Panduan Cash Manager.docx

  • Uploaded by: Hengki
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Panduan Cash Manager.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,935
  • Pages: 21
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

Bab I

Pendahuluan.........................................................................................................1

Bab II

Pengertian............................................................................................................3

Baba III

Karakteristik MPP...............................................................................................4

Bab IV

Kualifikasi Manager Pelayanan Pasien...............................................................

Bab V

Gambaran Umum Aktivitas, Manfaat dan Kuntungan MPP di Rumah Sakit

Bab VI

Filosofi Manajemen Pelayanan Pasien

Bab VII

Peran dan Fungsi Manajer Pelayanan Pasien

Bab VIII

Elemen – elemen dalam Pelaksanaan Manajemen Pelayanan Pasien

Bab IX

Perencanaan Pemulangan Pasien / Discgarge Palnning

Bab X

Keterlibatan Pasien

Bab XI

Tata Laksana

Bab XII

Penutup

Kepustakaan

BAB I

PENDAHULUAN

Perjalanan cash management diawali dengan adamya kebutuhan pemberian pelayanna penyakit kronis psikiatri di Amerika pada tahun 1920-an dan juga berkembangnya kegiatan pekerja sosial serta diikuti mengingkatnya penggialan perawat ke rumah. Pada akhir 1950-an mulai dilakukan koordinasi di komunitas bagi penduduk yang memerlukan pelayanan kesehatan, dan mulai digunakan istilah case management. Kemudian case management berkembang untuk popilasi khusus seperti para lansia yang lemah. Pada tahun 1972. Case Management masuk dalam legeslasi federal. Case Manager berkembang pesat pada disiplin keperawatan dna pekerja sosial, dan Rumah Sakit tampaknya Nursing Case Manager lebih memadai. Di Indonesia mulai tahun 2012 KARS melalui standar akreditasi Rumah Sakit mendorong perkembangan pelayanan case manager dan menggunakan istilah Manager Pelayanan Pasien. Peran Case Manager agak sulit dimengerti dan karenanya terjadi banyak salah pengertian.Case Management bukan hanya bagaimana mencari solusi bagi penggunaan biaya tau bagaimana memanfaatkan sumber daya pelayanan dengan sebaik – bainya, tetapi juga nilai dari manfaat yang dapat dirasakan pasien dan keluarganya. Pemberian pelayanan kesehatan selalu memperhatikan mutu, keselamatan dan biaya. Baik oleh pemberi pelayanan, pembayar apalagi pasien sebagai pengguna. Berbagai strategi dikembangkan untuk mengoptimalkan hal tersebut apalagi pada era Jaminan Kesehatan Nasional. Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan mempunyai tatanan dan sistem yang cukup kompleks, dengan memangku kepentingan utama : pengelola, pemilik, pembayar, tim profesional, pemberi asuhan, pasien dengan keluarganya, dan komunitas / lingkungan di rumah. Berbagai strategi telah dikembangkan dan diperdebatkan sebagai upaya reformasi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Case Management merupakan suatu intervensi yang penting dan komprehensif dalam rangka peningkatan mutu dan keselamatan asuhan pasien, kendali biaya, pelayanan berfokus pada pasien (Patient Centered Care), asuhan pasien terintegrasi, kontinuitas pelayanan. Kepatuhan pasien serta kepuasan pasien. Dalam standar akreditasi Rumah Sakit v.2012, penerapan pola case manager diarahlan pada standar APK 2 dalam kontek kontinuitas pelayanan dan standar PP 2 dalam konteks koordinasi dan integrasi asuhan.

BAB II

PENGERTIAN

Dalam kepustakaan terdapat berbagai defenisi tentang case management. CCMC (Commissin For Case Manager Certification) menyambuat riibuan referensi, tetapi sekitar dia puluhan defensis tentang case management yang memedai. Menurut CMSA (Case Management Society of America) konsep dasar management mencakup koordinasi yang memadai untuk asuhan yang bermutu dan memenuhi kebutuhan pasien, serta secara cist-effective sehingga mendapatkan asuhan yang positif, Case manager berperan sebagai fasilitator yang penting kepada pasien, keluarga, pemberi asuhan, PPA, pembayar dan lingkungan di rumahnya / komunitas. Istolah resmi yang digunakan KARS untuk case manager adalah Manager Pelayanan Pasien disingkat MPP. Defenisi Manager Pelayanan Pasien : adalah suatu proses kolaburatif untuk asesmen, perencanaan, fasilitas, koordinasi pelayanan, evaluasi dan advokasi untuk opsi dan pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan kompehensif pasien dan keluarganya, memalui komunikasi dan asuhan pasien yang bermutu dan biaya yang efektif.

