidhom Asasy (semacam AD/ART), JI menamakan jamaah JI sebagai Jama'atun minamMuslimin yang bersifat alami. Didirikan secara rahasia dan perjuangan di bawah tanah. Kedudukannya berada di suatu tempat yang dianggap memenuhi syarat. Tidak tetap. JI berasas Al Quran dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shoolih. Sasaran perjuangannya mewujudkan tegaknya Daulah Islamiyah sebagai basis menuju wujudnya kembali Khilfah 'Alaa Minhajin Nubuwwah (semacam pemerintahan Islam di seluruh dunia). Guna menuju cita-cita itu, JI menempuhnya melalui perjuangan dakwah, tarbiyah (pendidikan), amar makruf nahi munkar, hijrah (pindah), dan jihad fisabilillah. Jamaah dipimpin oleh seorang amir. Sungkar menjadi amir pertama. Sepeninggal Sungkar, 2001, belum bisa dibuktikan siapa amir-nya. PN Jakpus pun belum bisa membuktikan bahwa Abu Bakar Ba'asyir sebagai pengganti Sungkar. Tidak ada hitam di atas putih. Seorang amir dalam menjalankan tugasnya dibantu sejumlah lembaga, yakni Majelis Qiyadah (semacam DPR, meski tidak an sich parlemen), Majlies Syuro (semacam MPR), Majelis 60

Tempo Interaktif, 17 April 2004. 60

Fatwa (semacam DPA), dan Majelis Hisbah (semacam MA). Amir dipilih dan diangkat oleh Majelis Syuro. Anehnya, Majelis Syuro diangkat dan diberhentikan oleh amir. Amir juga mengangkat DPR, MPR, DPA, dan MA versi JI (Bab IV pasal 7 dan 8). Kekuasaan amir sangat tinggi. Dia berhak mengutip dana dari anggota, baik bersifat rutin maupun insidental. Amir juga berwenang memberi sanksi bila anggota melanggar. Hubungan dengan organisasi lain menjadi wewenang amir. Selain itu, amir bertanggung jawab dalam meningkatkan keilmuan dan kesejahteraan anggota. Bila amir tak bisa menjalankan tugasnya, amir bisa menunjuk sendiri penggantinya. Masa jabatan amir hanya bisa berakhir bila wafat, ada uzur syar'i dan diberhentikan Majelis Syuro bila dianggap menjalankan kekafiran (ukurannya bukan kesalahan tetapi kekafiran). Amir juga bisa diberhentikan bila dinilai lemah dalam menghadapi tekanan asing. JI juga memiliki lembaga musyawarah sebagai pertemuan antarlembaga dengan amir yang diadakan setahun sekali. Amir punya kewenangan veto untuk memutuskan sesuatu meski dalam pengambilan suara terbanyak, keputusan amir itu tidak didukung. Veto amir ini sangat dominan. Syarat menjadi anggota JI tak mudah. Harus mengikuti seleksi terlebih dahulu, lalu baiat oleh amir. Anggota juga tak cukup hanya beragama Islam. Tetapi, Islam dengan aliran salafush sholih. Setelah masuk menjadi anggota, mereka dikenai kewajiban membela dan melindungi amir, taat aturan, tidak melakukan perbuatan mudlarat kepada jamaah dan saling melindungi antar jamaah dalam segala hal, terutama mengenai JI. Mereka juga punya hak mendapatkan kesejahteraan, bimbingan agama, dan perlindungan. Sumber keuangan mereka untuk mendanai program-programnya diambilkan dari infaq, zakat, dan sodaqoh serta sumber-sumber yang dianggap halal. Sumber lain ini tidak sembarangan, sebab JI hanya mau menerimanya setelah ada ijtihad (diskusi dan perdebatan para ahli apakah diperbolehkan atau tidak). Dana ini dihimpun dan dibuat anggaran tahunan semacam APBN. Dari APBN itulah organisasi ini mendapatkan pembagian dana untuk operasional, yang diatur dalam peraturan atau maklumat. JI juga memiliki peraturan mengenai kerja sama dengan lembaga luar secara rapi dan teratur. Dakwah ke jamaah di luar JI pun harus dibuat laporannya kepada atasan secara berjenjang. Lembaga DPR (Qiyadah) misalnya, juga memiliki tingkatan mulai 61

