PEMERIKSAAN FOB Pemeriksaan Kimia Feses untuk Mendeteksi Darah Samar (Fecal Occult Blood Testing/FOBT) Tes skrining untuk mendeteksi adanya darah samar (tersembunyi) adalah pemeriksaan kimia feses yang paling sering dilakukan. Hal ini karena perdarahan lebih dari 2,5 ml/150 gr feses merupakan keadaan patologi yang dianggap signifikan, padahal sering kali perdarahan dengan jumlah ini tidak menampakkan gejala klinis. Saat ini, FOBT juga digunakan secara massal untuk skrining deteksi dini kanker kolorektal. Pemeriksaan tahunan FOBT mempunyai nilai prediktif yang besar untuk mendeteksi kanker kolorektal pada stadium awal, sehingga pemeriksaan ini sangat direkomendasikan pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun. Prinsip dasar yang digunakan untuk tes skrining darah samar adalah mendeteksi adanya aktivitas pseudoperoksidase hemoglobin. Pseudoperoksidase akan bereaksi dengan hidrogen peroksida yang kemudian mengoksidasi zat yang tidak berwarna menjadi zat berwarna (gambar 1). Gambar 1. Reaksi yang terjadi pada FOBT Beberapa indikator kromogen berbeda digunakan untuk mendeteksi adanya darah samar. Semuanya bereaksi dengan prinsip kerja yang sama, tetapi memiliki sensitivitas yang berbeda. Beberapa bahan yang dapat digunakan antara lain benzidine, ortho-tolidine, dan guaiac. Guaiac adalah reagen kimia yang paling tidak sensitif. Namun, penggunaan reagen ini lebih dipilih untuk pemeriksaan rutin karena feses yang normal dapat mengandung darah hingga 2,5 ml, jumlah yang mungkin menyebabkan hasil tes positif dengan menggunakan reagen lain. Selain hemoglobin, aktivitas pseudoperoksidase juga didapatkan pada ingesti mioglobin dalam daging merah dan ikan, sayur dan buah tertentu seperti brokoli mentah, bunga kol, lobak, dan melon, serta beberapa bakteri intestinal. Dengan demikian, untuk mencegah hasil positif palsu, diperlukan reagen dengan sensitivitas rendah. Kit komersial dalam bentuk filter paper dengan reagen guaiac terimpregnasi banyak dijual. 2 atau 3 area filter paper diolesi feses yang diambil dari lokasi yang berbeda, sebaiknya sampel diambil dari bagian tengah feses untuk menghindari kontaminasi eksternal (misalnya darah menstruasi dan hemoroid) yang menyebabkan hasil positif palsu. Hidrogen peroksida dapat diteteskan dibalik kertas saring yang mengandung feses. Bila terdapat aktivitas psudoperoksidase, akan terbentuk warna biru pada kertas. Tes harus dikerjakan dalam waktu 6 hari setelah pengumpulan sampel. Sebelum hasil tes dinyatakan negatif, harus dilakukan pemeriksaan pada 2 sampel dari 3 feses yang berbeda. Pasien harus diinstruksikan untuk menghindari konsumsi daging merah, lobak, melon, brokoli mentah, dan bunga kol selama 3 hari sebelum pengumpulan sampel. Hal ini untuk mencegah adanya pseudoperoksidase dalam feses yang berasal dari diet. Konsumsi aspirin dan NSAIDs selain parasetamol harus dihentikan selama 7 hari sebelum pengumpulan sampel untuk mencegah iritasi saluran cerna. Vitamin C > 250 mg/hari dan suplementasi besi yang mengantung vitamin C harus dihindari 3 hari sebelum penampungan sampel karena asam askorbat adalah reduktor kuat yang akan mengganggu reaksi peroksidase sehingga menghasilkan tes negatif palsu. Bakteri usus dapat mendegradasi hemoglobin menjadi porfirin, sedangkan reagen guaiac tidak dapat mendeteksi senyawa ini sehingga dapat menyebabkan hasil negatif palsu pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Hasil negatif palsu juga didapatkan pada penderita dengan riwayat makan makanan dalam jumlah sedikit yang menyebabkan volume feses berkurang dan meningkatnya waktu transit di usus. Pada keadaan ini diperlukan reagen lain yang lebih sensitif dan spesifik sehingga dapat mendeteksi hemoglobin dan porfirin. b. Prosedur Pemeriksaan Darah Samar Reagensia · Serbuk guaiac · Larutan alkohol 95% · Asam asetat glacial Teknik Pemeriksaan ·
Buatlah emulsi feses sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi. · Tambahkan 1 ml asam asetat glacial, kemudian larutan diaduk. · Masukkan sepucuk pisau serbuk guaiac dan 2 ml larutan alkohol 95% ke dalam tabung reaksi lain, kemudian dicampur. · Tuanglah isi tabung kedua ke dalam tabung yang berisi emulsi feses dengan hati-hati sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah. Interpretasi · Negatif : tak ada perubahan warna. · Positif : terlihat warna kebiruan pada batas kedua lapisan. Derajat kepositifan sebanding dengan intensitas warna biru yang tampak. c. Prosedur Pemeriksaan Urobilin dalam Feses Reagensia · Larutan mercurichlorida 10% Teknik Pemeriksaan · Taruhlah beberapa gram feses dalam sebuah mortir, tambahkan larutan mercurichlorida 10% ana, kemudian campurlah dengan memakai alunya. · Tuanglah campuran bahan tersebut ke dalam cawan datar agar lebih mudah menguap, diamkan selama 6-24 jam. Interpretasi · Positif: timbulnya warna kemerahan pada sediaan menunjukkan adanya urobilin dalam feses Catatan · Dalam feses normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin berkurang pada ikterus obstruktif. Jika obstruksi bersifat total, hasil tes akan menjadi negatif. · Tes terhadap urobilin ini lebih inferior jika dibandingkan dengan penetapan kuantitatif urobilinogen dalam feses. Penetapan kuantitatif dapat mengetahui jumlah urobilinogen yang disekresikan per 24 jam, sehingga dapat memberikan informasi penting pada keadaan klinis seperti anemia hemolitik, ikterus obstruktif, dan ikterus hepatoseluler (Gandosoebrata R,2010) Dari hasil yang didapat kelompok kami menemukan bahwa terdapat dua hasil dari kelompok kami menggunakan feses normal dengan feses yang sengaja dicampur darah, setelah diamati menggunakan alat FOB (fecal blood testing) untuk yang tidak ada darah negative dengan ditandai adanya strip cuma 1 (satu) dihuruf C dan hasil pemeriksaan yang satunya menandakan kedua garis strip untuk feses yang kedua dan hasilnya muncul 2 garis strip yang menandakan positif. Sumber : Gandosoebrata, R. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat. b. Patel, H.P. 2006. The Abnormal Urinalysis. Pediatr Clin N Am, 53:325â 337. c. Strasinger, S.K. dan Lorenzo, M.S.D. 2008. Urinalysis and Body Fluids. 5th Edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.