BAB III

KARAKTERISTIK MANAGER PELAYANAN PASIEN

Karakteristik MPP dapat dideskripsikan sebagai berikut : 1. Seorang MPP harus mempunyai kemampuan mengekspresikan pendapat, keinginan, bukan membela diri, atau cemas. Mereka seyogyanya bisa mengatasi orang – orang maupun situasi yang sulit dengan denang dan penuh percaya diri. Untuk menjamin bahwa MPP dapat berhasil melayani dalam peran advokasi, memperjuangkan untuk yang terbaik bagi pasien, rumah sakit dan bagi para pelanggannya, sangat direkomendasikan suatu program latihan asertif sebagaimana dalam proses orentasi. 2. MPP yang berhasil, bekerja secara otonom / mandiri, haruslah mempunyai rasa percaya diri. Dia harus mempunyai gambaran yang akurat temtang gambaran dirinya, kelemahannya, maupun keperibadiannya serta harus bebas dari kepentingan dirinya. 3. MPP harus siap menjangkau staf klinis dalam tim PPA (Prefesional Pemberi Asuhan) untuk memberikan advokasi dan dukungan. MPP diharapkan menanamkan suatu hubungan positif dengan pihak lain dalam rapat maupun komunikasi keseharian. Tidak jarang diperlukan keterampilan bernegosiasi, banyak atribut bisa membuat dia seorang negosiator yang handal, termasuk mempunyai daya ingat yang baik, bisa “ cekatan dalam berbicara “ dan mengatasi stress dengan baik. Pada akhirnya, evektivitas adalah masalah sikap yang dibutuhkan sebagaimana halnya kemampuan. 4. MPP harus seorang yang berani mengambil resiko, mencari sasaran baru yang lebih memadai untuk tujuan memenuhi kebutuhan pasien. Ada pendaapat bahwa MPP haruslah sering “ berpihak “ kepada pasien.

BAB IV

KUALIFIKASI MANAGER PELAYANAN PASIEN Seorang MPP ditetapkan berdasarkan kualifikasi sebagai berikut : 1. Perawat a. Pendidikan minimal S1 NERS b. Memiliki pengalaman klinis sebagai profesional pemberi asuhan minimal 3 tahun. c. Memiliki pengalaman sebagai kepala ruangan minimum 3 tahun. 2. Dokter (Umum) a. Memiliki pengalaman minimal 3 tahun dalam pelayanan klinis di rumah sakit. b. Memiliki pengalaman sebagai dokter ruangan minimal 1 tahun.

PELATIHAN TAMBAHAN Baik perawat maupun dokter harus menjalani pelatihan : 1. Pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan Klinis terakit dengan penyusunan dan penerapan SPO pelayanan Kedokteran yang terdiri dari Panduan Praktik Klinis, Alur Klinis (Clinical Pathway), Algoritme, Protokol, Standing Order. 2. Pelatihan Pelayanan Berfokus pada Pasien (PCC). 3. Pelatihan tentang perasuransian, jaminan kesehatan nasional, INA-CBG's. 4. Pelatihan tentang Perencanaan Pulang (Discharge pLANNING). 5. Pelatihan Managemen Resiko. 6. Pelatihan Etiko-Legal. 7. Pelatihan soft skill seoerti : aspek psiko-sosial-kultural, komunikasi interpersonal.