pusat (markaziyah), mantiqiyah (wilayah), dan cabang (wakalah). Semua terstruktur dengan baik seperti laiknya sebuah AD/ART partai atau organisasi modern. Nidhom Asasy JI ini terdiri atas 15 bab, 43 pasal dan dibuat dalam bahasa Indonesia pada 24 Rajab 1416 atau 17 Desember 1995. Organisasi ini kemudian terpecah menjadi dua: (1) Jama’ah islamiyyah, dan (2) Tandzhim Qaidatul Jihad. Tandzhim Qaidatul Jihad Nama Qaidatul Jihad itu sebenarnya sudah disiapkan oleh Noordin M Top dan Azahari untuk persiapan penyerangan pada Bom Bali II. Organisasi penyeranganan disebut Anshar Al Muslimin. Tapi dalam pernyataan pers yang dikeluarkan Noordin, tetap menggunakan nama Qaidatul Jihad. Itu tampak pada saat Noordin mengeluarkan pertanggungjawaban penyerangan Bom Bali II. Anshar Al Muslimin itu organisasi perekrutan sekaligus organisasi propaganda untuk mempertanggungjawabkan setiap penyerangan. Ada sinyalamen bahwa kelompok ini tengah melakukan persiapan penyerangan pada bulan Juni 2006 mendatang. Momentumnya adalah saat keluar keputusan yang menentukan nasib Amir Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Bakar Ba'asyir. Kita tahu bulan Juni 2006 mendatang ditentukan nasib bebas tidaknya Abu Bakar Ba'asyir setelah kasasi atas vonis penjara 2,5 tahun penjara ditolak oleh MA. Pelaku perekrutan dan penyerangan memang sudah dididik di Johor Malaysia, dan aparat keamanan Indonesia tampaknya sudah mengetahui rencana serangan di bulan Juni ini. Artinya rencana serangan ini bakal dilakukan kalau Abu Bakar Ba'asyir tidak dibebaskan. Targetnya adalah kantor-kantor Kedubes asing, tempat ibadah dan mall. Serangan dipusatkan di Jakarta. Kemungkinan jaringan ini bakal menyerang tidak dengan bom tapi dengan Roket Pelontar Granat (RPG). Ini persis dengan yang mereka utarakan lewat website mereka saat akan menyerang kantor Kedubes AS. Noordin cs sudah sudah merekrut kira-kira 14 orang yang akan siap menjadi martil, 10 orang di antaranya warga Malaysia. Saya kira peneliti seperti Al Chaidar bisa saja melakukan klaim tentang pengamatannya terhadap gerakan dan perkembangan baru dari Noordin M Top, namun hingga kini dia juga belum pernah bertemu dengan 10 pemimpin terbesar Qaidatul Jihad. Noordin M Top, dikabarkan membangun 62

jaringan di 29 provinsi. Kabar beredar menyebut Noordin menggandeng Abu Amar untuk melakukan perekrutan pasukan bunuh diri dengan basis utama di Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Provinsi Banten. Dua gembong teroris ini ditengarai sudah mengubah bendera 'perjuangan' mereka dari Jama'ah Islamiyah (JI) menjadi Qaidatul Jihad (QJ). Setelah bendera baru dikibarkan, serangan perdana diperkirakan dilakukan pada bulan Juni 2006 mendatang, Momentumnya adalah saat penentuan bebas tidaknya Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Abu Bakar Ba'asyir, oleh Mahkamah Agung (MA). Menurut peneliti masalah terorisme, Al Chaidar, Abu Amar yang digandeng oleh Noordin itu kemungkinan besar adalah nama lain dari Dulmatin alias Umar Patek. "Lewat bendera baru Qaidatul Jihad, Abu Amar posisinya sebagai amirul jihad (panglima). Sedangkan Noordin Top sebagai penasihat ahli," kata Al Chaidar kepada Tribun, Kamis (30/3).61 Menurut Al Chaidar, pasca tewasnya Dr Azahari di Malang Jawa Timur, mereka sengaja 'tiarap' dengan menunda berbagai agenda serangan teror. Namun dalam kondisi tiarap, mereka lebih memfokuskan perhatian untuk melakukan konsolidasi yang menurutnya sudah merambah 29 propinsi. Al Chaidar mengaku tak hafal data ke-29 propinsi yang sudah dirambah. Namun yang menjadi basis utama perekrutan kader-kader baru, menurut Al Chaidar, adalah di Sulsel, Sulteng dan Banten. Sementara daerah lainnya yang cukup serius digarap adalah sebagian Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Riau dan Kaltim. Di daerah-daerah itu, QJ melakukan perekrutan besar-besaran (massive) dan indoktrinasi mendalam. "Setelah sempat macet, dana dukungan dari Al Qaeda mulai mengalir lagi ke Qaidatul Jihad," tutur Al Chaidar yang juga penulis buku Lampung Bersimbah Darah ini. Namun cara transfer dana lewat bank kini dihindari karena khawatir terendus oleh pendeteksian dari Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), sebuah lembaga milik pemerintah yang bertugas mendeteksi aliran-aliran dana mencurigakan dari luar negeri. Menurut Al Chaidar, dana dari Al Qaeda yang berbasis di Afghanistan, Irak dan Eropa disalurkan ke QJ lewat cara manual, yakni dibawa langsung oleh kurir atau perantara. 61

