A. Pengertian Korupsi 1. Menurut Undang-Undang
UU No 31 Tahun 1999 Pengertian korupsi menurut UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengartikan bahwa Korupsi adalah Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
UU No 20 Tahun 2001 Pengertian Korupsi Menurut UU No. 20 Tahun 2001 adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara
UU No 24 Tahun 1960 Pengertian Korupsi Menurut UU No.24 Tahun 1960 adalah perbuatan seseorang, yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau dilakukan dengan menyalah gunakan jabatan atau kedudukan.
2. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Pengertian korupsi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. 3. Secara Umum Kata korupsi berasal dari bahasa latin “corruptio” atau corruptus yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut para ahli bahasa, corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, suatu kata dari Bahasa Latin yang lebih tua. Kata tersebut kemudian menurunkan istilah corruption, corrups (Inggris), corruption (Perancis), corruptie/korruptie (Belanda) dan korupsi (Indonesia). Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan lain sebagainya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian keuangan pada negara. Atau tindakan penyelewengan atau penggelapan uang baik itu uang Negara atau uang lainnya yang dilakukan untuk keuntungan pribai atau orang lain. Bisa juga diartikan sebagai tindakan seseorang yang menyalahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan. Atau suatu kegiatan yang merugikan kepentingan publik dan masyarakat luas untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
B. Ciri Korupsi Ciri – Ciri Perbuatan Korupsi Secara Umum Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang; Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan, kecuali ia telah begitu merajalela, dan begitu mendalam berurat akar, sehingga individu-individu yang berkuasa, atau mereka yang berada daalam lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatan mereka; Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik; Mereka yang mempraktikkan cara – cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum; Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan – keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusan – keputusan itu; Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan biasanya pada badan publik atau masyarakat umum; Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan; Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan itu ; Korupsi tidak hanya berlaku di kalangan pegawai negeri atau anggota birokrasi negara, korupsi juga terjadi di organisasi usaha swasta; Korupsi dapat mengambil bentuk menerima sogok, uang kopi, salam tempel, uang semir, uang pelancar, baik dalam bentuk uang tunai atau benda atau pun wanita; Setiap perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat, Di bidang swasta, korupsi dapat berbentuk menerima pembayaran uang dan sebagainya, untuk membuka rahasia perusahaan tempat seseorang bekerja, mengambil komisi yang seharusnya hak perusahaan. Ciri – Ciri Perbuatan Korupsi Menurut Pandangan Para Ahli (Syed Hussein Alatas) Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan. Seseorang yang diberikan amanah seperti seorang pemimpin yang menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau kelompoknya; Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta, atau masyarakat umumnya. Usaha untuk memperoleh keuntungan dengan mengatasnamakan suatu lembaga tertentu seperti penipuan memperoleh hadiah undian dari suatu perusahaan, padahal perusahaan yang sesungguhnya tidak menyelenggarakan undian; Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus. Contohnya, mengalihkan anggaran keuangan yang semestinya untuk kegiatan sosial ternyata digunakan untuk kegiatan kampanye partai politik. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dalam keadaan di mana orang-orang yang berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak perlu. Korupsi biasanya dilakukan secara tersembunyi untuk menghilangkan jejak penyimpangan yang dilakukannya. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak. Beberapa jenis korupsi melibatkan adanya pemberi dan penerima.
Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang lain. Pemberi dan penerima suap pada dasarnya bertujuan mengambil keuntungan bersama. Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan mereka yang dapat memengaruhinya. Pemberian suap pada kasus yang melibatkan petinggi Makamah Konstitusi bertujuan memengaruhi keputusannya. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk pengesahan hukum. Adanya upaya melemahkan lembaga pemberantasan korupsi melalui produk hukum yang dihasilkan suatu negara atas inisiatif oknum – oknum tertentu di pemerintahan.