BAB V

GAMBARAN UMUM AKTIVITAS, MANFAAT DAN KEUNTUNGAN MPP DI RUMAH SAKIT

a. Aktivitas MPP secara umum adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi pasien untuk intervensi managemen pelayanan pasien. 2. Melakukan kolaborasi dengan dokter dan pasien untuk menidentifikasi hasil yang diharapkan dan mengembangkan suatu rencana managemen pelayanan pasien. 3. Memonitor intervensi yang ada relevansinya bagi rencana managemen pelayanan pasien. 4. Memonitor kemajuan pasien ke arah hasil yang diharapkan. 5. Menyarankan alternatif intervensi praktis yang efesien biaya. 6. Mengamankan sumber – sumber klinis untuk mencapai hasil yang diharapkan. 7. Membakukan jalur – jalur komunikasi dengan manager departemen / bagian. 8. Bagi pasien dan keluarganya, MPP adalah analog dengan pemandu wisata / tour guide dalam berbagai perjalanan kegiatan pelayanan di rumah sakit yang menulis resep, mengorder pemeriksaan penunjang dsb. Peran MPP dapat menggabungkan beberapa karakteristik seperti koordinator, namajer finansial, problem solver, fasilitator, konselor, manajer perencanaan, edukator, dan advokasi. Gambaran kinerja MPP ditampikan melalui suatu kombinasi beberapa aktivitas yang dibentuk untuk mendukung tujuan dan sasaran program asuhan pasien dan penerapan dari prinsip yang mengarahkan ke segi praktis Penting untuk dipahami bahwah efektifitas MPP tergantung pada keterampilan interpersonal daan pengetahuan tentang sistem dan prose – proses intra organisasi rumah sakit. Cara pendekatannya dalam mengatasi masalah haruslah realistis, mempertimbangkan sifat – sifat dari lingkungan rumah sakit, berbagai sikap anggota tim PPA sewaktu berinteraksi, sikap kepala instalasi, maupun manajemen lainnya dalam pelayanan pasien, yang kemungkinan tidak mempunyai pengetahuan / petunjuk tentang peran yang dijalankan oleh MPP. b. Manfaat MPP Untuk Rumah Sakit Bagi Rumah Sakit adanya MPP dalam manajemen pelayanan pasien akan menberikan manfaat sebagai berikut : 1. Peningkatan muru pelayanan. 2. Peningkatan kepuasan pasien dan keluarga. 3. Peningkatan keterlibatan pasien dan asuhan. 4. Peningkatan keputusan pasien dan asuhan. 5. Peningkatan kualitas hidup pasien. 6. Peningkatan kolaborasi interprofesional tim PPA. 7. Penurunan tingkat asuhan sesuai kebutuhan pasien dan panduan klinis.

8. Penurunan lama rawat. 9. Pencegahan hari rawat yang tidak perlu. 10. Penurunan frekuensi, jenis dan lama pemeriksaan, termasuk pemeriksaan yang tidak perlu. 11. Pengurangan / menghindari tagihan yang tidak perlu. 12. Penurunan readmisi ke rumah sakit. 13. Pengurangan kunjungan pasien yang sama ke IGD. 14. Membantu proses evaluasi penerapan alur klinis (Clinical Pathway).

c. Keuntunga MPP di Rumah Sakit Bagi rumah sakit adanya MPP dalam manajemen pelayanan pasien akan memberikan keuntungan sebagai berikut : 1. Biaya pelayanan efektif. 2. Orientasi pelayanan yang holistik. 3. Kontinuitas pelayanan diseluruh tatanan pelayanan kesehatan. 4. Klien mengetahui siapa yang harus dihubungi untuk bantuan.

BAB VI

FILOSOFI MANAJEMEN PELAYANAN PASIEN

a. Filosofi Manajemen Pelayanan Pasien adalah : 1. Dasar manajemen pelayanan pasien adalah bila bahwa seseorang mencapai derajat kesehatan (wellnes) dan fungsional yang optimal maka semua pemangku kepentingan mendapat manfaat : individu yang dilayani, keluarha, sistem pemberi pelayanan dan sistem reimbursemennya. 2. MPP memberikan pelayanan melalui advokasi, edukasi, identifikasi sumber daya dan fasilitas pelayanan agar klien mencapai tingkat kesehatan (wellness) dan kemandirian yang maksimal. 3. Kegiatan manajemen pelayanan pasien yang terbaik adalah melalui iklim yang memungkinkan langsung MPP dengan klien, tim PPA dan staff pelayanan lainnya, untuk dapat memperoleh hasil asuhan yang optimal.

b. Prinsip – prinsip Manajemen Pelayanan Pasien sebagai berikut : 1. Gunakan pendekatan kolaboratif berfokus pada pasien “ klien – centris. 2. Bila mungkin, memfasilitasi otonomi pasien dan perawatan mandiri melalui advokasi, pengambilankeputusan bersama,dan pendidikan. 3. Gunakan pendekatan holistik secara komprehensif. 4. Gunakan pendekatan budaya dengan kesadaran dan menghargai perbedaan. 5. Promosikan keselamatan klien optimal. 6. Bina hubungan dengan sumber daya masyarakat. 7. Bantu menjelajahi sistem pelayanan kesehatan untuk pelayanan kesehatan yang sukses, misalnya selama transisi. 8. Tingkatkan keunggulan profesiaonal dan memelihara praktik. 9. Promosikan hasil yang berkualitas dan pengukuran hasil tersebut. 10. Dukung dan kepatuhan peraturan organisasi lokal, nasional dan federal.