Tribun Batam, 31 Maret 2006. 63

Secara terpisah, pengamat intelijen Dinno Chressbon mengatakan, QJ kemungkinan akan mengambil momentum serangan pertama di tahun 2006 ini pada saat penentuan bebas tidaknya Abu Bakar Ba'asyir. Tepatnya di bulan Juni 2006 mendatang, Mahkamah Agung (MA) akan mengeluarkan keputusan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis 2,5 tahun penjara terhadap Ba'asyir yang sebelumnya sudah masuk tahap kasasi dan ditolak MA. "Kalau bulan Juni nanti MA menolak PK Ba'asyir, momentum itu kemungkinan dijadikan timing kelompok Noordin untuk beraksi," kata Dinno Chressbon secara terpisah. Karena itu, Dinno meyakini sasaran serangan utama tetap Jakarta dengan target markas kedubes asing, pusat perbelanjaan dan sekolah- sekolah asing bertaraf internasional di Jakarta. Dinno mendengar bahwa para relawan yang sudah direkrut jaringan tersebut saat ini dididik secara intensif, antara lain di Johor, Malaysia. Namun Dinno mengatakan, perubahan nama dari Jama'ah Islamiyah menjadi Qaidatul Jihad itu sebenarnya sudah dilakukan mendiang Dr Azahari sebelum tewas tertembak di Batu Malang, akhir 2005 lalu. "Nama Qaidatul Jihad sudah dipakai Noordin saat serangan Bom Bali II," kata Dinno. Buktinya, dalam VCD teroris yang ditemukan polisi di Semarang beberapa waktu lalu, seorang teroris bertopeng hitam yang diduga Noordin Top menyebut-nyebut dirinya adalah jaringan Qaidatul Jihad, bukan Jamaah Islamiyah. Noordin juga menyebutkan nama organisasi penyerangnya adalah Anshar Al Muslimin. Pengamat terorisme, Sidney Jones, juga pernah mencuatkan nama 'Toifah Mukhotilah' sebagai organisasi baru pengganti JI. Namun menurut Al Chaidar, nama itu terbukti tak ditemukan di lapangan. "Berarti Sidney Jones nggak akurat," ujarnya. Dinno menambahkan, kelompok Noordin ditengarai tak lagi menggunakan taktik pengeboman ala Bom Bali, Bom Kedubes Australia, maupun Bom Hotel JW Marriot. "Mereka kini menggunakan Roket Peluncur Granat (RPG), seperti tercantum pada website penyerangan," tutur Dinno. Al Chaidar sependapat. Menurutnya, kelompok Noordin mulai menyadari bahwa taktik pengeboman menelan korban masyarakat tak berdosa terlalu banyak. Karena itu, taktik serangan terfokus akan diterapkan Noordin cs. Yang jelas, kata Dinno, dirinya memberikan saran kepada kepolisian dan Badan Intelijen Negara (BIN) agar 64

meningkatkan pendeteksian terhadap dini terhadap sinyalemen 'serangan Juni' ini sebelum momentum itu datang.62 Di bawah ini dijelaskan dalam bagan (Bagan 6) tentang Islam Teroris di Indonesia. Semua Islam teroris di Indonesia, sesungguhnya memiliki akar ke Darul Islam, meskipun dalam perkembangannya banyak perpecahan (ke dalam 38 faksi). Namun perpecahan ini tidak menyurutkan serangan terorisme di Indonesia. Justru, kebanyakan perpecahan di tubuh Darul Islam dikarenakan adalah pengaruh dari gerakan-gerakan teroris yang mengajak sebagian dari anggota faksi-faksi Darul Islam. Darul Islam adalah sumber dan sekaligus kawan tradisional semua pergerakan Islam teroris di Indonesia.