C. Pola Korupsi Pola korupsi secara umum Penyuapan, (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang Embezlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa public atau sumber daya tertentu. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery of swindle). Termasuk dalan proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu. Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia local dan regional. Favouristism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privitasi sumber daya. Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan Negara. Serta kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau “korupsi berjama’ah” 7 pola korupsi menurut F. Frandi Pola konvensional Adalah menggunakan uang kantor atau negara secara langsung untuk keperluan pribadi. Karena pola konvensional ini justru sudah jarang dilakukan orang (karena risikonya tinggi), lagi pula “skenarionya” sangat sederhana. Pola Kuintansi fiktif Sebenarnya pola ini lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah manipulasi alias penyelewengan. Sesuatu yang kecil dibikin jadi besar. Yang besar dijadikan kecil. Yang ada dibuat tidak ada. Yang tidak ada diadakan, dan sebagainya. Tapi karena pola ini lebih banyak mengandalkan pada buku kuitansi dalam rangka menghadapi petugas inspektorat, audit, maupun pajak, maka saya cenderung menamakannya sebagai pola kuitansi fiktif. Saya sebut kuitansi fiktif karena kuitansinya memang terbukti ada. Tapi barang atau jasa atau kegiatan yang dibeli/diselenggarakan justru lain dengan bukti kuitansinya, atau malah sama sekali tidak ada. Pola Komisi Sebuah kantor pemerintah, swasta, maupun BUMN pastilah sering belanja barang dalam jumlah besar, baik untuk kegiatan rutin maupun untuk menunjang proyek-proyeknya. Taruhlah kantor saya perlu 200 baju seragam untuk karyawannya. Harga baju di toko per lembar Rp 10.000. Tapi karena membeli di pengusaha konfeksi, saya bisa memperoleh potongan harga sampai 20 persen. Kalau manajemen di kantor saya jelek, dengan mudah seluruh komisi itu saya makan sendiri. Ini baru baju. Bagaimana kalau mobil, rumah, pesawat terbang atau kapal tanker? Karena jumlah komisi ini bisa sangat besar, makanya manajemen
yang baik akan selalu mencek : betulkah cuma segitu komisi yang bisa dilepas? Bisakah ditawar lagi? Dalam keadaan seperti ini, tentu uang komisi itu akan kembali ke kantor lagi. Pola Upeti Komisi – meski berupa hadiah barang, termasuk Hadiah lebaran, Natal dan Tahun Baru – asalnya selalu dari relasi dan selalu dihitung sesuai dengan persentase nilai transaksi yang telah atau akan dilakukan. Upeti meski juga bisa berupa uang maupun barang datangnya dari bawahan untuk atasan. Tujuannya bisa macam-macam. Misalnya saja agar kondite tetap terjaga baik. Supaya kedudukan aman, tidak digeser atau dimutasikan ke tempat yang “kering”. Supaya “permainan” yang dilakukannya tetap berlangsung dengan selamat dan lain-lain.Dalam kondisi tertentu, bisa terjadi tawar-menawar antara atasan dengan bawahan tentang jumlah upeti yang mesti disetor. Dalam kondisi yang sudah cukup gawat malahan si atasan bisa langsung memotong upeti yang sudah menjadi kesepakatan bersama itu. Jadi sifatnya sudah sangat mirip dengan pola komisi, bedanya cuma yang melakukan. Kalau komisi adalah antara oknum pembelian dengan relasi, sedang upeti adalah antara bawahan dengan atasan. Pola Menjegal Order Misalnya saya bekerja sebagai tenaga sales di sebuah perusahaan konfeksi. Gaji saya Rp 300.000 ditambah persentase dari transaksi yang berhasil saya dapatkan. Tiba-tiba saya mendapatkan order senilai 500 juta rupiah. Persentase yang saya dapat dari kantor sesuai dengan peraturan pastilah kecil sekali. Mendingan order ini saya lempar ke pengusaha konfeksi lain hingga saya menerima komisi yang lebih gede. Kalau order ini datangnya dari relasi baru, kemungkinan terbongkarnya kasus saya ini akan jadi kecil sekali. Tapi yang lebih menguntungkan lagi adalah kalau order tadi saya garap sendiri. Pola Perusahaan Rekanan Apabila Anda seorang pimpinan proyek atau pejabat pengambil keputusan, tentu akan terlalu kentara manakala punya perusahaan yang bisa menangkap order-order dari kantor Anda sendiri. Kalau Anda bekerja di sebuah kantor penerbitan lalu di rumah Anda punya perusahaan percetakan untuk menampung order dari kantor, tentu teman-teman akan ribut lantaran hal itu kelewat mencolok mata. Itulah sebabnya lalu banyak oknum pejabat yang memberi modal pada si keponakan, si saudara sepupu, mertua, istri, anak, dan kerabat dekat lain untuk bikin perusahaan rekanan. Pola Penyalahgunaan wewenang Pola inilah yang oleh masyarakat banyak lazim disebut sebagai pungli, uang semir, pelicin, sogok, suap dan lain-lain. Memang selalu ada anjuran untuk tidak memberi iming-iming pungli kepada para petugas, agar mereka tidak tergoda. Anjuran ini mirip sekali dengan imbauan untuk beli karcis di loket stasiun dan bukan di calo. Tapi apa daya. Karena permintaan jauh lebih besar dari penawaran, jadinya ya tetap saja calo masih laku keras terutama di saat-saat ramai seperti di sekitar Lebaran. Di kalangan para petugas/pegawai negeri masalahnya sama saja. Selama mereka diberi gaji kecil, padahal wewenangnya begitu besar, maka pungli pasti akan jalan terus. Soalnya, masyarakat memang perlu pelayanan dan tidak mau direpotkan. Mereka cenderung keluar uang sedikit asal urusan cepat selesai.