BAB VII

PERAN DAN FUNGSI MANAJER PELAYANAN PASIEN

a. Peran MPP mencakup : 1. Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan asuhan pasien, termasuk keluarga dan pemberi asuhannya, baik akut, dan proses rehabilitasi di rumah sakit maupun pasca rawat, mendorong keterlibatan dan pemberdayaan pasien. 2. Mengoptimalkan terlaksananya pelayanan berfokus pada pasien dan asuhan pasien terintegrasi, serta membantu meningkatkan kolaborasi interpersonal. 3. Mengoptimalkan prose reimbursemen.

b. Fungsi MPP : Manajer Pelayanan Pasien menjalankan fungsi asesmen, perencanaan, fasulitasi dan advokasi, melalui kolaborasi dengan pasien, keluarga, profesional pemberi asuhan, sehingga menghasilkan outcome / hasil asuhan yang diharapkan. 1. Melaksanakan asesmen tentang kebutuhan kesehatan dan aspek bio-psiko-sosial-kulturnya, termasuk status health literacy (kurang pengetahuan tentang kesehatan). 2. Menyusun perencanaan manajemen pelayanan pasien (case managemen plan) berkolaborasi dengan pasien, keluarga dan pemberi asuhan di rumah sakit, pembayar, PPA dan fasilitaspelayanan primer, untuk memaksimalkan hasil asuhan yang berkualitas, aman dan efektif biaya, perencanaan termasuk discart panning terintegrasi denga PPA. 3. Memfasilitasi komonikasi dan koordinasi antara PPA dalam konteks keterlibatan paasien dalam pengambilan keputusan sehingga meminimalkan fragmentasi pelayanan. 4. Memberikan edukasi dan advokasi kepada pasien dan keluarga atau pemberi asuhan untuk memaksimalkan kemapuan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan terkai pelayanan yang diterimanya. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga atau pemberi asuhan, PPA, terkait alternatif pelayanan, sumber daya di komunitas / lingkungan rumahnya, manfaat asuransi, aspek psiko-sosial-kultural sehingga keputusan tepat waktu dengan dasar informasi lengkap. 5. Memberikan advokasi sehingga meningkatkan kemampuan pasien dan keluarga mengatasi masalah dengan mencari opsi pelayanan yang tersedia, rencana alternatif sesuai kebutuhan, agar tercapai hasil asuhan yang diharapkan. 6. Mendorong pemberi pelayanan yang memadai untuk kendali mutu dan biaya dengan basis kasus per kasus. 7. Membantu pasien untuk transisi pelayanan yang aman ke tingkat pelayanan berikutnya yang memadai. 8. Berusaha meningkatkan kemandirian advokasi dan kemandirian pengambilan keputusan pasien.

9. Memberikan advokasi kepada pasien dan pembayar untuk memfasilitasi hasil yang positif bagi pasien, bagi PPA dan pembayar. Namun bila ada perbedaan kepentingan makan kebutuhan pasien lebih menjadi proritas.

BAB VIII

ELEMEN – ELEMEN DALAM PELAKSANAAN MANAJEMEN PELAYANAN PASIEN

1. Identifiksi dan Seleksi Pasien : fokus pada identifikasi pasien yang akan mendapat manfaat dari pelayanan MPP : dipertimbangkan kebutuhan Informent Consent. 2. Asesmen dan identifikasi masalah dan kesempatan. Dimulai saat admisi maupun selama di rawat secara intermiten sesuai dkebutuhan. 3. Penyusunan rencana manajemen pelayanan pasien : terdapat sasaran inter,ensi dan prioritas kebutuan pasein, termasuk kebutuhan jenis pelayanan sesuai sumber daya yang tersedia. Atau tetapkan hasil yang diharapkan. 4. Implementasi dan koordinasi untuk pelaksanaan rencana manajemen pelayanan pasien. 5. Monitoring dan ecaluasi pelaksanaan manajemen pelayanan pasien, pemenuhan kebutuhan pasien dan hasil asuhan. 6. Terminasi proses manajemen pelayanan pasien, bila kebutuhan pasien sudah tercapai, sudah terlaksananya transisi pelayanan yang lebih baik.