Bagan 6 Islam Teroris di Indonesia

Islam Teroris di Indonesia Islam Teroris

Tandhim Qaidatul Jihad Darul Islam (Sebagian Faksi)

Jama’ah Islamiyyah

Darul Islam

62

Tribun Batam, 6 April 2006. 65

Di Indonesia pernah ada suatu gerakan anak bangsa yang berusaha membangun supremasi Islam, yaitu Negara Islam Indonesia yang berhasil diproklamasikan, 7 Agustus 1949, dan berhasil mempertahankan eksistensinya hingga 13 tahun lamanya (1949-1962). Namun rezim yang berkuasa telah memanipulasi sejarah tersebut dengan semau-maunya, sehingga umat Islam sendiri tidak mengenal dengan jelas sejarah masa lalunya. Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, adalah sebuah nama yang cukup problematis dan kontroversial di negara Indonesia, dari dulu hingga saat ini. Bahwa dia dikenal sebagai pemberontak, harus kita luruskan. Bukan saja demi membetulkan fakta sejarah yang keliru atau sengaja dikelirukan, tetapi juga supaya kezaliman sejarah tidak terus berlanjut terhadap seorang tokoh yang seharusnya dihormati. Semasa Orla berkuasa (1947-1949) yang merupakan puncaknya perjuangan Negara Islam Indonesia, SM. Kartosuwiryo memang dikenal sebagai pemberontak. Tetapi fakta yang sebenamya adalah, Kartosuwiryo sesungguhnya tokoh penyelamat bagi bangsa Indonesia, lebih dari apa yang dilakukan oleh Soekarno dan tokoh tokoh nasionalis lainnya. Pada waktu Soekarno bersama tentara Republik pindah ke Yogyakarta sebagai akibat dari Perjanjian Renville, yang menyebutkan bahwa wilayah Indonesa hanya tinggal Yogya dan sekitarnya saja, dan wilayah yang masih tersisa itu pun, dipersengketakan antara Belanda dan Indonesia, sehingga pada waktu itu nyaris Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Dan yang ada hanyalah negara-negara serikat, baik yang sudah terbentuk, atau pun yang masih dalam proses melengkapi syarat-syarat kenegaraan. Seperti Jawa Barat, ketika itu dianjurkan oleh Belanda supaya membentuk Negara Pasundan, namun belum terbentuk sama sekali, karena belum adanya kelengkapan kenegaraan. Ketika segala peristiwa yang telah disebutkan di atas, menggelayuti atmosfir politik Nusantara, pada saat itu Indonesia dalam keadaan vacuum of power. Pada saat itulah, Soekarno memerintahkan semua pasukan untuk pindah ke Yogyakarta berdasarkan Perjanjian Renville. Guna memberi legitimasi Islami, dan untuk menipu umat Islam Indonesia dalam memindahkan pasukan ke Yogya, Soekarno telah memanipulasi terminologi Al Qur'an dengan menggunakan istilah "Hijrah" untuk menyebut pindahnya pasukan Republik, sehingga nampak Islami dan tidak terkesan melarikan diri. Namun S.M. Kartosuwiryo dengan 66