D. Modus korupsi Markup Anggaran Ini adalah yang paling populer dan paling sering terjadi. Dana anggaran digelembungkan dari kebutuhan sebenarnya. Parahnya, kadang penggelembungannya sampai berlipat lipat dari anggaran sebenarnya. Sebagian besar koruptor di indonesia memakai modus ini. Markdown Pendapatan/Pemasukan Markdown sering terjadi pada petugas lapangan. Misalkan para petugas parkir, penarik iuran,penarik pajak dan sebagainya. Misalkan pemasukan sebenarnya 1juta, tapi dilaporan cuma 900ribu. Yang 100rb ditilep masuk kantong pribadi. Polantas yang sering nilang pengendara, sebagian memakai modus ini. Kalau menurut UU, uang denda itu masuk negara kan? tapi kenyataanya masuk kantong. Suap Aktif Suap aktif adalah suap yang dilafalkan secara langsung oleh pejabat. Misalkan pejabat bidang lelang tender proyek, sebelum lelang, dia bilang ke peserta tender, "kalau nanti kamu ngasih saya 20% dari nilai tender, gue menangin deh tender nih buat loe". ya itu contoh suap aktif, Si pejabatlah yang meminta bagian dari proyek. Suap Pasif Suap pasif adalah suap yang berasal dari pihak kedua. Misalkan seorang mahasiswa yang menyuap dosennya sekian juta agar bisa lulus pendaftaran, Uang ucapan terimakasih dari si pemenang tender, padahal pihak pertama (pejabat) tidak meminta dan sejenisnya. Pungutan diluar aturan UU Sering ada di kantor kantor kecamatan, desa, kepolisian, kantor swasta, pasar dan sebagainya. oknumnya bisa berseragam atau non seragam. Kalau yang berseragam. Dari pembuatan KTP, KK dan sebagainya biasanya pungutan ini tidak ada ketetapan UU pasti tentang berapa besarnya. Misalkan anda mau buat surat kehilangan, lalu yang kehilangan bilang:" berapa pak?" lalu si bapak polisi bilang :" Seiklasnya". Nah ini sebenarnya juga pungutan liar. Kalau memang ada peraturan resmi pasti ada keterangan" buat surat kehilangan 10.000, beradasarkan UU no sekian tahun sekian. Pemberian hadiah Biasanya sama dengan suap pasif, pihak pejabat diberi hadiah, entah mobil, tiket, hotel, fasilitas dll yang sebenarnya tidak ada aturannya. Tentunya si pemberi hadiah punya maksud agar urusannya di mudahkan. Memotong bantuan Sering dilakukan oleh para pejabat penyalur bantuan. Dari pejabat dinas, petugas lapangan, aparat desa bahkan sampai RT/RW sering terjadi. Alasannya untuk alasan administrasi.
Menaikan biaya dari yang sebenarnya Yang paling nampak ada di KUA, kalau di undang undang hanya sekian puluh ribu, tapi kenyataannya sampai diatas 500 ribu. Itu belum termasuk uang salam tempel dari mempelai setelah ijab qobul. Termasuk disini adalah petugas parkir, biasaya 1000, mintanya 2000. Termasuk para penjaga toko, warnet dan sebagainya yang melakukan pembulatan keatas. misal biaya warnet hanya 1800, tapi operator bilang 2000.
E. Korupsi dalam berbagai perspektif Korupsi dari perspektif budaya Kebudayaan jika dimaknai secara bebas adalah hasil cipta manusia yang dilandasi dari kebiasaan. Korupsi diangga biasa karena telah dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar dalam sikap hidup sehari-hari.kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menyebabkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi. Korupsi dari segi agama Kelemahan rasa religius dan juga ketiadaan apresiasi terhadap nilai-nilai kemuliaan disertai dengan lemahnya disiplin diri dan etika dalam bekerja, juga adanya sifat tamak dan egois, hanya mementingkan diri sendiri saja mendorong terjadinya korpsi biasanya ini terjadi karena pendidikan yang rendah baik formal maupun nonformal. Semua kelemahan tersebut tentu akan mengurangi integritas. Korupsi dalam perpektif hukum Dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, sesuai dengan asas hukum maka diterapkan peraturan khusus tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu UU No. 3 Tahun 1971, UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001, akan tetapi peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk kejahatan perpajakan, money laundering kehutanan, perikanan, pertambangan dan sebagainya yang deliknya dapat memenuhi unsurunsur perbuatan korupsi, berlaku perundang-undangan masing-masing.