BAB IX

PERENCANAAN PEMULANGAN PASIEN / DISCHARGE PLANNING

a. Pengertian Perencanaan Pemulangan Pasien (P3) atau discharge Planning :  Adanya kegiatan yang merencanakan dan menfasilitasi perpindahan pasien ke fasyankes lain atau kerumah dengan lancar dan aman.  Merupakan suatu proses multidisiplin melibatkan PPA dan MPP.  Sasarannya adalah meningkatkan / menjaga kontinuitas pelayanan.  Proses dimulai saat admisi rawat inap.  Memastikan keselamatan pasien keluar dari rumah sakit dan memperoleh asuhan yang tepat pada fase berikutnya di fasyankes lain atau di rumah.  Dasar atau filosofi P3 adalah : keberhasilan asuhan pasien di rawat inap agar terlanjut juga di rumah. b. Prinsip Proses Perencanaan Pemulangan Pasien MPP mempunyai peran lebih terhadap dalam proses perencanaan pemulangan pasien. Dibawah ini dideskripsikan prinsip P3. 1. Perencanaan pemulangan pasien (P3) dimulai saat admisi rawat inap dan dilanjutkan pada hari berikutnya sesuai kebutuhan.  Identifikasi pasien dengan potensi masalah yang mungkin dihadapi waktu pasien dipulangkan sehingga dapat disusun rencana mengatasi masalah, sehingga proses pemulangan nantinya aman dan lancar. 2. Identifikasi apakah pasien memerlukan kebutuhan yang sederhana atau komplek untuk pemulangan atau transfernya.  Tidak membutuhkan pelayanan khusus di rumah, juga tidak membutuhkan pelayanan sosial.  Atau sebaliknya tingkat ketergantungan untuk ADL (Activity Daily Living) tinggi. 2. Susunan rencana klinis asuhan pasien (oleh PPA) dalam waktu 24 jam setelah masuk rawat inap.  Setelah asesmen lengkap dengan metode IAR (Informasi, Analisis,Renana) tetapkan sasaran.  Asesmen dilakukan secara multi disiplin dan terintegrasi.  Perencanaan termasuk tentang kemungkinan edukasi / pelatihan bagi pasien / keluarga / pemberi asuhan di rumah. 3. Koordinasi proses pemulangan / transfer melalui kepemimpinan dan tanggung jawab pengoperan tugas pada tingkat ruangan.  Perencanaan harus terintegrasi secara multi disiplin.  Ada keterkaitan dengan pertukaran shif.

 Dokumentasi harus selalu di update dengan penyimpanan yang jelas.  Peran MPP penting dalam koordinasi ini. 4. Tetapkan tanggal yang diharapkan untuk pemulangan / transfer 24 – 48 jam setelah admisi (EDD : Expected Discharge Date) oleh PPA. MPP mendiskusikan dengan MPP, pasien dan keluarga / pemberi asuhan.  Umumnya pasien ingin mendapatkan informasi tentang sampai kapan di rawat.  Pasien, keluarga akan membuat sasaran untuk itu.  Pengecualian adalah bila pasien menjalani perawatan intensif, EDD ditetapkan bila telah kembali ke ruang rawat biasa. 5. Setiap hari dilakukan review atas rencana klinis asuhan dan juga update EDD.  PPA melakukan updating EDD bersama pasien dan MPP  Pendokumentasiannya harus jelas dan konsisten.  Pasien dan keluarga harus jelas tentang apa yang diharapkan selama rawat, menghindari kebingungan yang dapat menunda proses pemulangan. 6. Libatkan, pasien, keluarga, pemberi asuhan di rumah untuk keputusan dan pilihan pelayanan.  Pasien, keluarga diedukasi / dilatih untuk memberdayakan pelayanan individual sehingga memaksimalkan kemandiriannya.  Bila masuk dalam rencana, folow-up dapat dilakukan oleh staf rumah sakit 1 – 3 hari perta di rumah. 7. Rencalakan pelayanan sampai tujuh hari  P3 mencakup juga kontinuitas pelayanan sampai dengan tujuh hari di rumah. 8. Gunakan daftar tilik (check list) 24 – 48 jam sebelum proses pemulangan. 9. Biasakan mempertimbangkan keputusan tentang rencana pemulangan pasien setiap hari.

BAB X KETERLIBATAN PASIEN DAN KELUARGA

Peran MPP adalah mendorong keterlibatan pasien dan keluarganya, dalam asuhan pasien oleh para PPA termasuk dalam perencanaan pemulangan pasien (Discharge Palanning).