pasukannya tidak mudah tertipu, dan menolak untuk pindah ke Yogya. Bahkan bersama pasukannya, ia berusaha mempertahankan wilayah Jawa Barat, dan menamakan Soekarno dan pasukannya sebagai pasukan liar yang kabur dari medan perang. Jauh sebelum kemerdekaan, yaitu pada tahun 1930-an, istilah "hijrah" sudah pernah diperkenalkan, dan dipergunakan sebagai metode perjuangan moderen yang brillian oleh S.M. Kartosuwiryo, berdasarkan tafsirnya terhadap Sirah Nabawiyah. Ketika itu, pada tahun 1934 telah muncul dua metode perjuangan yaitu cooperatif dan non cooperative. Metode non cooperative, artinya tidak mau masuk ke dalam parlemen dan bekerja sama dengan pemerintah Belanda namun bersifat pasif, tidak berusaha menghadapi penguasa yang ada. Metode ini sebenarnya dipengaruhi oleh politik Swadesi, politik Mahatma Gandhi dari India. Lalu muncullah S.M. Kartosuwiryo dengan metode Hijrah, sebuah metode yang berusaha membentuk komunitas sendiri, tanpa kerjasama dan aktif, berusaha untuk melawan kekuatan penjajah. Akan tetapi, pada waktu itu, metode ini dikecam keras oleh Agus Salim, karena menganggap S.M. Kartosuwiryo menerapkan metode hijrah ini di dalam suatu masyarakat yang belum melek politik. Sehingga ia kemudian berusaha menanamkan politik dan metode hijrah itu kepada anggota PSII pada khususnya. Dengan harapan setelah memahami politik, mereka mau menggunakan metode ini, karena paham politik sangat penting. Namun, Agus Salim menolaknya, karena ia tidak setuju dengan politik tersebut. Menurutnya rakyat atau anggota partai hanyalah boleh mengetahui masalah mekanisme organisasi tanpa mengetahui konstelasi politik yang sedang berlangsung, dan hanya elit pemimpin saja yang boleh mengetahui. Sedangkan "hijrah" adalah berusaha menarik diri dari perdebatan politik, kemudian berusaha membentuk barisan tersendiri dan berusaha dengan kekuatan sendiri untuk mengantisipasi sistem perjuangan yang tidak cukup progresif dan tidak Islami. Faktor inilah yang menjadi awal perpecahan PSII, yaitu melahirkan PSII Hijrah yang memakai metode hijrah dan PSII Penyadar yang dipimpin Agus Salim. Walaupun metode Hijrah, bagi sebagian tokoh politik saat itu, terlihat mustahil untuk digunakan sebagai metode perjuangan, namun ternyata dapat berjalan efektif pada tahun 1949 dengan terbentuknya Negara Islam Indonesia yang diproklamasikan 67

dibawah bendera Bismillahirrahmaniirrahim. Sehingga pantaslah, jika kita tidak memperhatikan rangkaian sejarah sebelumnya secara seksama, memunculkan anggapan bahwa berdirinya Negara Islam Indonesia berarti adanya negara di dalam negara, karena Proklamasi RI pada tahun 1945 telah lebih dahulu dilakukan. Namun sebenarnya jika kita memahami sejarah secara benar dan adil, maka kedudukan Negara Islam Indonesia dan RI adalah negara dengan negara. Karena negara RI hanya tinggal wilayah Yogyakarta waktu itu, sementara Negara Islam Indonesia berada di Jawa Barat dan mengalami ekspansi (pemekaran) wilayah. Daerah Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh mendukung berdirinya Negara Islam Indonesia. Dan dukungan itu bukan hanya berupa pernyataan atau retorika belaka, tapi ikut bergabung secara revolusional. Barangkakali benar, bahwa Negara Islam Indonesia adalah satu-satunya gerakan rakyat yang disambut demikian meriah di beberapa daerah di Indonesia. Melihat sambutan yang demikian hangat dari saudara Muslim lainnya, maka rezim Soekarno berusaha untuk menghambat tegaknya Negara Islam Indonesia bersama A.H. Nasuion, seorang tokoh militer beragama Islam yang dibanggakan hingga sekarang, tetapi ternyata mempunyai kontribusi yang negatif dalam perkembangan Negara Islam Indonesia. Dia bersama Soekarno berusaha menutupi segala hal yang memungkinkan S.M. Kartosuwiryo dan Negara lslam Indonesia kembali terangkat dalam masyarakat, seperti penyembunyian tempat eksekusi dan makam mujahid Islam tersebut. Nampaklah sekarang bahwa sebenarnya penguasa Orla dan Orba, telah melakukan kejahatan politik dan sejarah sekaligus, yang dosanya sangat besar yang rasanya sulit untuk dimaafkan. Mungkin bisa diumpamakan, hampir sama dengan dosa syirik dalam pengertian agama, yang merupakan dosa terbesar dalam Islam. Karena prilaku politik yang mereka pertontonkan, telah menyesatkan masyarakat dalam memahami sejarah perjuangan Islam di Indonesia dengan sebenarnya. Berbagai rekayasa politik untuk memanipulasi sejarah telah dilakukan sampai hal yang sekecil-kecilnya mengenai perjuangan serta pribadi S.M. Kartosuwiryo. Seperti pengubahan data keluarganya, tanggal dan tahun lahirnya. Semua itu ditujukan agar SMK dan Negara Islam Indonesia jauh dari ingatan masyarakat. Sekalipun demikian, S.M. 68

