TIM PEMELIHARAAN, penting tapi terkadang terlupakan ? Oleh : Ricky Cahya Andrian, ST, MM Pemeliharaan peralatan listrik tegangan tinggi adalah serangkaian tindakan atau proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi dan meyakinkan bahwa peralatan dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga dapat dicegah terjadinya gangguan yang menyebabkan kerusahan. Selama ini pedoman dasar untuk melakukan pemeliharaan peralatan instalasi listrik adalah SE Direksi No. 032/PST/1984 tanggal 23 Mei 1984 tentang Himpunan Buku Petunjuk Operasi dan Pemeliharaan Peralatan Penyaluran Tenaga Listrik di mana yang menjadi dasar utama untuk melakukan pemeliharaan adalah rekomendasi pabrik serta instruction manual dari masing-masing peralatan listrik. Dalam surat edaran ini dijelaskan pula bahwa keandalan dan kelangsungan penyaluran tenaga listrik adalah merupakan salah satu unsur dari tolak ukur baik tidaknya pelayanan
penyediaan tenaga listrik, yang dewasa ini semakin dituntut oleh masyarakat/ pemakai listrik. Kondisi di atas hanya dapat dicapai, apabila senantiasa dilaksanakan pemeliharaan terhadap semua komponenkomponen peralatan listrik secara benardan teratur sehingga akan didapatkan kondisi peralatan tersebut senantiasa dalam keadaan baik dan dapat berfungsi
dengan baik pula. Oleh karena itu maka disusunlah suatu jadwal pemeliharaan mingguan, bulanan, tiga bulanan, enam bulanan dan tahunan. Selain pemeliharaan terencana, ada juga maintenance yang dilakukan apabila kondisi
dari peralatan membutuhkan perbaikan segera, sedangkan jadwal pemeliharaannya belum tiba masanya. Pemeliharaan peralatan sistem tenaga listrik dengan jumlah yang sangat banyak dalam satu interkoneksi memerlukan pemikiran manajemen yang baik. Dalam hal ini perlu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating) dan pengendalian (controlling) dengan baik. Terkadang sebagian anggota organisasi melupakan keberadaan tim pemeliharaan bahkan memandang tim pemeliharaan sering memboroskan keuangan unit karena banyaknya pengeluaran uang yang dibutuhkan, baik itu untuk kegiatan pemeliharaan, premi piket, biaya SPPD atau biaya penggantian device atau peralatan yang rusak. Tetapi memang demikianlah faktanya di lapangan bahwa untuk memelihara suatu device atau peralatan terkadang harus disertai penggantian sparepart dan
juga ongkos kerja. Hal ini tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sehingga tidak salah jika ada pameo yang mengatakan “Reliabilility (kehandalan) dan Security (keamanan) sistem membutuhkan uang yang lebih banyak”. Reliability, security dan economy tidak akan memuaskan satu sama lain. Jika suatu sistem interkoneksi 150 kV Sulsel mau handal dan aman, maka dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, begitu juga sebaliknya, jika biaya yang dikeluarkan sedikit, maka sistem ini tidak begitu handal dan tidak begitu aman alias moderate (sedang). Seperti halnya yang terjadi di Tragi Sidrap, sebagai suatu unit baru di bawah AP2B Sistem Sulsel, memiliki tim pemeliharaan yang terdiri dari 6 orang termasuk supervisor pemeliharaan. Enam orang inilah yang bertanggung jawab terhadap keamanan sistem 150 kV dan 20 kV yang meliputi 4 Gardu Induk (GI) Eksisting yaitu GI Sidrap, GI Sengkang, GI Soppeng dan GI Bone, ditambah 2 Gardu Induk (GI) baru yaitu Makale dan Palopo termasuk dengan line SUTT 150 kV SidrapParepare, Soppeng-Sidrap, Sengkang-Soppeng dan Soppeng-Bone, ditambah yang baru yaitu SidrapMakale dan Makale-Palopo.