Pasien yang keterlibatannya rendah, umumnya kepercayaan dirinya rendah, memosisikan dirinya memang pasif, kurang bertanya, sering takut atau pesimis terhadap anjuran tindakan yang sebenarnya dibutuhkan untuk mengatasi / memperbaiki kelainannya, kemampuannya terbatas mengatasi masalah kesehatannya, membutuhkan banyak dukungan dari keluarga dan tentunya dari PPA.

Pasien yang aktif dalam keterlibatannya tinggi dalam asuhan pasien, memiliki tingkat kemampuan mengatasi masalah kesehatan yang tinggi, lebih mandiri, lebih proaktif tentang masalah kesehatannya, sehingga lebih fokus, lebih memperhatikan penjelasan dan petunjuk PPA.

Pasien yang lebih aktif, lebih banyak memiliki sikap dan perilaku yang positif dan hasil asuhan yang lebih baik. Hibbard (2004) mengembangkan Patient Activition Measure untuk menilai pengetahuan, kemampuan, motivasi dna percaya diri dalam mengelola / menhaga kesehatannya. MPP berperan dalam peningkatan keterlibatan dan pemberdayaan pasien, serta meningkatkan kemampuan pasien dan keluarga dalam mengambil keputusan dan asuhan.

BAB XI TATA LAKSANA

Manajemen Pelayanan Pasien yang dilaksanakan oleh Manajer Pelayanan Pasien dilakukan melalui beberapa tahapan atau aktivitas sebagai berikut di bawah ini : 1.

Identifikasi , Seleksi / Skrining Pasien untuk manajemen pelayanan pasien Kriteria yang digunakan a.1 namun tidak terbatas pada :

 Usia.  Pasien dengan fungsi kognetif rendah.  Pasien dengan resiko tinggi.  Resiko komplain tinggi.  Kasus dengan penyakit kronik, katastropik, terminal.  Status fungsional rendah, kebutuhan bantuan ADL (Activity Daily Living) yang tinggi.  Pasien dengan riwayat penggunaan peralatan medis dimasa lalu.  Riwayat gangguan mental, upaya bunuh diri, krisis keluarga, isu sosial a.1.terlantar, tinggal sendiri, narkoba.  Sering masuk IGD, readmisi rumah sakit.  Perkiraan asuhan dengan biaya tinggi.  Kemungkinan sistem pembiayaan yang kompleks, adanya masalah finansial.  Kasus yang melebih rata – rata lama rawat.  Kasus yang diidentifikasi rencana pemulangan penting / beresiko atau yang membutuhkan kontinuitas pelayanan.

2.

Asesmen untuk manajemen pelayanan pasien Kemampuan asesmen a.1. namun tidak terbatas pada :

 Fisik, fungsional, kognitif, kekuatan – kemampuan, kemandirian.  Riwayat kesehatan.  Perilaku psiko-spritual-sosial-kultural.  Kesehatan mental dan kognetif.  Lingkungan dan tempat tinggal.  Tersedianya dukungan keluarga, kemampuan merawat dari pemberi asuhan.  Finansial.  Status asuransi.  Riwayat penggunaan obat, alternatif.  Riwayat trauma, kekerasan.  Pemahaman tentang kesehatan.  Harapan terhadap hasil asuhan, kemampuan untuk menerima perubahan.  Discharge Planning.  Perencanaan lanjutan.

 Aspek legal. Data asesmen diperoleh melalui, namun tidak terbatas pada :  Wawancara pasien, keluarga, pemberi asuhan.  Asesmen awal saat admisi rawat inap, asesmen secara internal selama di rawat.  Komunikasi dengan dokter, PPA lainnya.  Rekam medis.  Data klaim, asuransi.

3.

Identifikasi masalah dan kesempatan Lakukan kegiatan identifikasi masalah dan kesempatan a.1.

 Tingkat asuhan yang tidak sesuai panduan, norma yang digunakan.  Oper / under utilization pelayanan dengan dasar panduan, norma yang digunakan  Ketidak patuhan pasien.  Edukasi kurang memadai, atau pemahamannya yang belum memadai tentang proses penyakit, kondisi terkini, daftar obat.  Kurangnya dukungan keluarga.  Penurunan determinasi pasien (ketika tingkat keparahan / komplikasi meningkat).  Kendala keuangan ketika keparahan / komplikasi meningkat.  Pemulangan / rujukan yang belum memenuhi kriteria atau sebaliknya pemulangan / rujukan yang terdunda.

4.