Kartosuwiryo tidak berusaha membalas tindakan dzalim pemerintah RI. Pemah suatu ketika Mahkamah Angkatan Darat Percobaan (Mahadper) menawarkan untuk mengajukan permohonan grasi (pengampunan) kepada presiden Soekarno, supaya hukuman mati yang telah dijatuhkan kepadanya dibatalkan, namun dengan sikap ksatria ia menjawab," Saya tidak akan pernah meminta ampun kepada manusia yang bernama Soekarno". Sikap tegas dan konsisten seperti inilah yang lazim terdapat pada setiap anggota Darul Islam di Indonesia. Mereka juga mahir dalam memainkan peralatan kekerasan seperi senjata ringan dan bom rakitan. Maka, tidaklah aneh jika selama 1962-2003, Indonesia sudah mencatat puluhan kali ledakan bom terjadi dalam skala kecil dan besar, setengahnya terjadi di Jakarta. Catatan dimulai dengan ledakan bom yang terjadi di kompleks Perguruan Cikini dalam upaya pembunuhan presiden pertama RI, Ir Soekarno, pada 1962. Berikut ini adalah sejumlah peristiwa yang terkait dengan kekerasan yang dilakukan Darul Islam: 11 November 1976: Di Masjid Nurul Iman, Padang. Pelakunya adalah Timzar Zubil, tokoh yang disebut pemerintah sebagai Komando Jihad. Tapi, Timzar tidak pernah ditemukan sampai sekarang. 20 Maret 1978: Sekelompok pemuda melakukan peledakan di beberapa tempat di Jakarta dengan bom molotov, dan membakar mobil presiden taksi untuk mengganggu jalannya sidang umum MPR. 14 April 1978: Masjid Istiqlal, Jakarta. Sampai sekarang, ledakan bom dengan bahan peledak TNT itu tetap jadi misterius. 4 Oktober 1984: Ledakan bom di BCA, Jalan Pecenongan, Jakarta Barat. Pelakunya adalah Muhammad Jayadi, anggota Gerakan Pemuda Ka'bah (anak organisasi Partai Persatuan Pembangunan) lantaran protes terhadap peristiwa Tanjungpriok 1983. Jayadi yang tidak dikenal sebagai anggota Gerakan Pemuda Ka'bah kemudian dijatuhi hukuman penjara 15 tahun setelah mengaku menjadi pelaku peledakan. Saat bersamaan, juga terjadi ledakan di BCA dan Kompleks Pertokoan Glodok, Jakarta dengan pelaku Chairul Yunus alias Melta Halim, Tasrif Tuasikal, Hasnul Arifin yang juga merupakan anggota Gerakan Pemuda Ka'bah. Mereka dijatuhi hukuman penjara dan dipecat dari keanggotaan Gerakan Pemuda Ka'bah. 69