Dengan wilayah kerja yang sangat luas dan cukup jauh membutuhkan biaya yang tidak sedikit, seperti SPPD, biaya bensin kendaraan operasional, dan biaya pendukung lainnya seperti alat dan bahanbahan pemeliharaan seperti kain majun, sakafen, isolasi, vermagum dan lain-lain. Termasuk juga ongkos kerja, jika memang pekerjaan yang dilakukan cukup berat seperti flushing minyak trafo, pembersihan bay line 150 kV, pembersihan busbar 20 kV, penggantian CT, PT dan lain sebagainya yang menguras tenaga cukup besar, kemudian juga untuk mengawasi kegiatan control line SUTT 150 kV yang harus naik-turun gunung, masuk-keluar hutan dan kebun, menyeberangi sungai yang menurut penulis sangat berat karena sudah mengalaminya sendiri. Memelihara itu bukan sesuatu yang mudah, terkadang pekerjaan ini beresiko besar karena berhubungan dengan tegangan 150 kV atau 20 kV. Jika kita ceroboh sedikit saja, bisa-bisa nyawa kita melayang atau menyebabkan peralatan lainnya rusak. Jika peralatan rusak, maka biaya perbaikan bahkan penggantiannya akan lebih besar lagi. Begitu juga dengan tenaga yang banyak terkuras karena terkadang pekerjaan dilakukan di switchyard yang sangat
panas pada waktu siang hari atau juga karena harus mengganti device yang rusak yang berukuran besar dan berat seperti kabel tanah 20 kV, kipas trafo, PMT, CT, PT, Kapasitor dan peralatan lainnya. Tim Pemeliharaan adalah suatu tim yang menjadi tulang punggung operasional AP2B di dalam menyalurkan energi listrik ke konsumen, dalam hal ini melalui cabang. Semua pekerjaan operasional akan menjadi lancar jika tim pemeliharaannya kuat dan bagus. Kuat dalam hal solid (kompak) di antara anggota tim dan bagus dalam hal manajemen pemeliharaannya, artinya perencanaan sesuai dengan realisasi di lapangan. Tim pemeliharaan harus standbye (siaga) selama 24 jam, siap dibutuhkan setiap saat jika terjadi gangguan baik itu di GI atau di transmisi. Sebagai contoh jika kawat transmisi 150 kV putus, kebocoran minyak di trafo, PMT yang tiba-tiba trip atau malfunction dan lain sebagainya. Contoh gangguan di atas kadangkadang bisa terjadi di saat malam hari, di saat sedang
tidur nyenyak. Tim pemeliharaan harus bangun dan pergi ke lokasi jika terjadi gangguan semacam itu dan memperbaikinya sampai selesai dan tuntas. Hal ini disebabkan karena sistem interkoneksi di Sulsel masih bersifat radial dan reliability (kehandalan) sangat rendah sehingga jika terjadi gangguan, tidak bisa dimanuver ke tempat lain untuk sementara dan dikerjakan keesokan harinya, berbeda halnya dengan di pulau Jawa yang telah berbentuk ring sehingga kehandalan sangat tinggi, artinya gangguan bisa dikerjakan keesokan harinya karena dapat dimanuver (pindah jalur). Seperti diketahui bahwa suatu device atau peralatan 150 kV dan 20 kV itu bukan sesuatu yang pasti selalu bagus dan baik kondisinya, terkadang pasti ada saja sesuatu yang membuat device tersebut tidak bekerja atau bahkan salah bekerja. Sehingga jika hal ini terjadi, maka muncullah apa yang
disebut gangguan, yang menyebabkan terganggunya pasokan listrik ke konsumen, sehingga timbul pemadaman di konsumen. Pemadaman yang terjadi ini juga akan merugikan pihak PLN sendiri karena ENS (Energy Not Service) atau energi yang tidak dapat disalurkan menjadi besar sehingga mengurangi pendapatan PLN dan juga menurunkan kinerja unit yang bersangkutan dalam hal ini AP2B. Begitu juga dengan SOD (System Outage Duration), artinya berapa lama sistem padam akibat gangguan dan SOF, artinya berapa kali sistem padam akibat gangguan (System Outage Frequency) juga akan semakin tinggi. Oleh karena itulah, Unit Tragi seperti Tragi Sidrap diberikan target berapa SOD, SOF dan juga ENS-nya. Sehingga untuk peningkatan kinerja AP2B secara tidak langsung juga bergantung terhadap kinerja Tim Pemeliharaan Tragi Sidrap. Tulisan ini disajikan penulis dengan maksud untuk memperjelas keberadaan tim
pemeliharaan pada sudut pandang yang benar dan jangan ada kesan kalau tim pemeliharaan itu hanya bertugas memboroskan keuangan unit. Menurut penulis, Tim pemeliharaan adalah ujung tombak AP2B karena jika terjadi gangguan, maka yang pertama kali dicari adalah tim pemeliharaan di manapun berada sehingga membuat tim pemeliharaan selalu memonitor kondisi sistemnya melalui pesawat handy talkie-nya (HT) yang selalu dibawa kemanapun pergi. Demikian tulisan ini kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua terutama di dalam mengetahui keberadaan (eksistensi) tim pemeliharaan. Mohon maaf jika ada tulisan yang tidak berkenan di hati pembaca. Penulis adalah staf pemeliharaan, Teknisi Utama Kontrol Listik dan Instrumen Unit Tragi Sidrap AP2B Sistem Sulsel Email :
[email protected]