Perencanaan manajemen pemulangan pasien MPP harus segera mengidentifikasi kebutuhan jangka pendek, jangka panjang,

maupun kebutuhan berjalan . ongoing, sehingga dapat menyusun strategi dan sasaran manajemen pelayanan pasien untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan tersebut.  Pahami dan pastikan diagnosa pasien, prognosis, kebutuhan asuhan, sasaran hasil asuhan.  Tentukan sasaran terukur dan indikator dalam kerangka waktu yang spesifik, a.1. dalam akses ke pelayanan, asuhan dengan biaya efektif, mutu asuhan.  Tentukan / rencanakan pemberian informasi kepada pasien dan keluarga untuk prngambilan keputusan.  Tentukan / rencanakan juga partisipasi pasien dan keluarga dalam asuhan,termasuk persetujuan akan kemungkinan perubahan rencana.  Siapkan fasilitas mengatasi masalah dan konflik.  Perhatikan

harapan

pembayar,

frekuensi

komunikasi

reevaluasi

perkembangan pasien, revisi sasaran jangka pendek dan atau jangka panjang.

5. Monitoring MPP melakukan asesmen untuk menilai respon pasien terhadap pemberian / pelaksanaan renca asuhan.

 Mencatat perjalanan / perkembangan kolaborasi dengan pasien, keluarga, pemberi asuhan, tim PPA, san pemangku kepentingan lain yang terkait, sehingga dapat dinilai respons pasien terhadap intervensi yang diberikan.  Verifikasi kelangsungan pelaksanaan rencana asuhan memadai, dipahami dan diterima pasien seta keluarga.  Pahan dan sadar akan kebutuhan revisi rencana asuhan, termasuk referennsi perubahan, transisi pelayanan, kendala pelayanan.  Kolaborasi dalam rangka perubahan rencana dan pelaksanaannya.

6. Fasilitasi, Koordinasi, Komonikasi dan Kolaborasi MPP perlu memfasilitasi koordinasi, komunikasi dan kolaborasi dengan pasien dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencapai sasaran dan memaksimalkan hasil positif asuhan pasien.  Pasikan peran MPP sesuai dengan kebijakan yang ada dan memadai, dalam pelayanan pasien, terhadap pemangku kepentingan lain dalam rumah sakit.  Kembangkan dan pelihara secara proaktif pelayanan berfokus pada pasien, membantu asuhan terintegrasi oleh PPA.  Transisi pelayanan yang memadai sesuai kebutuhan pasien.  Jaga privasi pasien dalam kolabirasi.  Gunakan mediasi dan negosiasi, termasuk mengatasi perbedaan pandangan.  Koordinasi juga pada rencana pemulangan pasien dengan pelayanan pasca rawat.

7. Advokasi MPP memberikan aadvokasi pada pelaksanaan pelayanan, manfaat administrasi, pengambilan keputusan.  Menyampaikan, mendiskusikan dengan PPA dan staf lain tentang kebutuhan pasien, kemampuannya dan sasaran pasien.  Memfasilitasi ke akses pelayanan sesuai kebutuhan pasien melalui koordinasi dengan PPA atau pemangku kepentingan terkait.  Meningkatkan kemandirian menentukan pilihan dan pengambilan keputusan.  Mengenali, mencegah dan menghindari disparitas untuk mengakses mutu dan hasil pelayanan terkait dengan ras, etnik, agama, gender, latar belakang, budaya, status pernikahan, umur, pandangan politik, disabilitas fisik-mental-kognetif.  Advokasi untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan yang berkembang / bertambah karena perubahan kondisi.

8. Hasil Pelayanan MPP perlu memaksimalkan kesehatan, wellness pasien, saety, adaptasi terhadap perubahan, self-care, kepuasan efesiensi biaya.

 Lakukan pedokumentasian pencapaian sasaran.  Catat keberhasilan, kualitas, kendali biaya-efektif dari intervensi MPP dalam mencapai sasaran asuhan pasien.  Nilai dan laporan tentang dampak pelaksanaan rencana asuhan pasien.  Catat utilisasi sesuai panduan / norma yang digunakan.  Catat kepuasan pasien, keluarga dengan manajemen pelayanan pasien.

9. Kompetensi Budaya – Cultural Competence MPP MPP perlu memahami dan tanggap terhadap beragam budaya populasi dimana pasien berasal, dan kekhasan profilnya.  MPP

memahami

berbagai

informasi

tentang

keberagaman

budaya,

berkomunikasi secara efektif, bermartabat dan sensitif dalam konteks biaya.  Lakukan asesmen kebutuhan linguistiknya dan lakukan komunikasi yang memadai.  Bila diperlukan jalani edukasi / pelatihan untuk kompetensi / pemahaman budaya guna meningkatkan efektifitas dalam melayani populasi yang multu kultural.