Selain itu, ledakan juga terjadi di BCA Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat dengan pelaku Edi Ramli, juga anggota Gerakan Pemuda Ka'bah. Siapa dalang pemboman, sebenarnya masih misterius, tapi Edi dijatuhi hukuman penjara. Rentetan kasus peledakan beberapa kantor BCA itu menyeret tokoh-tokoh Petisi 50, seperti H.M. Sanusi, A.M. Fatwa (keduanya dipenjara, saksi-saksi mengaku disiksa), dan H.R. Dharsono. 24 Desember 1984: Gedung Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT), Jalan Margono, Malang, Jawa Timur. Tidak diketahui siapa pelakunya. 20 Januari 1985: Candi Borobudur di Jawa Tengah tak luput dari sasaran ledakan bom. Pelakunya adalah seorang mubalig, Husein Ali Alhabsy yang juga dilatar-belakangi motif protes terhadap peristiwa Tanjungpriok 1983. Husein menolak tuduhan atas keterlibatannya dalam peledakan Borobudur dan menuding Mohammad Jawad, yang tidak tertangkap, sebagai dalangnya. Pada awalnya, Husein mendapat ganjaran penjara seumur hidup. Tapi kemudian mendapatkan grasi dari pemerintahan Habibie pada 23 Maret 1999. 16 Maret 1985: Bus Pemudi Ekspress di Banyuwangi, Jawa Timur. Pelakunya adalah Abdulkadir Alhasby, anggota majelis taklim. Kasus ini juga dikaitkan dengan peledakan Candi Borobudur yang juga memprotes peristiwa Tanjungpriok 1983. Bahan peledak yang digunakan adalah TNT batangan PE 808/tipe Dahana. Darul Islam mengalami fragmentasi dan faksionalisasi yang cukupo kental dan mendalam. Banyak epigon dan organisasi pergerakan islam radikal dan teroris yang berasal dari Darul islam. Misalnya, AMDI (Angkatan Muda Darul Islam). Sampai sekarang belum terstruktur karena belum dideklarasikan. Rencanya, AMDI akan dideklarasikan pada bulan Desember 2005 di Solo dan saat ini yang muncul baru gerakan-gerakan pembentukan. Koordinator Wilayah AMDI yang sudah terbentuk yaitu di wilayah Solo (pimpinan: Soleh Ibrahim) dan Yogyakarta (pimpinan Abdurrahman). Kegiatan yang dilakukan sebatas konsolidasi dan pengkaderan anggota baru yang dihimpun dari laskar-laskar Islam garis keras. Di bawah ini, terdapat beberapa penjelasan tentang faksifaksi Darul Islam dan jumlah anggota yang dimilikinya: Tabel 1 70

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38

Nama Faksi Abdul Fatah Wirananggapati Abdul Jabbar Abdul Qadir Baraja Abdullah Said Abu Bakar Ba’asyir Abu Fatih atau Hamzah Abu Kholish Abu Toto Abu Wardan Abubakar Misbah Aceng Kurnia Adi SMK Aef Saifulloh Ajengan Masduki Ali AT Bahrum Banjarmasin Broto Budi Santoso Emeng Abdurrahman Fahru Gaos Taufik Helmi Danu Muhammad Hasan Karsidi Lukman Mamin Misi Islam Munir Fatah Mursalin Dahlan Musodiq Omo Qaidatul Jihad Tahmid Rahmat Kartosuwiryo Tawaw Ules Suja'i Yasir Yunus Yusuf Kamil Hanafi Total

71

Jumlah Anggota 5,000 2,000 30,000 20,000 10,000 5,000 5,000 50,000 3,000 10,000 10,000 1,000 5,000 20,000 20,000 5,000 5,000 1,000 10,000 10,000 10,000 10,000 20,000 1,500 5,000 10,000 10,000 10,000 10,000 10,000 5,000 9,000 20,000 5,000 5,000 2,500 1,000 5,000 376,000

Melihat jumlah anggota yang 376.000 orang ini, dapatlah kita sebutkan bahwa Darul Islam adalah gerakan dengan dinamika yang sangat unik. Banyaknya faksi-faksi Darul Islam tersebut juga menggambarkan betapa persatuan antar gerakan adalah agenda politik yang tidak pernah selesai. Penutup Pemetaan gerakan Islam Radikal dan Islam Fundamentalis ini barulah pada tahap permulaan. Artinya, untuk mengikuti dinamika pergerakan dan organisasi serta tokoh-tokohnya, diperlukan suatu penelitian khusus dan up-dating and watch terus-menerus agar perkembangannya dapat dipahami dengan baik. Perlu juga dilakukan upaya serius melacak akar sejarah perpecahan faksi-faksi dalam Darul Islam maupun di luar Darul Islam serta gerakan-gerakan baru yang lahir dan berkembang di Indonesia mestilah diikuti dengan seksama agar karakteristiknya dikenal dan dimengerti. Dengan pemahaman yang cukup, maka para pengambil keputusan akan mengerti apa yang esensial dan mana yang merupakan plasma pergerakan dari aliran-aliran dan paham-paham yang berkembang di Indonesia.****

72

Related Documents