pembesaran ikan gurame 8:24 AM Penggunaan kolam dengan kedalaman dua meter atau lebih merupakan teknik budidaya yang relatif baru bagi para pembudidaya ikan. Pembudidaya biasa menggunakan kolam dengan kedalaman berkisar antara 1,0 – 1,2 m. Adopsi teknik budidaya ini dapat memberikan dampak yang positif bagi para pembudidaya, mengingat penambahan ratarata kedalaman kolam sekitar 80 – 100 cm dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan hingga 400% (dalam pemanfaatan luas) atau 150% (dalam pemanfaatan volume). Secara finansial, pendalaman kolam hanya memerlukan biaya sekitar Rp 30.000/m3 sedangkan biaya perawatan/perbaikan kolam tidak mengalami perubahan. Tabel Proses Produksi Pembesaran Gurame Deskripsi
Satuan
Luas kolam M2 Kedalaman kolam M
300 1
300 2
Penanaman Kepadatan Ukuran Jumlah
3–5 250 – 350 900300
9 – 11 250 – 350 2700900
Pemeliharaan Pakan buatan Pakan alami
Pemanenan Ukuran Sintasan Jumlah
Ekor/m2 Ekor/kg EkorKg
% bobot 1 – 3350 – 400 1 – 31100 – 1200 tubuh/hariKg total % bobot tubuh/hari 1 – 2atau 1 – 2atau secukupnya secukupnya
Ekor/kg % Kg
600 – 750 85 – 95 600 – 700
600 – 750 85 – 95 1800 - 2500
Penggunaan kolam dengan kedalaman dua meter dapat memberikan dampak positif pada usaha budidaya gurame. Kolom air yang lebih dalam memberikan kesempatan yang lebih lama pada ikan untuk menangkap pakan tenggelam yang diberikan sesuai dengan karakteristik biologi ikan gurame yang cenderung lambat merespon pakan. Selain itu, bentuk ikan yang pipih dengan gerakan yang cenderung dominan vertikal juga dapat lebih mengefisienkan kolom air yang dalam dibandingkan dengan pada kolom air yang dangkal. Tingkah laku ikan gurame yang sangat responsif terhadap gangguan eksternal juga dapat dikurangi pada kedalaman kolam dua meter dibanding dengan satu meter. Walaupun di sisi lain, peningkatan padat tebar pada kolam dua meter dapat mengakibatkan ikan kurang dapat menerima stress internal yang mungkin terjadi,
misalnya: gesekan antar ikan saat terjadi kejutan. Selain itu, peningkatan padat tebar juga berimplikasi pada peningkatan beban bahan organik dari sisa pakan dan kotoran ikan sehingga dapat mengurangi daya dukung (carrying capasity) kolam. Dampak penggunaan kolam dalam yang cenderung kontradiktif tersebut dapat ditunjukkan dari hasil pemeliharaan ikan pada kolam percontohan. Hasil pemeliharaan ikan pada kolam percontohan (kolam dalam, 2 m) relatif tidak berbeda dengan hasil pada kolam pembudidaya (kolam dangkal, 1,0 – 1,2 m), baik dengan sistem produksi monokultur (gurame) maupun polikultur (gurame dengan nila dan gurame dengan nilem). Dampak positif penggunaan kolam dalam tidak cukup tampak dari adanya peningkatan pertumbuhan ikan yang ditanam dibandingkan dengan kolam dangkal. Peningkatan yang sangat signifikan pada penggunaan kolam dalam dapat diperoleh dari efisiensi penggunaan lahan. Pada luasan lahan yang sama, produksi ikan dengan kolam dangkal dapat ditingkatkan 3-4 kali lipat bila dengan menggunakan kolam dalam sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan produksi secara total dalam satu kawasan. Hasil ikan gurame pada sistem monokultur relatif tidak berbeda dengan hasil pada sistem polikultur tetapi terdapat peningkatan nilai tambah dari hasil panen ikan nila atau nilem. Antara ikan utama (gurame) dengan ikan tambahan (nila atau nilem) tampaknya tidak terdapat persaingan untuk mendapatkan sumber makanan, baik pakan utama (pelet buatan) maupun pakan tambahan (hijauan). Meskipun ikan-ikan ini cenderung bersifat herbivora, namun karena dilakukan pengaturan ukuran tanam sehingga persaingan dapat ditekan dan ikan tambahan tampaknya cenderung memanfaatkan sisa metabolisme ikan utama dan sumber makanan lainnya. Penggunaan pakan buatan tenggelam yang bersumber dari hasil produksi kelompok pembudidaya menunjukkan hasil total yang relatif tidak berbeda dibandingkan dengan menggunakan pakan buatan apung yang bersumber dari pabrik pakan. Secara visual, ikan yang diberi pakan apung tampak berukuran lebih gemuk dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan tenggelam. Namun secara bobot, ikan yang diberi pakan berbeda tersebut relatif tidak berbeda sehingga dari bobot total panenan juga tidak berbeda. Sedangkan pada penanganan pasca panen (transportasi ikan dari kolam sampai pasar), terdapat perbedaan ketahanan tubuh antara ikan dengan sumber pakan yang berbeda tersebut. Ikan yang diberi pakan tenggelam cenderung lebih tahan terhadap tekanan fisiologis saat transportasi dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan apung. Namun demikian, pada kegiatan percontohan ini tidak dilakukan identifikasi secara mendetail dan perlu penelaahan yang lebih lanjut mengenai perbedaan ketahanan tubuh tersebut.