10. Manajemen Sumber Daya MPP harus mengintegrasikan faktor – faktor terkait mutu, keselamatan, akses dan efektifitas biaya dalam proses asesmen, monitoring, evaluasi sumberdaya untuk asuhan pasien  Catat pemeriksaan / pelayanan yang akan dilakukan sesuai kebutuhan pasien dan rencanakan pelayanan.Berikan informasi berkenaan terkait waktu yang diperlukan, antisipasi hasil dan beban biaya.  Catat komunikasi pasien dengan PPA dalam proses transisi / perpindahan secara internalmaupun external, juga pada perubahan kondisi (penting) pasien.  Kumpulkan keterangan pelaksanaan pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien, termasuk pemeriksaan keluar / outsouce, bandingkan dengan panduan / norma.  Pencatatan agar memperhatikan bahwa intensitas pelayanan dari MPP memang sesuai kebutuhan pasien.

11. Terminasi Manajeman Pelayanan Pasien MPP mengakhiri pelaksanaan manajemen pelayanan pasien sesuai dengan regulasi rumah sakit yang berlaku.  Identifikasi alasan pengakhiran pelaksanaan manajemen pelayanan pasien, a.1: o Telah tercapainya sasaran manajemen pelayanan pasien. o Telah terlaksananya transisi ke fasilitas pelayanan lain.

o Pasien menolak manajemen pelayanan pasien.  Tercapai persetujuan pengakhiran pelaksanaan manajemen pelayanan pasien, dengan pasien maupun pemagku kepentingan lain.  Dokumentasikan proses pengakhiran tersebut.

BAB XII

PENUTUP

Kehadiran Manajer Pelayanan Pasien di Rumah Sakit adalah penting sebagai bagian dari penerapan pelayanan berfokus pada pasien. MPP memfasilitasi pemenuhan kebutuhan asuhan pasien, termasuk keluarga dan pemberi asuhannya, baik akut maupun dalam proses rehabilitasi di rumah sakit maupun pasca rawat.

MPP meningkatkan keterlibatan dan pemberdayaan pasien serta keluarga dalam asuhan pasien, dan menghasilkan outcome asuhan yang lebih baik, termasuk kepuasan pasien. Selain itu perannya akan mengoptimalkan terlaksananya pelayanan berfokus pada pasien dan asuhan pasien terintegrasi, seta membantu meningkatkan kolaborasi interprofesional.

Dalam standar akreditasi, pelayanan yang diberikan MPP, minimal merupakan bagian dari penerapan standar HPK, PPK, APK, AP dan PP.

KEPUSTAKAAN 1. Frater, J : The History and Evolution of Case Management, 2005. 2. The Case Management Handbook Committe : Arizona Case Management Handbook, Departement of Economc Scurity, 2010. 3. Commisson for Case Management Certification, Case Managemen Body of Knowledge. 4. Case Management Society America : Standar of Practice for Case Management, Arkansas 2010. 5. Harrison, JP, Nolin,J,Suero,E : Effectof Case Management on Us Hospitasls.Nurs Econ.2004 6. Daniels,Sand Ramey.M : The Leaders Guideto Hospital Case Management, Jonesand Bartlett.2015 7. Jhnson, Betal : Partnering With Patient and Famillies to Design a Patient and Family – Centered Care, 2014. 8. Mullahy, C.M : The Case Management Handbook, 5th ed. Jones & Bartllet Learing, 2014. 9. Zander, K : Hospital Care Management Models.HC Pro 2008 10. Accredied Case Management, Candidate Handbook : American Case Management Association, 2012. 11. Cesta, T and Cunningham, B : Core Skill for Hospital Case Managers.HC Pro,2019. 12. Inteprofessional Education Collaborative Expert Panel : Core Competencies for Interprofessional Education Colaborative,2011. 13. Karsbergen AL : Case Management, a rich history ofcoordinating, care to control costs. Nurs Outlook, 1996 14. Helath,H, Sturdy, D and Chessley, A : Discharge Planning, Departement of Health,2010. 15. Hibbard,JH : what we know about patient activation, engagement, ang outcome. 2015

Related Documents

Cash
November 2019 38
Cash
November 2019 44
Cash
October 2019 50
Panduan
June 2020 44

More Documents from ""